LAPORAN RAKERNAS
Rapat Kerja Nasional Sistem Jaminan Sosial Nasional di Jakarta, yang diikuti oleh Sekretaris
Daerah Propinsi, Ketua Komisi E DPRD Daerah, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi seluruh
Indonesia serta instansi terkait tingkat pusat.
Laporan kegiatan Rakernas ini berdasarkan pada materi yang dipaparkan dan dibahas selama
Rakernas berlangsung dilengkapi dengan hasil diskusi kelompok yang telah menyepakati untuk
segera diimplementasikannya Unang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Diharapkan laporan ini
dapat memberikan informasi yang memadai bagi para pemangku kepentingan yang
bertanggung jawab menyelenggarakan jaminan sosial baik di tingkat pusat maupun daerah.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya kepada GTZ serta
seluruh jajaran Pemerintah yang telah membantu terselenggaranya Rakernas ini, semoga segala
upaya keberpihakan kita terhadap percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat senantiasa
mendapatkan bimbingan dan kemudahan dari Allah SWT, Amien.
ttd
Adang Setiana
DAFTAR ISI
RINGKASAN LAPORAN ......................................................................................................................................1
EXECUTIVE SUMMARY ...................................................................................................................................34
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................................68
SAMBUTAN DEPUTY COUNTRY DIRECTOR GTZ FOR INDONESIA DAN TIMOR LESTE .............74
ARAHAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT.....................................76
MEKANISME DAN KELEMBAGAAN SJSN SISTIM JAMINANAN SOSIAL NASIONAL: POKOK-
POKOK PIKIRAN ................................................................................................................................................82
RINGKASAN MAKALAH...................................................................................................................................87
1. SUBSTANSI DAN FILOSOFI UU NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN ..................................................87
2. PELAKSANAAN UU NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 91
3. PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN SISTEM JAMINAN SOSIAL SESUAI KORIDOR
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH ..............................................94
4. KEBIJAKAN DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENGEMBANGAN JAMINAN
SOSIAL TENAGA KERJA SELAMA INI DAN PENGEMBANGAN SELANJUTNYA DI ERA SJSN................................105
5. KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN DALAM PENGEMBANGAN JAMINAN KESEHATAN SELAMA INI DAN
PENGEMBANGAN SELANJUTNYA DI ERA SJSN..................................................................................................109
6. KEBIJAKAN DEPARTEMEN SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN ASURANSI KESEJAHTERAAN SOSIAL SELAMA
INI DAN PENGEMBANGAN SELANJUTNYA DI ERA SJSN....................................................................................115
7. PENGEMBANGAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA PENGIMPLEMENTASIAN UU NOMOR
40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN DI PROPINSI JAWA TENGAH ............................................................................119
8. TUGAS, FUNGSI DAN PERAN PEMERINTAH DAERAH JAWA TIMUR DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN DAN UU NOMOR 32 TAHUN
2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH ..............................................................................................................123
9. PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN DAN
UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ...................128
REKOMENDASI.................................................................................................................................................131
RENCANA TINDAK LANJUT..........................................................................................................................131
PENUTUP ............................................................................................................................................................134
LAMPIRAN 1 ......................................................................................................................................................137
LAMPIRAN 2 ......................................................................................................................................................153
LAMPIRAN 3 ......................................................................................................................................................192
DAFTAR ISTILAH
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
Askes Asuransi Kesehatan
Askeskin Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin
Askesos Asuransi Kesejahteraan Sosial
Bapel JPKM Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BUMN Badan Usaha Milik Negara
Depkes Departemen Kesehatan
Depnakertrans Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Depsos Departemen Sosial
DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional
DHK Dalam Hubungan Kerja
Dirjen Direktur Jenderal
GTZ German Technical Zusammenarbait (German Technical Cooperation)
Jamsostek Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
JPKM Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
LHK Luar Hubungan Kerja
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Menkokesra Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Orsos Organisasi Sosial
PP Peraturan Pemerintah
Pra-Bapel JPKM Bapel JPKM yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri
Kesehatan
PT ASABRI Perseroan Terbatas Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
PT ASKES Perseroan Terbatas Asuransi Kesehatan Indonesia
PDB Pendapatan Domestik Bruto
PMKS Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
PT JAMSOSTEK Perseroan Terbatas Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia
PT TASPEN Perseroan Terbatas Tabungan Pensiun
Rakernas Rapat Kerja Nasional
RI Republik Indonesia
SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional
SHI Social Health Insurance
TAP MPR Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
UU Undang-Undang
UUD Undang-Undang Dasar
WHO World Health Organization
PANITIA
Ketua dan Penanggung Jawab
Dr. Adang Setiana, Deputi Bidang Kesejahteraan Sosial, Kementrian Koordinator
Panitia Pelaksana:
Konsultan
Rapat Kerja ini dihadiri oleh 133 peserta yang mewakili institusi
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Jaminan Sosial, Pakar Jaminan
Sosial dan Lembaga Pembangunan Internasional. Pemerintah Pusat diwakili oleh
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Negara,
Sekretariat Wakil Presiden, Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri,
Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Departemen Keuangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Departemen Pertahanan, Kementerian Negara Badan Usaha Milik
Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional dan Badan Pusat Statistik). 28 Provinsi hadir pada
pertemuan nasional yang diwakili oleh DPRD Ketua Komisi Kesejahteraan
1
RINGKASAN LAPORAN
Rapat kerja nasional ini telah berhasil membangun persepsi yang sama
antar pelaksana sistem jaminan sosial nasional termasuk program jaminan
kesehatan baik di pusat dan daerah dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan sistem jaminan sosial sesuai dengan pedoman dan tata cara
yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Selama rapat kerja nasional dibahas
berbagai isu pokok yang meliputi tugas, fungsi dan kewajiban Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan sistem jaminan sosial nasional
serta langkah-langkah aksi tindak lanjut pengimplementasian sistem jaminan
sosial nasional.
2
RINGKASAN LAPORAN
3
RINGKASAN LAPORAN
4
RINGKASAN LAPORAN
5
RINGKASAN LAPORAN
6
RINGKASAN LAPORAN
7
RINGKASAN LAPORAN
8
RINGKASAN LAPORAN
9
RINGKASAN LAPORAN
pelaku SJSN dan hubungan antar pelaku atau lembaga-lembaga yang terkait
dalam penyelenggaraan SJSN berikut segenap perangkatnya. Diperlukan
prosedur tetap yang mengatur tata kerja dan hubungan antar segenap pelaku atau
lembaga yang terkait dalam penyelenggaraan SJSN.
10
RINGKASAN LAPORAN
bahwa Mahkamah Konstitusi diberi wewenang oleh Pasal 10 ayat (1) UU Nomor
24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi untuk mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, antara lain untuk menguji
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Putusan Mahkamah Konstitusi menurut pasal 47 UU Nomor 24 Tahun 2004
memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno
terbuka untuk umum.
11
RINGKASAN LAPORAN
jaminan sosial nasional di tingkat pusat dan tidak bertentangan dengan UUD
Negara RI Tahun 1945. Pengujian terhadap pasal 52 juga ditolak dengan
alasan untuk mengisi kekosongan hukum dan menjamin kepastian hukum.
