Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERANG BANJAR

“Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran sejarah”

Disusun Oleh :
Jasmine Zealadies Asfara (XIA6/13)
Ramah Fakhrul Rifqi Bakhtian (XIA6/26)

SMA NEGERI 2 LUMAJANG


2018

0
LATAR BELAKANG PERANG BANJAR AWAL MULA PERANG BANJAR

PERLAWANAN BANJAR DIMULAI STRATEGI PERANG BANJAR

TOKOH – TOKOH DALAM PERANG


BANJAR KEKALAHAN PANGERAN ANTASARI

AKIBAT DARI PERANG BANJAR ISI PERJANJIAN

KESIMPULAN DAN SARAN

ii
KATA PENGANTAR

Tidak ada yang layak di ucapkan kecuali rasa syukur kehadirat Illahi Robbi
sehingga tulisan bisa terselesaikan.
Terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman saya yamg memberi
peluang waktu, juga kepada yang telah menberi dorongan serta peluang
mengembangkan pengetahuan.
Tulisan ini ditunjukan kepada Guru Bidang Sejarah saya dan teman-teman yang
ingin memdalami ilmu lewat metode ini. Segala kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk kesempurnaan tulisan.

1 September 2018

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
PETA KONSEP.................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.......................... ...............................................2
BAB 2. PEMBAHASAN ...................................................................................3
2.1 Latar Belakang Perang Banjar.................................................... 3
2.1.1 Faktor-Faktor dari luar Kerajaan Banjar ................................. 8
2.1.2 Faktor-Faktor dari dalam Kerajaan Banjar.............................. 8
2.2 Proses Jalannya Perang Banjar Terhadap Kolonial Belanda
Dalam Perebutan Kerajaan Banjar ............................................ 13
2.2.1 Perlawanan Ofensif Yang Berlangsung Dalam Jangka Pendek
(1859- 1863 M) ....................................................................... 13
2.2.2 Perlawanan Defensif Yang Berlangsung Dalam Jangka Panjang
(1863- 1905 M) ....................................................................... 16
BAB 3. PENUTUPAN ....................................................................................... 19
3.1 KESIMPULAN ............................................................................. 19
3.2 SARAN ........................................................................................... 19
BAB 4. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 20

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak kedatangan bangsa asing ke Indonesia terdapat berbagai perlawanan


bersenjata terhadap penjajah. Pada awal kedatangannya, tujuan bangsa asing ke
Indonesia adalah untuk melakukan perdagangan yang kemudian berubah menjadi
monopoli perdagangan dengan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, hingga
kemudian melakukan penjajahan. Di samping itu, mereka juga berusaha untuk
menyebarkan agama yang mereka peluk. Seperti yang kita ketahui, bentukbentuk
perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah dilakukan di berbagai daearah di
Indonesia, salah satunya di Kalimantan Selatan. Perang Banjar, merupakan bentuk
perlawanan yang dilakukan oleh para pejuang di Kalimantan Selatan. Perang Banjar
adalah salah satu rangkaian perlawanan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan.

Belanda datang ke Banjarmasin pada awal abad ke-17. Alasan kedatangan bangsa
Belanda tersebut karena daerah ini banyak menghasilkan lada dan batubara. Sejak saat
itu terjadi hubungan dagang antara orang Banjar dengan orang Belanda. Pada
perkembangan selanjutnya, Belanda memonopoli perdagangan lada, bahkan ingin
menguasai wilayah kerajaan Banjar. Pada tanggal 14 Februari 1606 kapal dagang VOC
Belanda datang dibawah pimpinan Gillis Michieszoon. Ia dikirim oleh J.W. Verschoor,
penguasa VOC pada saat itu, untuk mengadakan hubungan dagang. Setibanya di
Banjarmasin anak buahnya berbuat hal-hal yang menyinggung perasaaan orang Banjar,
dan semua awak kapal yang naik ke darat dibunuh oleh orang Banjar. Setelah kejadian
tersebut, Belanda segera mengirimkan armada perang menuju Banjarmasin. Dalam
rangka pembalasan dan mempamerkan kekuatan (Show of force) beberapa kapal
Belanda pada tahun 1612 secara tiba-tiba membakar kota, kapal-kapal yang berlabuh
di bandar, dan keraton Banjar yang tidak jauh dari sungai.

Setelah peristiwa tersebut, rakyat Banjar menjadi anti terhadap Belanda di tanah
Banjar. Akan tetapi, Belanda terus campur tangan dalam urusan kerajaan, ekonomi,
sosial, dan keagamaan. Pada tahun 1857 Belanda menobatkan Pangeran Tamjidillah
sebagai sultan secara sepihak dengan mengabaikan surat wasiat Sultan Adam yang
menghendaki Pangeran Hidayatullah sebagai pengganti ayahnya Sultan Muda
Abdurrahman. Pangeran Hidayatullah berhak atas jabatan sebagai Sultan Banjar sesuai
dengan tradisi kerajaan dan dikuatkan dengan surat wasiat Sultan Adam. Sultan Adam
meninggal dunia pada tanggal 01 November 1857. Pengangkatan Pangeran Tamjidillah
menjadi Sultan menimbulkan kekecewaan dikalangan masyarakat dan para pembesar
kerajaan. Sultan Tamjidillah memiliki cacat dalam tingkah laku. Ia dikenal gemar
bermabukmabukan dan berjudi, sehingga wajar apabila rakyat tidak menerimanya

1
2

sebagai pemimpin. Kebencian rakyat kepada Sultan Tamjidillah dan terhadap


pemerintah Belanda sangatlah besar, yang pada klimaksnya menimbulkan perang
Banjar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah terjadinya Perang Banjar ?
2. Apa penyebab terjadinya Perang Banjar ?
3. Bagaimana jalannya Perang Banjar ?
4. Apa akibat dari Perang Banjar ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui sejarah Perang Banjar
2. Untuk mengetahui perjuangan saat Perang Banjar

1.4 Manfaat Penulisan


1. Sebagai media untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi para pembaca
2. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya agar dapat melengkapi
kekurangan yang terdapat dalam makalah ini
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Perang Banjar


Pada pertengahan abad ke-19 pecahlah perang Banjar yang terjadi di wilayah
Kerajaan Banjar. Perang ini merupakan gerakan perlawanan semesta dari rakyat Banjar
melawan musuh babuyutannya, yaitu imperialis Belanda. Rakyat disini yang dimaksud
adalah sebagian besar bubuhan raja-raja Banjar, golongan bangsawan, golongan ulama,
golongan tetua masyarakat dan para petani yang mendiami daerah Kerajaan Banjar di
Kalimantan Selatan.
Dalam Kerajaan Banjar dahulu hingga sekarang ada tiga jenis golongan orang
Banjar, yaitu:
1. Orang Banjar Kuala yang tinggal di daerah Banjarmasin sampai Martapura.
2. Orang Banjar Batang Banyu yang tinggal di daerah sungai Tabalong dari
Margasari sampai Kelua.
3. Orang Banjar Pahuluan yang mendiami daerah luar Martapura arah ke Utara
sampai dengan Tanjung.

