Anda di halaman 1dari 2

Ciri Suami Dambaan Istri http://www.metrotvnews.

com
Lifestyle + / Senin, 16 Agustus 2010 14:44 WIB
Berikut ciri-ciri suami yang betul-betul menjadi dambaan para istri. Memang sekilas terdengar sempurna,
namun anda para pria bisa kok melakukannya tahap demi tahap.

1. Setia Mendengar
Punya telinga tapi tak mendengar, kadang-kadang untuk mendengarkan itu susah. Tetapi seorang isteri
akan lebih suka jika memiliki suami yang mau mendengar cerita atau keluhan atau obrolan dari sang
isteri. Bagi suami kadang-kadang untuk mendengarkan perkataan isteri sering dianggap tidak penting
tetapi yang diinginkan oleh sang isteri hanyalah perkataan dia di dengar dan difahami saja.

2. Menghargai
Semua manusia tentu ingin dihargai, termasuk juga isteri. Seorang suami yang selalu menghargai isteri
baik dalam sikap maupun perkataan tentu akan selalu dirindukan oleh seorang isteri. Penghargaan yang
diharapkan oleh isteri bukanlah mahal atau besar, awali dengan perbuatan-perbuatan kecil atau sepele
seperti memberikan pujian jika sang istri memasak atau memberi ciuman selamat pagi.

3. Tidak Suka Menyalahkan


Seorang isteri juga manusia yang tak luput dari kesalahan, ketika sang isteri berbuat kesalahan, sang
suami sebaiknya menegur dengan sikap yang cerdas, tidak dengan kasar atau menyalahkan hingga keluar
emosi yang berlebihan. Daripada marah-marah kepada isteri sebaiknya menanyakan/meminta penjelasan
dari sang isteri kenapa berbuat itu dan memberi nasihat agar tidak terulang lagi.

4. Bisa menerima pendapat isteri


Suami sebagai kepala keluarga, sebaiknya tidak bersikap otoriter tetapi sebaliknya suami dapat
mendengar dan menerima pendapat dari isteri jika pendapat itu memang merupakan keputusan yang
terbaik. Suami isteri perlu memutuskan suatu keputusan secara bersama-sama tidak sepihak dan sang
isteri harus memahami apa-apa yang diputuskan oleh suami.

5. Sayang diri sendiri


Kalau suami menyayangi isteri dan keluarga, tentu isteri juga ingin agar sang suami juga menyayangi diri
sendiri. Seperti menjaga kesehatan, pola makan, tidur yang cukup, dan tidak merokok.

6. Pulang dengan senyuman


Tekanan di tempat kerja tidak membuat sang suami membawa perasaan itu didalam rumah, kerja yang
membuat stress atau meletihkan tetapi ketika sampai di rumah semuanya dihiasai dengan senyuman,
sehingga isteri tidak menjadi sedih atau salah bersikap.
Jika ada masalah di tempat kerja, suami bisa berbagi cerita kepada isteri dan isteri pun bisa menjadi
motivasi atau memberi sokongan kepada suami yang sedang menghadapi masalah.

7. Romantis
Isteri mana yang tidak bahagia memiliki suami yang penuh kasih sayang , perhatian dan romatis.
Memang agak susah mengharapkan suami menunjukkan rasa sayang dan cinta kepada isteri setiap hari.
Tetapi suami bisa melakukannya pada saat tertentu, misal hari jadi pernikahan, atau hari ulang tahun
isteri. Sesekali suami mengajak isteri untuk berduaan seperti ketika waktu pacaran.

8. Membantu urusan rumah tangga dan anak


Inilah suami idaman yang dinantikan oleh para isteri, yaitu suami yang mau membantu dan melakukan
kerja rumah tangga. Disela-sela kesibukan mencari nafkah, suami masih ‘sempat’ meluangkan waktu
untuk membantu isteri dan anak.