Dijelaskan pula bahwa pengaruh putusan Mahkamah Konstitusi terhadap
pelaksanaan UU SJSN adalah tidak signifikan. UU SJSN telah memenuhi
maksud Pasal 34 ayat 2 UUD RI 1945 karena sistem yang dipilih mencakup
seluruh rakyat dengan maksud untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Lebih lanjut
ditegaskan bahwa dengan sendirinya UU SJSN merupakan penegasan kewajiban
Negara atas jaminan sosial sebagai bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana
dimaksud pasal 28 H ayat (3) UUD RI 1945.
12
RINGKASAN LAPORAN
13
RINGKASAN LAPORAN
1. Penghapusan pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) sebagai putusan Mahkamah
Konstitusi atas uji materi UU Nomor 40 Tahun 2004 tanggal 31 Agustus 2005
memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan peraturan perundangan yang
terkait dengan jaminan sosial;
14
RINGKASAN LAPORAN
4. Sesuai dengan konsep dan tujuan otonomi untuk membangun demokrasi dan
kesejahteraan rakyat, Daerah harus diberi kreatifitas dan inovasi kebijakan
untuk mewujudkan sistem jaminan sosial (pasal 22 huruf (h) Nomor 32 Tahun
2004);
7. Sumber dana pengelolaan jaminan sosial mengacu pada ketentuan pasal 155
ayat (1) dan (2), pasal 156 ayat (1), pasal 167 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun
2004), PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah.
Bapak Dirjen Otonomi Daerah mengharapkan untuk segera
menindaklanjuti hasil Putusan Mahkamah Konstitusi dengan merumuskan
kebijakan SJSN yang komprehensif dan efektif dan pelaksanaan aksi tindak lanjut
nyata dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan memberdayakan
seluruh instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah serta mitra kerja PT
JAMSOSTEK, PT ASKES, PT TASPEN dan PT ASABRI. Beliau menekankan
15
RINGKASAN LAPORAN
bahwa kebijakan dan strategi penataan lanjut pengembangan SJSN menjadi opsi
yang sangat strategis dan komprehensif untuk menyinergikan dan meningkatkan
koordinasi antar Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen serta
meningkatkan keterpaduan program antar instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.
16
RINGKASAN LAPORAN
Dalam sesi ini mengemuka pula berbagai hambatan yang disebabkan oleh
adanya regulasi yang berpotensi menghambat pengimplementasian SJSN, seperti
sulitnya melibatkan Rumah Sakit Daerah dalam sosialisasi program pemerintah
termasuk UU SJSN karena adanya Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2001
tentang peran dan tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit.
17
RINGKASAN LAPORAN
yang disampaikan oleh Ir. Tianggur Sinaga MA, Sekretaris Jendral Departemen
Kesehatan – Dr. Syafii Achmad MPH - yang disampaikan oleh, dan Direktur
Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial yang disampaikan oleh
Direktur Jaminan Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial - Lisning Sri Hastuti,
SH.
18
RINGKASAN LAPORAN
19
RINGKASAN LAPORAN
hubungan kerja dan pasal 4 ayat (2) mengatur bahwa program jaminan sosial
tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Hingga saat ini, amanat pasal 4
ayat (1) telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1993, namun amanat pasal 4 ayat (2) belum diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah. Sebagai akibatnya hanya pekerja yang bekerja di sektor formal saja
yang sudah terlindungi oleh program jamsostek, sementara pekerja yang bekerja
dalam hubungan kerja ekonomi informal termasuk pekerja mandiri belum
terlindungi oleh program ini.
20
RINGKASAN LAPORAN
diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku sehingga belum semua pekerja
DHK formal terjangkau oleh program jamsostek.
21
RINGKASAN LAPORAN
22
RINGKASAN LAPORAN
23
RINGKASAN LAPORAN
24
RINGKASAN LAPORAN
25
RINGKASAN LAPORAN
26
RINGKASAN LAPORAN
27
RINGKASAN LAPORAN
28
RINGKASAN LAPORAN
kebijakan yang tumpang tindih dan tidak efektif; 2) penyelesaian segera seluruh
peraturan pelaksana UU Nomor 40 Tahun 2004 dengan melibatkan peran aktif
daerah; 3) perluasan perhatian pengembangan kepesertaan yang tidak hanya
terpusat pada pekerja informal dan masyarakat miskin; 4) optimalisasi dukungan
lintas sektor dan pengambil kebijakan jaminan kesehatan di setiap tingkat
pemerintahan; dan 5) pembangunan komitmen bersama untuk mempersiapkan
pengimplementasian UU SJSN.
Diskusi pada sesi ini tertuju pada program jaminan kesehatan khususnya
program jaminan kesehatan masyarakat miskin dan tidak ada pertanyaan atau
tanggapan mengenai peran Daerah dalam penyelenggaraan keempat jaminan
29
RINGKASAN LAPORAN
sosial lainnya. Kondisi ini dapat dipahami mengingat Program JPKM telah
diselenggarakan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalam waktu cukup
lama dan program Askeskin diselenggarakan serentak di seluruh daerah di
Indonesia sejak seTahun yang lalu. Makalah dan presentasi Daerah yang diwakili
oleh ketiga Provinsi memperingatkan kita semua untuk lebih mengintensifkan
dialog kebijakan jaminan sosial nasional dengan Pemerintah Daerah. Pembagian
tugas, peran dan tanggung jawab harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati
dengan memerhatikan prinsip-prinsip jaminan sosial dan filosofi desentralisasi.
30
RINGKASAN LAPORAN
31
RINGKASAN LAPORAN
Penutup
Rakernas ditutup secara resmi oleh Menteri Kesehatan, Dr.dr. Siti Fadilah
Supari SpKJ yang sambutan tertulisnya dibacakan oleh Kepala Pusat
Pembangunan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Dr. Muharso SKSM. Di dalam
sambutan tertulisnya, Ibu Menteri menyampaikan bahwa Rakernas SJSN telah
berhasil merumuskan hal-hal penting seperti identifikasi pengaturan dan peran
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan SJSN, strategi
menuju kepesertaan semesta dan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
masa transisi. Rekomendasi ini akan digunakan untuk menyempurnaan berbagai
perangkat yang dibutuhkan untuk penerapan SJSN.
32
RINGKASAN LAPORAN
33
EXECUTIVE SUMMARY
EXECUTIVE SUMMARY
34
EXECUTIVE SUMMARY
35
EXECUTIVE SUMMARY
and policies that need to examined in administering national social security and
the national health insurance programme; 4) formulation of strategies and the
future agenda for revision of policy on the administering of national social
security, including the national health insurance programme, during the period of
transition, which will end on 18 October 2009.
36
EXECUTIVE SUMMARY
Security System following the ruling of the Constitutional Court; 4) the tasks,
functions, and roles of regional government in implementing Law No. 40/2004; 5)
the past and current (post Law No. 40/2004) policies of the Ministry of Social
Affairs, the Ministry of Health, and the Ministry of Manpower and
Transmigration regarding development of social security; 6) the experiences of
the governments of the provinces of Central Java, East Java and East Kalimantan
in administering social security programmes.
