Anda di halaman 1dari 23

“PELAKSANAAN PASAL 35 HURUF C PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN

NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SURAT


IZIN MENGEMUDI BERKAITAN DENGAN SYARAT KARAKTERISTIK
PEMBUATAN SIM D BAGI DISABILITAS”
(Studi di Kantor Satuan Polisi Lalulintas (Satlantas) Kepolisian Resor (Polres ) Kota
Malang)

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh


Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

RR ALYSIA GITA PURWASAPUTRI

NIM: 145010107111129

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2018
PELAKSANAAN PASAL 35 AYAT 1 HURUF C PERATURAN KEPALA
KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SURAT
IZIN MENGEMUDI BERKAITAN DENGAN SYARAT KARAKTERISTIK
PEMBUATAN SIM D BAGI DISABILITAS (Studi di Kantor Satuan Polisi Lalulintas
(Satlantas) Kepolisian Resor (Polres) Kota Malang)
RR. Alysia Gita Purwasaputri, Dr. H. Setyo Widagdo SH, M.Hum., Lutfi Effendi, SH.
M.Hum.
Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya
alysia_gita@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pelaksanaan penerapan Pasal 35 ayat 1
huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Surat
Izin Mengemudi. Dalam Pasal 35 ayat 1 huruf c tersebut mengatur mengenai syarat
karakteristik secara fisik seseorang dalam memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM). Namun
dalam pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin Mengemudi di Kota Malang bagi penyandang
Disabilitas, syarat karakteristik secara fisik untuk calon penerima Saurat Izin Mengemudi
(SIM) D atau Surat Izin Mengemudi (SIM) D yang diperuntukkan untuk penyandang
disabilitas di Kota Malang tidak berjalan sesuai peraturan yang berlaku karena adanya
beberapa faktor, salah satunya adalah tidak diaturnya syarat karakteristik fisik khusus bagi
penyandang disabilitas. Jadi untuk pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan yang berada
di lapangan. Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian empiris
dengan metode penelitian yuridis sosiologis yang dilakukan dengan cara penelitian langsung
untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin Mengemudi di Kota
Malang bagi penyandang Disabilitas. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara studi
di lapangan dengan melakukan wawancara kepada anggota Satlantas Kepolisian Resor
(Polres) Kota Malang. Analisis data yang digunakan oleh penulis menggunakan metode
Deskriptif kualitatif merupakan uraian dalm bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis dan
efektif. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan penerapan
Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2012 tentang Surat Ijin Mengemudi mengenai syarat karakteristik untuk kepemilikan Surat
Izin Mengemudi (SIM) bagi penyandang disabilitas belum berjalan dengan baik karena
terhambat oleh beberapa faktor.

Kata Kunci: Pelaksanaan, Penerapan Pasal, Syarat Karakterisitk SIM D, Penyandang


Disabilitas.
IMPLEMENTATION OF ARTICLE 35 PARAGRAPH (1) LETTER C OF
REGULATION OF HEAD OF INDONESIAN NATIONAL POLICE NUMBER 9
YEAR 2012 ON DRIVER LICENSE REGARDING CHARACTERISTIC
REQUIREMENT IN PROPOSING DRIVER LICENSE TYPE D FOR DISABLED
PEOPLE (A Study in Traffic Police Unit of Sub-regional Police Department of Malang)

RR. Alysia Gita Purwasaputri Dr. H. Setyo Widagdo SH, M.Hum., Lutfi Effendi, SH.
M.Hum.

