KELOMPOK 6
.....................................................(Persamaan.1)
Dimana :
F = Konsentrasi suatu zat terlarut dalam mg/L
u = Kecepatan (m/detik)
t = Waktu (detik)
x = Arah sumbu horizontal (meter)
(Persamaan.1) dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan beda hingga
yang terdiri dari metode eksplisit dan metode implisit.
1. 2.METODE BEDA HINGGA
Metode beda hingga merupakan metode klasik yang dipergunakan sebagai
pendekatan dalam menghitung turunan numerik dalam rangka menyelesaikan suatu
pemodelan yang memiliki bentuk persamaan diferensial. Metode beda hingga dapat
diturunkan dengan dua cara, yaitu dengan deret Taylor dan dengan hampiran polinom
interpolasi. Kedua cara tersebut menghasilkan rumus beda hingga yang sama.
(Ihsani,Zadid. 2014)
Deret Taylor
f (x) 2 2 f (x) 3 3 f
f ( x x) f ( x) (x)
x 2! x 2 3! x 3
f (x) 2 2 f (x) 3 3 f
f ( x x) f ( x) (x)
x 2! x 2 3! x 3
Pendekatan beda hingga untuk turunan pertama f
x
(x) n n f
f ( x x) f ( x)
n 1 n! x n
Pendekatan beda maju (forward difference)
f f f
i 1 i (x)
x x
Pendekatan beda mundur (backward difference)
f f f i 1
i (x)
x x
Pendekatan beda tengah (central difference)
f f f
i 1 i 1 (x) 2
x 2x
2 f
Pendekatan beda hingga untuk turunan kedua
x
2
Untuk turunan kedua pendekatan yang biasa dipakai adalah pendektan beda
tengah(central difference)
2 f f 2 f i f i 1
i 1 x
2
x 2
x 2
......................(Persamaan.2)
Nilai Awal dan Syarat Batas Metode Eksplisit CTCS
a. Nilai awal
Konsentrasi polutan di suatu perairan dianggap belum ada, perairan dianggap bersih.
Secara metematis dapat dituliskan:
F = 0 pada t = 0
Atau F0i = 0 untuk i = 1,2,3 …imax
b. Syarat Batas
Sumber polutan dianggap dari hulu dan atau hilir. Jika terdapat sumber kontinu dari
hulu (i = 1) maka secara matematis dapat ditulis:
METODOLOGI
2.1. ALGORITMA
2.1.1 Algoritma Program
1. Mulai program
2. Masukkan L, T, FN, FN0, FM2, FM1, D, DX, DT, N, M, U1 dan U2
(L untuk panjang kanal, T untuk lama simulasi, FN untuk Fmn+1 , untuk FN0
untuk Fm n-1 , FM2 untuk Fm+1 n , FM1 untuk F nm-1 ,DX untuk ∆x; DT untuk
∆t; N untuk waktu; M untuk ruang; U1 untuk konstanta polutan kontinu dan
U2 untuk konstanta polutan diskontinu, D untuk lamda)
3. Deklarasikan L, T, FN, FN0, FM2, FM1, DX, DT, N, M, U1 dan U2
4. Tentukan N dan M sebagai bilangan bulat (integer)
5. Input:
- Deklarasikan L=1500, T= 3600
- Deklarasikan DX=50, DT=5, N, M=18 , U1=0.30
- Deklarasikan DX=50, DT=5, N=5, M=5 , U2= 0.40
6. Untuk menghitung rumus lamda D = (U1*DT)/DX untuk kontinu,
D=(U2*DT)/DX untuk diskontinu
7. Jika nilai D kurang dari sama dengan 1, maka ke langkah nomer 8. Jika tidak
kurang dari sama dengan 1 maka nilai tidak didefinisikan
8. Hitung dengan rumus FN= FN0 – U (DT/DX) (FM2-FM1)
(U1 untuk polutan kontinu dan U2 untuk polutan diskontinu)
9. Untuk polutan kontinu hitung secara kontinu pada ruang ke 25, untuk polutan
diskontinu pada waktu 5 dan ruang 15
10. Looping berdasarkan waktu
11. Cetak hasil
12. Akhiri program
2.2. FLOWCHART
2.2.1 Flowchart Program
START
Mmax = l/dx
Tmax = t/dt
A = (u1*dt)/(dx)
If A ≤ 1
Write F (1,m) = 0
A tidak memenuhi
syarat stabilitas
N=1
N=
M = 2,
F (n+1), 1) = f(n+1,2)
F(n+1, mmax) = f(n+1,
mmax-1)
Cetak Hasil
N =1, n+1
M = 2, mmax-
F(n,m)
2.3. SYNTAX PROGRAM
2.3.1 Syntax Program Kontinu
2.3.2 Syntax Program Diskontinu
2.3.3 Running Program Kontinu
HASIL
3.1 Output Kontinu
