Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH HUKUM BISNIS

KESELAMATAN KERJA DI PERUSAHAAN

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Tri Sudarwanto, S.Pd., MSM

DISUSUN OLEH:
Kelompok 2 :
1. Irma Laili Fajriyah 17080304007
2. Novita Aprilia 17080304021
3. Eva Mardian Ningsih 17080304025
4. Mareta Nurrindar 17080304031
5. Aliffia Nuraini W. 17080304037
6. Dwi Rahma Lestari 17080304051
7. Nur Afni K. 17080304059
8. Masrotin 17080304067
9. Nutia Feby Hanes P. 17080304077
10. Fania Riski Felani 17080304087

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AKUNTANSI


JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
makalah Keselamatan Kerja di Perusahaan dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dalam membuat
makalah dengan baik dan benar.

Tentunya ada banyak hal yang ingin kami sampaikan dan berikan kepada rekan maupun
pihak-pihak lain melalui makalah ini. Karena itu, semoga makalah ini dapat membawa banyak
manfaat untuk kita semua.

Tim penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, tim penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini.

Surabaya, 24 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 5
BAB 2 ..................................................................................................................................................... 6
KAJIAN TEORI ................................................................................................................................. 6
BAB 3 ..................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 7
3.1 Pengertian Keselamatan Kerja ........................................................................................... 7
3.2 Tujuan Program Keselamatan Kerja ................................................................................... 7
3.3 Dasar Hukum Keselamatan Kerja ....................................................................................... 8
3.4 Istilah dalam Wajib Lpor Ketenagakerjaan....................................................................... 10
3.5 Ketentuan Umum Wajib Lapor Ketenaga Kerjaan ........................................................... 10
3.6 Sangsi Hukum Wajib Lapor Ketenagakerjaan .................................................................. 11
3.7 Ketentuan Umum Peraturan Keselamatan Kerja .............................................................. 13
3.8 Syarat-Syarat Keselamatan Kerja (SKK) .......................................................................... 16
3.9 Pengawasan dan Pembinaan ............................................................................................. 18
3.10 Hak dan kewajiban tenaga kerja ....................................................................................... 19
3.11 JAMSOSTEK (Jaminan Umum Tenaga Kerja) ................................................................ 20
3.12 Sangsi Jaminan sosial tenaga kerja ................................................................................... 27
BAB 4 ................................................................................................................................................... 30
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 31
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk memenuhi kebutuhannya setiap orang membutuhkan pekerjaan, dan
dalam melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami kecelakaan dalam bekerja tidak
hanya berdampak pada diri, tapi juga keluarga dan lingkungannya. Pelaksanaan
keselamatan kerja digunakan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Dengan mengetahui komponen keselamatan kerja khususnya yang telah
diatur oleh pemerintah Indonesia, dalam rangka untuk mengurangi angka kecelakaan
kerja yang tergolong masih rendah. Pada tahun 2005 Indonesia di bawah Singapura,
Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan
peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah
juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Melihat Laporan Ditjen PPK&K3 tahun 2014, WLKP di Indonesia baru
disampaikan oleh 274.791 perusahaan, terdiri atas 186.405 perusahaan kecil, 56.983
perusahaan sedang, dan 31.403 perusahaan besar. Sementara itu, pada tahun yang sama
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perusahaan di Indonesia berjumlah 3.528.808
perusahaan, terdiri atas 23.744 perusahaan industri besar, 284.501 perusahaan kecil,
dan 3.220.563 perusahaan mikro. Jika saat ini wajib lapor ketenagakerjaan perusahaan
baru dilaksanakan oleh sebanyak 274.791 perusahaan atau 7,8 % dari 3.528.808
perusahaan di seluruh Indonesia.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah
dengan menerapkan maka sistem online WLKP yang lebih mudah dan murah, sehingga
diharapkan perusahaan yang mendaftarkan ketenagakerjaannya meningkat secara
signifikan, dan dapat meningkatkan tingkat keselamatan kerja di Indonesia. Usaha-
usaha yaang dilakukan pemerintah tidak akan membuahkan apa-apa, jika tidak diikuti
oleh kesadaran dari masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan keselamatan kerja?
2. Apa saja ketentuan umum, persyaratan, serta sanksi hukum dalam keselamatan
kerja?
3. Apa yang dimaksud dengan JAMSOSTEK?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian, dasar hukum serta tujuan program keselamatan kerja
2. Mengetahui ketentuan umum, persyaratan, dan sanksi hukum dalam keselamatan
kerja
3. Mengetahui definisi, ketentuan, hingga program JAMSOSTEK
BAB 2
KAJIAN TEORI