The Minister hoped that by discussing these six topics, the participants
would be able to understand the national social security system and be able to
eradicate the many negative impressions of the material and substance of Law
40/2004 on the national social security system following the ruling of the
Constitutional Court, and from there be able to create a positive common
perception and thus be able to formulate the future agenda for revising policy on
and implementing the national social security system.
The Minister also thanked GTZ and the Ministry of Health and others for
their support for this meeting. It is planned that the national meeting will be
followed by provincial level meetings on the national social security system with
participants from the districts/municipalities in 2006.
37
EXECUTIVE SUMMARY
The Coordinating Minister for People’s Welfare stressed that the National
Social Security Law is an improvement on the social security system that
currently covers only a small portion of Indonesian society – active and retired
civil servants, members of the armed forces and the police, and some private
sector workers – through the Askes, Jamsostek, Taspen and Asabri programmes.
In his speech, the Minister reiterated that the National Social Security Law
is in accordance with the mandate of the 1945 Constitution (amended), article 34,
which mandates social protection for all. Law No. 40/2004 on the National Social
Security System will be enormously beneficial for the development of human
resources and people’s welfare, and provide a legal umbrella to do away with the
fragmentation and segmentation in administration of the social security system.
38
EXECUTIVE SUMMARY
He also emphasised that time is short for preparing all the implementing
regulations for the national social security system, which must be finalised by the
end of the transition period, on 18 October 2009, and he called on all the
participants, and indeed all parties, to finalise these agendas.
The Coordinating Minister noted two key agendas that must be completed
ruing the transition period: 1) preparation of a draft regulatory instruments for
implementation of Law No. 40/2004 on the National Social Security System
following the ruling of the Constitutional Court by related departments/sectors,
and 2) revision of regulatory instruments for implementation of Law No. 40/2004
39
EXECUTIVE SUMMARY
by the Office of the Coordinating Minister for People’s Welfare by involving all
stakeholders in the production of a carefully considered legal product.
During the first session, four topics were discussed, comprising: 1) the
substance and philosophy of Law No. 40/2004 on the National Social Security
System (presentation delivered by Dr. Sulastomo, former chair of the team that
drafted the National Social Security Bill); 2) National Social Security System
Mechanisms and Institutions (delivered by Deputy Coordinating Minister for
People’s Welfare responsible for Coordination of Social Welfare, Dr. Adang
Setiana; 3) Implementation of Law No. 40/2004 on the National Social Security
System following the ruling of the Constitutional Court (presented by the Director
General of Legislation, Ministry of Law and Human Rights, A.A. Oka Mahendra,
SH); and 4) Tasks, functions and role of Regional Governments in implementing
Law No. 40/2004 following the ruling of the Constitutional Court (presented by
Head of Planning, Ministry of Home Affairs, Mr. Dodi Riyatmadji representing
the Director General of Regional Autonomy, Ministry of Home Affairs).
40
EXECUTIVE SUMMARY
Dr. Sulastomo explained the principles of the social security system and
the process of reform of the social security system in Indonesia, which began with
the introduction of Law No. 40/2004 on the National Social Security System.
The National Social Security Law is concerned with and establishes the
basic principles of the social security system to ensure administration of a national
social security system that is adequate and able to offer concrete benefits for the
improvement of people’s welfare. The national social security system that will be
developed is expected to have a direct impact on increasing economic
development and be able to prevent, by 2015, an explosion of the social time
bomb resulting from the upsurge in the number of elderly people without health
insurance or pension insurance. It is estimated that by 2025, 11% of the
Indonesian population, or around 24.5 million people, will be over the age of 60.
41
EXECUTIVE SUMMARY
42
EXECUTIVE SUMMARY
In his presentation, Dr. Adang explained the macro concepts that would be
discussed during the meeting: 1) institutions; 2) funding mechanism; and 3)
mechanism for payment of compensation.
Dr. Adang Setiana explained that the National Social Security funding
mechanism would be established by the President with the assistance of the
National Social Security Council. The funding mechanism will be further
43
EXECUTIVE SUMMARY
The ruling of the Constitutional Court on Law No. 40/2004 on the testing
of article 5 clause (1), clause (3) and clause (4) and article 52 of the National
Social Security System against the 1945 Constitution, which was read on 31
August 2005, is as follows:
1. Accepts the Petition in part, namely: 1) the claim that Article 5 clauses
(2), (3), and (4) of Law No. 40/2004 on the National Social Security System
are unconstitutional; and 2) the claim that Article 5 clauses (2), (3), and (4) of
Law No. 40/2004 on the National Social Security System are not legally
binding. The ruling of the Constitutional Court deemed that social security
administering bodies in the regions may be established by a Regional
Regulation on fulfilment of criteria concerning the National Social Security
System as governed by the National Social Security Law, namely that it is
administered based on the philosophy, aims and principles as established in
Article 2, Article 3 and Article 4 of the National Social Security Law. Norms,
44
EXECUTIVE SUMMARY
2. Rejects the Petition in part, namely, rejects the petition for testing of
Article 5 clause (1) as this article is deemed sufficient to meet the needs for
establishment of national social security administering bodies at the national
level and is deemed not to be unconstitutional. Testing of article 52 was also
rejected for reasons of filling a legal vacuum and guaranteeing legal certainty.
It was also explained that there was no significant influence over the
ruling of the Constitutional Court regarding implementation of the National Social
Security Law. The National Social Security Law fulfils the purpose of Article 34
clause 2 of the 1945 Constitution because the system chosen covers all citizens,
empowering the weak and disadvantaged in accordance with humanitarian
principles. Furthermore, it was emphasised that in itself the National Social
Security Law was a confirmation of the State’s responsibility to provide social
security as a human right, as referred to in article 28H clause (3) of the 1945
Constitution.
45
EXECUTIVE SUMMARY
immediately to provide a legal basis for the social security administering bodies.
If no Law is established before the end of the transition period, the four limited
liability companies designated as social security administering bodies will lose the
legal basis for their existence. Also emphasised was the need to accelerate the
drafting of all regulations to implement the National Social Security Law to
ensure that it can be applied effectively.
In his paper, the Director General for Regional Autonomy recapped on the
concept of decentralisation and regional autonomy adopted by Indonesia as
mandated in the 1945 Constitution. Regional autonomy in the context of the
implementation of decentralisation in Indonesia has three main features: 1)
autonomous regions do not have sovereignty; 2) decentralisation is manifested in
the form of transfer of government tasks; and 3) transfer of government tasks is
closely related to State goals, including creating a prosperous and educated
Indonesian society.
46
EXECUTIVE SUMMARY
system by the Regions within the corridor of Law No. 32/2004 on Regional
Governments requires consideration of articles 10 through 14 and article 22 letter
(h).
1. Following the repeal of article 5 clauses (2), (3) and (4) based on the ruling of
the Constitutional Court on its testing of the substance of Law No. 40/2004
issued on 31 August 2004, legislation concerning social security will have to
be adjusted and revised accordingly;
2. The spread of the idea in some districts that Law No. 24/2004 on the National
Social Security System is in contravention of article 22 letter (h) of Law No.