∆𝑡
𝐹 𝑛+1
𝑚= 𝐹 𝑛−1
𝑚− 𝑈1 (𝐹 𝑚+1𝑛−𝐹 𝑚−1𝑛)
∆𝑥
(5)
= 100 – (0,30) (3 − 3)
50
= 100 – 0
= 100
∆𝑡
𝐹 𝑛+1
𝑚= 𝐹 𝑛−1
𝑚− 𝑈1 (𝐹 𝑛−𝐹 𝑛)
∆𝑥 𝑚+1 𝑚−1
5
= 149,52 – (0,40)(50)(−6 − 6)
= 149,52 – (-0,48)
= 150
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Grafik Kontinu Terhadap Ruang
100
50
0
157
1
27
53
79
105
131
183
209
235
261
287
313
339
365
391
417
443
469
495
521
547
573
599
625
651
677
703
-50
-100
-150
150
100
50
495
1
27
53
79
105
131
157
183
209
235
261
287
313
339
365
391
417
443
469
521
547
573
599
625
651
677
703
-50
-100
-150
600
400
200
0
0 0 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-200
-400
4.5. Pembahasan
Persamaan dasar adveksi satu dimensi pada kasus ini diselesaikan dengan
menggunakan Metode Eksplisit Leapfrog (CTCS). Metode Eksplisit Leapfrog memiliki
pendekatan terpusat, yaitu Center in Time and Central in Space. Metode ini merupakan
metode integrasi orde-2 yang mengubah (diskritisasi) persamaan dasar adveksi satu
dimensi (persamaan 1) sehingga menjadi persamaan 2 dengan nilai nilai awal yang
dianggap belum ada sehingga bernilai 0 dan syarat batas konsentrasi polutan dianggap
berasal dari hulu atau hilir. Adapun Kredit Stabilitas yang digunakan untuk
menyelesaikan persamaan dasar adveksi satu dimensi yang termasuk metode beda
hingga eksplisit adalah
Δ𝑡
𝜆=𝑢 ≤ 1.0
Δ𝑥
Sehingga dapat mendapatkan hasil secara kontinu dan diskontinu seperti yang
ditampilkan pada subbab hasil.
Praktikum kali ini metode FTCS (Forward in Time Center in Space) digunakan
dalam menyelesaikan aliran polutan adveksi satu dimensi. Metode ini merupakan
gabungan pendekatan beda hingga, yakni turunan pertama terhadap waktu dengan beda
maju dan turunan kedua terhadap ruang dengan beda tengah sehingga, FTCS termasuk
ke dalam solusi stabil bersyarat dengan syarat kestabilan. Waktu akan berubah secara
maju atau secara vertikal, sedangkan untuk ruang akan berubah secara horizontal
memusat. Pada perubahan ruang akan mengalami perubahan nilai ke kanan nilai awal
(m+1) dan ke kiri nilai awal (m-1) sedangkan pada perubahan waktu mengalami
perubahan ke atas nilai awal (n+1). Dapat dilihat pada grafik sebaran polutan secara
kontinu, bahwa polutan pada ruang ke 18 dengan konsentrasi 100 (mg/L). Nilainya akan
konstan pada grid ke 18, dari mulai waktu awal sampai terakhir dan konsentrasi perairan
pada grid yang ada di kanan dan kiri nilainya nol (perairan belum tercemar), namun
dengan pertambahan waktu, perairan di daerah tersebut menjadi tercemar dengan
adanya polutan pada ruang ke 18. Hal ini terlihat pada grafik konsentrasi terhadap
waktu dan grafik konsentrasi terhadap ruang. Dari nilai grafik konsentrasi terhadap
waktu terlihat nilai konsentrasi pada ruang ke 18 konstan sebesar 100 (mg/L). Pada
ruang yang dekat dengan grid ke 18 yakni pada grid ke 17 dan 19 nilai konsentrasinya
semakin bertambah seiring dengan petambahan waktu. Hal Ini terjadi karena polutan
bergerak menyebar akibat pengaruh waktu, koefisien difusi, dan ruang. Sedangkan
untuk grid yang berada jauh dari sumber polutan (grid 21) nilai konsentrasinya masih
0.
Input program berupa angka dengan ketentuan di atas. Untuk program kontinu dan
diskontinu memiliki nilai Input yang sama, hanya berbeda pada nilai koefisien laju
aliran polutan (U). Pada program kontinu memiliki nilai input U=0.30 sedangkan untuk
program diskontinu memiliki nilai input U=-0.40.