Perang Banjar disebut gerakan perlawanan semesta rakyat Banjar, karena dalam
waktu yang singkat telah meliputi daerah perlawanan yang lebih luas dari daerah
Kerajaan Banjar sendiri, yaitu daerah Barito (Muara Teweh) di Utara sampai Tabonia
di Selatan, pulau Petak disebelah Barat (dekat Kuala Kapuas) sampai Sebuhur di
sebelah Timur. Perang ini berlangsung dari tahun 1859-1865 M. Perlawanan rakyat
masih tetap berlangsung walaupun terputus-putus dan baru selesai pada tahun 1905 M
setelah kekuasaan Pagustian di Menawing habis dan Sultan Muhammad Seman
meninggal dunia dalam pertempuran itu. Kerajaan Banjar sendiri telah dihapus sepihak
oleh Belanda pada tahun 1860 M.

Dengan meletusnya serangkaian serangan rakyat terhadap kedudukan Belanda,


seperti pusat missi Zending di Pulau Petak, tambang batu bara di Pengaron, Gunung
Jabok, Kalangan, dan didudukinya benteng Tabanio dan ibukota Kesultanan di
Martapura, terjadilah keadaan perang dan Belanda mendatangkan pasukan-pasukan
dari Jawa di bawah pimpinan Kolonel Andressen.

Tindakan Belanda kemudian, terhadap pemberontakan adalah dengan men-


datangkan kapal perang Arjunopada tanggal 30 April, lengkap dengan tentara yang
dipimpin oleh Kolonel A. J. Andressen mendarat di Banjarmasin. Pimpinan militer
dan pemerintahan sipil segera diambil alih olehnya.Seluruh Kesultanan Banjarmasin
dinyatakan dalam keadaan perang. Ia dalam menghadapi pemberontakan tidak
langsung menindak, tetapi mempelajari situasi yang terjadi tersebut. Dia mengadakan
musyawarah antara lain, dengan para pemuka agama, dan para pangeran. Dalam
musyawarah tersebut diputuskan bahwa Sultan Tamjidillah harus diganti dengan

3
4

Pangeran Hidayatullah. Berdasarkan surat wasiat Sultan Adam almarhum, dan


kepatuhan rakyat kepada Pangeran Hidayatullah.

Usaha Belanda pertama-tama adalah merebut Martapura supaya terbuka jalan


ke Pengaron, tempat tambang batu bara Oranye Nassau yang dikepung pasukan
Antasari. Untuk tujuan itu diberangkatkan komandan benteng Tatas serta 100 orang
dengan kapal perang Cipanas, Usaha ini gagal sebab kapal Cipanas kandas,
kemudinya patah dan terpaksa berlabuh di Abulung, daerah Tangkas. Kapal Cipanas
tak jadi mudik ke Martapura, kurang lebih 6.000 orang rakyat bersiap-siap
menyambutnya. Dalam gerakan perlawanan inilah (sesudah gerakan Muning)
menonjol sekali unsur agama dan tendensi semangat perang di jalan Allah yang
menguasainya.

Sementara itu A. J. Andreesen pada tanggal 21 Mei diangkat oleh Belanda di


Batavia sebagai komisaris Belanda di Banjarmasin, sedangkan Residen Bentheim
dipindahkan, karena dia tak berhasil sebagai pengawas politik yang baik di
Kesultanan Banjarmasin. Ia digantikan oleh Residen C. J. Bosch (eks Asisten Residen
di Banyuwangi).

Pada tanggal 11 juni 1859 seluruh wilayah kesultanan dinyatakan dalam


keadaan perang oleh Belanda. Belanda memperkuat pertahanannya antara lain, selain
kapal Arjuno, masih didatangkan dari Batavia kapal Celebes, Mantrado yang
berkekuatan sekitar 110 orang lengkap dengan persenjataan. Ditujukan untuk merebut
Martapura lebih dahulu agar bisa menerobos ke Pengaron. Selain kekuatan tersebut
Belanda menambah lagi dengan 100 orang tentara dipimpin oleh Kapten Ullman
dengan kapal Cipanas, tetapi kapal ini kandas, karena tiang-tiangnya patah, sehingga
tak dapat digunakan lagi untuk mengadakan penyerangan ke Martapura. Ullman
terpaksa membatalkan niatnya dan kembali ke Banjarmasin.

Usaha ini gagal, ketika utusan Belanda meminta Pangeran Hidayatullah datang
menghadap Kolonel Andressen, kepadanya telah diperlihatkan salinan-salinan surat
Pangeran Aminollah. Hal ini membuat pangeran tersebut menjadi panik dan takut
dituduh. Selain itu telah pula mendapat bisikan dari Banjarmasin agar berhati-hati,
karena Belanda akan menjebaknya dalam pesta di kapal Celebes dan pasti akan
membuangnya ke luar kesultanan, seperti yang dulu juga pernah terjadi dengan Prabu
Anom. Pangeran Hidayatullah segera melarikan diri dari daerah Martapura, mula-
mula ke Martagiri kemudian mengungsi ke Amuntai. Di sini ia dinobatkan oleh para
ulama dan rakyat menjadi sultan dengan gelar Sultan Hidayatullah Halilillah, sesuai
surat wasiat Sultan Adam. Amuntai diberi nama Martapura Baru sebagai ibukota yang
baru.

Dengan adanya bukti surat-surat dan penjelasan dari para ulama terkemuka
Martapura tersebut, sebenarnya Pangeran Hidayatullah terhindar dari segala tuduhan
5

ikut campur dalam persiapan dan tindakan perang terhadap Belanda. Karena itulah
Kolonel Andressen selaku komisaris berkuasa penuh. Pemerintah Hindia Belanda
memberi kesempatan kepada Pangeran Hidayatullah untuk menjadi sultan, agar
wibawanya bisa digunakan untuk menetramkan rakyat yang telah bangkit melawan
Belanda.

Situasi dalam kesultanan semakin kacau, Sultan Tamjidillah Alwassih Billah tak
sanggup mengatasi keadaan. Maka sultan pada tanggal 25 Juni 1859 diturunkan oleh
A.J. Andressen dari tahta kesultanan Dalam hal ini Sultan Tamjidillah didesak oleh
Kolonel A. J. Andressen, maksudnya agar perang Banjar dapat dikuasai Belanda.
Berkenaan dengan itu Sultan Tamjidillah menyampaikan pernyataan tentang
penurunannya sebagai sultan Kesultanan Banjarmasin yaitu antara lain: 1). Bahwa
Kesultanan Banjarmasin sangat menderita akibat pemberotakan terhadap kesultanan
dan pemerintah Belanda; 2). Agar rakyat kembali tunduk dan patuh kepada
pemerintah yang sah, dengan ini sultan menyatakan berhenti memerintah dan
menyerahkan kekuasaan ke tangan Kolonel Andressen, kommisaris Gubernemen dan
komandan tentara afdeeling Selatan dan Timur Borneo, atas kemauan sendiri tanpa
paksaan apa-apa; 3). Atas jaminan Pemerintah Hindia Belanda, bahwa bila keamanan
telah kembali, tahta akan diberikan kepada orang yang menurut hukum kesultanan
sebenarnya berhak atas itu dan dianggap Pemerintah Hindia Belanda sesuai pula
untuk jabatan itu; 4). Sebagai hadiah sultan disebutkan dua helai tikar rotan, untuk
patuh dan menurut kepada kekuasaan yang sah, agar ketentraman dan kemakmuran
datang kembali.
Rakyat di wilayah Zuid-en 0ost afdeeling van Borneo berontak terhadap Belanda
dan sultan. Sedangkan sultan tetap bertahan di bawah perlindungan residen, tetapi
akhirnya sultan tak dapat mengatasi situasi yang demikian memuncak ini. Kemudian
sultan diturunkan sebagai penguasaan Kesultanan Banjarmasin oleh Kolonel A. J.
Andressen.