Faculty of Law, Universitas Brawijaya


alysia_gita@yahoo.com

ABSTRACT

This research is aimed to find out the implementation of Article 35 Paragraph (1) letter c on
the regulation of the head of Indonesian National Police Number 9 Year 2012 on Driver
License. Article 35 Paragraph (1) letter c regulates characteristic requirement especially
related to physical condition of a person in terms of the approval of driver license. However,
in reality, Article 35 Paragraph (1) letter c of the Regulation of the Head of Indonesian
National Police Number 9 Year 2012 on Driver License for Disabled People in Malang,
characteristic requirement regarding physical condition for the candidate disabled holders of
driver license type D in Malang is not yet implemented accordingly due to several factors,
one of which is physical characteristic requirement for disabled people is not yet regulated.
So far the implementation is simply adjusted to what is seen in the field. This research is
categorized as empirical with socio-juridical approach to directly obtain data from research
field related to Article 35 Paragraph (1) letter c of the Regulation of the Head of Indonesian
National Police Number 9 Year 2012 on Driver License for Disabled People in Malang city.
Data collection was conducted by directly obtaining data from the field through interview
with Traffic Police Unit members of Malang city. Data was analyzed by using descriptive-
qualitative method, jotted down into well-organized, chronological, logical and effective
sentences. From the research result, it can be concluded that the implementation of Article 35
Paragraph (1) letter c of the Regulation of the Head of Indonesian National Police Number 9
Year 2012 on Driver License for Disabled People in terms of characteristic requirement to
hold driver license for disabled people is not yet well implemented due to several factors.

Keywords: implementation, Article implementation, characteristic requirement for driver


license type D for disabled people
A. Pendahuluan

Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban dalam menjunjung tinggi hukum

yang berada di negaranya. Pengaturan Hak Asasi Manusia dianggap sangat penting untuk

mencegah kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Hak Asasi Manusia sendiri adalah hak

fundamental yang dimiliki oleh manusia sejak di dalam kandungan dan Negara diwajibkan

untuk melindungi Hak Asasi Manusia.1

Maka dari itu seseorang yang berkebutuhan khusus atau yang disebut sebagai

penyandang disabilitas harusnya lebih mendapatkan perlakuan yang khusus dari pemerintah

yang berkaitan dengan sarana dan prasarana umum agar penyandang disabilitas dapat

merasakan selayaknya sebagai manusia normal.

Penyandang disabilitas sendiri adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,

intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama, yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara

penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Hal tersebut

tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

Disabilitas. Penyandang disabilitas juga mempunyai hak yang harusnya diperhatikan oleh

Negara, Hak-hak disabilitas yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas diantaranya yaitu hak aksesibilitas.

Dari banyaknya berbagai fasilitas yang ada dan penyandang Disabilitas layak

mendapatkan, salah satunya fasilitas yang layak didapatkan adalah fasilitas mengenai

transportasi yang layak sebagai penunjang keberlangsungan penyandang Disabilitas dalam

berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya.

1
Supriadi, Etika dan Tanggung jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafita, 2006,
Hlm. 127
Maka dari itu setiap alat transportasi wajib mempunyai tanda pengenal atau suatu

tanda bukti yang disebut STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) oleh masyarakat kita.

Selain itu, pengandara juga wajib memiliki suatu tanda pengenal yang menandakan bahwa

masyarakat tersebut layak untuk berkendara, tanda pengenal itu disebut dengan SIM (Surat

Izin Mengemudi).

SIM yaitu suatu tanda bukti legitimasi kompetensi, alat kontrol, dan data forensik

kepolisian bagi seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan dan keterampilan

untuk mengemudikan kendaraan bermotor dijalan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan

berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.2

Secara normatif telah diatur tentang kepengurusan SIM di Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang tertuang dalam pasal 77 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan

bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat

Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Untuk

pengaturan SIM D dijelaskan dalam pasal 80 huruf e yang menyatakan bahwa SIM D berlaku

untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang disabilitas.

Peraturan tentang Surat Ijin Mengemudi, selain diatur di dalam pasal 77 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga

diperjelas melalui Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin Mengemudi. Di

dalam peraturan tersebut secara jelas dijabarkan mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan

Surat Ijin Mengemudi seperti persyaratan mengenai hal-hal seseorang dapat memiliki Surat

Ijin Mengemudi. Adapun persyaratan seseorang untuk memiliki Surat Ijin Mengemudi sesuai

2
Peraturan kepala kepolisian republik indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin
Mengemudi
dengan yang tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat

Ijin Mengemudi, antara lain :

a. Kesehatan jasmani; dan

b. Kesehatan rohani.

Kesehatan jasmani sebagaimana dimaksud dalam pasa 34 huruf a, meliputi :

a) Pengelihatan;

b) Pendengaran; dan

c) Fisik atau perawakan.

