Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CML (CHRONIC MYELOID LEUKIMIA)

Disusun Oleh :
RAMDHAN KUSNAEDI
G3A017257

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 memperkirakan jumlah kasus efusi
pleura di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ke tiga setelah Ca paru. Efusi
pleura disebabkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura adalah penumpukan cairan
pada pleura (Sumantri, 2008). Terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali
normal atau adanya gangguan pada absorbsinya (Hariadi, 2010). Cairan pleura
berupa eksudat, transudat dan chylus. Pada cairan pleura eksudat protein rasionya
>0,60. Sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan mengandung lemak.
Eksudat disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada capillary bed di paru, pleura
dan jaringan sekitarnya. Transudat disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang
meningkat atau tekanan osmotik yang menurun. Sedangkan pada absorbsi terhambat
disebabkan adanya gangguan kemampuan kontraksi saluran lymphe, infiltrasi pada
kelenjar getah bening dan kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran
lymphe. Adapun penatalaksanaan pada efusi pleura mencegah penumpukan kembali
cairan, menghilangkan ketidaknyamanan serta dispnea. Jika torakosentesis tidak
berhasil maka dilakukan Water Seal Drainage (WSD).
Upaya untuk menurunkan angka kematian akibat sistem pernapasan
memerlukan penangan yang mendasar. Penanganan dasar yang diperlukan berupa
pengamatan pada penderita sesak nafasberupa peningkatan usaha napas melalui
peningkatan RR dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan guna memenuhi demand
oksigen di dalam tubuh. Salah satu tindakan keperawatan yang penting adalah
positioning yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga mengurangi
sesak (Dean, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Penulis mampu mengaplikasikan proses pemberian asuhan keperawatan pada
klien dengan efusi pleura
2. Tujuan khusus:
a. Penulis mampu merumuskan pengkajian pada klien dengan efusi pleura
b. Penulis mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan pada klien efusi
pleura
c. Penulis mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien efusi pleura
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada klien efusi pleura
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien efusi pleura
f. Penulis mampu mengaplikasikan intervensi pengaruh perubahan posisi
terhadap pola nafas pada pasien gangguan pernafasan
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metoda deskriptif dan
dilaksanakan dengan teknik study kepustakaan dan study kasus, yaitu dengan
membaca, mempelajari buku, jurnal, artikel yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan fraktur tibia fibula dan mengumpulkan data melalui pemeriksaan fisik
dan melakukan asuhan keperawatan secara langsung pada Ny.N dengan efusi pleura
D. Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan sitematika penulisan
yang terdiri dari 6 bab:
1. Bab 1 berisi latar belakang masalah yang melatar belakangi penulis untuk
membuat makalah ini, tujuan penulisan, metode penulisan yang menjelaskan
metode-metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini, dan sistematika
penulisan.
2. Bab 2 yaitu konsep dasar dari asuhan keperawatan efusi pleura
3. Bab 3 berisi Asuhan keperawatan pada Ny. N dengan efusi pleura Di Ruang
Rajawali 3A, yang terdiri dari pengkajian, pengelompokan data, analisa data,
diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan.
4. Bab 4 yatu aplikasi jurnal evidence based nursing riset.
5. Bab 5 yaitu pembahasan tentang evidence based nursing yang telah dilakukan.
6. Bab 6 yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari pembuatan askep
dengan efusi pleura
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan pariental, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan
(terjadi penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Dalam buku pedoman diagnosis dan terapi UPF ilmu penyakit paru (2009)
mengatakan efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat.
Efusi pleura merupakan kejadian dimana adanya penumpukan cairan di dalam
ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder
akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2010)
Menurut Smeltzer & Suzanne (2007) Efusi pleura di definisikan sebagai
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi.
B. ETIOLOGI
Secara umum penyebab efusi pleura adalah sebagai berikut :
a. Pleuritis karena bakteri piogenik
b. Pleuritis tuberkulosa
c. Efusi pleura karena kelainan intra abdominal, seperti : sirosis hati, pankretitis, abses
ginjal, abses hati, dll.
d. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi, seperti pada decompensasi kordis, emboli
pulmonal dan hipoalbuminemia.
e. Efusi pleura karena neoplasma, seperti : mesolioma, karsinoma bronkhus,
neoplasma metastati, dan limfoma malignum,
f. Efusi pleura karena trauma, yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada dada,
ruptur esophagus (Sarwono Waspadji, 2010 Hal. 931-935)