9. Senantiasa menambah ilmu rumah tangga


Biasanya sang isteri yang mencari informasi berkenaan dengan rumah tangga, tetapi alangkah baiknya
kalau sang suami juga mencari informasi dan ilmu mengenai rumah tangga (kpl/ICH)
ISTRI DAMBAAN SUAMI
Sun, Jul 11, 2010
Kisah, Tarjamah
Fatimah anakku, maukah engkau menjadi seorang perempuan yang baik budi dan istri yang dicintai
suami? Tanya sang ayah yang tak lain adalah Rasulullah Muhammad saw.
“Tentu saja wahai ayahku!” jawab Fatimah.
“Tidak jauh dari rumah ini berdiam seorang perempuan yang sangat baik budi pekertinya. Namanya Siti
Muthi’ah. Temuilah dia, teladani budi pekertinya yang baik itu.”
Gerangan amal apakah yang dilakukan situ Muthi’ah sehingga Rasululah memujinya sebagai wanita
teladan? Maka Fatimah menuju rumah Muthi’ah dengan mengajak serta Hasan putra Fatimah yang masih
kecil itu.
Begitu gembiranya Muthi’ah mengetahui tamuanya adalah putri Rasulullah. “Wah bahagia sekali aku
menyambut kedatanganmu, Fatimah. Namun maafkan aku sahabatku, suamiku telah beramanat, aku tidak
boleh menerima tamu laki-laki di rumah ini.
“Ini Hasan putraku sendiri. Ia kan masih anak-anak,” kata Fatimah sambil tersenyum.
“Namun sekali lagi maafkanlah aku! Aku tidak ingin mengecewakan suamiku, wahai Fatimah.”
Fatimah mulai merasakan keutamaan Siti Muthi’ah. Ia semakin kagum dan berhasrat menyelami lebih
dalam akhlak wanita itu. Lalu diantarkanlah hasan pulang dan bergegaslah Fatimah kembali ke rumah
Muthi’ah.
Aku jadi berdebar-debar, sambut Muthi’ah. Gerangan apakah yang membuatmu begitu ingin ke rumahku,
wahai putri nabi?
Memang benarlah, Muthi’ah,” kata Fatimah.
Ada berita gembira buatmu dan ayahku sendirilah yang menyuruhku ke sini. Ayahku mengatakan bahwa
engkau adalah wanita berbudi sangat baik, karena itulah aku ke sini untuk meneladanimu wahai
Muthi’ah.
Wanita mana yang tak gembira mendengar Rasulullah memuji dirinya sedemikian rupa. Namun Muthi’ah
masih ragu.
“Engkau sedang bercanda, sahabatku?” tanya Muthi’ah menyelidik. “Aku ini wanita biasa yang tidak
punya keistimewaan apa pun seperti yang engkau lihat sendiri.”
“Aku tidak berbohong, wahai Muthi’ah, karena itu ceritakan kepadaku agar aku bisa meneladaminya.”
Siti Muthi’ah terperangah. Ia pun terdiam. Hening. Lalu tanpa sengaja Fatimah melihat sehelai handuk
kecil, kipas, dan sebilah rotan di ruangan itu.
“Buat apa ketiga benda itu, Muthi’ah?” tanya Fatimah. Ia pun bercerita.
“Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke hari. Aku sangat
sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Ku
buka bajunya, kulap tubuhnya dengan haduk keicl ini hingga kering keringatnya. Ia pun berbaring di
tempat tidur melepas lelah. Lalu kukipasi dia hingga hilang lelahnya atau tertidur pulas.”
“Sungguh luar biasa pekertimu, Muthi’ah,” komentar Fatimah. “Lalu untuk apa rotan itu?”
“Setelah itu, aku kemudian berpakaian semenarik mungkin untuknya. Sesudah ia bangun dan mandi,
kusiapkan pula makanan dan minuman untuknya. Setelah semuanya selesai, aku bertanya padanya. Oh,
kakanda, bilamana pelayananku sebagai istri dan masakanku tidak berkenan di hatimu, aku ikhlas
menerima hukuman. Pukullah diriku dengan rotan ini dan sebutlah kesalahanku agar tidak kuulang.
“Seringkah engkau dipukul olehnya, wahai Muthi’ah?” Tanya Fatimah berdebar-debar mendengar
keterangan Muthi’ah yang mengagumkan itu.
“Tidak pernah, Fathimah. Bukan rotan yang diambilnya justru akulah yang ditarik dan didekapnya penuh
kemesraan. Itulah bagian kebahagiaan kami sehari-hari.”
“Jika demikian, sungguh luar biasa, wahai Muthi’ah. Sungguh luar biasa! Benarlah kata ayahku, bahwa
engkau memang perempuan yang berbudi pekerti sangat mulia,” kata Fatimah terkagum-kagum.

Anda mungkin juga menyukai