Anda di halaman 1dari 4

MEDIASI

Mediator :
Assalamu ‘alaikum wr.wb
Selamat Pagi Bapak/Ibu , silahkan duduk Pak/Bu.
Bagaimana kabarnya Pak/ Bu..?

Penggugat dan Tergugat :


Sehat Pak..!

Mediator :
Alhamdulillah Bapak/ Ibu dalam keadaan sehat…
Sebelum kita masuk ke tahap mediasi ada baiknya kita Bapak/ Ibu saling mengenal diri masing-
masing agar komunikasi kita lebih enak dan harapannya bisa berjalan dengan baik. Baik Bapak Ibu
perkenalkan… nama Saya Wiratto Praya Simanungkalit, S.HI, CPM dalam hal ini saya berperan
sebagai Mediator tersertifikat dan terdaftar di Pengadilan Agama Kota Padangsidempuan.
Mungkin sekian perkenalan diri dari saya, sekarang izinkan saya mengenal Bapak/Ibu. Okey siapa
duluan yang memperkenalkan diri?

Penggugat:
Saya Pak….!

Mediator :
Okey Silahkan Bu..

Penggugat :
Nama saya : Mawar Melati
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Desa Palopat Pijorkoling, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota
Padangsidempuan;

Mediator :
Okey Terima kasih Bu…! Sekarang kami persilahkan kepada pihak Tergugat, silahkan Pak..

Tergugat
Nama saya : Tahan Sagala
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Desa Palopat Pijorkoling, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota
Padangsidempuan;

Mediator :
Baiklah Bapak/Ibu……
Pertama… saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak/Ibu yang telah memilih saya
sebagai Mediator atau penengah yang berarti Bapak/Ibu telah memberikan kepercayaan kepada
saya untuk memberikan penyelesaian masalah Bapak/Ibu ini kepada saya. Saya harap….mediasi ini
bisa memberikan manfaat penyelesaian masalah yang sedang Bapak/Ibu hadapi.

1
Karena memang Mediasi bertujuan untuk mencari penyelesaian yang diridoi kedua belah pihak dan
harapannya nanti Bapak/ Ibu bisa menerima solusi terbaik atas permasalahan ini.
Saya disini Bapak/ Ibu sifatnya netral dalam artian saya tidak memihak pada Ibu sebagai Penggugat
dan saya juga tidak berpihak pada Tergugat, tugas saya sebagai fasilitator dan membantu Bapak/Ibu
untuk mempertemukan pandangan yang mungkin agak berbeda mengenai masalah ini.
Baik Bapak Ibu sebelum kita lanjut…perlu kita membuat aturan atau tata tertib mediasi sebagai
acuan kita untuk kita pedomani mengenai apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan saat mediasi
nanti gunanya agar proses mediasi ini berjalan dengan lancer. Mungkin ada usul dari Bapak/Ibu
mengenai aturan mediasi kita ini. Atau mungkin dari Ibu duluan.. Silahkan Bu…

Penggugat :
1. Saya ingin si suami saya jujur jangan berbohong;
2. Saya ingin dalam mediasi ini tidak boleh bersuara dengan kuat dan berkata kasar;
3. Tidak boleh menunjuk- nunjuk;
Itu saja Pak..!
Mediator:
Cukup Ibu, mungkin ada lagi?
Sekarang apa usulan Tergugat ? silahkan pak…!

Tergugat :
1. Tidak boleh memaki-maki dan berkata kotor
2. Jangan memegang HP;
Itu saja Pak..!

Mediator :
Terima kasih atas masukan Bapak/Ibu,….kalo bisa mungkin saya usulkan juga agar dalam proses
mediasi ini tidak menyela perkataan, Bapak/Ibu bisa berbicara atau menjawab setelah saya
persilahkan, setuju Bapak/Ibu?
Jadi aturannya dalam mediasi harus jujur, tidak boleh ada yang berkata kasar, bersuara dengan nada
tinggi, tidak boleh menunjuk nunjuk pihak lain, tidak boleh memaki dan berkata kotor, jangan
memengang alat komunikasi berupa HP dan Bapak/Ibu bisa berbicara setelah saya persilahkan.
Baik Bapak/Ibu sepakat mengenai aturan mainnya?