Dengan turunnya Sultan Tamjidillah, tahta terbuka bagi Pangeran Hidayatullah.


Setelah ia dinobatkan menjadi sultan di Amuntai, usaha-usaha Belanda untuk
membujuknya kembali ke Martapura gagal, sehingga gagal pulalah politik damai
Kolonel Andressen. Belanda kemudian mengganti Kolonel Andressen dengan
Nieuwenhuysen. Politik Belanda kemudian menjadi kaku, dan sejumlah putusan
diambil berturut-turut untuk menyelesaikan kemelut politik dalam rangka mengem-
balikan nama Belanda yang utuh. Tindakan pertama adalah memecat Pangeran
Hidayatullah dari jabatannya sebagai mangkubumi kesultanan.Kepadanya diserukan
agar menyerahkan diri dan rakyat dianjurkan agar tak lagi mengikuti perintahnya.

Pangeran Hidayatullah diberi kesempatan oleh A.J. Andressen untuk memangku


jabatan Kesultanan Banjarmasin dan kemudian juga oleh F. N. Nieuwenhuyzen
6

(pengganti A. J. Andressen sebagai komisaris Belanda merangkap komandan tentara,


yang sedang menjabat Residen Surakarta, sifatnya lebih tegas dan keras daripada A.
J. Andressen). Namun demikian tidak ditanggapi oleh Pangeran Hidayatullah.
Kemudian Belanda marah dengan tindakan Pangeran Hidayatullah tersebut, dan
diputuskan oleh Belanda untuk memperkuat pertahanan militernya di Banjarmasin,
dengan meng- gantikan Residen C. J. Bosch dengan Mayor G.M. Verspijk, dan
menggantikan A. J. Andressen yang dianggap terlalu lemah dengan F.N.
Nieuwenhuyzen yang keras dan tegas.

Akhirnya Belanda mengambil alih Kesultanan Banjarmasin dan menyatakan


berakhir, serta menjadikan hak milik Belanda. Dimasukkan di dalam wilayah Zuid-en
0osterafdeeling van Borneo oleh Belanda melalui komisarisnya, F.N. Niewenhuyzen,
dengan surat keputusan tertanggal 17 Desember 1859. Sedangkan pernyataan
berakhirnya Kesultanan Banjarmasin juga dikeluarkan pada tanggal 11 Juni 1860 oleh
F.N. Nieuwenhuyzen atas nama Belanda.

Pernyataan (proklamasi) hapusnya Kesultanan Banjarmasin dibuat oleh residen


Surakarta F. N. Niewenhuyzen dalam jabatannya sebagai Komisaris Pemerintah
Hindia Belanda pada Zuid-en 0osterafdeeling van Borneo yang ditujukan kepada para
sultan (raja), mantri, pembekal, mufti, penghulu, haji dan rakyat Kesultanan
Banjarmasin yang menyatakan bahwa pemberontak telah dapat ditindas, sedang
Sultan Tamjidillah telah turun tahta. Mengingat bahwa keadaan situasi Kesultanan
sudah sangat buruk, maka Gubernur Jendral memutuskan: 1). Kesultanan
Banjarmasin dihapuskan dan daerah Banjarmasin langsung berada di bawah
pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda; 2). Pemerintah yang baru ini bertujuan
memajukan kemakmuran, menegakkan hukum, ketertiban, dan keamanan; 3).
Menjamin kebebasan rakyat beragama, baik Islam maupun yang lainnya; 4). Semua
jenis pajak di masa Kesultanan Banjarmasin akan diteruskan pungutannya untuk
sementara wakrtu; 5). Pajak-pajak yang merugikan rakyat, akan dicabut dan diganti
dengan yang baru, yang kurang menekan; 6). Mengenai kerja rodi (paksa) adalah: (a).
rodi dalam desa yang meliputi tugas untuk berjaga di rumah jaga, menjaga dan
mengangkut tawanan, memperbaiki dan memelihara jalan- jalan, jembatan-jembatan,
rumah-rumah jaga dan pasanggrahan; (b). rodi dengan bayaran adalah: -
pengangkutan penumpang dan barangnya; - bekerja sebagai kuli pada pasukan baik
sebagai sipil maupun militer; 7). Golongan bangsawan yang mendapat tanah apanage
dibolehkan terus menikmati hak-haknya, kecuali mereka yang telah ikut serta dalam
pemberontakan. Kelak tanah apanage ini akan dihapuskan dengan diberi ganti rugi.

Dalam menghadapi situasi ini Pangeran Hidayatullah mencoba berdiri di atas


dua alas. Ia turut membantu secara tidak langsung jatuhnya Sultan Tamjidillah dan
tidak mencegah berlarut-larut kericuhan yang tejadi, tetapi juga tidak pernah
7

memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Belanda. Jatuhnya Sultan Tamjidillah


menempatkan Belanda secara terbuka menjadi pihak yang menetang aspirasi rakyat.
Peranan dan partisipasinya yang makin intensif dalam kehidupan politik Kesultanan
Banjarmasin mendorong semangat perlawanan rakayat makin berkobar. Pangeran
Hidayatullh tidak dapat terus berdiri di tengah dua arus yang berlawanan. Akhirnya
ia terseret oleh arus massa yang memusuhi Belanda dan bergabung dengan pejuang-
pejuang Banjarmasin yang menentang kekuasaan Belanda di negerinya.

Demikianlah setelah Kerajaan Banjarmasin dihapuskan oleh Pemerintah


Belanda, pernyataan telah disampaikan pada rakyat di Banjarmasin pada tanggal 11
Juni 1860. Mula-mula situasi tidak ada gejolak dan tenang. Belanda melakukan
sebagai langkah pertama adalah menetapkan pembagian daerah: Kesultanan
Banjarmasin yang telah dihapuskan oleh Belanda, dibagi menjadi 2 (dua) daerah dan
4 (empat) distrik. Dua daerah tersebut adalah: 1). Daerah Martapura, dengan pusat
pemerintahan di Martapura; 2). Daerah Amuntai, dengan pusat pemerintahan di
Amuntai. Selanjutnya pusat pemerintahan dari 4 distrik yaitu: Alai, Amawang,
Pengaron dan Kuwin (Banjarmasin). Belanda membuat jalan raya dari Tabanio ke
Pelihari, Martapura, Munggu Tajur, Amawang (Kandangan), Pantai Hambawang,
Barabai, Lampihung dan Amuntai. Empat Puluh dari pernyataan (proklamasi)
penghapusan Kesultanan Banjarmasin, maka pemberontakan muncul di seluruh
wilayah bekas Kesultanan Banjarmasin, misalnya di Hulu Sungai, Tanah Laut, Barito,
Kapuas-Kahayan, yang dipelopori oleh para keluarga sultanan, orang-orang
terkemuka, serta para alim ulama. Mereka menentang Belanda yang tida adil itu.

