Anda di halaman 1dari 15

0

PROPOSAL PENELITIAN

ETNOMATEMATIKA SUKU NUAULU (NAULU DAN HUAULU) DI


MALUKU DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KURIKULUM
SEKOLAH

OLEH:

Dr. Patma Sopamena, M.Pd.I,M.Pd

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON


2018
1

1. Judul penelitian: Etnomatematika Suku Nuaulu di Maluku dan Implementasinya Dalam


Kurikulum Sekolah.
2. Latar belakang
Kekayaan budaya di Indonesia memang tak dapat diragukan lagi seperti halnya daerah
lain, upacara daur hidup merupakan salah satu unsnur budaya yang sifatnya universal. Hampir
setiap daerah mempunyai cara-cara yang khas untuk memperingati masa-masa penting dalam
suatu kehidupan dengan upacara daur hidup. Hal ini tidak dapat lepas dari cara pandang
masyarakat itu sendiri. Upacara daur hidup dilakukan berdasarkan tradisi yang mereka anut
secara turun-temurun, begitu pula dengan upacara daur hidup pada masyarakat suku Nuaulu.
Dalam Alquran surah Al-hujurat ayat 13, Allah SWT berfirman:

‫س ِإهلنُاَ ِقخلقمققناَككمم ِهممن ِذققكرر ِقوأكنُمققثىَ ِقوقجقعملقناَككمم ِكشكعوُبباَ ِقوقَقققباَئهقل ِلهتِقققعاَقركفوُا ِإهلن ِأقمكقرقمككمم ِهعمنقد ِال لهه ِأقتَمقققاَككمم‬
‫يَقاَ ِأقيَيققهاَ ِاللناَ ك‬
ِ ِ ‫إهلن ِال لقه ِقعهليِرم ِقخهبيِرر‬

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal

Menurut Antropolog AH Keane, Pulau Seram merupakan pulau yang tertua di


Maluku, pada zaman dulu telah didiami oleh suku-suku Alifuru yang disebut oleh antropolog
Keane sebagai bangsa Alfuros. Suku Bangsa Alfuros ini adalah percampuran antara bangsa
Kaukasus, Mongol, dan Papua. Di Pulau Seram Suku Bangsa Alfuros ini terkenal dengan
nama suku Bangsa Alune dan Wemale. Selanjutnya antropolog Sachse dan DR O.D Taurn
berpendapat bahwa suku Alune berasal dari utara, kemungkinan dari Sulawesi Utara dan
Halmahera, sedangkan suku bangsa Wemale berasal dari timur kemungkinan dari Melanesia
(NN.1977/1978, Sahusilawane, 2005: 9,45;Tim Penelitian, 2007:32).1
Suku Naulu dan Hualu adalah suku-suku yang mendiami pedalaman Pulau seram
Maluku, yang menurut sejarahnya memiliki tradisi memenggal kepala manusia sebagai
persembahan. Suku Naulu tersebar di dua wilayah Pulau Seram, yakni Dusun Nuanea dan
Dusun Sepa. Jauh dari pusat kota membuat suku-suku ini bertahan hidup secara tradisional.
Beberapa di antaranya masih hidup nomaden atau berpindah-pindah.

1
Wuri Handoko. Asal-Usul Masyarakat Maluku, Budaya dan Persebarannya: Kajian Arkeologi
dan Mitologi. (Kapata Arkeologi Balai Arkeologi Ambon Vol. 3 Nomor 5 / November 2007), hal. 8
diakses tanggal 30 Februari 2017
2