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndrome vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan
penyakit kolagen
3. Efsusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkolosis
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit seperti kegagalan jantung, kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru,
tumor dan tuberkolosis.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1998).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain:
1. Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura
3. Menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi
cairan yang berlebihan
4. Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga
pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall, 1999)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak klien akan sesak nafas
2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkolosis), banyak
keringat dan batuk
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,
dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu)
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

(Nurarif & Kusuma, 2015)


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologic (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran dimediatinum
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis/ Fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitology, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior pada sela iga ke-8 didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks), atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudate (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang)
4. Cairan pleural dianalisa dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehydrogenase (LDH), protein), analisa sitology untuk sel-sel
malignan dan PH
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
(Nurarif & Kusuma, 2015)
F. PENATALAKSANAAN
1. Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2. Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
3. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk
dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
4. Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea
akan semakin meningkat pula.

(Nurarif & Kusuma, 2015)


G. PATHWAY
 Gagal jantung kiri Peradangan pleura
 Obstruksi vena cava superior
 Asites pada sirosis hati
 Dialisis peritoneal Permeabel membrane Cairan protein dari getah bening
 Obstruksi fraktus kapiler meningkat masuk rongga pleura

Terdapat jaringan - Peningkatan tekanan


nekrotik pada septa kapiler sistrmik/pulmonal Konsentrasi protein cairan
- Penurunan tekanan pleura meningkat
koloid osmotic &
Kongesti pada pembuluh pleura
limfe - Penurunan tekanan Eksudat
intra pleura
Reabsorbsi cairan terganggu

Gangguan tekanan kapiler


hidrostatik dan koloid
osmotic intra pleura

Transudat

Gangguan
pertukaran gas Penumpukan cairan pada
rongga pleura

Ekspansi paru Penekanan pada abdomen Drainase

Sesak nafas Anoreksia Resiko tinggi terhadap


tindakan drainase dada

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Nyeri
kebutuhan tubuh
Resiko infeksi

Ketidakefektifan Insufisiensi oksigenasi


pola nafas

Energi berkurang Gangguan metabolisme O2 Suplai O2

Intoleransi Defisit perawatan diri Gangguan rasa


aktivitas nyaman

(Nurarif & Kusuma, 2015)


H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan
primer dan sekresi yang statis
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi
paru, kerusakan membran alveolar kapiler
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
5. Nyeri akut berhubungan dengan proses tindakan drainase
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan


primer dan sekresi yang statis
Tujuan dan Kriteria Hasil :
- luka pasien sembuh dan kering.
- tidak ada tanda infeksi.
No. Intervensi Rasional
1. Mengkaji luka pasien. Mengetahui kondisi luka pasien.
2. Monitor keadaan umum pasien (TTV) Peningkatan suhu tubuh di atas
normal menunjukkan adanya
tanda-tanda infeksi.
3. Kaji respon pasien terhadap pemberian Untuk menentukan antibiotic
antibiotic. yang tepat untuk pasien.
Diagnosa 2: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura
Tujuan dan Kriteria Hasil :
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas yang paten
- Memperlihatkan perilaku mempertahankan jalan nafas
No. Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas Penurunan bunyi napas mungkin
tambahan, perubahan irama dan menandakan atelektasis, ronchi,
kedalaman, penggunaan otot-otot wheezing menunjukkan adanya
aksesori akumulasi sekret, dan
ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan napas
menyebabkan penggunaan otot
aksesori dan peningkatan usaha
bernapas
2. Atur posisi semi fowler Memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal
dapat membuka area atelektasis,
mempermudah pengaliran sekret
keluar
3. Ajarkan bernapas melalui mulut saat Mencegah mukosa membran
ekshalasi kering, mengurangi sekret

Diagnosa 3: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan


kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan dan Kriteria Hasil :
- Klien dapat melaporkan berkurangnya dyspnea
- Memperlihatkan peningkatan ventilasi dan oksegenasi yang adekuat
No. Intervensi Rasional
1. Kaji adanya dyspnea, penurunan suara Tuberkulosis pulmonal dapat
nafas, bunyi nafas tambahan, menyebabkan efek yang luas,
peningkatan usaha untuk bernafas, termasuk penimbunan cairan di
ekspansi dada yang terbatas, kelelahan plera sehingga menghasilkan
gejala distress pernafasan.
2. Evaluasi perubahan kesadaran, Akumulasi sekret yang
Perhatikan adanya cyanosis, dan berlebihan dapat mengganggu
perubahan warna kulit, membran oksigenasi organ dan jaringan
mukosa dan clubbing finger vital