Pusat pemberontakan yang sangat keras menetang Belanda adalah: di wilayah


Hulu Sungai yaitu: antaranya di Tambarangan, Muning, Gadung, Amawang
(Kandangan), Barabai, dan Pantai Hambawang. Pusat pemberontakan lainnya di
wilayah Tanah Laut yaitu: Riam Kiwa, Riam Kanan, Batu Tungku, dan Tabanio. Di
sepanjang Sungai Barito- Marabahan, Mangkatib, Bunto, Teweh dan Puruk
Cahu.Maka dengan timbulnya pemberontakan yang kian hebat, Kolonel Verspyck
segera bertindak dengan tangan besi. Dikumpulkannya kepala-kepala daerah dan
distrik, para alim ulama dan orang-orang terkemuka. Kolonel Verspyck menerangkan
kepada mereka sekalian dengan tegas, dikatakan barang siapa tidak setia pada
Pemerintah Hindia Belanda, dan tidak mengakui para pemberontak sebagai musuh
mereka, maka Pemerintah Hindia Belanda akan menghukum berat mereka secara
turun temurun.
Berkenaan dengan itu semua, Kesultanan Banjarmasin tidak ada lagi, dimasuk-
kan dalam wilayah kekuasaan Belanda, para keluarga sultan dan rakyat tetap
mengadakan perlawanan yang dipimpin antara lain oleh Pangeran Antasari, Pangeran
Hidayatullah, Sultan Kuning, Jalil, Tumenggung Surapati, dan lainnya, berlangsung
8

dari tahun ke tahun. Tentu saja dari kedua belah pihak banyak meminta korban,
terutama dari pihak pemberontak. Pemberontakan ini terkenal dengan sebutan Perang
Banjar/ Banjarmasin.
2.1.1 Faktor-Faktor dari luar Kerajaan Banjar
Abad ke-19 adalah abad kolonialisme dan imperialisme modern. Hal ini terjadi
akibat revolusi industri yang berkembang pesat setelah ditemukannya teknologi baru
yaitu mesin uap pada kapal api, kereta api dan pabrik-pabrik yang menggunakan mesin
uap, cepat merubah keadaan dunia. Sebagian daerah kapal-kapal Belanda yang berlayar
ke Indonesia atau berlayar interkontinental saja, baik kapal-kapal perang Pemerintah
Hindia Belanda maupun kapal dagang sipilnya, memerlukan batu bara untuk bahan
bakar mesinnya. Batubara itu di import dari Eropa dan biayanya mahal. Kemudian
Belanda mengetahui bahwa di wilyah Kerajaan Banjar terdapat batubara yang
ditambang oleh rakyat secara tradisional. Kerajaan Banjar sejak tahun 1787 M
merupakan tanah pinjaman VOC kepada raja-raja Banjar, oleh pihak Belanda dipaksa
untuk memberikan hak atau izin penambangan pada Pemerintah Hindia Belanda dan
setelah dipaksa baru mendapatkan konsesi pada tahun 1846 M.
Daerah Riam Kanan ternyata penuh dengan lapisan-lapisan batu bara. Tetapi
sebagai tanah lungguh ia adalah milik Mangkubumi Kerajaan. Akhirnya pada tahun
1849 M berdirilah tambang batubara, yang diberi nama Oranje Nassau. Tambang batu
bara ini dibuka oleh Gubernur Jenderal Ruchussen pada tanggal 21 September 1849
M. Pada tanggal 29 September 1849 Ruchussen menulis surat rahasia kepada Residen
Gallois di Banjarmasin mengenai tambang batu bara itu, yang isinya antara lain:
a. Selama Sultan aktif pada kewajibannya dan tak menghambat produksi
tambang batubara, Belanda akan tetap bersahabat, menolong dan
melindunginya.
b. Sangat menginginkan daerah tambang tersebut dan Martapura menjadi
wilayah Belanda dengan cara membelinya dari Sultan.
c. Ibukota Kerajaan dipindahkan ke Negara. Politik untuk mengambil alih
wilayah tembang batubara di Pengaron dan ibukota Martapura ini, baru bisa
dijalankan setelah Sultan Adam meninggal dunia, dan penggantinya yang
sedapat mungkin pro dengan pihak Belanda.

2.1.2 Faktor-Faktor dari dalam Kerajaan Banjar

Pada tahun 1825 M Sultan Adam naik tahta Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar
menjalankan sistem pemerintahan dyarchi. Dibawah Sultan, putra mahkota diangkat
sebagai Sultan Muda, menjadi pembantunya selain dari Mangkubumi. Oleh karena itu
putra mahkota Abdurrakhman diangkat menjadi Sultan Muda. Pengangkatan ini
bertujuan untuk memperkuat kedudukan putra mahkota baik dalam pemerintahan
9

maupun dalam bidang keuangan sehingga jika Sultan meninggal tidak ada lagi orang
yang dapat menjatuhkan putra mahkota.

Persoalan suksesi (pergantian sultan) sangat merisaukan Dewan Mahkota


setelah kematian Sultan Muda Abdurahman tahun 1852. Mereka lebih menghendaki
berpegang teguh pada adat dan tradisi lama, yang mensyaratkan bahwa hanya putera
tertua dari seorang ibu berdarah raja (permaisuri) saja yang mempunyai hak sah untuk
menggantikan ayahnya di tahta kesultanan. Oleh karena itu Dewan Mahkota
Kesultanan mendukung Pangeran Hidayatullah sebagai pewaris tahta, bukan
Pangeran Tamjidillah, sedangkan Prabu Anom mereka inginkan sebagai
mangkubumi. Di lain pihak Residen Van Hengst, tentu saja untuk kepentingan
Belanda, berjuang terus untuk Tamjidillah, menepis Pangeran Hidayatullah dan
mengabaikan sama sekali Prabu Anom. Konflik terjadi antara ke dua bersaudara tiri
dan pendukung-pendukungnya.

Ketika putra mahkota Sultan Muda Abdurahman meninggal dunia bulan Maret
1852, tidak seorang pun yang meragukan bahwa Hidayatullah yang akan
menggantikan- nya menjadi sultan Banjarmasin, bahkan Residen Gallois pun
demikian. Empat tahun sebelumnya (1848) ia telah menulis sebagai berikut:

Putra sulung Sultan Muda yaitu, dari seorang ibu keturunan raja,
adalah Pangeran Hidayatullah, yang berdasarkan atas kelahirannya
suatu hari akan memerintah mereka.

Van Hengst mengatakan bahwa Hidayatullah mempunyai “watak independen”,


“keras’ dan “penaik darah,” dan “telah cenderung bermusuhan terhadap pemerintah
Belanda”. Ada suatu petunjuk bahwa Gubernur Jendral J. J. Rochussen menganggap
Hidayatullah sebagai pengganti tahta kesultanan di kemudian hari ketika ia
menyerahkan sebuah hadiah yang lebih berharga kepadanya dari pada kepada saudara
tirinya, Tamjidillah, ketika Gubernur Jendral itu mengunjungi Banjarmasin bulan
September 1849. Bagi Dewan Mahkota atas nama adat dan rakyat Banjarmasin,
Hidayatullah adalah satu-satunya kandidat yang sesuai untuk menjadi sultan pada
masa yang akan datang. Akan tetapi, Residen van Hengst membuat seluruh rencana
itu berantakan. Ia mendukung Tamjidillah sebagai sultan.