Pengertian Keselamatan Kerja Menurut Para Ahli

 Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
 Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
 Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas
dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang
kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
 Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan
pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas
emosi secara umum.
 Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
 Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerjamenunjukkan
kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan
oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Keselamatan Kerja

Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari


luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko
keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang,
kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering
disebut dengan safety saja, oleh American Society of Safety Engineers(ASSE) diartikan
sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang
ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi diartikan
sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya
serta hasil karya dan budayanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan kerja adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk menjamin
keadaan, keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja (baik jasmaniah maupun rohaniah),
beserta hasil karya dan alat-alat kerjanya ditempat kerja. Usaha-usaha tersebut harus
dilaksanakan oleh semua unsur yang terlibat dalam proses kerja, yaitu pekerja itu
sendiri, pengawas atau kepala kelompok kerja, perusahaan, pemerintah, dan
masyarakat pada umumnya. Tanpa ada kerja sama yang baik dari semua unsur
tersebut tujuan keselamatan kerja tidak mungkin dapat dicapai secara maksimal.

3.2 Tujuan Program Keselamatan Kerja


Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim
yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan
penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama
(2006), tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah:
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan perusahaan
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
3. Menghemat biaya premi asuransi
4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada
karyawannya

3.3 Dasar Hukum Keselamatan Kerja

Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang-


undang Tentang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada
tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang
Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang
merupakan bukti tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam
perusahaan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan
bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung
jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi
terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan
hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para
karyawan juga harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan
bersama.
Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan
hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan
pijakan yang jelas mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan.
Ketentuan umum tentang keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja
yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan
getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahayakecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak
untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Sedangkan ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa “untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja.” (ayat 2), “Perlindungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.” (ayat 3). Dalam Pasal 87 juga dijelaskan bahwa
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen.
3.4 Istilah dalam Wajib Lpor Ketenagakerjaan
1. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan buruh dengan tujuan
mencari keuntungan atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
2. Pengusaha adalah orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan
sesuatu perusahaan milik sendiri, berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya, atau perusahaan Indonesia yang berkedudukan di luar Indonesia.
3. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin suatu perusahaan.
4. Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dengan menerima upah.
5. Mendirikan perusahaan adalah sejak perusahaan itu melakukan kegiatan fisik
perusahaan dan atau memperol eh izin;
6. Menghentikan perusahaan adalah menghentikan kegiatan usaha perusahaan tidak
lebih dari satu tahun akan tetapi bukan bermaksud untuk membubarkan baik
karena kemauan sendiri maupun menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
7. Menjalankan kembali perusahaan adalah mulai menjalankan kembali kegiatan
perusahaan setelah dihentikan sebelumnya;
8. Memindahkan perusahaan adalah memindahkan tempat kedudukan dan atau
lokasi perusahaan, atau mengalihkan pemiliknya;
9. Membubarkan perusahaan adalah menghentikan kegiatan perusahaan untuk
selama-lamanya;
10. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenaga kerjaan.