Penggugat dan Tergugat :


Sepakat….!

Mediator :
Kita lanjutkan Bapak/Ibu… karena kita orang yang beragama dan kebetulan kita muslim. Untuk
keberkahan pertemuan mediasi ini ada baiknya kita memohon petunjuk kepada Allah SWT dan
membuka mediasi ini dengan ucapan “Bismillahirrohmanirrohim”…..
Baik untuk mengetahui permasalahannya mungkin kesempatan pertama kita berikan kepada
Penggugat agar menyampaikan apa permasalahannya, silahkan Ibu Mawar..

Penggugat :
Saya pak ingin berpisah dari suami karena suami saya tidak perduli lagi kepada saya dan anak saya.
Sudah 6 bulan ini saya dan anak saya yang berumur 3 tahun tidak dibelanjai dan saya sering
diabaikan, tidak diperdulikan. Kalau saya hubungi HP nya sering tidak aktif dan saya sering disalahkan
pak. Saya sudah berusaha menasehati suami saya namun jawabannya selalu dijawab dengan emosi,
marah, saya dibilang menekan suami. Kalau saya tanya suami saya kenapa jarang menghubungi saya

2
jawabannya saya capek, saya lagi kerja, padahal saya ingin tahu kabarnya suami saya. Pokoknya saya
sudah tidak mau lagi pak sama suami saya.
Selama ini saya bersabar namun atas saran keluarga saya disarankan keluarga untuk berpisah saja
dengan suami saya karena menurut mereka suami saya sudah tidak bisa lagi dimaafkan.
Mediator :
Terima kasih bu atas penjelasannya. Bapak sudah paham mengenai permasalahan yang istri Bapak
sampaikan tadi. Kalo belum biar saya bantu menjelaskannya.

Tergugat:
Sudah Pak..! tidak benar saya tidak memberikan uang belanja kepada istri saya, saya masih tetap
mengirimkan uang. Saya bekerja di perkebunan kelapa sawit pak dan memang baru 6 bulan saya
bekerja di Perkebunan itu. Kebetulan tempat kerja saya itu agak masuk kepedalaman pak dan sinyal
sangat sulit kadang ada kadang hilang pak.
Memang saat berada dilokasi kerja sinyal agak bagus, namun kondisi saya saat itu sedang bekerja
dan kami disana diawasi oleh Mandor pak. Karena saat bekerja kami dilarang menelpon dan itu
sudah menjadi SOP perkebunan bahkan kalau kami melanggar kami bisa di kasih peringatan atau di
pecat Pak. Saya sudah sering melarang istri saya menghubungi saya saat bekerja namun istri saya
tidak paham keadaan saya pak.
Istri saya memang pernah beberapa kali menelpon saya ketika ada sinyal di penginapan karyawan
namun saat itu kondisi saya kebetulan sangat lelah karena kami harus bekerja lembur pak. Kadang
waktu luang saya gunakan untuk istirahat dan karena capeknya saya tidak sempat menghubungi istri
saya. Namanya karyawan baru training saya harus lulus training pak agar bisa diangkat jadi karyawan.
Ini saya lakukan juga demi istri Pak dan saya masih tetap mempertahankan rumah tangga dengan
istri saya, Itu saja Pak

Mediator :
Okey Bapak Ibu Penggugat dan Tergugat kalo boleh saya terjemahkan keluhan dari Bapak Ibu ini
sebenarnya hanya kesalahan pemahaman dan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik. Apalagi
Bapak Ibu telah memiliki seorang anak harusnya Bapak Ibu pikir dulu matang-matang apa untungnya
perceraian, tentunya korbannya anak. Apa Bapak Ibu tidak kasihan terhadap anak karena bisa saja
Bapak Ibu bercerai namun imbasnya kepada anak. Apa Bapak Ibu mau kalau anak yang memikul
beban karna kepentingan dan egoisme Bapak/Ibu tetap dipertahankan? Saat ini anak Bapak Ibu
masih sangat memerlukan kasih sayang dari Ibunya dan dari Ayahnya, kalau Bapak/Ibu bercerai
apakah anak Bapak Ibu masih bisa mendapatkan kasih sayang dari Bapak dan Ibu?
Ibu pekerjaan sehari hari Ibu apa Bu?