3. Kolaborasi pemberian oksigenasi Menciptakan usaha untuk


melawan outflow udara,
mencegah kolaps karena jalan
napas yang sempit, membantu
distribusi udara dan menurunkan
napas yang pendek

Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak
nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
Tujuan dan Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat
- BB tidak turun drastic
- Porsi makan habis 1 porsi
No. Intervensi Rasional
1. Observasi nafsu makan klien Untuk mengetahui porsi makan
yang tidak habis, nafsu makan
belum baik/sudah
2. Beri tahu klien pentingnya nutrisi Klien dapat memahami dan mau
meningkatkan masukan nutrisi
3. Kaji BB setiap hari Untuk mengetahui penurunan/
naik
4. Beri makan klien sedikit tapi sering dan Untuk menambah nafsu makan
sajikan makan selagi hangat klien

Diagnosa 5: Nyeri akut berhubungan dengan proses tindakan drainase


Tujuan dan Kriteria Hasil :
- Nyeri dapat berkurang/ hilang.
- Pasien tampak tenang.
No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pegkajian nyeri meliputi skala, Untuk mengethaui karakteristik
intensitas, dan jenis nyeri. nyeri agar dapat menentukan
diagnose selanjutnya.
2. Kaji adanya edema, spasme otot, dan Adanya edema, hematom dan
hematom spasme otot menunjukan adanya
nyeri.
3. Pertahankan imobilisasi bagian yang Mengurangi nyeri
sakit dengan tirah baring
4. Ajarkan management nyeri dengan Mengalihkan perhatian terhadap
latihan napas dalam, imajinasi visual dll. nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
5. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Menurunkan nyeri melalui
indikasi. mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara sentral
maupun perifer.
Diagnosa 6: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

Tujuan dan Kriteria Hasil :


- Klien tidak merasa sesak
- Frekuensi,irama,kedalaman pernapasan dalam batas normal
- Tiak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
- TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Kaji TTV ,frekuensi,kedalaman Mengetahui keadaan tanda-tanda
pernapasan dan ekspansi dada vital dan status pernapasan pada klien
catat upaya pernapasan, termasuk
penggunaan otot bantu penapasan,
auskultasi bunyi napas dan catat
apabila ada bunyi tambahan