3.5 Ketentuan Umum Wajib Lapor Ketenaga Kerjaan


Kewajiban melaporkan dan syarat-syaratnya:
1. Setiap pengurus/pengusaha pada perusahaan pusat dan cabang atau bagian yang
berdiri sendiri dari perusahaan itu wajib melaporkan secara tertulis dalam usaha
mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan, membubarkan
perusahaan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2. Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau
pejabat
yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan.
3. Laporan secara tertulis memuat keterangan sebagai berikut:
a. Identitas perusahaan
b. Hubungan ketenagakerjaan
c. Perlindungan tenaga kerja
d. Kesempatan kerja
4. Setelah menyampaikan laporan, pengusaha atau pengurus wajib melaporkan
setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
5. Laporan setiap tahun secara tertulis ditujukan kepada menteri selambat-lambatnya
dalam waktu 30 hari sebelum memindahkan, menghentikan, atau membubarkan
perusahaan. Laporan secara tertulis ini memuat keterangan sebagai berikut:
a. Nama dan alamat perusahaan
b. Nama dan alamat pengusaha
c. Nama dan alamat pengurus perusahaan
d. Tanggal memindahkan, menghentikan, atau membubarkan perusahaan
e. Alasan-alasan pemindahan, penghentian, atau pembubaran perusahaan
f. Kewajiban-kewajiban yang telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya,
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja,
perjanjian perburuhan, dan kebiasaan yang berlaku
g. Jumlah buruh yang akan diberhentikan

3.6 Sangsi Hukum Wajib Lapor Ketenagakerjaan


Dasar hukum diberlakukannya WLK adalah Undang Undang No.7 Tahun 1981
Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. Ketentuan dalam Undang-
undang tersebut mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus untuk melaporkan secara
tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau
membubarkan perusahaan kepada menteri atau pejabat yang berwenang. Demi
terlaksananya semua rencana pemerintah diatas, diperlukan adanya sanksi yang
bertujuan untuk menertibkan para pelaksana kebijakan. Salah satunya diatur di dalam:

Pasal 10

(1). Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1)
dan Pasal 13 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- .(satu juta rupiah).
(2). Dalam pengulangan pelanggaran untuk kedua kali atau lebih setelah putusan
yang terakhir tidak dapat diubah lagi, maka pelanggaran tersebut hanya
dijatuhkan pidana kurungan.
(3). sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelanggaran.

Pasal 11

(1). Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan oleh suatu
persekutuan atau suatu badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan dan
pidana dijatuhkan terhadap pengurus dari persekutuan atau pengurus badan
hukum itu.
(2). Ketentuan ayat (1) berlaku pula terhadap persekutuan atau badan hukum lain
yang bertindak sebagai pengurus dari suatu persekutuan atau badan hukum lain
itu.
(3). Jika pengusaha atau pengurus perusahaan sebagaimana disebut dalam ayat (1)
dan ayat (2) berkedudukan di luar wilayah Indonesia, maka tuntutan pidana
dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap wakilnya di Indonesia.

Pasal 12

Selain dari pegawai penyidik umum, maka kepada pegawai pengawas perburuhan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan
berlakunya undang-undang pengawasan perburuhan Nomor 23 Tahun 1948, diberikan
juga wewenang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran terhadap ketentuan
dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya

Dalam ayat diatas menjelaskan, adanya sanksi berupa kurungan maksimal 3


(tiga) bulan atau denda maksimal Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) apabila sebuah badan
usaha tidak melakukan kewajibannya melaporkan data-data perusahaan, baik itu setelah
berdiri maupun perpanjangan setiap tahunnya, pelaporan tersebut dilakukan selambat-
lambatnya 30 hari sebelum memindahkan, menghentikan atau membubarkan
perusahaan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

3.7 Ketentuan Umum Peraturan Keselamatan Kerja


Dasar Hukum  UU No. 1 / 1970 : "Peraturan Keselamatan Kerja"

Istilah Khusus

1) "Tempat Kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
sebagaimana diperinci dalam pasal 2; Termasuk Tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian
atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;

2) "Pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu


tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

3) "Pengusaha" ialah :

a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri
dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja;
c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada (a) dan (b), jika kalau yang mewakili
berkedudukan di luar Indonesia.