32/2004 on Regional Governments; Article 22 letter (h) says that Regions are
required to develop social security systems as a part of the duty to implement
regional autonomy;
3. The spread of the idea that Law No. 40/2004 on the National Social Security
System is centralistic and is contrary to the division of government tasks in
implementation of decentralization as established in articles 13, 14, and 22
letter (h) of Law No. 32/2004 on Regional Governments.
In his paper, the Director General for Regional Autonomy stressed that in
the formulation of the framework for implementing and strategies for developing
the national social security system, it would be necessary to consider and take into
account various regulations and statutes and key actions, as follows:
47
EXECUTIVE SUMMARY
1. All legal provisions that relate directly to regional autonomy must be based on
and be in line with the regulations set forth in Law No. 32/2004 (article 237,
Law No. 32/2004)
2. Government tasks that have to do with social security (health, social and
employment insurance) are government tasks that have been decentralised and
delegated to the provinces and districts/municipalities (articles 13 and 14 Law
No. 32/2004)
5. Law No. 40/2004 on the National Social Security System needs to harmonised
with Law No. 1/1995 on Limited Liability Companies and Law No. 32/2004
on Regional Governments;
6. Regional social security administering bodies may take the form of Public
Service Bodies (Government Regulation No. 23/2005 on Public Service
Bodies);
48
EXECUTIVE SUMMARY
The Director General hoped to take immediate action on the ruling of the
Constitutional Court by formulating comprehensive and effective national social
security policy and taking concrete action by involving all stakeholders and
empowering all central and regional government institutions and partners, PT
JAMSOSTEK, PT ASKES, PT TASPEN, and TP ASABRI. He stressed that
policy and strategy for further development of the national social security system
are very strategic and comprehensive options in synergising and intensifying
coordination between departments and non-departmental government agencies,
and in stepping up programme integration between central and regional
government.
49
EXECUTIVE SUMMARY
Also discussed during this session were several obstacles resulting from
the existence of regulations that could delay implementation of the national social
security system, such as the difficulty of involving regional public hospitals in the
socialization of government programmes, including the National Social Security
Law, owing to Presidential Decree No. 40/2001 on the roles and responsibilities
of health services and hospitals.
50
EXECUTIVE SUMMARY
The three papers were written by Director General for Industrial Relations
and Employee Social Security, Ministry of Manpower and Transmigration –
51
EXECUTIVE SUMMARY
Social Security Law, and preparations that have been and will be made by the
three Ministries to prepare national social security programmes in light of the
National Social Security Law.
The legal basis and regulator of the implementation of the social security
system in Indonesia differ for each societal group. It is implemented by several
administering bodies that offer different benefits and adopt different kinds of
mechanism and organisation. In other words, social security programmes as they
exists to today in Indonesia are segmented according to regulator and societal
group, and they provide segmented social security benefits.
The three Ministerial papers clearly state that all three agree that the
National Social Security Law paves the way for solving this problem. But, they
warn that finding a solution to this problem greatly depends on presidential policy
on social security channelled through the National Social Security Council.
Reform of regulations and legislation on the national social security system is a
priority agenda that must be completed in order to create a comprehensive social
security system for all.
52
EXECUTIVE SUMMARY
social security programme (Jamsostek), which is based on: 1) Law No. 3/1992
concerning Employee Social Security (Jamsostek), and 2) Government
Regulation No. 14/1992 on Implementation of the Employee Social Security
Programme.
53
EXECUTIVE SUMMARY
(ten) or more or pay wages of at least Rp 1,000,000 (one million rupiah) a month.
Contributions are pro rata. Work accident insurance, life insurance and health
insurance contributions are paid in full by the employer, while old age pension
contributions are the joint responsibility of the employer and employee.
Entering the era of the national social security system, policy of the
Ministry of Manpower and Transmigration will focus on: 1) expanding
participation in employee social security; 2) programme development, and 3)
improving services. These policies will be implemented through four
programmes: 1) study of the coverage and development of the employee social
security programme; 2) revising legislation on employee social security; 3)
drafting a Government Regulation on employee social security for the self-
employed; and 4) formulating guidelines for a social security programme for the
self-employed.
54
EXECUTIVE SUMMARY
Dr. Syafii Achmad said in his paper that the Ministry of Health has
innovated concrete measures towards achieving universal health insurance
coverage. The proportion of people protected by health insurance programmes
doubled from 20.6% (2004) to 40.5% (2005) after the Ministry of Health charged
PT ASKES with the task of managing health insurance for 60 million poor people
under the Askeskin programme. The coverage of the health insurance programme
will continue to expand to achieve the target of universal coverage, which means
that 80% of the population of each village will have the protection of health
insurance. The Ministry of Health’s long term health development agenda targets
universal coverage for 2020.
55
EXECUTIVE SUMMARY
56
EXECUTIVE SUMMARY
Ms. Lisning Sri Hastuti explained that in 2003, the Ministry of Social
Affairs developed a trial or pilot social welfare insurance scheme for self-
employed workers in the informal sectors. This programme was intended to
bridge the successes of the social assistance programme implemented by the
Ministry of Social Affairs and the social security programme. First introduced in
23 provinces, this programme will be extended to include all provinces in 2006,
with a total of 28,000 participating households.
57
EXECUTIVE SUMMARY
Ms. Lisning explained the forum that ASEKSOS is integrated with and
administered by an administering body in compliance with the Law on the
National Social Security System, and is in line with Presidential policy channelled
through the National Social Security Council.
The Director General warned in his paper that the constitutional mandate
and consideration of the National Social Security Law have yet to be fully
translated in the articles of the National Social Security Law. Implementation of
the National Social Security Law will affect only workers in the formal sector and
poor recipients of aid, while those who fall within the category of “social
undesirables” will still have to fight to be protected by the National Social
Security Law.
58
EXECUTIVE SUMMARY
59
EXECUTIVE SUMMARY
were presented by the Head of the Bureau for People’s Welfare, Mr. Ateng
Putradi (Central Java Province), representing the Provincial Secretary; Head of
the East Java Provincial Health Service, Dr. Bambang Giyanto (East Java
Province) representing the Provincial Secretary; and the Provincial Secretary for
East Kalimantan, H. Syaiful Teteng.
60
EXECUTIVE SUMMARY
is one indicator of the performance of social security – is still very low in these
three provinces. The proportion of the population of Central Java province
protected by the health insurance programme is around 41%, most of whom are
poor people (30.3% of the population). In East Java province, 28.7% of the
population are protected by the health insurance programme, of which 19% of the
population are participants of Askeskin. Data on the number of participants in
health insurance in East Kalimantan were not mentioned in the paper, but it is
estimated that the figures are much the same as in the other two provinces.
The grievances expressed by the speakers from the three provinces were
very similar: the lack of synergy in policies formulated by central government, the
lack of regulations to implement the National Social Security System, and the
lack of clarification concerning the division of tasks in the area of social security
between central government and regional governments.
61
EXECUTIVE SUMMARY
62
EXECUTIVE SUMMARY
63
EXECUTIVE SUMMARY
due regard for the principles of social security and the philosophy of
decentralisation.
1. Law No. 40/2004 concerning the National Social Security System following
the Ruling of the Constitutional Court shall form the legal umbrella for the
national social security system.
ii) mapping and harmonising all regulations and legislation related to the
administration of the National Social Security System – Law No.