Penggugat :
Jualan dipasar Pak..!

Mediator :
Kenapa Ibu tidak pindah saja ikut sama suaminya ke tempat kerja suaminya, kan nanti Ibu juga bisa
berjualan ditempat suami. Kalau sudah bersama tinggal satu rumah tentunya Ibu bisa bertemu suami
setiap hari, bisa berkomunikasi setiap hari, bisa bermanjaan sama suami tiap hari. Dan anak pun
banyak waktu bercengkrama lebih banyak dengan Ayahnya setelah pulang dari kerja.
Begitu juga Bapak selama ini Istrinya dibawa ke tempat Bapak bekerja? Kan bapak kalau Bapak
pulang kerja seharian sudah lelah, sudah capek ada yang ngurusin, ada yang masakin, ada yang
nyuciin jadi sekaligus bisa menjalin komunikasi lebih banyak dengan keluarga Bapak. Bagaimana
Bapak Ibu? Kadang Bapak Ibu kalau kita sudah capek bekerja terus pulangnya tiba-tiba disambut
anak dan senyuman istri, rasa capek itu akan hilang diobati oleh sambutan anak dan senyuman istri
Pak. Bagaimana Bapak Ibu?

3
Penggugat :
Saya tidak pernah di ajak pak…!

Tergugat :
Bukan saya tidak mau ajak pak, dulu saya masih training, penghasilannya belum memadai pak Gaji
saya hanya 1,2 juta perbulan pak makanya kiriman saya sedikit pak. Sekarang sudah jadi karyawan
gajinya sudah 3,5 juta pak. Sebenarnya masalah kami ini juga karena campur tangan pihak keluarga
istri saya pak. Istri saya lebih mendengarkan keluarganya dari pada saya suaminya.

Mediator :
Sebenarnya masalahnya sudah kita dapat gambarkan. Sebagai keluarga idealnya kita harus tinggal
bersama kenapa? Kalau keluarga disamping kita akan lebih semangat bekerjanya akan lebih baik
komunikasinya, lebih banyak waktu bersama, ada teman cerita saat kita ada masalah, suami istrikan
bisa jadi teman curhat. Bapak ada masalah bisa diceritakan ke Ibu, begitu juga sebaliknya Ibu ada
masalah bisa diceritakan ke Bapak, jadi beban itu tidak dipikul sendirian, ada teman berbagi.
Satu lagi Keluarga boleh saja memberikan masukan dan saran tapi masukan dari keluarga baik Bapak
baik dari keluarga Ibu jangan dijadikan patokan tetap harus dimusyawarahkan bersama.
Jadi saran saya supaya komunikasi lancar kembali, kecurigaan diantara Bapak Ibu hilang dan anak
terjamin mendapatkan kasih sayang yang penuh dari kedua orangtuanya baiknya Ibu ikut pindah
ketempat kerja Suami. Bagaimana Bapak Ibu,?

Tergugat :
Saya maunya istri ada disamping saya Pak, ikut tinggal bersama saya pak. Saya juga sudah capek Pak,
pulang kerja masak lagi, nyuci lagi dan bersihkan rumah lagi pak.

Mediator:
Bagaimana dengan Ibu, setuju atau tidak Ibu pindah tinggal bersama suami supaya Ibu tidak susah
lagi menghubungi suaminya?

Penggugat :
Mau pak, saya juga kalau malam tidak ada teman, tidak bebas menghubungi suami.

Mediator :
Jadi bagaimana Bapak dan Ibu sepakat untuk berdamai?

Penggugat dan Tergugat :


Sepakat….pak..

Mediator :
Alhamdulilah…berarti kesepakatan ini natinya akan kita tuangkan di Akta Perdamaian yang masing-
masing akan Ibu tanda tangani dan untuk itu Mediasi ini dinyatakan berhasil. Saya berdoa Rumah
tangga Bapak Ibu kedepannya langgeng, harmonis dan bahagia sampai tua. Amin…! Untuk itu
Mediasi kita tutup dengan ucapan Alhamdulillahi robbil ‘alamin….

Anda mungkin juga menyukai