4) "Direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-undang ini.

5) "Pegawai Pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen


Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

6) "Ahli Keselamatan Kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari Luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
mengawasi ditaatinya Undangundang ini.

Ruang Lingkup

1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia;

2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di


mana :

a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,


peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan;

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau


disimpan bahan atau barang yang: dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;

c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau


pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d. Dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan
lapangan kesehatan;

e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan: emas, perak, logam atau


bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik
di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat,


melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;

g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,


stasiun atau gudang;

h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau


perairan;

j. Dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;

k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,


terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting;

l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang;

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

o. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau


telepon;

p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset


(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;

r. Diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya


yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-


ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau
kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat
dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).

3.8 Syarat-Syarat Keselamatan Kerja (SKK)


Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu
gerbang bagi keamanan tenaga kerja Keselamatan kerja menyangkut segenap proses
produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa

Secara jelas dan tegas di dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja, ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang
atau yang menjalankan usaha, baik formal maupun informal, dimanapun berada dalam
upaya memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang yang berada
dilingkungan usahanya.

Pengaturan SKK
Pasal 4
1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
ditetapkan dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung
dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2. Syarat-syarat keselamatan kerja tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah
menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis
yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan,
perlengkapan alat-alat perlin-dungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau
pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk tehnis
dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri,
keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat
(1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajib-an
memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

Tujuan ditetapkan SKK:

Pasal 3

1. peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :


a. Mencegah & mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah & mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah & mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan/ jalan penyelamatan diri pada waktu terjadi bahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat perlindungan diri pada kecelakaan.
g. Mencegah & mengendalikan timbul / menyebarluaskan suhu, debu, kotoran,
dan lain-lain.
h. Mencegah & mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja (keracunan,
infeksi, dll)
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu & lembab udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara pekerja dengan alat dan proses.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan.
o. Mengamankan dan memelihara bangunan.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat & penyimpanan
barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan & menyempurnakan pengaman pada pekerjaan yang berbahaya
(tinggi).
Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1)
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan tehnologi secara
pendapatan-pendapatan baru dikemudian hari.
3.9 Pengawasan dan Pembinaan
Pengawasan dan pembinaan di terapkan sebagai berikut :

 Direktur melakukan pengawasan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan


pegawai pengawas langsung terhadap ditaatinya undang-undang membantu
menaatinya.
 Wewenang & kewajiban pejabat tersebut di atur oleh menaker.
 Barang siapa tidak menerima putusan direktur, dapat mengajukan permohonan
banding kepada panitia banding.
 Untuk pengawasan berdasarkan UU ini pengusaha harus membayar restribusi
menurut ketentuan yang di atur dengan peraturan perundangan.
 Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan , kondisi, mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterima/ dipindahkan sesuai
dengan sifat pekerjaan kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha & dibenarkan
oleh direktur.
 Norma-norma mengemai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.
 Pengurus diwajibkan menunjukkan & menjelaskan kepada setiap pekerja baru
tentang :
a) Bahaya dan kondisi yang timbul di tempat kerjanya
b) Semua pengamanan & alat pelindung yang diharuskan dalam tempat
kerjanya
c) Alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
d) Cara & sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan
 Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja
dalam hal pencegahan kecelakaan & kebakaran serta peningkatan keselamatan &
kesehatan kerja
 Setiap pengurus wajib melaporkan tiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat
kerjanya
3.10 Hak dan kewajiban tenaga kerja

Menurut pasal 12 UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah sebagai
berikut :

1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja
2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan
4. Meminta pada pengurus (perusahaan) agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan
5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung- jawabkan.

Kewajiban Memasuki Tempat Kerja

“Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat pelindung diri yang
diwajibkan.”

Kewajiban penggurus

1. Secara tertulis menempatkan ditempat kerja semua syarat keselamatan kerja yang
diwajibkan, disertai UU yang mendasari pada tempat yang mudah dibaca.
2. Memasang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan
pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan dibaca.
3. menyediakan secara Cuma-Cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan
pada tenaga kerja dan kepada setiap orang yang memasuki tempat kerja tersebut
disertai petunjuk-pentunjuknya.

Pelanggaran :
Peraturan perundangan ini dapat memberi ancaman pidana atas pelanggaran dengan
hukuman kurungan maksimal 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
100.000,-

3.11 JAMSOSTEK (Jaminan Umum Tenaga Kerja)


Pengertian Jamsostek
Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang / berkurang dan
penyelenggaraan sebagai akibat keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja,sakit, hamil, bersalin hari tua dan meninggal dunia.
Aspek jamsostek
 Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar/ minimal
tenaga kerja dan keluarga.
 Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga
dan pikiran kepada perusahaan.
Ruang lingkup jamsostek
a. Jaminan kecelakaan kerja, penyakit, kecelakaan karena perjalanan, pengangkutan
pasien pulang dan pergi, dan kecelakaan lain yang meneyebabkan gangguan fisik
atau mental.
b. Jaminan kematian, diberikan sebagai santunan karena akibat kecelakaan kerja
yang menyebabkan terputusnya penghasilan.
c. Jaminan hari tua (jaminan kesehatan dan jaminan untuk masa tidak produktif).
Pengelola/ penyelenggara jamsotek.
Program jamsostek wajib dilakukan oleh setiap perusahaan yang
menggelolanya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi.

Ketentuan umum

1. Dasar pemikiran kenapa setiap perusahaan harus memberi jaminan sosial bagi
tenaga kerja adalah :
1) Untuk mewujudkan masyarakat sejahtera , adil dan makmur.
2) Semakin tinggi tingkat resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan keluarga.
3) Memberikan ketenangan kerja sehingga terjadi peningkatan prosuktifitas
kerja.
2. Dasar hukum
1. UUD 1945 (pasal 5,20,27).
2. UU N0.3/1951-Pengawasan Pemburuhan.
3. UUNo.14/1969 –Ketentuan Pokok Tenaga Kerja.
4. UU No.1 /1970 – Keselamatan Kerja
5. UU No 7/1980 - Wajib Lapor Ketenagakerjaan.
6. UU No.40 / 2004 – Sistem Jaminan Sosial Nasional.
7. UU No. 24/ 2011 –Badan penyelenggara jaminan sosial nasional.

Berdasarkan UU No.40/ 2004 , jaminan sosial dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah :

 Perusahaan Perseroan ( Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( JAMSOSTEK).


 Perusahaan Perseroan ( Persero) Dana tabungan dan asuransi pegawai negeri (
TASPEN )
 Perusahaan Perseroan ( Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI).serta
 Perusahaan Perseroan ( Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).

Program JAMSOSTEK

Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko,


program-program skema Jamsostek ini diatur dalam Pasal 6 UU No.3/1992 dan Pasal
2 ayat 1 PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, yakni :

a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)


Program ini memberikan kompensasi/santunan dan pengantian biaya perawatan
bagi tenaga kerja yang mengalami kematian atau cacat karena kecelakaan kerja
baik fisik maupun mental, dimulai dari berangkat kerja sampai kembali ke rumah
atau menderita sakit akibat hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja. Termasuk tenaga
kerja dalam undang-undang ini adalah ;
a. Murid / magang yang bekerja di perusahaan.
b. Mereka yang memborong pekerjaan perusahaan.
c. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Jaminan kecelakaan kerja meliputi :
 Biaya Transport (Maksimum)
 Darat Rp 750.000,-
 Laut Rp 1.500.000,-
 Udara Rp 2.000.000,-
 Bagi yang tidak mampu bekerja, peserta Jamsostek akan tetap mendapat upah
 Empat (4) bulan pertama, 100% upah
 Empat (4) bulan kedua, 75% upah
 Selanjutnya 50% upah
 Biaya Pengobatan/Perawatan Rp 20.000.000,- (maksimum)
 Santunan Cacat, meliputi :
 Santunan smentara tidak mampu bekerja.
 Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya.
 Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik/ mental.
 Santunan kematian.
 Santunan Kematian, meliputi :
 Sekaligus 60 % x 80 bulan upah
 Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan
 Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-
 Biaya Rehabilitasi:
 Prothese anggota badan
 Alat bantu (kursi roda)
Kewajiban pengusaha bila terjadi kecelakaan :
a. Wajib melapor ke Kantor Depnaker & Badan Penyelamatan dalam waktu tidak
lebih dari 2 x 24 jam.
b. Wajib melapor ke Kantor Depnaker & Badan penyelamat dalam waktu 2 x 24
jam setelah tenaga kerja oleh dokterndinyatakan sembuh, cacat, meninggal.
c. Wajib mengurus hak tenaga kerja sampai tenaga kerja mendapat haknya.

Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.


Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana
tercantum pada iuran.
Kelompok I = Premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan
Kelompok II = Premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan
Kelompok III = Premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan
Kelompok IV = Premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan
Kelompok V = Premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.

b. Jaminan Kematian (JK)


Program ini memberikan pembayaran tunai kepada ahli waris dari tenaga
kerja yang meninggal dunia sebelum umur 55 tahun. Tenaga kerja meninggal dunia
bukan akibat kecelakaan kerja, keluarga berhak atas jaminan kematian. Keluarga
yang ditinggal istri/ suami, keturunan sedarah dari tenaga kerja menurut garis lurus
ke bawah & ke atas dihitung sampai derajata kedua , termasuk anak yang disahkan.
Jaminan kematian meliputi :
 Santunan Kematian: Rp 10.000.000,-
 Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-
 Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)
Urutan penerimaan santunan :
a. Janda / Duda e. Kakek/ nenek
b. Anak f. Saudara kandung
c. Orang tua g. Mertua
d. Cucu
Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar
0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp. 12.000.000 terdiri dari
Rp. 10.000.000 santunan kematian dan Rp. 2.000.000 biaya pemakaman dan
santunan berkala.
c. Jaminan hari tua (JHT)
Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul
ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:
a. Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
b. Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan
masa tunggu 1 bulan
c. Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI
d. Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter
Bila tenaga kerja meninggal, jaminan hari tua dibayar kepada janda/ duda, anak
yatim/ piatu dan dibayar secara berkala. Bila tenaga kerja meninggal dunia sebelum
hari tua timbul, maka jaminan dibayarkan secara sekaligus dan berkala. Iuran
Program Jaminan Hari Tua:
 Ditanggung Perusahaan = 3,7%
 Ditanggung Tenaga Kerja = 2%

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)


Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja, untuk itu program ini
memberikan pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus dan gawat darurat
bagi tenaga kerja dan keluarganya yang menderita sakit.Setiap tenaga kerja yang
mengikuti program JPK, akan mendapatkan Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK)
sebagai bukti diri untuk mendapat pelayanan kesehatan. Cakupan pelayanan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah :
 Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umu atau dokter gigi di
Puskesmas, klinik, balai pengobatan atau dokter praktek.
 Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
Pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar
rujukan dokter
 Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan
perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit
 Pelayanan Persalinan
Pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita
berkeluarga/ istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai
persalinan ketiga
 Pelayanan Khusus
Pelayanan rehabilitasi atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan
fungsi tubuh
 Gawat Darurat
Pelayanan yang memberikan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan
dapat membahayakan jiwa
Adapun iuran yang harus dibayarkan adalah sebagai berikut :
 3 % dari upah tenaga kerja (maks Rp. 1.000.000 ) untuk tenaga kerja lajang
 6% dari upah tenaga kerja (maks Rp. 1.000.000 ) untuk tenaga kerja
berkeluarga
 Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp.
1.000.000,-

Kepesertaan
• Setiap pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program Jamsostek.
• Untuk kepentingan tersebut perusahaan wajib memiliki daftar tenaga kerja beserta
keluarganya ,daftar upah ,dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan
• Bila terdapat kekeliruan/kesalahan terhadap data tersebut , maka terjadi tuntutan
dari tenaga kerja akan menjadi tanggungan perusahaan
• Pentahapan kepesertaan program Jamsostek di teteapkan dengan peraturan
pemerintah.
• Sesuai dengan prinsip resiko pekerjaan menjadi tanggung jawab perusahaan yang
belum ikut serta program ini tetap tetap bertangung jawab atas jaminan kecelakaan
tenaga kerja.

Kententuan pidana
• Barang siapa melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini,yaitu tidak
memenuhi kewajiban memberikan jaminan perlindungan terhadap tenaga
kerja ,diancam dengan humkuman penjara maksimal 6(enam) bulan atau denda
maksimal Rp. 50.000.000
• Untuk pelanggaran kedua dan seterusnya maka pelanggaran tersebut di pidana
kurungan 8 bulan.
• selain ketentua pidana,maka terhadap beberapa pelanggaran Undang-Undang ini,
juga dikenakan sangsi administrasi ,ganti rugi, dan denda.

Iuran, Besar jaminan & Tata Cara Pembayaran


• Iuran jaminan kecelakaan kerja, kematian, pemeliharaan kesehatan di tanggung
pengusaha. Sedang iuran jaminan hari tua di tanggung oleh pengusaha & tenaga
kerja .
• Besarnya iuran, tata cara, syarat pembayaran, denda dan bentuk iuran program
Jamsostek di tetapkan dengan peraturan pemerintah.
• Pengusaha wajib membayar iuran & melakukan pemungutan iuran yang menjadi
kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah serta membayarkannya kepada
Badan Penyelenggara dalam waktu yang di tetapkan.
• Perhitungan besarnya jaminan dilakukan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku.
• Bila terjadi kesalahan perhitungan, maka pegawai pengawas akan menghitung
kembali.
• Jenis kecelakaan & besarnya jaminan yang belum diatur dalam Undang-Undang
maka untuk mempercepat akan dilakukan penetapan oleh pegawai pengawas
dengan pertimbangan dokter penasehat.

Badan Penyelenggara
• Penyelenggaraan program jamsostek dilakukan, yaitu BUMN ( perusahaan,
perseroan/persero)
• BUMN tersebut melaksanakan fungsi & tugas dengan megutamakan pelayanan
kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan & kesejahteraan tenaga
kerja & keluarga.
• Badan tersebut wajib membayar Jamsostek tenaga kerja dalam waktu tidak lebih
dari 1 (satu) bulan.
• Pengadilan terhadap penyelenggaraan program tersebut dilakukan oleh
pemerintah. Sedangkan dalam pengawasan mengikut serta kan unsur pengusaha &
tenaga keerja.
• Penempatan investasi & pengolaan dana program Jamsostek diatur dengan
peraturan pemerintah.

3.12 Sangsi Jaminan sosial tenaga kerja

1. Ketentuan pidana
 Barang siapa melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini, yaitu
tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap tenaga kerja, diancam
dengan hukuman penjara maksimal 6 (enam) bulan atau denda maksimal Rp
50.000,000,-
 Untuk pelanggaran kedua dan seterusnya maka pelanggaran tersebut dipidana
kurungan maksimal 8 bulan
 Selain ketentuan pidana, maka terhadap beberapa pelanggaran Undang-
Undang ini, juga dikenakan sangsi administrasi, ganti rugi, dan denda.
2. Sebagai contoh yaitu JAMSOSTEK mandul sangsinya yaitu :
a. Hukuman Kurungan

Sanksi pidana yang ditentukan dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 3


Tahun 1992 berupa kurungan atau denda.

Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tersebut selengkapnya menentukan, ”Barang


siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 26, diancam
dengan hukuman kurungan selama lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi tingginya Rp. 50.000 000,- (lima puluh juta rupiah).”

Dalam ayat (2) ditentukan”Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana


dimaksud dalam ayat (12) untuk kedua kalinya atau lebih setelah putusan akhir
telah memperoleh kekuatan hukum tetap,maka pelanggaran tersebut dipidana
kurungan selama lamanya 8 (delapan) bulan.”
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam ayat (1) adalah
pelanggaran.Artinya tindak pidana tersebut tidak digolongkan kepada
kejahatan,yang ancaman hukumannya lebih berat.

Wiryono Prodjodikoro (Asas-Asas hukum Pidana di Indonesia, 2003: hal 181)


mengemukakan “..hukuman kurungan hanya diancamkan pada tindak-tindak
pidana yang bersifat ringan.”

Jadi tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 29 tersebut diatas


termasuk tindak pidana ringan.

Ancaman hukumannyapun bersifat alternative.Bisa dipilih hukuman kurungan


atau denda, tergantung kepada tuntutan jaksa dan putusan hakim.

b. Sanksi Administrasi

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 3
Tahun 1992, terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang
tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya
dikenakan sanksi administrasi, ganti rugi, atau denda yang akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Sanksi sebagaimana tersebut diatas diatur dalam Pasal 47 Peraturan


Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jamsostek sebagaimana beberapa kali diubah terakir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010.

Pada intinya Pasal 47 Peraturan Pemerintah tersebut menentukan:

1. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 ayat (3), Pasal 4,


Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tetapi
tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administrasi
berupa pencabutan ijin usaha.
2. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan
keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar.
3. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
diamaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992
dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini,untuk setiap hari keterlambatan dan
dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
BAB 4
KESIMPULAN

Keselamatan kerja adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk menjamin keadaan,


keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja (baik jasmaniah maupun rohaniah), beserta hasil
karya dan alat-alat kerjanya ditempat kerja. Sesuai dengan Undang-undang Tentang
Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951,
kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan
kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya
arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan.
Untuk mengetahui tatacara dalam pelaporan ketenegakerjaan maka, harus
mengetahui telebih daluhu tentang ketentuan- ketentuan yang berlaku, seperti ketentuan
umum wajib lapor ketenagakerjaan dan ketentuan umum peraturan keselamatan kerja. Selain
itu juga perlu mengetahui tentang syarat-syarat kerja, sanksi hukum yang berlaku, hingga
jaminan umum tenaga kerja atau biasa dikenal JAMSOSTEK. Usaha-usaha tersebut harus
dilaksanakan oleh semua unsur yang terlibat dalam proses kerja, yaitu pekerja itu sendiri,
pengawas atau kepala kelompok kerja, perusahaan, pemerintah, dan masyarakat pada
umumnya. Tanpa ada kerja sama yang baik dari semua unsur tersebut tujuan keselamatan
kerja tidak mungkin dapat dicapai secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Sri Redjeki, M. (2017, August). Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-Komprehensif. Retrieved


April Saturday, 2018, from http://bppsdmk.kemkes.go.id:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Kesehatan-dan-
Keselamatan-Kerja-Komprehensif.pdf

02-uu-no-1-1970-keselamatan-kerja.pdf dari sumber


https://www.google.co.id/search?q=ketentuan+umum+peraturan+keselamatan+kerja&o
q=ketentuan+umum+peraturan+kes&aqs=chrome.1.69i57j33l3.17737j0j7&client=ms-
android-sonymobile&sourceid=chrome-mobile&ie=UTF-8

Husnilala. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta. PT. Raja Grafindo
persada

UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja

Undang-undang No.7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1981. Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan

Anda mungkin juga menyukai