64
EXECUTIVE SUMMARY
iii) defining clearly and in detail the authority of central government and
regional governments as regards developing the national social
security system in implementing regulations for Law No. 40/2004
concerning the National Social Security System and Law No. 32/2004
concerning Regional Governments;
ii) providing the legal basis for the formation of National Social Security
Administering Bodies;
65
EXECUTIVE SUMMARY
5. The Coordinating Ministry for People’s Welfare prepare budget agendas and
coordination for implementation of points 1 through 4.
66
EXECUTIVE SUMMARY
Ms. Minister for Health hoped that immediate actions must be taken for
following up the National Working Meeting, such as: 1) use the decision and
recommendation the National Working Meeting as one of references for prepare
the operationalization of the national social security system; 2) take immediate
action to disseminate Law nr. 40/2004 following the ruling of the Constitutional
Court to all stakeholders in provinces and districts in stages; 3) support the
establishement of the National Social Security Council, and 4) initiate the
operationalization of Law nr 40/2004 from social health insurance program.
67
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai tindak lanjut amanat UU Dasar 1945 pasal 28 H dan pasal 34 ayat
2. Pemerintah telah mengesyahkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional yang mengatur tata cara semua kegiatan program
Jaminan Sosial. Pemerintah juga telah berkomitmen untuk segera melaksanakan
dan mengimplementasikan UU tersebut dengan penyiapan PP dan Perpres sebagai
upaya agar setiap orang dapat segera mendapatkan jaminan sosial baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.
68
PENDAHULUAN
Tujuan
2. teridentifikasinya tugas pokok dan fungsi pemerintah pusat dan daerah dalam
penyelenggaraan jaminan sosial nasional dan jaminan kesehatan;
69
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan
Panitia Pengarah dan perumus hasil Rakernas SJSN terdiri dari 8 Institusi
Pusat dan 2 ahli jaminan sosial dan diketuai oleh Asisten Deputi Urusan Jaminan
70
PENDAHULUAN
Sosial – Drs. Sukamto. Kesepuluh anggota tim adalah Departemen Hukum dan
HAM (Qomarudin SH), Departemen Dalam Negeri (Drs. Febuadodo Hia, Msi),
Departemen Kesehatan (Ir. Alwi Alhabsy MPH), Departemen Sosial (Lisning Sri
Hastuti, SH), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Ir. Tianggur Sinaga
MA), Kantor Wakil Presiden (Dr. Atiffah Thaha), ahli jaminan sosial (Dr.
Sulastomo dan Prof. Dr. Hasbullah Thabrany).
Rapat Kerja ini dihadiri oleh 150 peserta yang mewakili berbagai insitusi
Pemerintah dan non Pemerintah. I5 institusi Pemerintah Pusat menghadiri
pertemuan ini (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Sekertariat
Wakil Presiden, Sekertariat Negara, Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar
Negeri, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Departemen Keuangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara, Departemen
Pertahanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional dan Badan Pusat Statistik). Institusi daerah dari 33
propinsi diwakili oleh DPRD Ketua Komisi Kesejahteraan Rakyat, Sekretaris
Daerah Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Institusi non Pemerintah
71
PENDAHULUAN
Dialog kebijakan SJSN selama dua hari dibagi atas 3 sesi meliputi sesi
informatif, diskusi kelompok, dan perumusan kesepakatan dan agenda tindak
lanjut. Informasi-informasi yang disampaikan pada sesi informatif mencakup 3
topik utama yaitu:
72
PENDAHULUAN
73
SAMBUTAN Deputy Country Director
GTZ for Indonesia dan Timor Leste
Ada statu cerita yang disampaikan dalam sambutan GTZ pada pembukaan
Konferensi Internasional di Berlin pada bulan Desember yang lalu. Cerita nyata
ini berasal dari Afrika, tetapi dapat saja banyak terjadi di Indonesia. Seorang
kepala keluarga yang masih muda harus dioperasi karena penyakit usus buntunya.
Setelah mempertimbangkan cukup lama, akhirnya keluarga bersedia untuk
menjual sapi satu-satunya untuk dapat membiayai operasi itu. Karena kebutuhan
yang mendesak ini, sapi ini dijual jauh di bawah harga pasar. Dengan uang yang
ada, keluarga segera datang ke rumah sakit. Tetapi apa daya semuanya sudah
74
SAMBUTAN DEPUTY DIRECTOR GTZ INDONESIA
terlambat, usus buntu sudah pecah dan pasien telah meninggal. Yang tertinggal
adalah sebuah keluarga tanpa kepala keluarga dan alat produktif. Yang
bertambah adalah penduduk miskin dan tidak produktif di negara itu.
Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi apabila kita mempunyai suatu sistim
asuransi kesehatan yang memadai. Jadi jeals terlihat di sini bahwa suransi
kesehatan juga akan sangat membantu tercapainya Millenium Development Goal
(MDG) yaitu mengurangi kemiskinan (MDG1), tingkat kematian bayi (MDG 4),
termasuk kesehatan ibu yang melahirkan (MDG 5).
M. Riza Tadjoedin
75
Arahan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Yth : Saudara Menteri Kesehatan;
Saudara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
Saudara Menteri Sosial;
Saudara Menteri Negara BUMN;
Saudara - Saudara Pimpinan DPRD Propinsi;
Saudara - Saudara Sekretaris Daerah Propinsi;
Saudara - Saudara Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
Hadirin dan Undangan peserta Rakornas SJSN
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat IIlahi Rabi atas perkenanNya
pada hari ini dapat bersama-sama melaksanakan pertemuan dalam rangka Rapat
Kerja Nasional Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN merupakan salah
satu upaya pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, karenanya
pertemuan ini saya anggap sangat penting untuk merumuskan prioritas yang harus
segera kita tindaklanjuti secara bersama-sama.
76
ARAHAN MENKO KESRA
Dalam sistem jaminan sosial yang berlaku universal, setiap orang yang
mempunyai penghasilan wajib mengiur. Kewajiban mengiur tidak saja berlaku
bagi mereka yang bekerja tetapi juga bagi pemberi kerja atau majikan. Iuran
tentunya bukan merupakan suatu beban, tetapi sebagai bagian dari investasi dalam
77
ARAHAN MENKO KESRA
78
ARAHAN MENKO KESRA
tahun 2004 tentang SJSN karena kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar untuk memungkinkan penduduk yang sakit dapat terobati sehingga
mereka mampu bekerja untuk menghidupi keluarganya.
79
ARAHAN MENKO KESRA
80
ARAHAN MENKO KESRA
Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat,
ttd
Aburizal Bakrie
81
MEKANISME DAN KELEMBAGAAN SJSN
SISTIM JAMINANAN SOSIAL NASIONAL:
POKOK-POKOK PIKIRAN
82
MEKANISME DAN KELEMBAGAAN SJSN
83
MEKANISME DAN KELEMBAGAAN SJSN
Mekanisme pendanaan
Masalah pendanaan, akan menempati peran yang sangat besar didalam
menjamin kelangsungan hidup program. Sebagaimana lazimnya penyelenggaraan
suatu program, setiap tahun berjalan akan dimulai dengan penyusunan rencana
anggaran dan pendapatan yang disusun dengan mekanisme sebagai berikut :
84
MEKANISME DAN KELEMBAGAAN SJSN
85
MEKANISME DAN KELEMBAGAAN SJSN
Deputi
Bidang Koordinasi Kesejahteraan Sosial
ttd
Adang Setiana
86
RINGKASAN MAKALAH
Dr Sulastomo, MPH adalah pakar sistem jaminan sosial dan mantan ketua
kelompok kerja nasional penyusunan Rancangan UU SJSN. Pada Rakernas ini,
Dr. Sulastomo mengulas prinsip-prinsip sistem jaminan sosial dan proses
reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia yang dimulai dengan penerbitan UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Program jaminan sosial bukanlah hal baru
di Indonesia. Saat ini program jaminan sosial baru memberikan manfaat yang
sangat terbatas, belum menjangkau seluruh penduduk yang terbatas pada pegawai
negeri sipil dan sebagian pegawai swasta, dan pengelolaan dilakukan oleh 4 badan
penyelenggara, PT ASKES, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI dan PT TASPEN,
dengan regulasi yang beragam.
87
RINGKASAN MAKALAH
88
RINGKASAN MAKALAH
89
RINGKASAN MAKALAH
90
RINGKASAN MAKALAH
91
RINGKASAN MAKALAH
92
RINGKASAN MAKALAH
jaminan sosial sebagai sub-sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan urusan
yang diturunkan dari ketentuan pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD Negara RI Tahun
1945. Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pembentukan BPJS
tingkat daerah dapat dibentuk dengan peraturan daerah dengan memenuhi
ketentuan SJSN sebagaimana diatur dalam UU SJSN.
93
RINGKASAN MAKALAH
94
RINGKASAN MAKALAH
95
RINGKASAN MAKALAH
96
RINGKASAN MAKALAH
97
RINGKASAN MAKALAH
98
RINGKASAN MAKALAH
99
RINGKASAN MAKALAH
100
RINGKASAN MAKALAH
1. Penghapusan pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) sebagai putusan Mahkamah
Konstitusi atas uji materi UU Nomor 40 Tahun 2004 tanggal 31 Agustus
2005 memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan peraturan
perundangan yang terkait dengan jaminan sosial;
101
RINGKASAN MAKALAH
102
RINGKASAN MAKALAH
iii) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang
dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan
103
RINGKASAN MAKALAH
104
RINGKASAN MAKALAH
Dasar hukum dari program jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia saat
ini sebelum diberlakukannya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah 1)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) dan 2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
105
RINGKASAN MAKALAH
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang
atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
Amanat pasal 4 ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 yang mengatur penyelenggaraan program jaminan sosial
tenaga kerja bagi tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja formal.
Amanat pasal 4 ayat (2) belum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
106
RINGKASAN MAKALAH
107
RINGKASAN MAKALAH
108
RINGKASAN MAKALAH
109
RINGKASAN MAKALAH
pasal 28H dan pasal 34; 2) UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 1
butir (15), pasal 5 dan pasal 66; 3) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan
4) TAP MPR Nomor 1V Tahun 2004. Pengakuan Negara terhadap kesehatan
sebagai hak asasi manusia sesuai pula dengan Konvensi WHO. Selama 3 dekade,
pembangunan kesehatan telah berhasil memperbaiki derajat kesehatan masyarakat
namun hasil yang dicapai masih sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-
negara tentangga di kawasan Asia Tenggara.
110
RINGKASAN MAKALAH
111
RINGKASAN MAKALAH
112
RINGKASAN MAKALAH
113
RINGKASAN MAKALAH
114
RINGKASAN MAKALAH
Makalah disampaikan oleh Ibu Lisning Sri Hastuti, SH. mewakili Direktur
Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial. Isi makalah
dititikberatkan pada kebijakan pengembangan asuransi kesehatan sosial
(ASKESOS) bagi pekerja mandiri pada sektor informal sebelum diberlakukannya
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan kelanjutan program di era SJSN.
115
RINGKASAN MAKALAH
Ibu Lisning Sri Hastuti menjelaskan bahwa sejak Tahun 2003 Departemen
Sosial telah mengembangkan ujicoba atau rintisan asuransi kesehatan sosial
116
RINGKASAN MAKALAH
(ASKESOS) kepada pekerja mandiri pada sektor informal. Program ini dimulai
di 23 propinsi yang kemudian dikembangkan di seluruh propinsi pada tahun 2006
dengan jumlah peserta 10.400 KK (2003), 19.400 KK (2004), 13.400 KK (2005)
dan 28.000 KK (2006).
117
RINGKASAN MAKALAH
118
RINGKASAN MAKALAH
119
RINGKASAN MAKALAH
Penduduk Propinsi Jawa Tengah pada Tahun 2005 adalah 32,4 juta jiwa
dengan jumlah penduduk miskin sebesar 11,1 juta jiwa (34,21%). 10,9 juta jiwa
penduduk miskin terlindungi program Askeskin, sementara penduduk non-miskin
yang terlindungi program jaminan kesehatan sangat rendah yaitu hanya sekitar 2,5
juta jiwa (11,19% penduduk non-miskin). Secara keseluruhan, sekitar 41,5%
penduduk Propinsi Jawa Tengah telah terlindungi program jaminan kesehatan.
Hingga akhir Tahun 2005, kartu program Askeskin telah didistribusikan kepada
92,3% penduduk miskin dan masyarakat miskin peserta program Askeskin telah
dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dijaminkan.
120
RINGKASAN MAKALAH
121
RINGKASAN MAKALAH
122
RINGKASAN MAKALAH
123
RINGKASAN MAKALAH
124
RINGKASAN MAKALAH
Urusan, tugas dan fungsi Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur dalam
mengembangkan program jaminan kesehatan khususnya JPKM telah diatur
dengan jelas di dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 37 Tahun
2000. Peraturan Daerah tersebut mengatur bahwa Dinas Kesehatan Propinsi
bertugas menyusun rencana, menjabarkan pedoman dan melakukan pembinaan,
pemantauan, pengendalian, pengawasan dan penyelenggaraan program JPKM
serta melaksanakan akreditasi Bapel JPKM dan penyelenggara pelayanan
kesehatan.
125
RINGKASAN MAKALAH
3. membayar iuran program jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang
yg tidak mampu;
126
RINGKASAN MAKALAH
127
RINGKASAN MAKALAH
128
RINGKASAN MAKALAH
129
RINGKASAN MAKALAH
130
REKOMENDASI
RENCANA TINDAK LANJUT
Rekomendasi:
RencanaTindak Lanjut:
131
REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
132
REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
133
PENUTUP
134
PENUTUP
mendesak dan menjadi tahapan pertama untuk dilaksanakan sesuai dengan amanat
yang tertuang di dalam undang undang.
Saudara-saudara sekalian,
Rakernas ini telah berhasil merumuskan hal-hal penting seperti identifikasi
pengaturan dan peran pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam
pelaksanaan SJSN, , strategi menuju kepesertaan semesta dan langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam masa transisi. Rekomendasi ini akan digunakan untuk
menyempurnaan berbagai perangkat yang dibutuhkan untuk penerapan SJSN.
Beberapa hal yang diharapkan dapat dilaksanakan sebagi langkah kongkrit ke
depan antara lain :
1. Agar keputusan dan kesimpulan Rakernas SJSN dapat menjadi salah satu
acuan dalam rangka persiapan pelaksanaan SJSN ke depan.
135
PENUTUP
Kepada semua pihak yang telah membantu kesuksesan acara ini saya
ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.Akhirnya kepada
peserta daerah yang merupakan representatif DPRD, Sekretaris Daerah dan
Dinkes Provinsi yang hadir pada Rakernas ini, saya ucapkan selamat jalan dan
selamat bertugas ke tempat masing-masing.
ttd
136
LAMPIRAN 1
PENYELENGGARAAN
Kerangka Acuan
Jadual
Daftar Peserta
137
PENYELENGGARAAN
KERANGKA ACUAN
1. Latar Belakang
Sebagai tindak lanjut amanat UU Dasar 1945 pasal 28 H dan pasal 34 ayat
2. Pemerintah telah mengesyahkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional yang mengatur tata cara semua kegiatan program
Jaminan Sosial. Pemerintah juga telah berkomitmen untuk segera melaksanakan
dan mengimplementasikan UU tersebut dengan penyiapan PP dan Perpres
sebagai upaya agar setiap orang dapat segera mendapatkan jaminan sosial baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.
138
PENYELENGGARAAN
2. Tujuan
Umum
Untuk menyamakan persepsi antar pelaksana program jaminan sosial khususnya
jaminan kesehatan baik di pusat maupun daerah agar dalam mengembangkan
dan melaksanakan program jaminan sosial tidak menyimpang dari pedoman dan
tata cara yang diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2004.
Khusus
5. Presentasi Materi
139
PENYELENGGARAAN
6. Peserta
140
PENYELENGGARAAN
7. Pelaksanaan
Kegiatan rapat Kerja Nasional Sistim Jaminan Sosial Nasional dan Program
Jaminan Kesehatan Sosial dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 15-16 Maret 2006 di Hotel Arya Duta, Jl.
Prapatan 44-48, Jakarta.
8. Anggaran
Kegiatan ini dibiayai dengan anggaran dana bantuan GTZ bekerjasama dengan
pemerintah Indonesia.
Deputi Koordinasi
Bidang Kesejahteraan Sosial
ttd
141
PENYELENGGARAAN
142
PENYELENGGARAAN
Daerah
Sekretaris Daerah
3. Penyelenggaraan Jaminan Sosial berdasarkan Prop. Kaltim
UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional oleh Pemda Kaltim
143
PENYELENGGARAAN
DAFTAR PESERTA
A. PEMERINTAH PUSAT
5 Dr. Risman Musa, MA, Deputi Koordinasi Bidang Agama, Budaya dan
Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat
6 Drs. Arifin Badri, MDS Staf ahli Menko kesra Bid Kependudukan dan
Tenaga kerja Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat
8 Drs. Djoharis Lubis, MSc Staf Ahli Menko Kesra Bid Otda dan PDT
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat
144
PENYELENGGARAAN
145
PENYELENGGARAAN
146
PENYELENGGARAAN
147
PENYELENGGARAAN
B. PEMERINTAH DAERAH
148
PENYELENGGARAAN
149
PENYELENGGARAAN
150
PENYELENGGARAAN
7 A. Muhtarom PT Taspen
11 Tabrie PT Asabri
D. SERIKAT PEKERJA
E. LEMBAGA INTERNASIONAL
151
PENYELENGGARAAN
F. AHLI SJSN
152
LAMPIRAN 2
NASKAH LENGKAP
153
NASKAH LENGKAP
154
NASKAH LENGKAP
Menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), (4) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4456) tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat;
PERTIMBANGAN HUKUM
155
NASKAH LENGKAP
156
NASKAH LENGKAP
DITOLAK SEBAGIAN
157
NASKAH LENGKAP
EKSISTENSI 4 PERSERO
158
NASKAH LENGKAP
Namun demikian perlu diperhatikan ketentuan ayat (2) Pasal tersebut yang
menentukan bahwa semua ketentuan yang mengatur mengenai badan
penyelenggara jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang
diundangkan. Artinya penyesuaian ketentuan yang mengatur keempat Persero
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud Pasal 52 ayat (1)
Undang-Undang harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 19
Oktober 2009. Lebih cepat tentu lebih baik, demi kepastian hukum. Untuk itu
dari sekarang perlu diambil langkah-langkah sistematis, terarah dan terpadu untuk
menyusun Undang-Undang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jika terlambat boleh jadi keempat Persero yang
telah lama melayani publik akan kehilangan dasar hukum eksistensinya.
159
NASKAH LENGKAP
160
NASKAH LENGKAP
memadai kepada peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak
peserta.
Direktur Jenderal
Peraturan Perundang-Undangan
ttd
A.A. Oka Mahendra, SH
161
NASKAH LENGKAP
MAKALAH
162
NASKAH LENGKAP
163
NASKAH LENGKAP
164
NASKAH LENGKAP
pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan Provinsi kepada
Kabupaten/Kota dan Desa serta penugasan Kabupaten/Kota kepada Desa.
165
NASKAH LENGKAP
7. Perhubungan
8. Lingkungan hidup
9. Pertanahan
10. Kependudukan dan Catatan Sipil
11. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
12. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
13. Sosial
14. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
15. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
16. Penanaman Modal
17. Kebudayaan dan Pariwisata
18. Pemuda dan Olah Raga
19. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
20. Pemerintahan Umum dan Kepegawaian
21. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
22. Statistik
23. Arsip
24. Komunikasi dan Informatika
25. Pertanian
26. Kehutanan
27. Energi dan Sumber Daya Mineral
28. Kelautan dan Perikanan
29. Perdagangan
30. Perindustrian.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah,
Pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan
166
NASKAH LENGKAP
167
NASKAH LENGKAP
lebih cepat, tepat, murah, hasil dan manfaat lebih besar dan luas serta
memiliki resiko minimal.
168
NASKAH LENGKAP
169
NASKAH LENGKAP
170
NASKAH LENGKAP
171
NASKAH LENGKAP
172
NASKAH LENGKAP
173
NASKAH LENGKAP
174
NASKAH LENGKAP
175
NASKAH LENGKAP
176
NASKAH LENGKAP
177
NASKAH LENGKAP
KAUSAR AS
178
NASKAH LENGKAP
tentang
Ada prinsip – prinsip yang menjadi ciri setiap program jaminan sosial.
Pertama, bahwa program jaminan sosial itu tumbuh dan berkembang sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi sebuah Negara. Kedua, ada peran peserta untuk
ikut membiayai program jaminan sosial, melalui mekanisme asuransi , baik sosial
/ komersial atau tabungan ketiga, dimulai dari kelompok formal, non – formal
dan baru kelompok masyarakat mandiri keempat, kepesertaan yang bersifat
wajib, sehingga hukum “ the law of large numbers cepat terpenuhi, kelima, peran
Negara yang besar dan keenam bersifat “ not for profit” dan ketujuh , ternyata
merupakan instrumen mobilisasi dana masyarakat yang besar, sehingga mampu
179
NASKAH LENGKAP
Peran Negara, tidak hanya dalam bentuk regulasi, tetapi juga sebagai
penyelenggara, pemberi kerja yang harus ikut membayar iuran, dan bahkan juga
sebagai penanggung – jawab kelangsungan hidup program jaminan sosial,
termasuk memberi subsidi, apabila diperlukan. Bagi masyarakat yang tidak
mampu membayar iuran program jaminan sosial, negara dapat
menyelenggarakan program bantuan sosial ( social assistance ) atau pelayanan
sosial ( social services ), yang penyelengaraannya dapat “ dititipkan” pada
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
180
NASKAH LENGKAP
181
NASKAH LENGKAP
182
NASKAH LENGKAP
1. Jaminan Kesehatan.
2. Jaminan Kecelakaan Kerja.
3. Jaminan Hari Tua.
4. Jaminan Pensiun
5. Jaminan Kematian.
Semula, juga dirancang Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja. Namun,
karena kita baru menerbitkan UU no 13/2003, dimana masalah pesangon berhenti
beekrja tertampung, maka rancangan itu dibatalkan.
183
NASKAH LENGKAP
Jaminan Kesehatan ( JK ).
184
NASKAH LENGKAP
Besarnya uang tunai yang diterima dan hak ahli waris akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
185
NASKAH LENGKAP
Sebagian nanfaat jaminan hari tua dapat diterima oleh peserta setelah
kepesertaan berlangusng 10 tahun, yang dalam hal ini akan diatur kemudian
dengan perturan pemerintah.
Manfaat Jaminan Hari Tua adalah seluruh akumulasi dana yang telah
disetor ditambah hasil pengembangan dana tersebut. Apabila peserta meniggal
dunia, ahli waris peserta berhak menerima manfaat jaminan hari tua.
Jaminan Pensiun ( JP ) .
186
NASKAH LENGKAP
Jaminan Kematian
187
NASKAH LENGKAP
Dampak SJSN, apabila dapat diselenggara dengan baik, sudah tentu akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Lima program jaminan sosial
sebagaimana termaktub dalam UU No 40/2004, selain akan memberikan proteksi
sosial yang lebih besar juga akan mencegah kemungkinan ledakan sosial ditahun
2015, ketika sekitar 20 juta manusia usia lanjut ( diatas 60 tahun ) tidak memiliki
jaminan pensiun dan jaminan kesehatan. Pada saat itu, penduduk Indonesia yang
berusia diatas 60 tahun merupakan 11 % penduduk Indonesia, yang jumlahnya
sekitar 24,5 juta. Sebagian besar dari lansia itu, dalam sistem Jaminan Sosial
yang berlaku sekarang , tidak akan memiliki JK dan JP, oleh karena program
Jamsostek tidak mencakup kedua program itu.
Selain dari itu, SJSN juga akan berperan secara tidak langsung pada
peningkatan kesejahteraan rakyat, melalui dampak tidak langsung dari akumulasi
dana jaminan sosial. SJSN, selain sebuah program kesejahteraan sosial, pada
dasarnya juga merupakan instrumen mobilisasi dana masyarakat yang mampu
membentuk tabungah nasional yang besar, melalui mekansime asuransi sosial dan
tabungan wajib. Diprojeksikan, bahwa besarnya tabungan nasional itu dapat
mencapai Rp 1000 trilyun, apabila dalam kurun waktu 10 tahun, peserta program
188
NASKAH LENGKAP
189
NASKAH LENGKAP
Penutup.
Telah dibicarakan berbagai permasalahan SJSN dan antisipasi dampak
SJSN pada pembangunan bangsa secara keseluruhan. Dapat dikatakan, melalui
190
NASKAH LENGKAP
Semoga bermanfaat.
191
LAMPIRAN 3
192
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
KELOMPOK I
TOPIK : IDENTIFIKASI PERATURAN SJSN
193
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
194
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
KELOMPOK II
TOPIK : IDENTIFIKASI PERAN PUSAT DAN DAERAH DALAM
PENYELENGGARAAN DAN PENGEMBANGAN SJSN
PEMBUKA
• Peran Negara: Sebagai Penyelenggara, sebagai penanggung jawab program Jaminan
Sosial
• Landasan: UU 40/2004 sebagai prinsip dan azas dalam Jaminan Sosial, namun dalam
pelaksanaannya adalah UU No.32/2004.
- Perlu ada kejelasan peran pusat dan daerah
- Daerah diberikewenangan perluasan kepesertaan…formal, informal, dan
penduduk miskin
- Dari 5 program JS, baru sebagian daerah menyelengarakan jaminan
kesehatan bagi sebagian penduduk
PENUTUP
1. 1.Perlu dilakukan sosialisasi ke daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota)
2. Mempercepat terbitnya PP, Pepres UU SJSN
3. Dalam penyusunan PP dan Perpres agar supaya Daerah diiukt sertakan
/perwakilan
195
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
KELOMPOK III
TOPIK : STRATEGI KEPESERTAAN SEMESTA
Universal Coverage :
• Minimum 80 % penduduk secara nasional tahun 2015
• Dicapai secara bertahap :
- Askeskin, PN, Pensiun, Veteran, dll tahun 2005 (40 %)
- Sektor formal tahun 2009 (60 %)
- Sektor informal tahun 2015 (MDGs) (80 %)
• Disesuaikan dengan resources daerah
STRATEGI UMUM
1. Pembentukan DJSN
2. Pembentukan PP dan regulasi yang dibutuhkan (Prioritas : yang mengatur tentang
kepesertaan, premi dan benefit package)
3. Perlunya sosialisasi mengenai UU no.40 thn 2004, segera setelah pembentukan
DJSN dan PP disahkan
4. Perlunya dibentuk tim sosialisasi yang terlatih
5. Perlu dibangun dan dimantapkan prasarana dan sarana utk mendukung SJSN
khususnya Provider
6. Mendorong peran daerah untuk mempercepat cakupan
STRATEGI KHUSUS
1. ASKESKIN
a. Legal aspect pendanaan
b. Update data peserta (single ID)
c. Penyempurnaan dan peningkatan
pengelolaan askeskin
2. SEKTOR FORMAL
a. Law enforcement dari PP kepesertaan
196
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
b. Optimalisasi pengawasan
3. SEKTOR INFORMAL
a. Percontohan dengan pendekatankewilayahan
b. Replikasi hasil pecontohan
PERAN KEMITRAAN
Perlu digalang kerjasama dengan mitra lokal, nasional, internasional : LSM,
Perguruan tinggi, organisasi profesi, swasta, Serikat Pekerja / Serikat Buruh, KADIN,
APINDO, Bank Dunia, WHO, GTZ, dll
KELOMPOK IV
TOPIK : LANGKAH-LANGKAH YANG PERLU DILAKUKAN DALAM MASA
TRANSISI S/D 2009
1. DJSN
Perlu dipercepat proses pembentukan DJSN, paling lambat sampai dengan 2006.
4. BPJS:
1. Pembentukan BPJS yang ada (Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes) dengan UU.
2. Menkokesra memfasilitasi pembentukan BPJS dengan UU untuk masuk dalam
Prolegnas.
3. Sinkronisasi diantara BPJS tersebut
197
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
198