Kesehatan jasmani yang dimaksud diatas telah sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat

1 Huruf c Peraturan Kepala Polisi Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang

Surat Izin Mengemudi. Adapun kesehatan jasmani yang dimaksud dalam Pasal 35 Peraturan

Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 berlaku untuk pembuatan SIM Perseorangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012. Namun melihat dari

persyaratan yang telah dimaksud pada Pasal 35 Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2009 huruf

C tidak dapat diberlakukan oleh masyarakat atau Warga Negara Indonesia yang menyandang

Disabilitas karena mereka tidak mempunyai fisik secara normal sebagaimana mestinya.

Melihat pentingnya hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam penerbitan Surat

Ijin Mengemudi (SIM) untuk penyandang Disabilitas terutama pada persyaratan fisik

sebagaimana telah dimaksud dalam Pasal 35 Ayat 1 huruf c Peraturan Kapolri Nomor 9

Tahun 2012, penulis ingin meneliti terkait pelaksanaan mengenai persyaratan fisik seperti

apakah yang dimaksud untuk penyandang Disabilitas agar memiliki Surat Ijin Mengemudi

(SIM) D, maka dari itu penulis mengangkat judul “PELAKSANAAN PASAL 35 AYAT 1

HURUF C PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

9 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN MENGEMUDI BERKAITAN DENGAN


SYARAT KARAKTERISTIK PEMBUATAN SIM D BAGI DISABILITAS DI KOTA

MALANG.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin

Mengemudi di Kota Malang bagi penyandang Disabilitas?

2. Bagaimana kriteria fisik yang diberlakukan bagi penyandang Disabilitas

untuk dapat memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) D?

3. Apa hambatan dan solusi atas pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin Mengemudi di

Kota Malang bagi penyandang Disabilitas?

C. Pembahasan

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

yuridis empiris. Metode penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang melihat

bagaimanahukum bekerja didalam masyarakat. Dalam penelitian yuridis empiris ini

peneliti menganalisis bagaimana pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 huruf c Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi

Berkaitan Dengan Syarat Karakteristik Pembuatan SIM D Bagi Penyandang Disabilitas.

A. Pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik


Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin Mengemudi di Kota Malang
bagi penyandang Disabilitas
Seperti yang telah dijelaskan mengenai hak-hak disabilitas yang termuat dalam

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

Disabilitas, terdapat beberapa macam hak bagi disabilitas tetapi dalam penelitian ini

memfokuskan pada hak disabilitas mengenai hak aksesibilitas, aksesibilitas

merupakan suatu ukuran kenyamanan atau untuk mencapai kemudahan pencapaian

lokasi suatu hubungan anatar satu sama lain. Meskipun bagi penyandang disabilitas

mempunyai hak-hak tambahan agar memudahkan aktifitasnya tetapi bagi penyandang

disabilitas juga tetap harus melakukan ketentuan peraturan yang sudah ada, seperti

contohnya dalam pembuatan SIM D bagi penyandang Disabilitas yang telah

tercantum dalam pasal 80 huruf e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalulintas dan Angkutan Jalan.

Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah salah satu syarat yang wajib dimiliki oleh

pengendara. Ketentuan ini tecantum dalam pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa setiap

orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan raya wajib memiliki Surat Izin

Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikendarainya. Sedangkan

dalam pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas

dan Angkutan Jalan menerangkan bahwa, untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi

calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang diperoleh melalui

pendidikan atau pelatihan sendiri.

Berdasarkan pelaksanaan syarat karakteristik pembuatan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D bagi penyandang disabilitas di wilayah Kota Malang, maka penulis

menggunakan teori pelaksanaan dari Majone, Wildavsky dan Browne. Pelaksanaan

atau dalam bahasa inggris disebut actuating adalah suatu tindakan yang dilakukan

untuk mengusahakan agar semua orang atau semua anggota atau kelompok berusaha
untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan perencanaan dan/atau usaha-usaha

pengorganisasian.

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang

sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah

perencanaan sudah dianggap siap. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan

bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aks, tindakan, atau

mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan

bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara

sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Mengingat bahwa kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) D sangat penting

kepemilikannya bagi penyandang disabilitas dan juga sudah diwajibkan memiliki

Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagaimana tecantum dalam pasal 77 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, maka pihak

yang berwenang atau kepolisian dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) harus

memfasilitasi atau memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh para penyandang

disabilitas dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D. Kepolisian atau

sebagaimana yang dimaksud penulis adalah pihak yang berwenang dalam pembuatan

Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan aparatur pelaksana penegakan hukum yang

bertugas menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, dalam pelaksanaan

penegakan hukum kepolisian harus bersikap adil dan tegas demi terciptanya

keamanan dan ketertiban dalam masyarakat dengan memperhatikan peraturan yang

termuat dalam Undang-Undang dan dilandasi dasar negara yaitu pancasila.