Antara lain alasan Residen van Hengst mendukung Tamjidillah menjadi sultan
adalah: 1. Tamjidillah mempunyai lebih banyak pengalaman dalam pemerintahan
daripada Pangeran Hidayatullah; 2. Tamjidillah telah mendapat dukungan dari
ayahnya Abdurahman (almarhum) dari pada Pangeran Hidayatullah; 3. Tamjidillah
lebih banyak hidup di Banjarmasin dan telah membentuk hubungan dengan
lingkungan orang-orang Eropa daripada Pangeran Hidayatullah; 4.Tamjidillah lebih
10

siap untuk menjamin kepentingan-kepentingan Belanda daripada Hidayatullah.

Pada tanggal 31 0ktober 1857, Sultan Adam Alwassih Billah sakit dan sangat
parah sekali, beliau diangkut dengan perahu ke Martapura. Setibanya di Martapura,
beberapa jam kemudian ia tutup usia pada tanggal 1 November 1857. Pangeran Prabu
Anom secara diam-diam telah meninggalkan Banjarmasin ikut ke Martapura
mengantarkan ayahnya tanpa memberi tahu residen. Hal ini dianggap Belanda sebagai
pelanggaran yang berat. Mangkubumi Hidayatullah diperintahkan oleh residen pergi
ke berkabung telah dicemari oleh mesiu. Tindakan Belanda tersebut atas usul Sultan
Tamjidillah untuk menggulingkan rivalnya15

Dikarenakan Belanda gagal menangkap Prabu Anom, maka Sultan Tamjidillah


memerintahkan kepada Mangkubumi Hidayatullah untuk membawa Prabu Anom ke
Banjarmasin. Juga Belanda memindahkan Residen A. Van de Graaf pada 11
November 1857 sebagai residen di Kedu (Jawa), dan untuk sementara waktu jabatan
ini dipegang oleh Sekretaris Residen N. Hofstede. Residen A. Van de Graaf kurang
lincah dalam melaksanakan apa yang telah digariskan oleh Belanda di Batavia.
Sebagai pengawas politik ia gagal menangkap Prabu Anom yang dianggap
pembangkang melawan politik Belanda, kemudian pada 19 November 1857 residen
yang baru sebagai penggantinya datang, yaitu E.F. van Bentheim Tecklenberg Rhede.

Hidayatullah mematuhi perintah Sultan Tamjidillah dan berusaha akan


membawa Prabu Anom pada 22 November 1857, asalkan Prabu Anom tidak
diserahkan kepada Belanda. Ternyata setelah Hidayatullah berhasil membawa Prabu
Anom ke Banjarmasin oleh sultan, Prabu Anom diserahkan ke Belanda, kemudian
Belanda membawa Prabu Anom ditawan di Benteng Tatas. Akhirnya 17 Februari
1858 Prabu Anom diasingkan ke Bandung, diantar oleh ibunya (Permaisuri Nyai Ratu
Kamala Sari) dan iparnya (Syarif Husin). Mereka di Bandung memohon agar Prabu
Anom ditempatkan di Batavia saja, tetapi ditolak oleh gubernur jendral, yang akhirnya
Nyai Kamala Sari dan Syarif Husin pulang ke Banjarmasin sekitar bulan Maret 1858.

Hidayatullah merasa dirinya sebagai mangkubumi tak berarti, karena usulnya


kepada Belanda agar Prabu Anom tidak diasingkan ditolak. Selain itu ia melihat
peristiwa ini merupakan kelicikan dari sultan Tamjidillah, yang haus akan kekuasaan.
Maka Hidayatullah menyatakan kepada residen akan mengundurkan diri sebagai
mangkubumi, tapi ditolak oleh residen dan sultan. Mereka berpendapat bahwa
Mangkubumi Hidayatullah dapat diperalat demi kepentingan mereka, karena ia
berpengaruh dan didukung rakyat, apalagi ia sebagai mangkubumi.
Sementara itu Residen van Bentheim berusaha untuk mengetahui tentang pribadi
Hidayatullah, karena ia melihat tak ada kecocokan antara sultan dan mangkubumi.
Maka ia mengintrogasi Prabu Anom, sewaktu Prabu Anom ditawan di benteng Tatas,
Prabu Anom mengatakan berdasarkan apa yang diketahuinya, yaitu bahwa segala
11

tindakannya tidak ada hubungannya dengan Mangkubumi Hidayatullah, dan


mangkubumi tersebut tidak ada rencana untuk menggulingkan Sultan Tamjidillah dari
tahta kerajaan. Setelah residen mendengar penjelasan Prabu Anom, maka residen mulai
mendekati mangkubumi, yang sebelumnya residen selalu mencurigai Hidayatullah
sebagai mangkubumi yang diduga bersekutu dengan Prabu Anom untuk melawan
Belanda.

Dalam pemerintahan Sultan Tamjidillah antara tahun 1857-1859 pertikaian


antara kedua saudara itu semakin meruncing, dan kebencian rakyat kepada Sultan
Tamjidllah semakin bertambah. Sultan Tamjidillah tidak disenangi oleh golongan
bangsawan karena hak mereka atas tanah lungguh kerap kali dirusak, sedang golongan
ulama tidak menyukainya, karena sultan peminum, menjalankan hal-hal yang
bertentangan dengan agama.

Tamjidillah dalam memangku jabatan sultan, tak dapat bertahan dengan tenang
di istana Banjarmasin, karena keluarga istana membencinya.Ini ditandai dengan 3 kali
rencana pembunuhan atas dirinya di awal Pebruari 1858, pertama dengan racun dan 2
kali dengan senjata tajam.Ternyata usaha ini gagal, karena kesiap-siagaan pengawal-
pengawal sultan.Sultan mencurigai Mangkubumi Hidayatullah dan kelompok
pengikut Prabu Anom.Dengan demikian kedudukan sultan sudah agak goyah di
istana.20 Sedangkan di luar istana, karena tindakan anggota-anggota kerajaan yang
menaikkan berbagai macam pajak, yang sudah lama berlangsung. Akibatnya
membuat rakyat menderita antara lain, rakyat tak sanggup membayar pajak sehingga
rakyat terlibat berbagai hutang. Selanjutnya rakyat dijadikan pekerja rodi yaitu,
sebagai budak kaum bangsawan. Selama ini rakyat hanya mendendam dalam hati
tidak ada reaksi, karena masih menghargai Sutan Adam. Namun setelah Sultan Adam
meninggal dunia, dan jabatan sultan dipangku oleh Tamjidilah.Maka rakyat di daerah-
daerah mulai bersiap- siap untuk melawan terhadap kesultanan dan Pemerintah Hindia
Belanda.
Dengan Sultan Adam oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1826 M
diadakan sebuah kontrak baru yang ternyata bertahan sampai penghapusan sepihak
Kerajaan Banjar oleh Belanda pada tahun 1860 M. Kontrak itu isinya antara lain
adalah:

a. Pemilihan atas penetapan putra mahkota harus disetujui oleh pemerintah


Hindia Belanda. Demikian pula penunjukan perdana menteri yang bertugas
melaksanakan perintah Sultan atas seluruh daerah kekuasaan Kerajaan
Banjar.
b. Tidak ada seluruh wilayahpun yang diperintah Sultan bisa di serahkan kepada
pihak lain tanpa seizin Gubernemen.
12

c. Sultan, anak-anaknya, dan keluarganya tidak diizinkan menerima surat atau


duta dari negara-negara asing, raja-raja lain atau mengirimkannya kepada
mereka tanpa memberitahu sebelumnya kepada Residen.
d. Mangkubumi dan masyarakat Banjar yang tinggal di daerah Sultan di
Banjarmasin atau di tempat-tempat lain, bila berbuat kejahatan terhadap
pemerintah Hindia Belanda atau pegawainya akan dihukum oleh pengadilan
yang didirikan oleh Sultan dan Gubernemen wilayah Banjarmasin.
e. Semua orang Banjar yang tinggal dalam wilayah Kerajaan Banjar akan diadili
oleh pengadilan yang diatur oleh Kerajaan Banjar itu sendiri. Semua
hukuman yang merusak badan misalnya memotong tangan, dan sebagainya
dihapuskan.
f. Tiap orang diizinkan berdagang dan raja mempunyai hak untuk mengadakan
cukai dan pajak yang adil, dan lain sebagainya.

Dalam kontrak ini terdapat sejumlah fasal yang terlihat jelas bertentangan dengan
adat Kerajaan Banjar dan merusaknya. Sehingga menimbulkan kemarahan rakyat yang
luar biasa, seperti penunjukan putra Mahkota, penunjukan Mangkubumi, penerimaan
surat dari negara atau raja lain, atau sebaliknya sebagai negara berkurang
kedaulatannya.

Belanda terus ikut campur dalam urusan Kerajaan, ekonomi, dan sosial
keagamaan. Setelah sepeninggal Sultan Adam tanggal 1 November 1857, pada tahun
1857 M Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan secara sepihak
dengan tidak menghiraukan surat wasiat Sultan Adam yang berisi Pangeran
Hidayatullah lah sebagai pengganti ayahnya Sultan Abdurrahman. Pangeran
Hidayatullah berhak atas tahta Kerajaan. Pengangkatan Pangeran Tamjidillah menjadi
Sultan dalam Kerajaan Banjar menimbulakan banyak kekecewaan di kalangan rakyat,
para ulama dan kerabat kraton. Selain itu, Tamjidillah memiliki sifat yang buruk.Ia
dikenal gemar mabuk-mabukkan dan senang berjudi, wajar saja bila rakyat tidak
menerimanya sebagai pemimpin atas tahta Kerajaan Banjar. Kebencian dan kemarahan
rakyat Banjar terhadap pengangkatan Sultan Tamjidillah dan terhadap Pemerintah
Hindia Belanda sangatlah besar hingga memuncak, yang pada akhirnya menimbulkan
Perang Banjar.
13

2.2 Proses Jalannya Perang Banjar Terhadap Kolonial Belanda Dalam


Perebutan Kerajaan Banjar
2.2.1 Perlawanan Ofensif Yang Berlangsung Dalam Jangka Pendek (1859- 1863
M)

Perlawanan rakyat terhadap Belanda mulai berkobar di daerah-daerah yang


dipimpin oleh Pangeran Antasari yang berhasil menghimpun 3.000 orang dan
menyerbu pos-pos Belanda. Pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron diserang oleh
Pangeran Antasari pada tanggal 28 April 1859. Disamping itu, kawan-kawan
seperjuangan Pangeran Antasari juga telah melakukan penyerangan terhadap pasukan-
pasukan Belanda yang dijumpainya. Pada saat Pangeran Antasari mengepung benteng
Belanda di Pengaron, Kyai Demang Leman dengan pasukannya telah bergerak di
sekitar Riam Kiwa dan mengancam benteng Belanda di Pengaron. Lalu bersama-sama
dengan Haji Nasrun pada tanggal 30 Juni 1859 ia menyerbu pos Belanda yang berada
di istana Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 Kyai Demang Leman bersama Haji
Buyasin dan Kyai Langlang berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio.

Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran juga terjadi di benteng Gunung


Lawak yang dipertahankan oleh Kyai Demang Leman dengan para pasukannya. Dalam
pertempuran ini kekuatan pasukan Demang Leman ternyata lebih kecil dari kekuatan
musuh, sehingga ia terpaksa mengundurkan diri. Karena rakyat berkali-kali melakukan
penyerangan gerliya, maka Belanda yang menduduki benteng tersebut dalam waktu
yang beberapa lama kemudian merusak dan meninggalkannya. Ketika meninggalkan
benteng, pasukan Belanda mendapatkan penyerangan terhadap pasukan Kyai Demang
Leman yang masih aktif melakukan perang gerliya di daerah sekitarnya.

Sementara itu Tumenggung Surapati menyanggupi Belanda untuk membantu


menangkap Pangeran Antasari. Setelah mengadakan perundingan di atas kapal Onrust
pada bulan Desember 1859, ia dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara
Belanda yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebut senjata mereka dan
menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung Surapati di Lambang
mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat dari
pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan benteng tersebut.

Tumenggung Jalil yang mengadakan perlawanan di daerah Amuntai dan Negara


mendapat serangan dari pasukan Belanda dengan bantuan Adipati Danureja, yang sejak
semula setia kepada Belanda.Atas jasanya dalam turut mengalahkan Tumenggung Jalil,
Danureja dijadikan kepala daerah Benua Lima. Nampaklah bahwa dalam perang ini
Belanda menggunakan pejabat Kerajaan yang memihak padanya untuk menindas
perlawanan. Kemudian Pangeran Hidayat yang condong kepada rakyat, karena
sikapnya ini maka ia kemudian diturunkan dari kedudukannya sebagai Mangkubumi
14

oleh Belanda. Desakan Belanda, melalui suratnya yang tertanggal 7 Maret 1860 yang
berisi permintaan supaya ia menyerah dalam waktu 12 hari, telah mendapatkan
jawaban tegas dari Pangeran bahwa ia tidak akan menyerah. Dengan demikian ia
dianggap benar-benar memberontak terhadap Belanda.

Dengan kosongnya jabatan Sultan dan Mangkubumi dalam Kerajaan Banjar,


maka Kerajaan Banjar secara sepihak dihapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tanggal 11 Juni 1860. Wilayahnya dimasukkan ke dalam kekuasaan pemerintah
Hindia Belanda. Karena tindakan Belanda itu, maka disamping perlawanan-
perlawanan yang sedang berlagsung, di daerahdaerah juga timbul perlawanan-
perlawanan baru, seperti di daerah Hulu Sungai, Tanah Laut, Barito, dan Kapuas
Kahayan. Tempat-tempat seperti Tembarang, Muning, Amawang, Gadung, dan
Barabai dijadikan pusat-pusat perlawanan untuk daerah Hulu Sungai, sedangkan di
daerah Tanah Laut pusat perlawanan terdapat antara lain di Riam Kiwa, Riam Kanan,
dan Tabanio.

Dengan meluasnya perlawanan rakyat ini pemerintah Hindia Belanda di Banjar


menghadapi kesulitan. Meluasnya pengaruh perlawanan di kalangan rakyat diusahakan
untuk dibatasi. Kepala-kepala daerah dan para ulama diberi peringantan, agar mereka
menunjukkan sikap setia kepada pemerintah Belanda, dan agar mereka mengecam
kaum pejuang. Peringatan tersebut dikemukakan dengan disertai suatu ancaman yang
berat bagi siapa saja yang tidak mengindahkannya.

Kepala-kepala daerah dan para ulama menjadi cemas karena adanya


pengumuman tersebut. Namun kebanyakan dari mereka tidak mau mengindahkan
ancaman tersebut. Mereka melarikan diri dan bergabung dengan para pejuang.
Sementara itu Pangeran Hidayat melakukan perlawanan dari daerah satu ke daerah
lainnya bersama-sama dengan orangorang yang setia kepadanya.

Pada tanggal 16 Juni 1860 Pangeran Hidayat bertempur selama seminggu di


Ambawang, kemudian terpaksa mundur karena persenjataan Belanda ternyata lebih
kuat. Pasukan Pangeran Hidayat akhirnya sampai di Wang Bangkal. Tidak lama di sini
pasukan diserang oleh pasukan Belanda pada tanggal 2 Juli. Pasukan yang datang ke
Wang Bangkal ini berasal dari posnya di Martapura. Dalam pertempuran ini pun
Pangerah Hidayat terdesak dan terpaksa mundur lagi. Selama dalam pengundurannya
ini pasukannya selalu mengadakan gangguan-gangguan terhadap pasukan-pasukan
Belanda berupa penyergapan secara gerliya. Mereka bertahan di tempat itu dan baru
tanggal 10 Juli pasukan Pangeran Hidayat pindah ke tempat lain setelah mendapat
pukulan berat dari pasukan Belanda.

Sementara di daerah lain pasukan Pangeran Antasari masih giat melakukan


serangan terhadap pos-pos Belanda. Pada permulaan bulan Agustus 1860 pasukan
15

Antasari berada di Ringkau Katan, dan pada tanggal 9 Agustus terjadi kontak senjata
dengan pasukan Belanda. Pasukan Belanda berkekuatan 225 orang tentara bersenjata
senapan berbayonet dan diperkuat oleh 125 orang hukuman yang dipersenjatai serta 10
orang penembak meriam. Dalam pertempuran itu pasukan Antasari dapat membunuh
dan melukai beberapa orang tentara Belanda dan kemudian Pangeran Antasari bersama
pasukannya mengundurkan diri dari Ringkau Katan. Kekalahan Pangeran Antasari ini
terutama karena datangnya bala bantuan Belanda yang bergerak dari Amuntai melalui
Awang menuju Ringkau Katan. Di Tameang Layang kemudian didirikan pos
penjagaan Belanda yang dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan masuknya
kembali pasukan Antasari ke Ringkau Katan.

Gerakan cepat dari pasukan Pangeran Hidayat dari satu daerah ke daerah lain
cukup menyulitkan Belanda. Pasukan Pangeran Hidayat yang berada di gunung
Mandela dapat diketahui. Belanda mendatangkan pasukan sebanyak 140 orang dari
pantai Ambawang bersenjatakan senapan berbayonet. Akan tetapi pasukan Belanda
yang bermaksud menangkap Pangeran Hidayat tidak menjumpainya, karena pasukan
Pangeran Hidayat sudah meninggalkan Gunung Mandela menuju Haroman. Pasukan
Pangeran Hidayat dikejar oleh dua kelompok pasukan lain pada tanggal 20 Juli. Akan
tetapi pasukan Hidayat masih tidak dijumpainya. Kecepatan gerak dari pasukan
Hidayat membuat Belanda kesal. Pangeran Hidayat diancam akan tetap dianggap
sebagai pemberontak dan akan ditindas jika tidak mau menyerah secepatnya.

Menyerahnya Kyai Demeng Leman atas kemauannyan sendiri pada Belanda pada
tanggal 2 Oktober 1861 sedikit banyak memperlemah para pejuang. Kekurangan bahan
makanan merupakan salah satu sebab utama Demang Leman dan para pengikutnya
menyerah.13Tetapi penangkapan atas diri Pangeran Hidayat, yang kemudian
diasingkan ke Jawa pada tanggal 3 Februari 1862, menimbulkan kekesalan pada diri
Kyai Demang Leman. Tuntutan untuk pembatalan pengasingan ke Jawa oleh Kyai
Demang Leman dan rakyat, tidak mendapat perhatian dari pihak Belanda. Kyai
Demang Leman kesal dan melarikan diri dari lingkungan Belanda dan kemudian
mengadakan perlawanan lagi.

Sementara itu Pangeran Antasari makin giat melakukan perlawanan, terlebih


setelah mendengar kabar tentang diasingkannya saudara sepupunya, yaitu Pangeran
Hidayat ke Jawa. Kemahirannya dalam pertempuran cukup memberi kepercayaan
kepada para pengikut atas kepemimpinannya, seperti pada waktu ia mempertahankan
benteng Tundakan pada tanggal 24 September 1861 bersama dengan kawan-kawan
seperjuangannya, yaitu Pangeran Miradipa dan Tumenggung Mancanegara. Demikian
pula waktu ia bersama dengan Gusti Umar dan Tumenggung Surapati bertempur
mempertahankan benteng di Gunung Tongka pada tanggal 8 November 1861. Karena
kepercayaan ini maka pada tanggal 14 Maret 1862 rakyat mengangkat Pangeran
16

Antasari sebagai pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amiruddin


Khalifatul Mukminin. Tentu gelar tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap
kepemimpinan Pangeran Antasari. Ia masih terus memimpin perlawanan terhadap
Belanda sampai pada saat meniggalnya pada tanggal 11 Oktober 1862 di Hulu Teweh,
tempat pertahanannya yang cukup kuat.

Setelah meninggalnya Pangeran Antasari perlawanan rakyat masih terus


berlangsung dipimpin oleh teman-temang seperjuangan dan putraputranya. Kyai
Demang Leman terus mengadakan perlawanan secara gerilya di sekitar Martapura.
Aminullah memusatkan operasinya diperbatasan Pasir, sedangkan Pangeran Prabu
Anum bergerilya di daerah Amandit. Demikian pula sekitar Khayahan Atas tetap tidak
aman bagi Belanda karena gangguan dari para gerilyawan.

Belanda menyadari bahwa kekuatan perlawanan terletak pada para pemimpin-


pemimpin mereka. Oleh karena itu para pemimpin selalu dicari untuk ditangkap
ataupun dibunuh, seperti halnya usaha untuk menangkap Demang Leman, atas bantuan
kepala pelarian orang-orang Jawa, Kyai Demang Leman dan kawan-kawan
seperjuangannya yaitu Tumenggung Aria Pati dapat ditemui Pangeran Syarif Hamid,
dan Pangeran Syarif Hamid dijadikan alat oleh Belanda untuk menangkap Kyai
Demang Leman dan dijanjikan kepadanya akan dijadikan raja di Batu. Kyai Demang
Leman akhirnya dapat ditangkap dan pada tanggal 17 Februari 1864 dibawa ke
Martapura untuk menjalankan hukuman gantung. Dengan tertangkap dan
meninggalnya Kyai Demang Leman maka pihak pejuang kehilangan salah seorang
pemimpin yang berani.

2.2.2 Perlawanan Defensif Yang Berlangsung Dalam Jangka Panjang (1863- 1905
M)

Perlawanan masih berlanjut dengan putra Pangeran Antasari yaitu Pangeran


Muhammad Seman atau Gusti Matseman yang tetap melanjutkan perjuangan ayahnya.
Demikian pula dengan pejuang lain tetap melanjutkan perlawanan. Haji Buyasin yang
banyak berjasa dalam kerja sama dengan Pangeran Antasari dan Kyai Demang Leman
akhirnya mengalami nasib yang sama. Pada tanggal 26 Januari 1866, ketika berusaha
menyelamatkan diri dari Tanah Laut ke Tanah Dusun, ia ditembak oleh pembakal
Buang yang menjadi alat pemerintahan Hindia-Belanda.

Kemudian sebagai penerus perlawanan yaitu Gusti Madsaid, Pangeran Mas


Natawijaya, Tumenggug Surapati, Tumenggung Naro, dan Panghulu Rasyid. Mereka
mengobarkan perlawanan terhadap Hindia Belanda di perbatasan antara Amuntai,
Kulua, dan Rantau. Meskipun perlawanan rakyat yang timbul di berbagai daerah itu
tidak sekuat perlawanan-perlawanan Pada masa Pangeran Antasari, namun perlawanan
17

mereka cukup menghambat kemajuan Belanda dalam usaha memperluas wilayahnya.


Pemerintah Hindia Belanda mengira bahwa dengan menyerahnya putra-putra Pangeran
Antasari daerah Dusun Atas dapat ditenangkan. Tetapi kenyataanya daerah sekitar
Dusun Atas tetap melakukan perlawanan.

Pada tanggal 25 September 1864, Tumenggung Surapati dengan pengikutnya


menyerang benteng Belanda di Muara Teweh, sehingga dua orang di antara penjaganya
terbunuh. Karena kejadian ini, maka pada bulan Maret 1865 di Muara Teweh didirikan
pos pertahanan yang berkekuatan 4 orang Opsir, 75 serdadu dilengkapi dengan meriam
2 pon dan 2 mortir. Tumenggung Surapati mencoba menyerang benteng di Muara
Teweh itu pada akhir tahun 1865, tetapi karena kekuatan pertahanan Belanda cukup
besar maka usahanya tidak berhasil. Ia kemudian bergerak bersama pasukannya
menuju Sungai Kawatan. Sementara itu, tanggal 1 November 1865 suatu pasukan
Belanda bergerak sampai di Kuala Baru untuk memutuskan jalan-jalan yang menuju
ke tempat-tempat pihak pejuang di Kawatan. Sedangkan pasukan Belanda yang lain
pada hari berikutnya berhasil mendekati Kawatan.

Pasukan Surapati yang berada di benteng Kawatan menembaki dengan meriam


perahu-perahu Belanda yang mencoba mendekati benteng tersebut. Dalam
pertempuran yang terjadi pasukan Surapati mengalami kekalahan sehingga
mengundurkan diri. Dalam perlawanan di daerah lain ada Demang Wangkang yang
juga berpengaruh, di Marabahan ia sepakat dengan Tumenggung Surapati untuk
menyerang ibu kota Banjarmasin. Pada tanggal 25 November 1870 ia bersama
pengikut sebanyak 500 orang meninggalkan Marabahan menuju Banjarmasin.
Pertempuran terjadi di dalam kota, tetapi karena kekuatan Belanda cukup besar, maka
Demang Wangkang menarik kembali pasukannya ke luar kota.

Demang Wangkang dan pengikutnya tidak kembali ke tempat pertahanan semula


di Marabahan, tetapi ke sungai Durrakhman. Tidak berapa lama disitu, pada akhir
Desember 1870 datang pasukan Belanda yang kuat, terdiri dari 150 orang serdadu dan
8 orang Opsir. Pasukan Belanda ini sudah mendapat tambahan pasukan bantuan yang
didatangkan dari Surabaya dan pasukan orang Dayak di bawah pimpinan Suto Ono.
Sebelum tiba di Durrakhman, pasukan Belanda ini telah datang ke tempat pertahanan
Demang Wangkang semula yaitu Marabahan, tetapi ternyata kosong. Benteng Demang
Wangkang di Durrakhman didekati pasukan pemerintahan Hindia Belanda. Terjadilah
pertempuran dan dalam pertempuran ini Demang Wangkang meninggal dunia.

Gusti Matseman pada bagian akhir bulan Agustus 1883 beroperasi di daerah
Dusun Hulu. Ia dengan pasukannya kemudian bergerak ke Telok Mayang dan berkali-
kali mengadakan serangan terhadap pos Belanda di Muara Teweh. Sementara itu,
Pangeran Perbatasari, menantu Gusti Matseman mengadakan perlawanan terhadap
18

Belanda di Pahu, daerah Kutai. Kekalahan yang dialami menyebabkan ia tertangkap


pada tahun 1885. Demikian pula perlawanan Tumenggung Gamar di Lok Tunggul
tidak berhasil, sehingga ia dengan pasukannya terpaksa mengundurkan diri ke Tanah
Bumbu. Di tempat ini pertempuran terjadi lagi. Tumenggung Gamar gugur dalam salah
satu pertempuran tahun 1886 M.

Gusti Matseman masih terus mengadakan perlawanan di daerah Kahayan Hulu.


Gusti Matseman berusaha untuk mendirikan benteng di daerah hilir Sungai Teweh.
Usaha ini membuat Belanda kemudian memperkuat posnya di Kahayan dengan
menambah pasukan baru, dan mendirikan lagi pos darurat di Tuyun. Dalam September
1886 pasukan Gusti Matseman berusaha memutuskan hubungan antara kedua pos
Belanda tersebut, sementara itu benteng pejuang di Teweh makin diperkuat dengan
datangnya pasukan bantuan dan bahan makanan yang diangkut melalui hutan. Namun
dilain pihak pos Matseman ini terancam bahaya, di sebelah Utara dan Selatan benteng
muncul kubu-kubu baru Belanda yang berusaha menghalanghalangi masuknya bahan
makanan ke dalam benteng.

Keadaan di sekitar benteng Matseman makin kritis. Ketika itu benteng diserang
oleh pasukan Belanda. Dalam pertempuran itu pasukan Gusti Matseman terdesak
sehingga terpaksa meloloskan diri dan benteng jatuh ke pihak Belanda yang kemudian
dibakar. Gusti Matseman masih terus melakukan perlawanan walaupun teman-teman
seperjuangannya yaitu Gusti Acil, Gusti Arsat, Antung Durrakhman menyerah pada
pemerintahan Hindia Belanda.Dan akhirnya meninggal dalam pertempuran pada tahun
1905 M. Dengan menyerahnya dan meninggalnya pemimpin-pemimpin perang maka
perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda pun berhenti seketika dengan
meninggalnya Gusti Matseman.
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita dapat mengetahui sebab terjadinya perang
Banjar :
1. Adanya campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan, ekonomi, sosial dan
keagamaan di daerah Banjar.
2. Belanda menobatkan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan secara sepihak dengan
mengabaikan surat wasiat Sultan Adam yang menghendaki Pangeran
Hidayatullah sebagai pengganti ayahnya Sultan Muda Abdurrahman.

3.2 Saran
1. kita sebagai anak Indonsia, harus dapat mengrtahui sejarah-sejerah yang terjadi
dalam Negara Indonesia. Karena dalam sejarah itu banyak tersimpan peristiwa
penting.
2. Dan kita harus menjaga warisan budayanya. Dari warisan itu kita dapat
mengambil makna atau hikmah dari para pewaris yang telah menjadikan
Indonesia seperti sekarang ini.

19
BAB 4 DAFTAR PUSTAKA

http://master-masday.blogspot.com/2012/06/sejarah-terjadinya-perang-
banjar_20.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Banjar

http://ghefirafira.wordpress.com/2013/02/16/rangkuman-dan-cerita-perang-
banjar/ http://liavischo.blogspot.com/2013/11/makalah-kesultanan-banjar.html

http://digilib.uinsby.ac.id/12904/22/Bab%203.pdf

http://idr.uin-antasari.ac.id/4429/1/BAB%20I.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai