Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HUKUM K3

Studi Kasus Kecelakaan Kerja pada Pekerja Pengeboran Migas Seismic Survey
PT. X di Papua Barat

Disusun oleh: Kelompok 2

1. Aditya Abdurrahman Tuah 2013201026


2. Dewi Ageng Winarsih 201321007
3. Cindy amelia 2013201001
4. Fadlia H Kasiang 2013201060
5. Sofiaty Dewi A.Basyir 2213201076
6. Ni komang julianti 2013201059

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TOMPOTIKA
BANGGAI LUWUK
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Hukum K3 ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bpk. Caca Sudarsa,SKM., M.Kes pada mata kuliah Hukum K3. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hukum K3 bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Caca Sudarsa,SKM., M.Kes
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum K3 yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan selalu kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Penulis

Kelompok 2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
1.3. Tujuan Makalah............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 4
2.1 Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja........................................... 4
2.2 Penyebab Kecelakaan..................................................................... 8
2.3 Yang Bertanggung Jawab atas Kecelakaan yang Terjadi ditempat
Kerja................................................................................................. 14
2.4 Solusi Untuk Mengurangi Angka Kecelakaan Kerja di Industri atau
Perusahaan....................................................................................... 17
BAB III PENUTUP...................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 20
3.2 Saran................................................................................................. 20
DARFTAR PUSTAKA................................................................................ 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan beberapa faktor yang


menunjang seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor
tersebut merupakan hal yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya. Dari ketiga faktor tersebut, faktor tenaga kerja merupakan
peranan yang tidak kalah pentingnya dibanding faktor penunjang lainnya.
Hal ini didukung oleh jumlah penduduk yang sangat besar, merupakan salah
satu modal yang sangat penting.
Mengingat faktor tenaga kerja dalam proses pembangunan ini harus
diperhatikan, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha untuk membina,
mengarahkan serta perlindungan bagi tenaga kerja untuk menciptakan
kesejahteraan yang berkaitan dengan yang dilakukannya.
Pada dasarnya perlindungan bagi tenaga kerja dimaksudkan untuk
menjaga agar tenaga kerja menjadi lebih dimanusiakan. Para tenaga kerja
mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban
sosialnya, dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga pada gilirannya
dapat meningkatkan kualitas hidup dan karenanya dapat hidup layak sebagai
manusia.
Untuk mensukseskan perlindungan terhadap tenaga kerja itu
memerlukan beberapa perencanaan dan pelaksanaan secara komprehensif,
terpadu, dan berkesinambungan. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia
sangatlah kompleks, selain itu sistem ekonomi nasional yang dikuasai oleh
keluarga atau yang dekat dengan sumbu kekuasaan, juga disebakan oleh
rapuhnya fundamental ekonomi yang dibangun. Manakala rezim penguasa
jatuh secara otomatis membawa akibat pada runtuhnya perekonomian dan
PHK (pemutusan hubungan kerja) yang tidak mungkin dihindari.
Disadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga
kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku
untuk mencapai tujuan pembangunan.Sejalan dengan itu pembangunan
ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya.
Dalan pembangunan serta untuk melindungi hak dan kepentingan sesuai
dengan harkat dan martabat manusia.

Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas


keterpaduan dan kemitraan, oleh karena itu sebagaimana diterapkan dalam
UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan untuk menciptakan pemerataan kesempatan kerja
dan penyediaan tenaga kerja serta penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dalam
mewujudkan kesejahteraannya.

Tenaga kerja merupakan asset perusahaan yang harus diberi


perlindungan terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
mengingat ancaman bahaya potensial yang berhubungan dengan Kerja.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap
aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) melalui peraturan perundangan.
Peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi lingkungan
kerja.

Tidak satupun produk peraturan perundangan yang ada di Indonesia


yang tidak bersumber dari dasar hukum tertentu yaitu Undang-undang Dasar
1945 sebagai pancasila. Sumber hukum peraturan perundangan keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD Tahun
1945 yang dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“. Pasal ini memberi makna
yang luas bahwa disamping warga negara berhak mendapat pekerjaan yang
manusiawi juga mendapatkan perlindungan terhadap aspek keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi
kerja yang nyaman, sehat, dan aman serta dapat mengembangkan
kemampuan dan ketrampilannya agar dapat hidup layak sesuai dengan
harkat dan martabat manusia.

Dengan demikian mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih


tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya serta penyakit yang dapat ditimbulkan dari
kondisi kerja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kecelakaan kerja dapat terjadi?
2. Apa penyebab kecelakaan?
3. Siapa yang bertanggung jawab atas insiden yang terjadi?
4. Bagaimana solusi untuk mengurangi angka kecelakaan kerja di industri
atau perusahaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui bagaimana kecelakaan kerja dapat terjadi.
2. Dapat mengetahui penyebab kecelakaan kerja
3. Mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang
terjadi di tempat kerja.
4. Mampu memahami bagaimana mengatasi dan mengurangi angka
kecelakaan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja

1. Umur

Umur pekerja yang kurang dari 30 tahun pada kelompok kasus


sebanyak 53,3%, lebih besar dibandingkan dengan umur pekerja yang
kurang dari 30 tahun pada kelompok kontrol (30%). Umur pekerja yang
lebih dari 30 tahun pada kelompok (70%) lebih besar dibandingkan
dengan umur pekerja yang lebih dari 30 tahun pada kelompok kasus
(46,7%).
Pekerja dengan umur yang kurang dari 30 tahun lebih banyak
mengalami kecelakaan kerja dibandingkan, dimana sebanyak 16 orang
mengalami kecelakaan kerja sedangkan yang tidak mengalami
kecelakaan kerja hanya 9 orang. Sedangkan pada kelompok umur yang
lebih dari 30 tahun, pekerja yang tidak mengalami kecelakaan kerja
berjumlah 21 orang, lebih banyak dari pekerja yang berumur lebih dari
30 tahun yang mengalami kecelakaan kerja, yaitu sebanyak 14 orang.

2. Masa Kerja

Masa kerja pada pekerja yang kurang dari 4 tahun pada kelompok
kasus (93,3%) lebih besar apabila dibandingkan dengan masa kerja pada
pekerja yang kuran dari 4 tahun pada kelompok kontrol. Sedangkan
masa kerja pekerja yang lebih dari 4 tahun pada kelompok kasus (6,7%)
lebih kecil apabila dibandingkan dengan lama kerja responden yang
lebih dari 4 tahun pada kelompok kontrol.
Pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 4 tahun yang mengalami
kecelakaan kerja lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami
kecelakaan kerja. Sedangkan pada pekerja yang memiliki masa kerja
lebih dari 4 tahun, lebih banyak yang tidak mengalami kecelakaan
kerja dibandingkan yang mengalami kecelakaan kerja.

3. Pendidikan Responden

Pekerja yang hanya lulus SD pada kelompok kasus (40%), lebih


besar dibandingkan dengan pekerja yang lulus SD pada kelompok
kontrol (36,7%). Sedangkan pekerja yang lulus SMP, pada kelompok
kontrol (63,3%) lebih besar dibandingkan pekerja yang lulus SMP pada
kelompok kasus (60%).
Pekerja yang hanya lulus SD dan mengalami kecelakaan kerja lebih
besar dibandingkan pekerja yang lulus SD tetapi tidak mengalami
kecelakaan kerja. Sedangkan pada pekerja yang lulus SMP, lebih
banyak yang tidak mengalami kecelakaan kerja dibandingkan pekerja
lulus SMP yang mengalami kecelakaan kerja.
Hasil uji statistik menggunakan uji chi square didapatkan nilai p value
sebesar 1,000 (>0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan kejadian kecelakaan kerja di unit pengeboran PT. X.
Peristiwa kecelakaan kerja tentu ada penyebabnya. Salah satu penyebab
dari kecelakaan kerja adalah perbuatan tidak aman, seperti perbuatan
tidak aman yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
keterampilan, keletihan dan kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang
tidak aman. Pendidikan seseorang sangat penting diperhatikan untuk
meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja (Aditama, 2002).

4. Pelatihan

Sebanyak 36,7% pekerja pada kelompok kasus tidak pernah


mendapatkan pelatihan, lebih besar dari kelompok kontrol yang tidak
pernah mendapat pelatihan, yaitu sebesar 20%. Sedangkan pekerja
yang pernah mendapat pelatihan, pada kelompok kontrol (80%) lebih
besar dibandingkan pekerja yang pernah mendapat pelatihan pada
kelompok kasus (63,3%).
Pekerja yang tidak pernah mendapatkan pelatihan lebih banyak
mengalami kecelakaan kerja dibandingkan kelompok pekerja yang
tidak pernah mendapat pelatihan namun tidak mengalami kecelakaan
kerja. Sedangkan pada kelompok pekerja yang pernah mendapat
pelatihan, lebih banyak yang tidak mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan kelompok pekerja yang pernah mendapat pelatihan
namun mengalami kecelakaan kerja.

5. Informasi

Pekerja yang tidak pernah mendapatkan informasi pada kelompok


kasus (23,3%) lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrol (20%).
Sedangkan pekerja yang pernah mendapat informasi pada kelompok
kontrol (80%) lebih besar dibandingkan pekerja yang mendapat
informasi pada kelompok kasus (76,7%).

Pekerja yang tidak pernah mendapatkan informasi lebih banyak


mengalami kecelakaan kerja dibandingkan kelompok pekerja yang
tidak pernah mendapat informasi namun tidak mengalami kecelakaan
kerja. Sedangkanpada kelompok pekerja yang pernah mendapat
informasi, lebih banyak yang tidak mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan kelompok pekerja yang pernah mendapat informasi
namun mengalami kecelakaan kerja.

6. Tindakan

Pada kelompok kasus yang melakukaan tidak aman adalah sebanyak


76,7%, hal ini lebih besar dibandingkan kelompok kontrol yang
melakukan tindakan tidak aman yaitu sebesar 20%. Sedangkan pekerja
yang melakukan tindakan secara aman pada kelompok kontrol (80%),
lebih besar dibandingkan pekerja yang melakukan tindakan secara
aman pada kelompok kasus (23,3%).
Pekerja yang melakukan tindakan tidak aman lebih banyak mengalami
kecelakaan kerja dibandingkan kelompok pekerja yang melakukan
tindakan tidak aman namun tidak mengalami kecelakaan kerja.
Sedangkan pada kelompok pekerja yang melakukan tindakan secara
aman, lebih banyak yang tidak mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan kelompok pekerja yang melakukan tindakan secara aman
namun mengalami kecelakaan kerja.

Dari sikap responden saat kecelakaan di tempat kerja terjadi, sebagian


besar responden termasuk kurang konsentrasi dengan apa yang sedang
mereka kerjakan. Konsentrasi mereka terpecah dengan urusan lain
selain urusan pekerjaan. Akibatnya, potensi bahaya yang dapat
mengancam keselamatannya tidak dapat dihindari. Sikap yang
mengarah pada kecelakaan seperti bekerja tanpa menghiraukan
peraturan yang ada, bertindak atau melakukan pekerjaan di luar aturan
yang ada, kurang konsentrasi saat bekerja (Swaputri, 2010).

7. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang tidak aman pada kelompok kasus (63,3%) lebih
besar dibandingkan lingkungan kerja pada kelompok kontrol (16,7%).
Sedangkan lingkungan kerja yang aman pada kelompok kontrol
(83,3%) lebih besarr dibandingkan lingkungan kerja yang aman pada
kelompok kasus (36,7%).

Pekerja yang bekerja pada lingkungan kerja tidak aman lebih banyak
mengalami kecelakaan kerja dibandingkan kelompok pekerja yang
bekerja dilingkungan tidak aman namun tidak mengalami kecelakaan
kerja. Sedangkan pada kelompok pekerja yang bekerja di lingkungan
yang aman, lebih banyak yang tidak mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan kelompok pekerja yang bekerja di lingkungan aman
namun mengalami kecelakaan kerja.
2.2 Penyebab Kecelakaan

a) Masa Kerja

Masa kerja dalam penelitian ini mempunyai hubungan dengan


kejadian kecelakaan kerja. Masa kerja dan pengalaman kerja merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja.
Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya pengalaman dan
keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan kerja.
Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan
dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang
bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara
mendalam tentang seluk-beluk pekerjaannya.
Hasil analisis univariat terlihat bahwa masa kerja pekerja di area
pengeboran PT.X yang mengalami kecelakaan kerja rata-rata bekerja
kurang dari 4 tahun, bila dibandingkan dengan pekerja yang tidak
mengalami kecelakaan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang
mempunyai masa kerja yang minim atau masih baru, cenderung akan
mengalami kecelakaan kerja.
Hasil uji statistik menggunakan uji chi square didapatkan nilai p value
sebesar 1,000 (>0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan kejadian kecelakaan kerja di unit pengeboran PT. X.
Peristiwa kecelakaan kerja tentu ada penyebabnya. Salah satu penyebab
dari kecelakaan kerja adalah perbuatan tidak aman, seperti perbuatan
tidak aman yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
keterampilan, keletihan dan kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang
tidak aman. Pendidikan seseorang sangat penting diperhatikan untuk
meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya kesehatan dan keselamatan
kerja (Aditama, 2002).
b) Tindakan Pekerja

Hasil penelitian juga menunjukkan ada beberapa pekerja yang


bekerja dengan tindakan yang tidak aman dan berada pada lingkungan
kerja yang tidak aman, namun tidak mengalami kecelakaan kerja.
Berdasarkan data yang didapatkan dilapangan, pekerja tersebut
melakukan tindakan yang tidak aman berupa mengoperasikan alat
dengan cepat, menggunakan APD tidak sesuai serta bergurau saat
bekerja. Walaupun tindakan tersebut berbahaya dan berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja, namun pada kenyataannya pada pekerja
tersebut tidak mengalami kecelakaan kerja. Salah satu hal yang menjadi
alasanya adalah masa kerja pekerja tersebut, dimana berkisar antara 4-8
tahun masa kerja. Menurut ILO, kewaspadaan terhadap kecelakaan
kerja akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan
lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan.
Hasil penelitian di PT.X juga ditemukan adanya pekerja yang
melakukan tindakan aman namun masih terjadi kecelakaan kerja. Hal ini
terjadi karena pada perinsipnya tindakan dan lingkungan kerja
merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dalam terjadinya kecelakaan
kerja. kondisi tempat kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wowo Riyadina yang menunjukkan adanya hubungan
kondisi lingkungan kerja dengan kecelakaan kerja. Lingkungan kerja
yang berisiko celaka mempunyai potensi risiko 4,07 kali (95% CI: 2,95-
5,63) dibandingkan dengan lingkungan tidak berisiko. Kondisi ruang
kerja yang seperti itu dapat menyebabkan gangguan fisik atau psikis
terhadap pekerja sehingga berisiko terjadi kecelakaan kerja (Riyadina,
2008).
c) Lingkungan Pekerja

Lingkungan kerja dibidang industri migas seperti PT.X, memiliki


tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Salah satunya adalah adanya
bahan kimia material yang berbahaya dan mudah terbakar serta lokasi
kerja yang sangat beresiko terjadinya kecelakaan. Berdasarkan hasil
penelitian, beberapa responden yang sudah melakukan tindakan aman
masih mengalami kecelakaan kerja. Salah satu penyebabnya adalah
adanya bahan berbahaya dalam pekerjaannya. Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Ade Irma dan kawan-kawan tentang risiko kecelakaan
kerja di industri migas yang menyebutkan bahwa material kimia
memiliki pengaruh terhadap risiko kecelakaan kerja (p value = 0,009)
dengan probabilitas sebesar 78% (Suryani, 2013).
Lingkungan kerja yang tidak aman merupakan salah satu faktor
penting untuk ikut berperan dalam kejadian kecelakaan kerja.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa pekerja yang mengalai
kecelakaan kerja disebabkan oleh lingkungan yang tidak aman, seperti
tidak adanya pengaman lingkungan, tempat kerja yang sempit dan
pengap, kurang bersih/licin, dan kurangnya penerangan (Kurniawati,
2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Woro Riyadina
mengenai kecelakaan kerja di lingkungan industri yang menunjukkan
bahwa kondisi tempat kerja berhubungan secara bermakna (p<0,05)
dengan kejadian kecelakaan kerja. Ruang kerja yang berisiko celaka
mempunyai potensi risiko 4,07 kali (95% CI: 2,95 – 5,63)
dibandingkan dengan ruang tidak berisiko. Beberapa kondisi fisik ruang
kerja seperti pencahayaan mempunyai risiko tinggi kecelakaan kerja
dengan risiko 2,4 (95%: 1,77 – 3,25), sempit dan pengap 2,32
(95%: 1,57 – 3,41) dan bising 2,24 (95%: 1,66 – 3,03). Kondisi ruang
kerja yang seperti itu dapat menyebabkan gangguan fisik atau psikis
terhadap pekerja sehingga berisiko terjadi kecelakaan kerja (Riyadina,
2008).
Peran faktor lingkungan tidak aman pekerja memang sangat
memiliki peran yang sangat besar akan terjadinya kecelakaan kerja, ini
dapat dilihat dari berbagai kasus yang terjadi karena faktor lingkungan
tidak aman pada kasus kecelakaan kerja di unit PT.X. Dari 30 kasus
kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja unit pengeboran PT.X periode
2012-2015, setelah diklasifikasi menurut penyebab kecelakaan kerja
Lingkungan kerja sesuai dengan International Labour Organization
(ILO). Didapatkan hasil bahwa kecelakaan kerja di unit pengeboran
seismic survey PT.X yang disebabkan oleh: Lingkungan kerja
berjumlah 8 kasus.
Lokasi pengeboran seismic survey PT.X di Papua Barat
merupakan lokasi kerja yang sangat komplek, baik berupa lingkungan
geografis maupun cuaca di area kerja. Artinya banyak kemungkinan
potensi bahaya yang ada dilingkungan lokasi tersebut yang sewaktu-
waktu bisa berubah menjadi hal yang benar-benar diluar dugaan seorang
pengawas maupun pekerja mungkin terjadi dan disinilah aspek
pencegahan kecelakaan ditempat kerja tersebut sangatlah diperlukan.

2.3 Yang Bertanggung Jawab Atas Kecelakaan Yang Terjadi di Tempa Kerja
1. Perusahaan /Pemilik/Direktur
Sebuah perusahaan memiliki kewajiban dan tanggung jawab secara
hukum atas setiap kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. Tanggung jawab
tersebut bukan kerugian akibat kecelakaan saja, namun juga memastikan bahwa
karyawan yang mengalami cacat akibat kecelakaan kerja tidak diputus langsung
hubungan kerjanya. Maka dari itu segala upaya dilakukan untuk mengurangi
resiko terjadinya kecelakaan kerja. Karena dampak dari kecelakaan kerja
tersebut tidak hanya berdampak bagi karyawan saja, melainkan akan berdampak
juga bagi perusahaan.
Keselamatan kerja bagi seluruh karyawan merupakan tanggung jawab
perusahaan untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat perkakas, di tempat
dimana perusahaan menyuruh karyawan melakukan pekerjaan. Tanggung jawab
keselamatan kerja oleh perusahaan bertujuan agar setiap karyawan terhindar dari
kecelakaan kerja dan bahaya yang mengancam badan, kehormatan serta harta
bendanya.
Secara keseluruhan pemilik usaha atau direkturlah yang bertanggung
jawab penuh terhadap keselamatan semua orang yang termasuk kedalam area
perusahaan
UU No 1 tahun 1970 pasal 1 ayat 3:
a. Pengusaha ialah orang atau badan hokum yang menjalankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
c. Orang atau badan hokum yang di Indonesia yang mewakili orang atau badan
hokum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berada di luar
Indonesia.

Sedangkan direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja
untuk melaksanakan undang-undang keselamatan kerja. Direktur melaksanakan
secara umum undang-undang keselamatan kerja yang dibantu oleh pengawas
dan ahli keselamatan kerja yang ditunjuk melalui surat keputusan penunjukan
(SKP).
2. Pengurus atau Manajemen
Pengurus atau manajemen perusahaan adalah orang yang diserahi tugas untuk
mengelola jalannya usaha,memastikan perusahaan berjalan sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pemilik modal atau usaha,termasuk mengupayakan kesehatan
asset perusahaan (manusia dan properti).
UU No 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat 2:
Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuai tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
Jajaran pengurus di dalam perusahaan mulai dari fungsi tertinggi,yakni
pucuk pimpinan atau biasanya di bawah direktur ada general manager, section
head atau departemen manager, supervisior hingga fungsi terdekat dengan
pelaksana kerja, yaitu foreman atau leader di lapangan.
Dari semua jabatan dam fungsi tersebut masing-masing memiliki tanggung
jawab terhadap keselamatan orang dan property yang ada di bawah
pengawasannya. Semakin tinggi jawabannya, semakin banyak tanggung
jawabanya. Cukup adil bukan?
Beberapa kewajiban pengurus menurut undang-undang keselamatan kerja:
 Memeriksa kesehatan tenaga kerja,
 Menunjukan dan menjelaskan kondisi bahaya di tempat kerja, alat-alat
keselamatan dan tata cara kerja selamat,
 Memperkerjakan tenaga kerja setelah yakin bahwa tenaga kerja tersebut
telah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja,
 Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
dipimpinnya,
 Menaati semua syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan
tempat kerja yang dijalankannya,
 Secara tertulis memasang semua syarat keselamatan kerja, termasuk
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970,
 Memasang gambar atau rambu keselamatan kerja di lingkungan
perusahaan
 Menyediakan alat pelindung diri secara Cuma-Cuma untuk tenaga kerja
dan siapapun yang masuk ke tempat kerja.

3. Ahli K3 atau Safety Officier


Lalu apa tugas dan tanggung jawab ahli K3 di Perusahaan?. Ahli K3 atau yang
biasa menyebut dengan safety officer berdasarkan undang-undang keselamatan
keselamatan kerja dan tanggung jawab membantu pengurus dalam menerapkan
K3.
Jadi secara tekhnis, safety officer membantu pengurus dalam mengidentifikasi
potensi-potensi bahaya yang ada di perusahaan,mengidentifikasi regulasi dan
standar K3 yang perlu dipenuhi, dan memberikan saran-saran perbaikan yang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Keputusan dijalankan atau tidaknya program K3 ditentukan oleh pucuk
pimpinan di perusahaan. (karena program K3 perlu biaya,kalau tidak diizinkan
oleh pimpinan perusahaan, duitnya dapat darimana?).

4. Kariawan atau Tenaga Kerja


Tenaga kerja seringkali menjadi objek dalam penerapan K3. Sementara di
dalam undang-undang keselamatan kerja,tenaga kerja memiliki hak dan
kewajiban dalam penerapan K3. Di dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 disebutkan sebagai berikut :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja;
b. Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja
yang diwajibkan;
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan
dan kesehatan kerja diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerja dimana syarat kesehatan dan
keselamatan kerja serta alat-alat pelindung diri yang diwajibkan diragukan
olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan;

2.4 Solusi Uutuk Mengurangi Angka Kecelakaan Kerja di Industri atau


Perusahaan

Di semua tempat kerja hampir tak ada tempat kerja yang sama sekali
bebas dari sumber bahaya. Potensi bahaya di tempat kerja dapat ditemukan
mulai dari bahan baku, proses kerja, produk dan limbah baik limbah cair, padat
dan gas.  Dengan adanya penerapan dan pemahaman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) tentu sangat membantu dalam menangani permasalahan
kecelakaan kerja. Pemahaman K3 berupaya untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja serta lingkungan hidup agar terwujud proses kerja yang aman,
sehat dan selamat. Namun penerapan dan pemahaman K3 tidak terlepas dari
keikutsertaan atau partisipasi baik seluruh pekerja maupun pihak manajemen
perusahaan.

Pemahaman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan faktor


penting yang perlu  diperhatikan dalam dunia perusahaan dan perindustrian.
Pemahaman K3 yang baik dalam mengelola pekerjaan dapat mengurangi bahkan
menghilangkan peluang terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Kecelakaan dan
kondisi kerja yang tidak aman akan berakibat luka-luka, penyakit, cacat, bahkan
kematian bagi karyawan. Efek lanjutannya adalah hilangnya efisiensi dan
produktivitas pekerja dan perusahaan. Di Amerika, Saat ini sekitar 7 dari 100
pekerja penuh yang bekerja di sektor swasta setiap tahun (Tarwaka, 2014)
mengalami kecelakaan di tempat kerja. Di dunia, akibat kecelakaan di tempat
kerja sekitar 2,8 juta kasus mengakibatkan hilangnya waktu berproduksi dan
setiap tahunnya pula 6000 pekerja meninggal dunia.

Tujuan pemahaman dan pengetahuan K3 adalah untuk mencegah


terjadinya kecelakaan dalam bekerja. Cara efektif untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja adalah perlu diambil tindakan tepat terhadap tenaga kerja dan
peralatan agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bukan hanya tanggung jawab


pemerintah, perusahaan, dan masyarakat tetapi juga tanggung jawab pengusaha
untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Selain itu
penerapan K3  mempunyai banyak manfaat bagi industri antara lain :
1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.
2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja
merasa aman dalam bekerja.
4. Meningkatkan imej pasar terhadap perusahaan.
5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
6. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik sehingga membuat
umur alat semakin lama.

Salah satu program penerapan K3 adalah Inspeksi K3. Program inspeksi


ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya secara dini dan berupaya
untuk menurunkan tingkat risiko dan bahaya bagi pekerja. Inspeksi K3 dapat
dilakukan  secara rutin, berkala maupun khusus. Pelaksanaan program inspeksi
K3 ini harus dilakukan oleh seorang yang sudah memahami dan menguasai
kondisi lapangan atau tempat kerja.

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja cukup kompleks. Dua aspek yang menjadi
penyebab kecelakaan kerja yaitu

1. Perilaku yang tidak aman


2. Kondisi lingkungan yang tidak aman

Data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja menyebutkan bahwa penyebab


kecelakaan yang terjadi saat ini diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman
sebagai berikut:

1. sembrono dan tidak hati – hati


2. tidak mematuhi peraturan
3. tidak mengikuti standar prosedur kerja
4. tidak memakai alat pelindung diri (APD)
5. kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang
tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan
lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan
perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah
disebutkan di atas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja di


PT. X adalah faktor masa kerja, tindakan pekerja, dan lingkungan kerja.
Faktor yang tidak berhubungan dengan kecelakaan kerja adalah faktor
umur, pendidikan, pelatihan, dan informasi. Faktor yan palin
berpengaruh di kecelakaan kerja di PT. X adalah tindakan pekerja.
Pekerja dengan tindakan yang tidak aman memiliki resiko 11,914 kali
untuk menalami kecelakaan kerja dibandingkan pekerja yang melekukan
tindakan aman (OR = 11,914)

B. Saran
Di era industri saat ini harus banyak banyak mengutamakan sikap
waspada jangan ceroboh, rencanakan tugas dengan sebaik-baiknya, pakai
APD lengkap ketika memasuki area kerja, pekerja harus mengikuti
pelatihan professional di industri tambang dan harus ketat terhadap
pengawasan tim yang intens agar tidak banyak lagi terjadi kecelakaan
kerja didunia industry khususnya dipertambangan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Achadi Budi. 2009. Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta

Konradus, Danggur. 2013. K3 : Membangun SDM Pekerja yang Sehat, Produktif dan
Kompetitif. Adinatha Mulia Press : Jakarta

Meily, Kurniawidjaja. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI Press : Jakarta

Ridley, John. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Erlangga :Jakarta

Tarwaka. 2014. K3 : Manajemen & Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press :


Surakarta
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Ramli, S., 2010. Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management,
Jakarta: Dian Rakyat.
Riyadina W. Kecelakaan kerja dan cedera yang dialami oleh pekerja industri di
kawasan industri Pulo Gadung Jakarta. Jurnal Makara Kesehatan 2008; 11(1): 25-31.
Laksono D. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kampanye keselamatan
cidera tangan akibat kerja di Total E&P Indonesia periode tahun 2008. Jakarta:
Universitas Indonesia, 2009.
Yulianti U. Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada proyek
infrastruktur gedung. Universitas Gunadharma, 2012.
Lestari F. Strategi peningkatan keselamatan kerja dan keselamatan publik di
Indonesia melalui pendekatan sistemik pencegahan kecelakaan. Pidato pada
pengukuhan guru besar FKM UI. 2014
Ratnasari ST. Analisis risiko keselamatan kerja pada proses pengeboran panas bumi rig
darat #4. Jakarta: Universitas Indonesia, 2009.
Suryani AI, Isranuri I, Mahyuni EL. Pengaruh potensi bahaya terhadap risiko
kecelakaan kerja di unit produksi migas PT. X Aceh. Jurnal procure, 2013; 1(1).
Buchari L. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Balai penerbit –yayasan pustaka
obor indonesia, 2012.
R.I. Depkes. 1990. Materi Orientasi Bagi Kepala Dinas Kesehatan Dati II. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat-Direktorat Bina
Peran Serta Masyarakat,: hlm. 153-158
Depnakertrans RI. Kecelakaan kerja dan faktor-faktor yang berhubungan di Indonesia
(Berdasarkan data PT. Jamsostek Tbk), volume xxxx No.3.Majalah
keselamatan kerja dan hiperkes.Juli-oktober 2007. Jakarta. Jakarta.
Depnakertrans RI Press. Hal 31-45
Depnakertrans RI. 2003. Jakarta. Modul pelatihan keselamatan kerja dan pencegahan
kecelakaan. Depnakertrans Press.
Aditama Y.T., Hastuti T. 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: UI Press,:
hal. 12, 64.
Hidayat, Yanto.Hubungan Antara Berbagai Faktor Individu Dengan Kejadian
kecelakaan kerja di pt. Jasa Marina Indah Semarang.Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas ilmu kesehatan masyarakat Universitas
negeri Semarang 2005.
Indra, Kristiyanto. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Masa Kerja Dengan
kejadian Kecelakaan Kerja Di Section Component Body And Welding
Departemen Produksi Minibus PT.X. Program Diploma 4 Keselamatan Dan
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2013.
Assunnah, 2008. Pencegahan Kecelakaan Kerja. http://lngbontang.wordpress.com/2008s
/09/24/pencegahan–kecelakaan- kerja/.
Piri, Sovian. Pengaruh Kesehatan, Pelatihan Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Terhadap Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Di Kota Tomohon.
Jurnal Ilmiah Media Engginering, November, 2012. Vol. 2,No. 4.
Putri Helliyanti, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Aman di
Departemen Utility and Operation, PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk Divisi
Bogasari Flour Mills, 2009
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip- prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta,: hlm. 175-194
Swaputri E. Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat
2010; 5 (2): 95-105.
Riyadina W. Kecelakaan kerja dan cedera yang dialami oleh pekerja industri di
kawasan industri Pulo Gadung Jakarta. Jurnal Makara Kesehatan 2008;
11(1): 25-31.
Suryani AI, Isranuri I, Mahyuni EL. Pengaruh potensi bahaya terhadap risiko
kecelakaan kerja di unit produksi migas PT. X Aceh. Jurnal procure, 2013;
1(1).
Kurniawati E., Sugiono, Yuniarti R. Analisis Potensi Kecelakaan Kerja Pada
Departemen

Anda mungkin juga menyukai