Penegak hukum atau pihak berwenang dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi

(SIM) disini adalah aparat kepolisian Satlantas Polres Malang Kota yang melakukan

penegakan 80 huruf e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan


Angkutan Jalan dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan terutama syarat

pada Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2012.

Berkaitan dengan pelaksanaan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D di

daerah Kota Malang, aparat yang berwenang telah melakukan beberapa kali

sosialisasi terhadap lingkungan dimana terdapat banyak penyandang disabilitas. Hal

tersebut dilakukan tidak lain untuk menegakkan hukum yang berlaku didalam

masyarakat. Di Kota Malang sendiri, pembuatan Surat Izin Mngemudi (SIM) D

biasanya banyak dilakukan secara kolektif baik melalui perkumpulan maupun yayasan

dimana yayasan tersebut menaungi orang-orang yang menyandang disabilitas dan hal

tersebut berjalan kurang baik.

Meskipun banyak yang sudah melakukan pembuatan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D, di Kota Malang sendiri masih banyak masyarakat penyandang disabilitas

yang tidak sadar hukum untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) D itu sendiri.

Mereka berfikiran bahwa Surat Izin Mengemudi (SIM) D tersebut tidak begitu

penting meskipun sudah banyak penjelasan bagaimana pentingnya kepemilikan Surat

Izin Mengemudi (SIM) D dan diperkuat dengannya peraturan yang mewajibkan

seluruh masyarakat yang mengendarai kendaraan bermotor wajib memiliki Surat Izin

Mengemudi (SIM) tanpa terkecuali penyandang disabilitas.

Hal tersebut terjadi karena anggota Kepolisian Satlantas Polres Kota Malang

tidak pernah melakukan penilangan terhadap masyarakat yang menyandang disabilitas

karena alasan manusiawi.

Selanjutnya mengenai sarana dan prasarana yang tersedia saat pembuatan Surat

Izin Mengemudi (SIM) D di Satlantas Polres Malang Kota, terdapat beberapa

hambatan dalam pelaksanaannya. Yaitu penyandang disabilitas harus membawa


kendaraan sendiri dimana kendaraan tersebut merupakan suatu kendaraan yang telah

dimodifikasi oleh penyandang disabilitas sendiri sesuai dengan keterbatasan yang

dialaminya. Karena dari pihak kepolisian Satlantas Polres Malang Kota tidak

menyediakan kendaraan dengan alasan orang disabilitas mengendarai kendaraan yang

sesuai dengan kecacatan yang dialaminya dan harus disesuaikan sendiri dengan

kebutuhannya.3

Dari penjelasan diatas secara keseluruhan, untuk persyaratan karakteristik

pelaksanaan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D belum efektif dilakukan oleh

pihak yang berwenang yaitu anggota kepolisian Satlantas Polres Malang Kota.

Dengan begini persyaratan karakteristik untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D sesuai dengan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Kepolisian

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 belum cukup baik dan efektif dalam

pelaksanaannya.

B. Kriteria fisik yang diberlakukan bagi penyandang Disabilitas untuk dapat

memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) D

Dalam memenuhi persyaratan agar masyarakat dapat memperoleh Surat Ijin

Mengemudi (SIM), adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat sesuai

dengan yang tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang

Surat Ijin Mengemudi, antara lain :

a. Kesehatan jasmani; dan

b. Kesehatan rohani.

Adapun kesehatan jasmani sebagaimana yang dimaksud dalam pasa 34 huruf a,

yang dijabarkan melalui Pasal 35 ayat 1 huruf c meliputi :

3
Berdasarkan Wawancara dengan Bripka Widodo Anggota Satlantas Polres Malang Kota tanggal 22 November
2017
a. Pengelihatan;

b. Pendengaran; dan

c. Fisik atau perawakan.