Menurut Musa (2007) matematika adalah konstruksi pengetahuan berkaitan dengan


hubungan kualitatif dan kuantitatif dari ruang dan waktu.2 Matematika adalah aktivitas
manusia yang berhubungan dengan pola, pemecahan masalah, berpikir logis, dan sebagainya,
dengan tujuan untuk memahami dunia Gloria (1980).3 Matematika adalah subjek universal
dalam setiap kebudayaan yang memiliki konsep angka dan gagasan bahwa 1 + 1 = 2, tak
peduli betapa budaya teknologi canggih. Gagasan universalitas matematika lebih diperkuat
oleh fakta bahwa itu diciptakan di seluruh dunia, dalam banyak tempat dan waktu yang
berbeda, dengan sedikit atau tidak ada kontak antara penciptanya. Menurut Plato dalam John
(1998) menyatakan bahwa matematika adalah alat yang handal untuk mengejar kebenaran.4
Heather (2003) dan Kanh (2003) menegaskan bahwa Belajar matematika mengharuskan kita
untuk mengembangkan cara berpikir matematis.5 John (1998) menegaskan, ada persepsi
bahwa matematika adalah alat yang efektif untuk menganalisis, meneliti dan memverifikasi
kebenaran.6 Kehidupan manusia tetap tidak lengkap tanpa matematika James (1982).7
Sehingga matematika sangat berperan aktif dalam aktivitas masyarakat sehari-hari tidak
terkecuali kehidupan budaya masyarakat.
Ethnomathematics mengacu pada studi praktek matematika dari kelompok budaya
tertentu di bidang yang berkaitan dengan masalah lingkungan dan kegiatan Gloria (1980) dan
Ascher (1991).8 Dengan awalan "etno" mengacu pada mengidentifikasi kelompok budaya,
seperti suku masyarakat nasional, kelas profesional dan lain-lain dan termasuk bahasa mereka
dan praktek sehari-hari. "Mathema" di sini berarti untuk menjelaskan, memahami dan
mengelola realitas khusus dengan menghitung, mengukur, mengklasifikasi, order dan pola
pemodelan yang muncul di lingkungan. Akhiran "ticks" berarti seni untuk teknik. Menurut
John (1998) ethnomathematics adalah studi cara matematika yang digunakan oleh kelompok-

2
Mohammed Waziri Yusuf, Ethnomathematics (A Mathematical Game in Hausa Culture),
Sutra: International Journal of Mathematical Science Education. Technomathematics Research
Foundation Vol. 3, No. 1, pp 36 – 42, 2010). Diakses tanggal 30 pebruari 2016
3
Glorin, G. Connecting mathematics practices in and out of Schools, (journal of
Ethnomathematics Canada Vol. 3, No. 2, 1980). Diakses tanggal 3 maret 2016
4
John,M. Ethnomathematics concept, Definition and Research perspectives, (ISGEm
Newsletter vol. II No.1 Dec 1998). Diakses tanggal 26 pebruari 2016
5
Heather,C. Success with Mathematics” (New York: Routledge taylor and Francis Group,
2003). Diakses pada tanggal 26 pebruari 2016
6
John,M. Ethnomathematics concept, Definition and Research perspectives, (ISGEm
Newsletter vol. II No. 1 Dec 1998). Diakses tanggal 26 pebruari 2016
7
James , R. How students can own mathematics” journal of Ethnomathematics Vol. 5, No. 1,
1982). Diakses tanggal 27 pebruari 2016
8
Ascher, M. Ethnomathematics: A Multicultural View of Mathematical Ideas. Pacific Grove:
Brooks/Cole, 1991. E-book diakses tanggal 28 Pebruari 2016
3

kelompok budaya yang diidentifikasi dalam memahami, menjelaskan, dan mengelola masalah
dan kegiatan yang timbul dalam domain sendiri.9
Ethnomatematika telah diteliti diantaranya oleh Ahmet Küçük (2013). Küçük meneliti
etnomatematika di Anatolia Turki yang berkaitan dengan makna matematika dari artefak-
artefak di Anatolia.10 Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Patma Sopamena (2016)
meneliti tentang etnomatematika masyarakat Maluku Tengah dan Kota Ambon dalam
menjalani kehidupan sehari-hari: pemikiran matematika dalam multikulturalisme. 11 Penelitian
yang lain juga dilakukan oleh Wara Sabon Dominikus (2017) tentang etnomatematika Suku
Adonara di Nusa Tenggara Timur.12
Dari beberapa hasil penelitian di atas dan kajian etnomatematika sendiri, yaitu bahwa
penelitian etnometematika satu daerah berbeda dengan etnomatematika daerah lain, maka
penelitian ini akan mengkaji etnomatematika suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku dan
bagaimana implementasinya dalam Kurikulum sekolah.
Menurut salah seorang warga desa Tamilouw yang sedikit banyak mengetahui
keberadaan suku Naulu di antara desa Sepa dan desa Tamilouw:
Memang suku Naulu itu ada, itu orang-orang yang pake berang dong ika di kapala.
Dong sebenarnya bae. Dong banya su pintar-pintar, su ada yang jadi guru, dulu dong
skolah di PGA. Ruma su bagus-bagus, dong ada di pinggir-pinggir pante, dong su banya
pake motor, jadi dong su paleng modern.13