Untuk menentukan jumlah grid ruang dan waktu menggunakan rumus panjang kanal
(L) dibagi DX untuk mencari nilai MMAX, lama simulasi (T) dibagi DT untuk mencari
NMAX serta koefisien laju aliran polutan (U) dikali DT dibagi DX untuk mencari nilai
A dengan ketentuan jika A kurang dari sama dengan 1 maka lanjut ke proses berikutnya
sedangkan jika tidak memenuhi syarat maka proses akan berhenti dan nilai tidak
terdefinisi. Pada program kontinu dan diskontinu sama dalam menghitung nilai A pada
kontinu dan z pada diskontinu.
Untuk nilai A yang memenuhi syarat akan diproses pada Perhitungan Kontinu.
Dengan waktu dimulai dari titik awal sampai selesai simulasi. Konsentrasi awal polutan
yang diberikan pada ruang ke 18 adalah 100, dikarenakan program kontinu maka nilai
konsentrasi akan sama sampai simulasi selesai dilakukan. Persamaan yang digunakan
adalah persamaan CTCS seperti yang ditulis pada program.
Saat program telah melalui proses, maka akan didapatkan sebuah keluaran atau
output berupa sebuah matriks hasil.
Untuk menyelesaikan aliran polutan satu dimensi dapat menggunakan metode CTCS
yang memiliki kepanjangan Center in Time Center in Space. Metode tersebut memiliki
prinsip kerja yang dipengaruhi oleh perubahan waktu dan ruang. Waktu akan berubah
secara memusat vertikal, sedangkan untuk ruang akan berubah secara horizontal
memusat. Untuk perubahan ruang akan mengalami perubahan nilai ke kanan nilai awal
atau dapat disimbolkan dengan (m+1) dan ke kiri nilai awal atau dapat disimbolkan
dengan (m-1) sedangkan untuk perubahan waktu mengalami perubahan ke atas nilai
awal atau dapat disimbolkan dengan (n+1). Nilai awal polutan pada perairan dianggap
nol karena perairan diasumsikan masih bersih dan bebas dari polutan, sedangkan nilai
baru yang dicari merupakan nilai perairan yang terindikasi mengalami pencemaran oleh
polutan yang nilainya diperoleh dan berubah ditiinjau dari perubahan masa dan ruang.
Pada grafik sebaran polutan secara kontinu, diketahui bahwa polutan dibuang pada
grid ke 18 dengan konsentrasi sebesar 100 (mg/L). Nilai ini akan konstan pada grid ke
18, dari mulai waktu pertama sampai terakhir. Dan konsentrasi perairan pada grid yang
ada di sekitarnya awalnya bernilai 0, karena perairan belum tercemar. Tetapi dengan
bertambahnya waktu, lama-lama perairan tersebut menjadi tercemar dengan adanya
polutan yang dimasukkan pada grid ke 18. Hal ini dapat terlihat pada grafik konsentrasi
terhadap waktu dan grafik konsentrasi terhadap ruang (grid). Dari nilai grafik
konsentrasi terhadap waktu terlihat bahwa nilai konsentrasi yang ada pada grid ke 18
nilainya konstan yaitu sebesar 100. Pada grid yang dekat dengan grid ke 25 seperti pada
grid ke 17 dan 19 nilai konsentrasinya semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya waktu. Ini dikarenakan polutan bergerak menyebar ke segala arah akibat
pengaruh waktu, konstanta kecepatan aliran polutan, dan juga ruang (jarak grid).
Sedangkan untuk grid yang berada jauh dari sumber polutan (grid 20) nilai
konsentrasinya masih 0 atau perairan tersebut masih bersih (belum ada polutan yang
masuk). Lain halnya dengan grafik konsentrasi terhadap waktu, grafik konsentrasi
terhadap ruang perubahan yang paling jelas ditunjukkan pada grid 20 yang mana nilai
tersebut tiba-tiba menjadi tinggi akibat adanya polutan yang masuk ke perairan
sedangkan perairan yang lain masih belum tercemar.
Pada grafik sebaran polutan secara diskontinyu ini sedikit berbeda dengan sebaran
polutan secara kontinyu. Nilai konsentrasi yang dibuang pada grid 5 awalnya sebesar
150. Seiring dengan bertambahnya waktu nilai konsentrasi pada grid ini semakin
berkurang dan menyebar pada grid-grid yang ada di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat
pada grafik konsentrasi terhadap waktu dan grafik konsentrasi terhadap ruang. Pada
grafik konsentrasi terhadap waktu terlihat bahwa sumber poutan yang dibuang pada
grid ke 5 nilainya akan semakin berkurang dengan bertmbahnya waktu. Hal inilah yang
membedakan sebaran polutan secara kontinyu dan diskontinyu. Untuk grid yang ada di
sekitarnya relatif sama dengan sebaran polutan secara kontinyu yang mana nilainya
akan bertambah karena adanya polutan yang masuk dalam suatu perairan. Sedangkan
untuk grafik konsentrasi terhadap ruang hampir sama dengan yang terjadi pada grafik
konsentrasi terhadap ruang secara kontinyu yang mana perubahan yang terlihat jelas
adalah pada grid 5. Tetapi pada grid ini nilai penurunan konsentrasinya juga dapat
terlihat. Ini ditunjukkan dengan adanya perubahan grafik pada grid ke 5.
Pada praktikum persamaan dengan metode CTCS ini sendiri merupakan metode
integrasi orde dua, tidak seperti Metode Euler yang merupakan integrasi orde satu.
Akan tetapi keduanya membutuhkan jumlah fungsi yang sama dalam setiap langkah-
langkahnya. Metode Leapfrog ini banyak digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan dynamical system maupun classical mechanics. Metode CTCS ini
mempengaruhi perubahan ruang dan waktu, dengan waktu berubah secara vertikal atau
maju sedangkan ruang akan berubah secara horizontal dengan arahnya yang memusat.
Jika nilai awal ruang (m+1) maka ruang mengalami perubahan dan (m-1) niali awal
ruang berubah kekiri., untuk perubahan terhadap waktu ke arah atas (n+1). Dari grafik
continu terhadap ruang mula – mulanya bernilai ruangnya yaitu 0 namun pada ruang
ke 6 mengalami peningkatan angka hingga 100. Pada grafik kontinu terhadap waktu
nilai awalnya yaitu sejajar konstan pada nilai 0 yang berarti pada saat itu belum
tercemar oleh polutan, pada titik 15 terjadi peningkatan konsentraasi jumlah polutan
yang sangat signifikan dimana pada grafik menunjukan angka 200 dan terus meningkat
pada titik 18 hingga jumlah kosentrasi polutannya mencapai 600. Grafik diskontinue
ruang berbentuk gelombang dan grafik grafik diskontinu terhadap waktu pada mulanya
konstan dengan nilai 0 dan mulai terjadi peningkatan hingga pada anggka 700.
Pada praktiku kali ini, ami menggunakan metode CTCS (Central Time-Central
Space). Hasil yang didaptkan melalui syntax dan running program di Cygwin
mendapatkan hasil kontinu yang berbentuk segitiga. Sedangkan yang hasil diskontinu
tidak terlalu berbentuk. Hasil grafik yang didapatkan di ambil dari enam data vertical
(terhadap ruang), dan enam data horizontal (terhadap waktu). Perbedaan CTCS dengan
FTCS adalah hanya rumusnya yang bedanya (n) dan (n-1).
KESIMPULAN
5.1 Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Seperti yang kita ketahui, sebuah persamaan dapat diselesaikan dengan berbagai
metode numerik. Setiap metode numerik menggunakan berbagai pendekatan khusus
untuk menyelesaikan persamaan tadi. Sama halnya dengan persamaan dasar adveksi
satu dimensi, yang dapat diselesaikan dengan beberapa metode, diantaranya adalah
Metode Eksplisit Leapfrog dengan pendekatan Center in Time and Central in Space
(CTCS) dan Metode Eksplisit Upstream.
Pada praktikum kali ini dapat di simpulkan bahwwa metode FTCS kontinu
persebarannya rata, dari titik awal berubah meluas seiring bertambahnya waktu.
Sedangkan metode ftcs diskontinu perubahannya meluas dengan bertambahnya
waktu namun penyebarannya tidak merata.
Nilai Konsentrasi polutan di pengaruhi oleh waktu, jarak, grid dan juga koefisien.
Polutan yang bergerak secara kontinu nilai konsentrasinya konstan, polutan yang
bergerak secara diskontinu nilai konsentrasinya akan mengalami perubahan
Dapat disimpulkan bahwa metode CTCS yang dipraktikan pada praktikum ini
sesuai dengn teori. Hasil kontinu yang dihasilkan berbentuk segitiga e atas,
sedangkan hasil diskontinu berbentuk sembarang.
Birdsall, C.K. & Langdon, A.B. (1985). “Plasma Physics via Computer Simulations”.
McGraw-Hill International Edition. Pennsylvania, New York City, USA.
Ribal (2008). “Metode Beda Hingga”. Draft Lecture Note on Finite Difference
Methods. FMIPA UNHAS, Makassar.