Telah dijelaskan lebih lanjut lagi mengenai syarat-syarat kesehatan jasmani

yaitu pengelihatan, pendengaran dan perawakan pada pasal 35 ayat 1 adalah sebagai

berikut :

1. Kesehatan penglihatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diukur dari

kemampuan kedua mata berfungsi dengan baik, yang pengujiannya dilakukan

dengan cara sebelah mata melihat jelas secara bergantian melalui alat bantu

snellen chart dengan jarak ± (kurang lebih) 6 (enam) meter, tidak buta warna

parsial dan total, serta luas lapangan pandangan mata normal dengan sudut

lapangan pandangan 120 (seratus dua puluh) sampai dengan 180 (seratus delapan

puluh) derajat.

2. Kesehatan pendengaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diukur dari

kemampuan mendengar dengan jelas bisikan dengan satu telinga tertutup untuk

setiap telinga dengan jarak 20 cm (senti meter) dari daun telinga, dan kedua

membran telinga harus utuh.

3. Kesehatan fisik atau perawakan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

diukur dari tekanan darah harus dalam batas normal dan tidak ditemukan

keganjilan fisik.

4. Dalam hal peserta uji mempunyai cacat fisik, pengukuran kesehatan fisik,

sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menilai juga bahwa kecacatannya tidak

menghalangi peserta uji untuk mengemudi Ranmor khusus.


5. Pemeriksaan kondisi kesehatan jasmani, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

sampai dengan ayat (4), dilakukan oleh dokter yang dibuktikan dengan surat

keterangan dokter.

6. Dokter, sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus mendapat rekomendasi dari

Kedokteran Kepolisian.

Mengingat bahwa kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) D sangat penting

kepemilikannya bagi penyandang disabilitas dan juga sudah diwajibkan memiliki

Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagaimana tecantum dalam pasal 77 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan yang

menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan raya

wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang

dikendarainya. Bagi penyandang disabilitas yang mengendarai kendaraan bermotor,

maka pihak yang berwenang dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) harus

memfasilitasi atau memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh para penyandang

disabilitas dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D. Menurut Pasal 34

seseorang yang dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) harus memenuhi syarat

sehat rohani dan jasmani. Untuk kesehatan jasmani telah dijabarkan pada Pasal 35

ayat 1 dan yang perlu kita ketahui pada huruf c Pasal 35 telah disampaikan bahwa ada

syarat yang harus dipenuhi yaitu kesehatan jasmani dalam fisik atau perawakan untuk

penyandang disabilitas. Sementara kita mengetahui bahwa penyandang disabilitas

adalah orang-orang yang tidak memiliki fisik atau perawakan yang sempurna. Adapun

dibawah ini beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh penyandang disabilitas,

diantaranya yaitu:4

No Jenis Ketentuan Persyartan

4
Data Diperoleh Berdasar Hasil Wawancara Dengan Bripka Widodo Anggota SATLANTAS Malang Kota,
Tanggal 21 November 2017
. Kendaraan
1 Motor 1. Sehat (Jasmani maupun rohani)
2. Tidak buta (buta warna, buta permanen)
3. Tidak tuli dan tidak bisu
4. Mempunyai tangan lengkap (minimal mempunyai
satu tangan lengkap)
2 Mobil 1. Sehat (Jasmani maupun rohani)
2. Tidak buta (buta warna, buta permanen)
3. Tidak tuli dan tidak bisu
4. Minimal mempunyai satu tangan
5. Kaki harus lengkap

Selain keterangan yang ada pada tabel tersebut, berdasarkan hasil wawancara

yang penulis peroleh saat berada di Satlantas Polres Malang Kota, syarat karakteristik

yang harus dipenuhi oleh penyandang disabilitas tersebut untuk memperoleh Surat

Izin Mengemudi (SIM) D adalah tidak tuli, tidak buta, sanggup bisa mengendarai

kendaraan bermotor.5

Namun perlu diingat bahwa tidak semua penyandang cacat atau penyandang

disabilitas dapat memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) D, karena ada juga

seseorang yang mengalami kecacatan secara fisik mereka memperoleh Surat Izin

Mengemudi (SIM) A, B1, B2 dan C. Hal tersebut dikarenakan kecacatan secara fisik

yang dialami oleh penyandang disabilitas tersebut tidak sampai untuk membuat

dirinya memodifikasi kendaraannya untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti contoh

seseorang yang kehilangan satu jarinya, ia disebut sebagai penderita cacat fisik atau

penyandang disabilitas, namun dalam khasus tersebut penderita tersebut dapat

memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) A, B1, B2 dan C, bukan Surat Izin

Mengemudi (SIM) D karena ia tidak harus untuk melakukan modifiksi kendaraannya

untuk memenuhi kebutuhannya dengan kata lain kecacatan yang dialaminya tersebut

tidak mengganggu ia untuk mengendarai kendaraan yang sebagaimana mestinya atau

5
Data Diperoleh Berdasar Hasil Wawancara Dengan Aiptu Zainul Arifin Anggota SATLANTAS Malang Kota,
Tanggal 17 September 2017
kendaraan pada umumnya tanpa adanya modifikasi untuk merubah kendaraan

tersebut.6

Pada intinya seseorang berkebutuhan khusus atau penderita cacat fisik atau

penyandang disabilitas dapat memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) D adalah

mereka yang mengalami kecacatan fisik sampai harus memodifikasi kendaraannya

sedemikian rupa sehingga menutupi kekurangannya dalam berkendara dan memenuhi

kebutuhannya dalam berkendara. Seperti contoh misalnya seorang penyandang

disabilitas yang mengalami kecacatan hanya memiliki 1 (satu) kaki, maka ia harus

memodifikasi kendaraan roda 2 (dua) nya dengan menambah rodanya sehingga

menjadi roda 3 (tiga).7

C. Hambatan dan solusi atas pelaksanaan Pasal 35 Ayat 1 Huruf c Peraturan


Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin
Mengemudi di Kota Malang bagi penyandang Disabilitas
1. Hambatan
Dalam penegakan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D aparat kepolisian

tidak melakukan paksaan terhadap penyandang disabilitas yang mengendarai kendaraan

bermotor untuk melakukan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D, dengan alasan

masih menggunakan hati nurani. Meskipun sudah jelas ada peraturan yang mengatur

kewajiban seseorang untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) tidak terkecuali

penyandang disabilitas saat mengendarai kendaraan bermotor yang termuat dalam pasal

80 huruf e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas Dan Angkutan

Selain itu juga mengenai sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan yang diajadikan

sebagai penunjang dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) D dengan

6
Data Diperoleh Berdasar Hasil Wawancara Dengan Brigadir Wasito Anggota SATLANTAS Malang Kota,
Tanggal 21 November 2017
7
Data Diperoleh Berdasar Hasil Wawancara Dengan Brigadir Wasito Anggota SATLANTAS Malang Kota,
Tanggal 21 November 2017
memperhatikan Pasal 35 ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik

Indonesia sebagai syarat karakteristik seseorang dalam memperoleh Surat Izin

Mengemudi (SIM). Seperti misalnya pihak kepolisian Satlantas Polres Kota Malang

tidak menyediakan kendaraan untuk melakukan uji tes praktik dengan alasan setiap

orang mempunyai kecacatan fisik yang berbeda-beda. Selain itu, sarana prasarana lain

seperti misalnya jalan yang dikhususkan untuk penyandang disabilitas, kamar mandi

(toilet) khusus penyandang disabilitas dan lain sebagainya.

Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) saat ini yang menganggap kurang

pahamnya atas peraturan-peraturan yang telah disahkan. Sehingga membuat antusias

masyarakat sangat rendah dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D tersebut.

Karena mereka beranggapan menggunakan kendaraan bermotor dengan jarak tempuh

yang relatif dekat yang membuat mereka berfikiran tidak terlalu penting untuk

membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) D.

Dari penjelasan penulis diatas, hambatan yang terjadi dapat dikelompokkan

menjadi 2 (dua), yaitu hambatan eksternal dan hambatan internal.

a. Hambatan Eksternal

Hambatan eksternal itu sendiri berasal dari masyarakat yaitu tentang rendahnya

sumber daya manusia, pendidikan penyandang disabilitas yang dimana membuat

kurangnya antusian penyandang disabilitas dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D

b. Hambatan Internal

Adapun hambatan internalnya antara lain berasal dari kepolisian Satlantas Polres

Kota Malang, yaitu mengenai penyediaan sarana dan prasarana yang ada di Satlantas

Polres Malang Kota yang sangat kurang bahkan hampir tidak ada sama sekali. Jadi
penyandang disabilitas yang hendak mau melakukan pembuatan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D pasti akan terhambat atau menuai kesusahan saat melakukan aktifitasnya.

2. Solusi

Solusi yang telah dilakukan oleh Satlantas Polres Malang Kota tersebut antara

lain yaitu aparat Kepolisian telah menggandeng masyarakat penyandang disabilitas,

perkumpulan penyandang disabilitas, yayasan dan aparatur desa yang ada di Kota

Malang untuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya memiliki Surat Izin

Mengemudi bagi penyandang disabilitas yaitu Surat Izin Mengemudi (SIM) D. Hal ini

dilakukan agar penyandang disabilitas yang mengendarai kendaraan bermotor akan

lebih sadar tentang pentingnya pembuatan dan kepemilikan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D bagi penyandang disabilitas yang berada di Kota Malang.

D. Penutup

1. Pelaksanaan Pasal 35 ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik

Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin Mengemudi di Kota Malang

bagi penyandang disabilitas belum cukup baik diterapkan di Kota Malang dengan

melihat keadaan yang ada dilapangan saat pembuatan Surat Ijin Mengemudi (SIM)

D yang dilakukan di Satlantas Polres Kota Malang. Persyaratan karakteristik

pelaksanaan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D belum cukup baik dan

kurang efektif dilakukan oleh pihak yang berwenang yaitu anggota kepolisian

Satlantas Polres Kota Malang.

2. Kriteria fisik yang diberlakukan bagi penyandang Disabilitas untuk dapat memiliki

Surat Ijin Mengemudi (SIM) D adalah tidak tuli, tidak buta, sanggup bisa

mengendarai kendaraan bermotor. Sanggup mengendarai kendaraan bermotor,


yaitu seseorang berkebutuhan khusus atau penderita cacat fisik atau penyandang

disabilitas yang mengalami kecacatan fisik sampai harus memodifikasi

kendaraannya sedemikian rupa sehingga menutupi kekurangannya dalam

berkendara dan mampu memenuhi kebutuhannya untuk berkendara kendaraan

bermotor. Namun perlu diingat bahwa tidak semua penyandang cacat atau

penyandang disabilitas dapat memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) D, karena

ada juga seseorang yang mengalami kecacatan secara fisik mereka memperoleh

Surat Izin Mengemudi (SIM) A, B1, B2 dan C. Hal tersebut dikarenakan kecacatan

secara fisik yang dialami oleh penyandang disabilitas tersebut tidak sampai untuk

membuat dirinya memodifikasi kendaraannya untuk memenuhi kebutuhannya.

Seperti contoh seseorang yang kehilangan satu jarinya, ia disebut sebagai penderita

cacat fisik atau penyandang disabilitas, namun dalam khasus tersebut penderita

tersebut dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) A, B1, B2 dan C, bukan

Surat Izin Mengemudi (SIM) D karena ia tidak harus untuk melakukan modifiksi

kendaraannya untuk memenuhi kebutuhannya dengan kata lain kecacatan yang

dialaminya tersebut tidak mengganggu ia untuk mengendarai kendaraan yang

sebagaimana mestinya atau kendaraan pada umumnya tanpa adanya modifikasi

untuk merubah kendaraan tersebut

3. Hambatan dan solusi atas pelaksanaan Pasal 35 ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin

Mengemudi di Kota Malang bagi penyandang disabilitas ada beberapa faktor,

faktor tersebut diantara lain adalah sebagai berikut:

a. Hambatan

1) Dalam penegakan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) D aparat

kepolisian tidak melakukan paksaan terhadap penyandang disabilitas yang


mengendarai kendaraan bermotor untuk melakukan pembuatan Surat Izin

Mengemudi (SIM) D, dengan alasan masih menggunakan hati nurani.

2) Selain itu juga mengenai sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan

yang diajadikan sebagai penunjang dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi

(SIM) D dengan memperhatikan Pasal 35 ayat 1 Huruf c Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia sebagai syarat karakteristik seseorang dalam

memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM).

3) Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) saat ini yang menganggap

kurang pahamnya atas peraturan-peraturan yang telah disahkan. Sehingga

membuat antusias masyarakat sangat rendah dalam pembuatan Surat Izin

Mengemudi (SIM) D tersebut. Karena mereka beranggapan menggunakan

kendaraan bermotor dengan jarak tempuh yang relatif dekat yang membuat

mereka berfikiran tidak terlalu penting untuk membuat Surat Izin

Mengemudi (SIM) D.

b. Solusi

1. Solusi pertama yang dapat diberikan penulis untuk hambatan yang pertama

adalah, seharusnya penegak hukum atau pihak yang berwenang atau yang

dimaksud penulis adalah pihak kepolisian harus memberikan sanksi yang

tegas kepada pengendara yang mengendarai kendaraan bermotor tidak

terkecuali masyarakat berkebutuhan khusus atau kita sebut disini

penyandang disabilitas apabila tidak memiliki Surat Izin Mengemudi

(SIM).
2. Pada hal mengenai sarana dan prasarana yang ditujukan bagi masyarakat

penyandang disabilitas, seharusnya pihak yang terkait dalam pembuatan

Surat Izin Mengemudi (SIM) yang dimana dalam penelitian dan

pembahasan ini adalah Satlantas Polres Malang Kota harus memperhatikan

kebutuhan-kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat

penyandang disabilitas karena penyandang disabilitas memiliki hak yang

sama dan harus lebih diperhatikan dalam kebutuhannya. Seperti misalnya,

Satlantas Polres Kota Malang harus membuatkan akses khusus bagi

penyandang disabilitas, toilet khusus bagi penyandang disabilitas dan

sarana prasaran umum lainnya yang dibutuhkan oleh penyandang

disabilitas tersebut.

3. Satlantas Polres Kota Malang tersebut antara lain yaitu aparat Kepolisian

telah menggandeng masyarakat penyandang disabilitas, perkumpulan

penyandang disabilitas, yayasan dan aparatur desa yang ada di Kota

Malang untuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya memiliki Surat

Izin Mengemudi bagi penyandang disabilitas yaitu Surat Izin Mengemudi

(SIM) D. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat terlebih masyarakat yang

menyandang disabilitas mendapatkan pengetahuan dan meningkatkan

kualitas sumber daya manusia (SDM).

A. Saran
Saran yang dapat penulis berikan terkait hasil penelitian dan pembahasan dalam

penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Seharusnya pihak kepolisian atau pihak yang yang berwenang melakukan

sosialisasi lagi untuk penyandang disabilitas. Mensosialisasikan tentang

pentingnya kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) D untuk kelegalitasan atas

berkendara dan juga keselamatan masyarakat itu sendiri


2. Selain itu, seharusnya pihak kepolisian atau pihak yang berwenang lebih

memperhatikan tentang sarana prasarana untuk penyandang disabilitas terlebih

sarana prasarana yang dibutuhkan dalam memenuhi pembuatan Surat Izin

Mengemudi (SIM)
Daftar Pustaka

Buku :

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004,

Abdullah Syukur.. Kumpulan Makalah “Study Implementasi Latar Belakang Konsep


Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan”, Persadi, Ujung Pandang.1987

Issanuddin, Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Peningkatan Sumber Daya


Manusia Menyongsong PJP II,Medan,Fakultas Hukum USU, 1994,

Hadari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gadjah Mada Press,


Yogyakarta, 1987,

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001

Masri Singarimbun, Metode Survei, LP3ES, Jakarta, 1987,

Masyhur Effendi. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional
dan Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994,

Nurdin Usman. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta:PT. Raja Grafindo


Persada, 2002
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pengelompokan penyandang cacat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang


Penyandang Cacat dibagi menjadi penyandang cacat mental, penyandang cacat
fisik dan penyandang cacat mental dan fisik, Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 80 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5871. Pasal 5 ayat (3)

Rahayu Repindowaty Harahap / Bustanuddin, Perlindungan Hukum Terhadap Penjelasan


Undang-Undang Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011
Tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5251

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan JalanLembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025. Pasal 81

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan JalanLembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025. Pasal 80
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5871

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan JalanLembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025. Pasal 80

Peraturan kepala kepolisian republik indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin
Mengemudi

Anda mungkin juga menyukai