Artinya:
Memang suku Naulu itu ada, yaitu orang-orang yang memakai kain/selendang warna
merah sebagai ikat kepalanya. Mereka sebanarnya orang baik-baik. Bahkan mereka
sudah pintar, ada yang sudah menjadi guru, mereka sekolah di PGA. Rumah mereka
sudah layak, mereka mendiami daerah pesisir pantai, bahkan ada yang sudah memiliki
kendaraan roda dua, jadi mereka sudah tergolong modern.

Berdasarkan kajian empiris, etnomatematika suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di


Maluku dan implementasinya dalam kurikulum sekolah belum diteliti. Etnomatematika Suku
Nuaulu (Naulu dan Huaulu) adalah kebiasaan, bercocok tanam, melaut (nelayan), adat
istiadat, komunikasi, artifak, permainan, dan lain-lain yang pada saatnya bisa dipakai dalam

9
John,M. Ethnomathematics concept, Definition and Research perspectives, (ISGEm
Newsletter vol. II No.1 Dec 1998). Diakses tanggal 26 pebruari 2016
10
ibid
11
Patma, Sopamena. Etnomatematika Masyarakat Maluku Tengah Dan Kota Ambon Dalam
Menjalani Kehidupan Sehari-Hari: Pemikiran Matematika dalam Multikulturalisme, (Jurnal Integral
Matematika dan Pembelajaran vol. 2, No 2 Desember 2016). h. 1 - 20
12
Wara Sabon Dominikus. Etnomatematika Suku Adonara di Nusa Tenggara Timur, Malang:
Universitas Negeri Malang, Disertasi tidak dipublikasikan, 2017, h.
13
Hasil wawancara dengan warga Tamilouw pada tanggal 12 maret 2017 jam 10.00 WIT.
4

muatan kurikulum sekolah. Dengan demikian masalah yang akan diteliti adalah
etnomatematika suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku dan implementasinya dalam
kurikulum sekolah.
3. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah:
a. Bagaimana profil Suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku?
b. Bagaimana etnomatematika suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku dan
implementasinya dalam kurikulum sekolah?
4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan:
a. Profil Suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku
b. etnomatematika suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku dan implementasinya dalam
kurikulum sekolah
5. Kajian Teori dan Kajian Pustaka
a. Etnomatematika
Budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena
budaya merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam suatu komunitas,
termasuk Maluku. Ini memungkinkan adanya konsep-konsep matematika yang tertanam
dalam praktek-praktek budaya dan mengakui bahwa semua orang mengembangkan cara
khusus dalam melakukan aktivitas matematika disebut etnomatematika.
Etnomatematika diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada
tahun 1977. Definisi etnomatematika menurut D'Ambrosio adalah:

The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural
context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and
symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know,
to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring,
and modeling. The suffix tics is derived from techné, and has the same root as technique
14

Istilah "Ethnomathematics" pertama, pada akhir tahun 1960, yang digunakan oleh
seorang ahli matematika Brasil Ubiratan D'Ambrosio. Dia mempertanyakan penerimaan
bahwa "Apa yang dianggap sebagai matematika hari ini jelas merupakan suatu ilmu yang
14
Rosa, M. & Orey, D. C. Ethnomathematics: the cultural aspects of mathematics. (Revista
Latinoamericana de Etnomatemática, 4(2), 32-54, 2011). diakses tanggal 12 Juni 2016
5

digunakan secara global dan unik untuk Peradaban Barat. Satu-satunya cara untuk
menemukan peradaban di bumi adalah mendapatkan kembali rasa hormat yang hilang dari
gerakan bersama untuk matematika baru. Dengan demikian, ethnomathematics adalah
langkah untuk perdamaian". Pertanyaan ini memungkinkan untuk ethnomathematics yang
memanfaatkan data dan temuan dari berbagai disiplin ilmu seperti linguistik, sosiologi,
sejarah, filsafat, seni serta matematika dan etnologi menjadi salah satu disiplin utama dalam
waktu dengan bantuan intens dan berkualitas studi, lihat Gambar 1.15

Gambar 1: Ethnomathematics sebagai interseksi berbagai disiplin ilmu


Secara bahasa, awalan “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang
mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan
symbol. Kata dasar “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan
melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan
pemodelan. Akhiran “tics“ berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik.
Sedangkan secara istilah etnomatematika diartikan sebagai: "The mathematics which
is practiced among identifiable cultural groups such as national- tribe societies, labour
groups, children of certain age brackets and professional classes" (D'Ambrosio, 1985).
Artinya: “Matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya diidentifikasi seperti
masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas
profesional".16
Istilah tersebut kemudian disempurnakan menjadi: "I have been using the word
ethnomathematics as modes, styles, and techniques (tics) of explanation, of understanding,

15
Küçük, A. Ethnomathematics in Anatolia (Turkey: Mathematical Thoughts in
Multiculturalism. Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 7(1), 171-184. Artículo recibido el 13
de febrero de 2013; Aceptado para publicación el 2 de diciembre de 2013) Diakses pada tanggal 20
Pebruari 2016
16
D’Ambrosio, U. Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of
mathematics. (For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-48, 1985). Diakses tanggal 20 pebruari 2016
6

and of coping with the natural and cultural environment (mathema) in distinct cultural
systems (ethno)". Artinya: "Saya telah menggunakan kata Etnomatematika sebagai mode,
gaya, dan teknik (tics) menjelaskan, memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan
budaya (mathema) dalam sistem budaya yang berbeda (ethnos)".17
D'Ambrosio (1985) juga mengatakan Ethnomathematics adalah studi tentang
matematika yang memperhitungkan pertimbangan budaya dimana matematika muncul dengan
memahami penalaran dan sistem matematika yang mereka gunakan. Kajian etnomatematika
dalam pembelajaran matematika mencakup segala bidang: arsitektur, tenun, jahit, pertanian,
hubungan kekerabatan, ornamen, dan spiritual dan praktik keagamaan sering selaras dengan
pola yang terjadi di alam atau memerintahkan sistem ide-ide abstrak.18
Jadi etnomatematika adalah suatu pendekatan budaya pemikiran matematika yang
dibentuk oleh masyarakat multicultural tentang objek-objek matematika. Dalam penelitian ini
konsep yang akan diangkat adalah bidang geometri, aritmetika sosial, dan aljabar.
b. Suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) di Maluku
Kabupaten Maluku Tengah dikenal sebagai jantung propinsi Maluku karena memiliki
hutan yang luas dan lebat. Serta potensi alam yang besar dengan luas wilayah 147.480 km 2,
dan secara administrasi memiliki 11 kecamatan dan 161 anak negeri/desa serta didiami oleh
berbagai macam etnik/suku yang beraneka ragam budaya, agama, dan adat istiadatnya. Tidak
terkecuali bagi masyarakat suku Nuaulu (Naulu dan Huaulu) yang telah mendiami pulau
Seram ini selama berpuluh-puluh tahun.
Tidaklah mengherankan bahwa dengan potensi alam yang ada, Maluku Tengah
menyimpan begitu banyak pesona dan kekayaan alam yang melimpah bagi masyarakat
Maluku karena luasnya hutan yang mengitari daerah ini, sehingga memungkinkan masyarakat
suku Nuaulu merasa aman menetap di wilayah ini. Nuaulu adalah komunitas yang masih
menganut agama dan budaya tradisional. Adat istiadat yang masih dipertahankan diantaranya
adalah daur hidup (life cycles) yang merupakan salah satu keragaman budaya yang dimiliki
masyarakat bangsa Indonesia. Dalam kehidupan Orang Maluku sejak zaman dahulu sampai
saat ini masih teridentifikasi berbagai struktur sosial.

17
Küçük, A. Ethnomathematics in Anatolia (Turkey: Mathematical Thoughts in
Multiculturalism. Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 7(1), 171-184. Artículo recibido el 13
de febrero de 2013; Aceptado para publicación el 2 de diciembre de 2013) Diakses pada tanggal 20
Pebruari 2016
18
D’Ambrosio, U. Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of
mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-48, 1985). Diakses tanggal 20 pebruari 2016
7

Suku Nuaulu merupakan penduduk pribumi Pulau Ibu atau disebut dengan ”Nusa Ina”
di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Penduduk pulau seram dikenal
sebagai suku “Alifuru” yang diartikan oleh penduduk setempat sebagai “manusia awal”.
Menurut Antropolog A.H Keano, Pulau seram dari dahulu telah didiami oleh suatu suku yang
dikenal dengan sebutan “Alifuros”. Suku ini berasal dari campuran antara Kaukasus Mongol
dan bangsa Papua. Di Pulau seram suku ini dikenal dengan suku-suku “Alune” dan “Wamale”.
Suku Alune dan Wamale mendiami daerah pedalaman Seram Barat.
Istilah Nuaulu untuk Suku bangsa tersebut terdiri dari dua buah kata yaitu Nua dan
Ulu adalah nama sebuah cabang sungai dari sungai Ruata yang mengalir di Seram Bagian
Selatan dan Ulu artinya Hulu. Jadi Nua Ulu artinya orang yang berdiam di hulu sungai Nua.
Dengan demikian istilah Nua Ulu mencerminkan daerah asal Suku bangsa ini. Sejarah Suku
Nuaulu menurut Bapak Raja Nuaulu di Nua Nea, Sahune Matoke (48) tahun, awalnya Suku
Nuaulu berasal dari Nunusaku yakni sebuah kerajaan besar kerajaan pertama yang terdapat di
pedalaman Seram Bagian Barat (SBB) tepatnya, di hulu Sungai Tala, Eti, dan Sapalewa. Suku
Nuaulu ini merupakan salah satu keturunan dari anak cucu Raja Nunusaku yang bernama
”UPU AMANLATU NUNUSAKU”. Beliau mempunyai dua orang putra. Putra pertama
bernama Natu Manue, sedangkan putra yang kedua bernama Natu Sahunawe. Kedua putra ini
masing-masing memiliki jabatan yang sangat penting dalam kerajaan Nunusaku yakni sebagai
kapitan atau panglima perang.
Awalnya kedua Putra Upu Aman Latu Nunusaku ini hidup rukun, aman, dan damai.
Namun seiring dengan berjalannya waktu raja Nunusaku sudah memasuki usia senja,
membuat kedua putranya saling merebut tahta kerajaan. Setiap permasalahan yang terjadi
dalam kerajaan Nunusaku keduanyalah sebagai pemicu dari permasalahan tersebut sehingga
selalu mengorbankan rakyat kerajaan Nunusaku. Melihat hubungan kedua putranya tidak
harmonis, Upu Aman Latu Nunusaku mengadakan musyawarah besar. Pada musyawarah
tersebut Upu Aman Latu Nunusaku mengambil keputusan untuk mengeluarkan kedua
putranya itu agar keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku. Hal ini dilakukan agar rakyat
Nunusaku tidak menjadi korban dari setiap permasalahan yang terjadi atas ulah keuda
putranya. Mendengar keputusan ayah mereka ini, Natu Manue dan Natu Sahunawe, masing-
masing mulai mencari jalan untuk keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku. Dengan demikian
timbullah huru hara dalam kerajaan terutama dari kelompok-kelompok pengikut kedua putra
raja tersebut.
Kelompok Natu Manue dengan sombah Upu mereka datang menghadap Upu Aman
Latu Nunusaku seraya memohon agar mereka tidak boleh meninggalkan kerajaan bersama
8

Natu Manue. Hal ini mengingat Upu Aman Latu sudah tua siapa yang akan memimpin
kerajaan Nunusaku jika Upu Latu Nunusaku (Raja Nunusaku) akan mangkat/wafat. Sebagai
raja dan orangtua yang adil dan bijaksana Upu Aman Latu Nunusaku tidak merobah
keputusannya. Akhirnya kedua putranya Natu Manue dan Natu Sahunawe masing-masing
dengan kelompoknya mulai keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku. Disinilah Cikal bakal
runtuhnya kerajaan Nunusaku sebagai satu kerajaan yang pernah ada di bumi Nusa Ina (Pulau
Seram) pada zaman dahulu.
Natu Manue, putra tertua Upu Aman Latu Nunusaku mengajak musyawarah dengan
kelompoknya untuk mecari solusi kearah mana mereka akan berjalan keluar meninggalkan
tanah kerajaan Nunusaku yang sangat mereka cintai. Natu Manue berdiri di atas sebuah batu
dibawah naungan pohon Nunusaku (beringin besar) tidak jauh dari lembah sungai Eti, Tala
Sapalewa. Natu Manue berdiri memberikan harapan dan semangat kepada pengikutnya
walaupun dalam hatinya sedih dan sangat berat untuk meninggalkan tanah kelahirannya entah
kapan ia kembali ataupun mungkin tidak akan kembali lagi ke negeri Nunusaku untuk selama-
lamanya. Setelah memberikan arahan harapan dan semangat, akhirnya mereka mencapai kata
sepakat untuk keluar meniggalkan negeri Nunusaku dengan menyelusuri sungai Sapalewa
menuju Utara Pulau Seram. Sementara itu, Natu Sahunawe sudah lebih dulu keluar bersama
pengikutnya, mereka menyelusuri sungai Tala menuju ke bagian selatan Pulau Seram.
Masyarakat Nunusaku lain yang keluar menyelusuri Sungai Eti menuju kebagian Barat. 19
Disinilah pecah atau runtuhnya kerajaan Nunusaku serta lahirnlah istilah “Pata Siwa”dan
“Pata Lima” yang sampai saat ini tetap dipegang oleh negeri-negeri adat di bumi Nusa Ina.
Pengikut Natu Manue keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku dengan kata ucapan terakhir,
dengan teriakan bersama yaitu “Pata Lima”. Pata artinya terpisah lima artinya lima bagian.
Sedangkan pengikut putra kedua yakni Natu Sahunawe keluar dengan teriakan bersama yaitu
“Pata Siwa” Pata yang artinya terpisah dan siwa artinya Sembilan jadi artinya terpisah
menjadi sembilan bagian. Sementara masyarakat Nunusaku yang lainnya keluar
meninggalkan kerajaan Nunusaku dengan berteriak “Siwa Lima”.
Natu Manue dan pengikutnya melakukan perjalanan menyelusuri sungai Sapalewa
yang medannya cukup berat. Bila malam tiba mereka berhenti dan bermalam sampai pagi
kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Akhirnya tibalah mereka pada satu tempat untuk
beristirahat. Tempat tersebut terdapat banyak pohon pinang yang buahnya besar-besar.
Dengan hati gembira Natu Manue membelah sebuah pinang dengan berkata “Hua Ulu”
19
Sahusilawane, Cerita-Cerita Tua Berlatar Sejarah dari Pulau Seram. (Laporan Penelitian.
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Provinsi Maluku
dan Maluku Utara,2005), h. 9
9

artinya pinang kepala. Setelah melihat pemandangan di sekitar tempat itu yang sangat indah
maka tergeraklah Natu Manue memutuskan untuk tinggal dan menetap di tempat itu. Dari
tempat ini bisa terlihat di sebelah Utara lautan yang membujur sejauh mata memandang.
Sampai sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama negeri Hua Ulu” y ang terdapat pada
Seram Bagian Utara.
Setelah melewati beberapa kurun waktu dari generasi ke generasi timbullah suatu
keinginan untuk mencari tempat-tempat yang lain lagi demi melanjutkan kehidupan mereka.
Hal ini terutama untuk mencari hewan buruan dan makanan serta memperluas wilayah
kekuasaan. Oleh karenanya sebagian dari pengikut Natu Manue keluar dari Negeri Hua Ulu
menuju kearah Timur laut. Tibalah mereka pada satu tempat yang amat indah, di sekelilingnya
terdapat banyak hewan buruan yakni di Hulu Sungai Nua tempat ini penuh dengan lembah-
lembah yang indah dan menyejukan. Beberapa lama mereka menetap di tempat hulu sungai
Nua ada seorang bapak yang sengaja naik ke satu bukit yang tinggi sehingga tampak
pemandangan laut Selatan yang cukup indah. Serentak bapak ini berteriak “Mae Toke,Mae
Toke” artinya ”hei, mari lihat-mari lihat”. Dengan serentak semua orang yang berada
dilembah Hulu Kali Nua tersebut naik dan melihat kearah selatan yang tampak pemandangan
laut nan indah. Hal inilah yang menggugah perasaan hati mereka untuk melanjutkan
perjalanan lagi menyusuri tepian Kali Nua dipimpin bapak yang berteriak Mae Toke tersebut.
Sehingga bapak tersebut dipanggil dengan nama Mae Toke sampai saat ini di Suku Nuaulu
marga Matoke cukup dikenal.
Setelah sampai dipesisir Selatan Pulau Seram tetapi agak kepedalaman mereka masih
menetap bersama pada satu kampung yang bernama “Watane”. Dari sinilah mereka mulai
terpencar menjadi beberapa kampung seperti Rohua, Bunara, Simalou, Hauwalan serta
Ahisuru, tetapi sebagian masih ada yang tinggal di Watane. Dengan demikian dapat kita
ketahui bersama bahwa Suku Nuaulu adalah bagian dari anak cucu atau keturunan Natu
Manue, putra pertama Upu Aman Latu Nunusaku (Raja kerajaan Nunusaku) yang keluar
meninggalkan kerajaan Nunusaku dan berjalan menuju arah Utara pulau seram dengan istilah
Pata Lima. Jadi Moyang dari Suku Nua Ulu adalah Natu Manue, sementara datuk mereka
adalah Upu Aman Latu Nunusaku (Tuan Raja Nunusaku).
6. Metode
a. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif,
yakni peneliti akan mengeksplorasikan etnomatematika suku Nuaulu di Maluku dan
10

kemudian mendeskripsikannya dan menggambarkan kurikulum sekolah yang memuat


etnomatematika suku Nuaulu tersebut.
b. Instrumen Penelitian
Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka peneliti merupakan
instrumen utama dan pedoman wawancara sebagai instrumen pendukung. Menurut
Cresswell instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri. Peneliti yang merancang
penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan akhirnya membuat kesimpulan.20
c. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa lisan dari orang-orang
dan perilaku, serta fenomena yang diamati. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
observasi, wawancara mendalam (indepth interview) studi literatur dan dokumentasi.
Observasi dilakukan secara langsung ke Suku Naulu dan Hualulu untuk melihat
etnomatematika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.21 Prosedur penelitian antara
lain:
1. Observasi
Data diperoleh dari pengamatan terhadap fenomena yang ada dalam budaya masyarakat,
selanjutnya ditranskrip dalam bahasa, gambar, dan lain-lain.

2. Wawancara
Data diperoleh dari hasil rekaman wawancara dengan sumber data secara verbal dengan
wawancara tidak terstruktur, selanjutnya ditranskrip dalam laporan harian.

3. Catatan Lapangan
Data diperoleh dari fenomena-fenomena yang terjadi yang tidak terekam oleh data
wawancara, berupa catatan-catatan peneliti, yang selanjutnya ditranskrip dalam laporan
penelitian akhir.
d. Teknik Analisa Data
Analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian ini lebih menekankan pada makna
dari apa yang diamati dan bukan generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran kuantitas. Karena
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif maka analisis data sebagai berikut: describing,
analyzing, and interpreting a cultural group’s shared patterns of behavior, beliefs, and
language that develop over time.22
20
Creswell, John W., Educational research : planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative
research, (by Pearson Education, Inc. 2012), h. 12
21
ibid
22
Ibid. h. 21
11

Adapun secara lengkap, proses analisis data disajikan pada gambar 2 berikut.

Kumpulan data
Keterangan
: Kegiatan

: Proses suatu
Reduksi data kegiatan/urutan kegiatan

Menjelaskan : hasil kegiatan

Analisis fakta

Interpretasi

Gambar 2 Diagram teknik analisis data

7. Data dan Sumber Data


Data penelitian ini akan diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan pengamatan
terhadap etnomatematika suku Nuaulu di maluku, sehingga peneliti sangat berperan
penting dalam pengambilan data di lapangan, yang selanjutnya dengan data tersebut
peneliti dapat menggambarkan kurikulum tingkat sekolah.
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tetua adat, masyarakat
awam (yang tidak mengenyam pendidikan formal), dan akademisi.
8. Jadwal Pelaksanaan
Demi kelancaran penelitian ini maka peneliti merencanakan jadwal kegiatan sebagaimana
Terlampir
9. RAB (terlampir)
Referensi
Ascher, M. Ethnomathematics: A Multicultural View of Mathematical Ideas. Pacific Grove:
Brooks/Cole. E-book. 1991. Diakses tanggal 28 Pebruari 2016
Creswell, John W., Educational research : planning, conducting, and evaluating quantitative
and qualitative research, by Pearson Education, Inc., 2012
Dominikus, Wara, S. Etnomatematika Suku Adonara di Nusa Tenggara Timur, Malang:
Disertasi Universitas Negeri Malang tidak dipublikasikan, 2017
12

Glorin, G. Connecting mathematics practices in and out of Schools, Vol. 3, No. 2 journal of
Ethnomathematics Canada. 1980. Diakses tanggal 3 maret 2016
Handoko, Wuri. Asal-Usul Masyarakat Maluku, Budaya dan Persebarannya: Kajian
Arkeologi dan Mitologi. Kapata Arkeologi Vol. 3 Nomor 5 / November 2007 Balai
Arkeologi Ambon
Heather, C. Success with Mathematics” Routledge taylor and Francis Group, New York. 2003.
Diakses pada tanggal 26 pebruari 2016
James, R. How students can own mathematics” Vol. 5, No. 1 journal of Ethnomathematics.
1982. Diakses tanggal 27 pebruari 2016
John,M. Ethnomathematics concept, Definition and Research perspectives, ISGEm
Newsletter vol. II No.1 Dec 1998. Diakses tanggal 26 pebruari 2016
Mohammed, Waziri, Yusuf, Ethnomathematics (A Mathematical Game in Hausa Culture),
Sutra: International Journal of Mathematical Science Education. Technomathematics
Research Foundation Vol. 3, No. 1, pp 36 – 42, 2010. Diakses tanggal 30 pebruari
2016
Sahusilawane, Cerita-Cerita Tua Berlatar Sejarah dari Pulau Seram. Laporan Penelitian.
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Provinsi Maluku dan Maluku Utara, 2005.
Sopamena, Patma. (2016). Etnomatematika Masyarakat Maluku Tengah Dan Kota Ambon
Dalam Menjalani Kehidupan Sehari-Hari: Pemikiran Matematika dalam
Multikulturalisme. Jurnal Integral Matematika dan Pembelajaran vol. 2, No 2
Desember 2016. hal. 1 – 20
0

Lampiran: Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Bulan Oktober Mei Juni Juli Agustus September


No Deskripsi Kegiatan Minggu
ke 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3
A Persiapan:
1 Pembuatan proposal 
2 pengumpulan proposal   
3 Seleksi administrasi proposal 
Pengumuman proposal yang
4 masuk  
nominasi
5 Seminar proposal penelitian 
B Pelaksanaan penelitian:
6 Pengambilan Data           
7 Analisis Data        
C Penutup:  
pembuatan laporan hasil
8 penelitian  
Penyerahan laporan hasil
9 penelitian 
sementara 
Seminar hasil penelitian
10 sementara 
(interim report)
D Penyampaian laporan:
11 Excecutive Summary [artikel] 
Laporan penggunaan
12 keuangan-bukti 
Penggunaan Keuangan
1

Lampiran pengusulan ISBN


13 dan HKI 
Laporan akhir penelitian
14 dalam 
bentuk naskah buku

Anda mungkin juga menyukai