2. Ajarkan latihan napas dalam Memberikan relaksasi pada klien dan


meningkatkan ventilasi
3. Kolaborasi pemberian o2 Pemberian O2 yang tepat sesuai
kebutuhan dapat membuat klien
merasa lebih nyaman
4. Atur posisi semi fowler Untuk memberikan rasa nyaman dan
meningkatkan ventilasi dan
memaksimalkan oksigenasi
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Identitas Klien
a. Nama klien :Ny. N
b. Usia : 31 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. No register : 9611041
e. Tanggal masuk : 27 Juni 2018
f. Diagnosa medis : Efusi pleura dextra
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri dan lemas
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan pada bulan juni 2018 klien mulai merasakan sesak dan nyeri
pada daerah belikat kemudian klien melakukan cek kesehatan di rumah sakit
santa maria dan akhirnya dokter mendiagnosis efusi pleura dextra dan dilakukan
fungsi pada paru-paru dan didapatkan 1400 cc cairan berwarna kuning setelah
itu klien melanjutkan perawatan di rumah sakit prima medika dan didapatkan
sebayak 2500 cc cairan efusi dan pada tangal 27 juni klien dirujuk ke Rs.Dr
kariadi semarang diantar oleh keluarganya dan dilakukan tindakan fungsi ndi
IGD dan didapatkan sebanyak 1400 cc cairan eefusi. Setelah itu klien dilakukan
perawatan di ruang rajawali 3A Rs.Dr Kariadi Semarang
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemah
b. Tingkat kesadaran : Komposmentis
c. Tanda-tanda vital : TD: 110/70 mmHg, N: 86x/menit, S: 36,8 0C,
RR: 24 x/menit
d. Pengukuran antropometri: BB 43 kg TB : 155 cm
e. Kepala: Bentuk kepala simetris, tidak ada luka, warna rambut hitam bersih, tidak
ada nyeri tekan
f. Mata: Bentuk simetris, konjungtiva ananemis, seklera anikterik, tidak ada sekret,
tidak memakai alat bantu penglihatan, tidak ada nyeri tekan
g. Hidung: Bentuk simetris, tidak ada polip/ luka, fungsi penciuman baik, bersih
dan tidak terlihat adanya cuping hidung
h. Telinga: Bentuk simetris, tidak ada nyeri, tidak ada pembengkakan, kondisi
bersih dan tidak kotor, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
i. Mulut: Membrane mukosa lembab, warna merah muda, kondisi gigi dan gusi
bersih
j. Leher: Tidak ada pemasangan trakeostomy, tidak adanya pembesaran kelenjar
tyroid
k. Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, frekuensi pernafasan regular
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat luka
Perkusi : Terdengar sonor pada paru kiri dan paru sebelah kanan
Tampak redup
Auskultasi : bunyi napas menghilang atau tidak terdengar pada bagian
paru sebelah kanan taktil premitus mengalami penurunan
l. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada luka bekas operasi, kulit bersih
Auskultasi : Bising usus 12 x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
m. Genital: Tidak terpasang kateter
n. Ekstremitas
1) Atas: Integritas kulit utuh, terpasang infus RL di tangan kanan, tidak ada tanda
infeksi didaerah infus tonus otot 4
2) Bawah : tidak tedapat luka tonus otot 4
3. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.4 g/dL 12.00-15.00
Hematokrit 37.8 % 35-47
Eritrosit 4.31 10^6/ul 4.4-5.9
MCH 28.8 pg 27.00-32.00
MCV 87.7 fL 76-96
MCHC 32.8 g/dL 29.00-36.00
Leukosit 11.8 10^3/ul 3.6-11
Trombosit 517 10^3/ul 150-400
RDW 15.3 % 11.60-14.80
MPV 8.9 fL 4.00-11.00

KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 96 mg/dL 80-160
Ureum 13 mg/dL 15-39
Kreatinin 0.4 mg/dL 0.60-1.30
Natrium 139 mmol/L 136-145
Kalium 4.5 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 105 mmol/L 98-107

Pemeriksaan radiologi: MSCT THORAX DENGAN KONTRAS


KESAN:
- Penebalan noduler pleura kanan pada pars costalis anteroposterior, mediastinum
diagframa dan sebagian meluas ke soft tissue setinggi ics 8 kanan serta
menempel dengan musculus serratus anterior kanan
- Efusi pleura kanan massif disertai antelektasis kompresi segmen
33,4,5,6,7,8,9,10 paru kanan dan pergeseran struktur mediastinum ke kiri
- Limpadenopati dengan area nekrotik didalamnya pada paratrcahea kanan
(ukuran kurang lebih 4,8x4,7 cm)
Analisa laboratorium patalogi anatomi
Keterangan klinik :
- Sediaan cairanpleura dextra
Mikroskopik :
- Hapusan tersusun atas masaamorf, makrofag, disertai sebaran sel radang lekosit
PMN,lomfosit, histiosit, dan sel mesothel, dengan latar belakangeritosit. Tak
tampak sel ganas pada sediaan ini.
Kesimpulan: radang kronik non spesifik.

Therapy obat:
Metylepredisolon 62,5 mg/8 jam (intra vena)
Nasetilsistein 1 tab/8 jam (PO)
RL 20 tpm
Ketorolac 30 mg/ 8 jam ( intra vena)
B. Analisa Data
No Data focus Rumusan pernyataan
Obyektif Subyektif Etiologi Problem
1 DO: DS: Agen injuri Nyeri akut
- TD: 110/70 mmHg Klien mengatakan
- N: 88x/menit nyeri, nyeri
- R: 24x/menit seperti di tusuk,
- S: 36,80C nyeri di punggung
- Tepasang pigtail belakang daerah
pleura pada belikat dan pada
thorax sebelah paru-paru kanan,
kanan skala nyeri 4,
nyeri hilang
timbul dan pada
saat bernapas
2 DO: DS: Penurunan Ketidakefektifan
- Klien tampak sesak Klien ekspansi paru pola napas
- Klien tepasang O2 nasal mengatakan: sekunder
kanul 3lt/menit - Saya sesak
- Napas cepat RR 24x/ napas
menit
- Tepasang pigtail pleura
pada thorax sebelah
kanan
- SPO2 98%
- Cairan pleura 500 CC
(berwarna merah)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam dalam rongga pleura
D. Intervensi Keperawatan
No Waktu Tujuan dan Kriteria NIC Rasional
dx (NOC)
2. Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara 1. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan komprehensif tingkat nyeri klien
selama 2x24 jam 2. Ajarkan teknik 2. Agar nyeri yang
diharapkan masalah nonfarmakologi dirasakan klien tidak
nyeri akut dapat teratasi 3. Kolaborasi dengan dokter bertambah
dengan kriteria hasil: untuk pemberian analgetik 3. Pemberian analgetik
- Mampu mengontrol 4. Kaji TTV dapat mengurangi rasa
nyeri nyeri klien
- Melaporkan bahwa 4. Untuk mengetahui
nyeri berkurang kondisi umum klien
dengan menggunakan
manajemen nyeri
- TTV dalam batas
normal

3. Setelah dilakukan 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan


asuhan keperawatan ,frekuensi,kedalaman tanda-tanda vital dan
selama 2x24 jam pernapasan dan ekspansi status pernapasan pada
diharapkan masalah dada catat upaya klien
Pola napas tidak efektif pernapasan, termasuk 2. Memberikan relaksasi
dapat teratasi dengan penggunaan otot bantu pada klien dan
kriteria hasil: penapasan, auskultasi meningkatkan ventilasi
- Klien tidak merasa bunyi napas dan catat 3. Pemberian O2 yang
sesak apabila ada bunyi tepat sesuai kebutuhan
- Frekuensi,irama,kedal tambahan dapat membuat klien
aman pernapasan 2. Ajarkan latihan napas merasa lebih nyaman
dalam batas normal dalam 4. Untuk memberikan rasa
- Tiak menggunakan 3. Kolaborasi pemberian o2 nyaman dan
otot-otot bantu 4. Atur posisi semi fowler meningkatkan ventilasi
pernapasan dan memaksimalkan
- TTV dalam batas oksigenasi
normal
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama : Ny.N
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
No. CM : C704422
Diagnosa medis : Efusi Fleura Dextra
B. Data Fokus Klien
Data Subjektif
Klien mengatakan:
- Nyeri pada punggung dan sesak
P: Efusi fleura dextra
Q: Seperti di tusuk
R: Punggung dan dada
S: Vas 4 sedang (0-10)
T: Hilang timbul dan padasaat bernapas (±5 menit)
Data Objektif:
Klien masuk Rumah Sakit pada tanggal 27 Juli 2018 klien sebelumnya klien merasakan
sesak semenjak sebulan yang lalu klien pernah menjalani perawatan di Rumah sakit
santa maria dan prima medika pada bulan juli dan didapatkan cairan punksi sebanyak
1400 -2500 cc dan kemudian klien di rujuk ke Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang.
Keadaan klien terlihat lemas, klien tampak sesak, terpasang infus RL 20 TPM di tangan
kanan, Terpasang vigtail pleura sebelah kanan terdapat 500 cc cairan berwarna merah
klien tampak selalu dibantu oleh keluarga dalam melakukan ADL, TD: 110/70 mmHg,
N: 86x/menit, R: 24x/menit, S: 36,80C SPO2 98%
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence Based
Nursing Riset yang Diaplikasikan
Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam dalam rongga pleura
D. Evidence Based Nursing Practice yang Diaplikasikan
Pengaruh perubahan posisi terhadap pola nafas pada pasien gangguan pernafasan
E. Analisa Sintesa Justifikasi
Peradangan pleura

Permeabel membrane kapiler meningkat

Cairan protein dari getah bening masuk ke rongga pleura

Konsentrasi cairan protein pleur meningkat

Eksudat

Penumpukan cairan pada rongga pleura

ekpansi paru sesak nafas

Ketidak efektifan pola nafas

F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Efusi pleura merupakan kejadian dimana adanya penumpukan cairan di dalam
ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder
akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2010)
Menurut Smeltzer & Suzanne (2007) Efusi pleura di definisikan sebagai
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi.
NANDA (2012) mengungkapkan masalah keperawatan yang umum terjadi
pada penderita sesak nafas yaitu salah satunya pola napas tidak efektif dan gangguan
pertukaran gas. Pola napas tidak efektif diakibatkan oleh terganggunya ekspansi paru
akibat akumulasi cairan sehingga akan menimbulkan manifestasi klinis seperti
peningkatan frekuensi napas, kesulitas bernapas (dipsnea), penggunaan otot-otot bantu
pernapasan, dan kasus-kasus berat muncul seperti sianosis (Wilkinson & Ahern, 2005).
Tujuan tindakan pemberian posisi yang efektif pada penderita sesak nafas
adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan ekspansi paru yang maksimal, serta
mempertahankan kenyamanan. Kestabilan pola napas ditandai dengan pemeriksaan
fisik berupa frekuensi pernapasan yang normal, tidak terjadi ketidakcukupan oksigen
(hipoksia), perubahan pola napas dan obstruksi jalan napas (Kozier dkk, 2011).
Pemilihan posisi untuk penderita dengan masalah pernapasan sangat penting
untuk memfasilitasi pernapasan yang adekuat. Terdapat berbagai macam posisi tidur
mulai dari supine, lateral dan fowler. Posisi fowler merupakan posisi pilihan untuk
orang yang mengalami kesulitan pernapasan (Kozier, 2010). Oleh karena itu pemilihan
posisi yang tepat sangat menentukan keberhasilan intervensi keperawatan yang
dilakukan.
Safitri dan Andriyani (2008) menyatakan saat terjadi sesak nafas penderita
biasanya tidak dapat tidur dengan posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi
duduk atau setengah duduk untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga oksigen lebih
mudah untuk masuk ke paru dan pola napas kembali optimal. Posisi yang paling efektif
bagi penderita sesak nafas yaitu posisi semi fowler. Posisi semi fowler adalah posisi
duduk dimana kepala di tinggikan paling sedikit 450. Kemiringan 450 menggunakan
gravitasi membantu mengembangkan dada dan mengurangi tekanan abdomen dan
diafragma.
Pada saat gravitasi terjadi akan menarik diafragma ke bawah serta
memungkinkan ekspansi dada dan ventilasi paru yang lebih besar. Posisi ini dibantu
penopang sandaran yang sering digunakan dua bantal yang diletakkan di punggung dan
kepala (Kozier dkk, 2011).
Tyler (2008) juga menunjukkan bahwa posisi semi fowler cocok untuk pasien
dengan penyakit paru bilateral. Penelitin tersebut menjelaskan bahwa posisi ini
menunjukkan perbaikan yang dipantau melalui pulse oximetry (saturasi oksigen
perifer). Selain itu, hasil penelitian Majampoh, Rondonuwu dan Onibala (2013)
mengenai pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan napas pada
pasien T b paru didapatkan hasil rata-rata dypsnea lebih rendah dengan nilai sig. 0,
006.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing Practice


Dalam EBN ini penulis memilih tindakan perubahan posisi dalam
mengatasi masalah ketidak efektifan pola napas (sesak napas) kepada pasien dengan
diagnose efusi pleura sebagai intervensi keperawatan karena berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya perubahan posisi pada pasien dengan ganguan pernapasan
dapat berpengaruh positif terhadap derajat sesak nafas. Kemudian diagnose
keperawatan yang didapat dari hasil pengkajian klien memunculkan masalah
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
1. Judul Penelitian
Pengaruh Perubahan Posisi Terhadap Pola Nafas Pada Pasien Gangguan Pernapasan
2. Penelitian
Rizki Annisa1, Wasito Utomo2, Sri Utami3
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
quasyexperimen dengan rancangan penelitian time series tanpa kelompok
pembanding atau kontrol. Populasi dari penelitian ini adalah pasien yang
mengalami gangguan pernafasan. Pengambilan sampel dengan menggunakan
teknik non probability sampling dengan jenis purposive sampling dengan jumlah
sampel 17 responden.
4. Penatalaksanaan
penelitian ini dilakukan intervensi terhada ke tiga posisi serta dilakukan lembar
observasi A yang berisikan data demografi responden, lembar observasi B yang
berikan irama pernafasan, frekuensi pernafasan, saturasi, jenis pernafsan dan
pengembangan pernafasan serta SOP posisi low fowler, posisi semi fowler dan
posisi standar fowler
B. Mekanisme penerapan Evidence Based Nursing Practice
1. Tahap prainteraksi
a. Membaca status klien
b. Mencuci tangan
c. Mengenakan APD (bila diperlukan)
2. Tahap orientasi
a. Menjaga privasi klien
b. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada klien
3. Tahap kerja
a. Mengkaji TTV dan status pernapasan klien
b. Mengubah posisi klien low fowler, semi fowler dan standar fowler
c. Observasi kembali TTV dan status pernapasan klien
4. Tahap terminasi
a. Mempehatikan respon klien sebelum dan sesudah tindakan
b. Menanyakan perasaan klien dan menanyakan keluhan-keluhan selama dan
setelah dilakukan perubahan posisi
c. Membuat rencana tindak lanjut dan kontrak yang akan datang
d. mengucapkan salam
e. Cuci tangan
C. Hasil Yang Dicapai
Mengevaluasi pola nafas klien setelah dijelaskan tujuan agar klien
mengatahui manpaat dari perubahan posisi terhadap sesak napas yg terjadi dank klien
mampu mengatasi apabila sesak nafas kembali timbul dan dilakukan intervensi
keperawatan perubahan posisi klien cocok dengan posisi semi fowler yang diberikan
Klien menjadi bersemangat memperhatikan posisi tidur dan timbul motivasi untuk
sembuh sehingga tidak terfokus pada sesak yang dirasakan, klien merasa lebih
nyaman dan mengalami penurunan sesak napas. TTV pasien dalam batas normal, TD
= 120/80 mmHg, HR = 80 x/ menit, RR = 22x/menit, S = 36,50C. SPO2 99-100 %
D. Kelebihan dan kekurangan
Beberapa kelebihan dan kekurangan aplikasi EBP ini antara lain:
1. Kelebihan
a. Perubahan posisi pada klien dengan gangguan sesak napas mudah diterapkan
dan di monitoring
b. Penyampaian hasil dan tujuan intervensi yang diberikan dari perlakuan peneliti
dicantumkan dan jelas sumbernya
2. Kekurangan
a. Didalam jurnal ini tidak dicantumkan tata cara pemilihan perubahan posisi
setiap berapa jam setelah dilakukan observasi tindakan yang diberikan
b. Tidak dijelaskan berapa lama untuk dilakukan perubahan posisi
c. Tidak di cantumkan kriteria inklusi dan eklusi
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemilihan posisi untuk penderita dengan masalah pernapasan sangat penting
untuk memfasilitasi pernapasan yang adekuat. Terdapat berbagai macam posisi tidur
mulai dari supine, lateral dan fowler. Posisi fowler merupakan posisi pilihan untuk
orang yang mengalami kesulitan pernapasan (Kozier, 2010). Oleh karena itu pemilihan
posisi yang tepat sangat menentukan keberhasilan intervensi keperawatan yang
dilakukan.
Hasil yang didapatkan dari intervensi yang diberikan ternyata tidak semua
posisi yang dilakukan efektip untuk mengatasi sesak pada kelian perlu observasi dan
monitoring secara terus menerus untuk mencegah rasa ketidaknyamanan contohnya
pada pasien yang mengalami kegemukan mungkin tidak cocok dilakukan perubahan
posisi fowler maupun semi fowler karena bisa terjadi penekanan pada abdomen dan
diagfragma yang mengakibatkan sesak napas.pada Ny.N mengalami perubahan
frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dan timbulnya
motivasi dan semangat klien untuk mengatasi rasa sesak terhadap penyakit yang
diderita.
B. Saran
1. Penulis
Bagi penulis dapat lebih meningkatkan lagi dalam pemberian asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan pernapasan
2. Rumah Sakit
Disarankan agar penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam rangka meningkatkan
pelayanan, khususnya dalam masalah gangguan pernapasan pada klien.
3. Profesi Keperawatan
Disarankan agar semua perawat di Rumah Sakit mengobservasi dan memonitoring
terlebihdahulu sebelum dilakukan perubahan posisi guna mendapatkan posisi yang
cocok untuk klien dalam memberikan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC (3nd ed.). Yogyakarta: Mediaction Jogja.

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis proses – proses
penyakit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai