Outlook Kakao 2014
Outlook Kakao 2014
OUTLOOK
KOMODITI KAKAO
ISSN : 1907-1507
Penyunting :
Ir. Dewa N. Cakrabawa, MM.
Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc.
Naskah :
Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
2014
KATA PENGANTAR
Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook
Komoditas Perkebunan.
Publikasi Outlook Komoditi Kakao Tahun 2014 menyajikan keragaan data
series komoditi kakao secara nasional dan internasional selama 10-30 tahun
terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan
permintaan domestik dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2019. Selain itu
disajikan pula proyeksi ketersediaan kakao ASEAN dan dunia tahun 2012 sampai
dengan tahun 2019.
Publikasi ini disajikan dalam bentuk buku dan dapat dengan mudah
diperoleh atau diakses melalui website Pusdatin yaitu
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/ .
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi kakao secara
lebih lengkap dan menyeluruh.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini,
kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar
penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG .............................................................. 1
1.2. TUJUAN ......................................................................... 2
1.3. RUANG LINGKUP ............................................................... 2
BAB II. METODOLOGI ........................................................................ 3
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI ............................................. 3
2.2. METODE ANALISIS............................................................. 4
BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL ................................................... 7
3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS
KAKAO DI INDONESIA ......................................................... 7
3.1.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia ................. 7
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao
di Indonesia .......................................................... 9
3.1.3. Sentra Produksi Kakao di Indonesia .............................11
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA ......................14
3.3. PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA ..........................14
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO INDONESIA ..............16
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia ..............16
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia ...............17
3.4.3. Neraca Perdagangan Kakao Indonesia ..........................18
BAB IV. KERAGAAN KAKAO DUNIA .................................................... 21
4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI
DAN PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA ........................21
4.1.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN .21
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data ................................ 3
Tabel 3.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan
Produksi Kakao di Indonesia, 1980-2013.................................. 8
Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kakao Indonesia ............... 35
Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Kakao Indonesia, 2014-2019 .................. 36
Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Kakao Indonesia, 2013-2019 ................. 37
Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Kakao Indonesia, 2014-2019 ................. 38
Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Kakao Negara-negara ASEAN, 2012-2019 .... 39
Tabel 5.6. Proyeksi Ketersediaan Kakao Dunia, 2012-2019 ........................ 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 1980-2013 ......................................... 7
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 1980-2013 ........................................ 10
Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia,
2006-2013 .................................................................. 11
Gambar 3.4. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Provinsi Sentra di
Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ........................................ 12
Gambar 3.5. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di
Provinsi Sulawesi Selatan, 2013 ........................................ 13
Gambar 3.6. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di
Provinsi Sulawesi Tengah, 2013 ........................................ 13
Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia,2002-2012 ........... 14
Gambar 3.8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1996-2012 ..................................................... 15
Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Pasar Dunia, 2005-2013 ............ 16
Gambar 3.10. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao
Indonesia, 2000-2013 ..................................................... 17
Gambar 3.11. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca
Perdagangan Kakao Indonesia, 2000-2013 ............................ 18
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Negara
ASEAN, 1980-2012 ........................................................ 21
Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao Negara ASEAN, 1980-2012 ......... 22
Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao Negara ASEAN, Rata-rata
2008-2012 .................................................................. 23
Gambar 4.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia, 1980-2012 ................. 24
Gambar 4.5. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2008-2012 ............................................. 25
Gambar 4.6. Perkembangan Produksi Kakao Dunia, 1980-2012 ................... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 1980-2013 ...................................... 45
Lampiran 2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, 1980-2013 .............................................. 46
Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 2006-2013 ...................................... 47
Lampiran 4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Kakao di Indonesia,
2009-2013 ................................................................ 47
Lampiran 5. Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi
Sulawesi Selatan, 2013 ................................................ 48
Lampiran 6. Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi
Sulawesi Tengah, 2013 ................................................ 49
Lampiran 7. Perkembangan Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan
dan Coklat Bubuk di Indonesia, 2002-2013 ......................... 50
Lampiran 8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1996-2012 .................................................. 51
Lampiran 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia,
2000-2013 ................................................................ 52
Lampiran 10. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan
Produktivitas Kakao Negara ASEAN, 1980-2012 .................... 53
Lampiran 11. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas
Kakao Dunia, 1980-2012 ............................................... 54
Lampiran 12. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar Dunia,
2008-2012 ................................................................ 55
Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Produksi Biji Kakao Terbesar
Dunia, 2008-2012 ....................................................... 55
Lampiran 14. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao
Negara ASEAN, 1980-2011 ............................................. 56
BAB I. PENDAHULUAN
Kakao (Theobrema cacao L.) adalah salah satu komoditas unggulan sub
sektor perkebunan. Komoditi kakao secara konsisten berperan sebagai sumber
devisa negara yang memberikan kontribusi yang sangat penting dalam struktur
perekonomian Indonesia (Arsyad et al., 2011). Komoditi kakao juga menjadi
penyedia lapangan pekerjaan karena mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Selain itu itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayah dan pengembangan agroindustri (Rifin dan Nurdiyani, 2007).
Dari sisi luas areal, kakao menempati luar areal keempat terbesar untuk
sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit, kelapa, dan karet. Sedangkan dari
sisi ekonomi, kakao memberikan sumbangan devisa ketiga terbesar setelah
kelapa sawit dan karet (Hasibuan et al., 2012a). Mengingat besarnya potensi
kakao dalam perekonomian, maka pengembangan komoditas dapat dilakukan
melalui peningkatan produksi dan perluasan areal kakao.
Meskipun merupakan komoditi unggulan, secara umum usaha tani kakao
rakyat masih memiliki kekurangan di berbagai aspek, mulai dari aspek budidaya
pemeliharaan, panen/pasca panen, pengolahan hingga pemasaran (Iqbal dan
Dalimi, 2006). Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sahardi et al.
(2005) dan Anonim (2007), secara garis besar permasalahan pada agribisnis kakao
adalah: (1) produksi, dimana kuantitas dan produktivitas kakao mengalami
penurunan akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK); (2) diversifikasi,
dimana petani kakao kurang memperhatikan jenis komoditas lain untuk
mengurangi resiko kegagalan; (3) pascapanen, dimana mutu kakao rendah yang
mengakibatkan harga juga rendah; (4) belum optimalnya pengembangan produk
hilir kakao; (5) pemanfaatan limbah kakao yang belum optimal untuk pupuk dan
pakan ternak; (6) sarana dan prasarana kurang optimal; dan (7) kelembagaan,
1.2. TUJUAN
Outlook Komoditi Kakao tahun 2014 disusun berdasarkan data dan informasi
yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup
Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian, seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), International Cocoa Organization (ICCO) dan Food and
Agriculture Organization (FAO). Jenis variabel, periode dan sumber data
disajikan pada Tabel 2.1.
c. Analisis Permintaan
Analisis permintaan komoditi kakao dalam negeri merupakan analisis
ketersediaan kakao untuk konsumsi di Indonesia yang diperoleh dari data
hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik, sedangkan analisis permintaan untuk
ASEAN dan dunia diperoleh melalui perhitungan produksi kakao ditambah
volume impor dikurangi volume ekspornya.
Karena keterbatasan ketersediaan data, analisis untuk proyeksi
permintaan kakao menggunakan model analisis trend kuadratik (trend
analysis quadratic). Periode series data yang digunakan adalah tahunan.
d. Kelayakan Model
Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t dan
koefisien determinasi (R2).
Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari
peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah–peubah bebas (X).
Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan:
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO
SS Regresi
R2
SS Total
dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi
SS Total adalah jumlah kuadrat total
Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis trend maupun
pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran
kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik
MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan persentase absolut
rata-rata yang diformulasikan sebagai berikut:
Peningkatan luas areal kakao yang cukup besar terjadi pada periode
sebelum krisis moneter tahun 1980-1997 dengan rata-rata laju pertumbuhan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO
mencapai 18,44% per tahun. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada luas areal
kakao PR dan PBS masing-masing sebesar 24,16% per tahun dan 21,86% per tahun,
sedangkan luas areal PBN hanya meningkat sebesar 7,88% per tahun.
Tabel 3.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan Produksi
Kakao di Indonesia, 1980–2013
Setelah krisis moneter tahun 1997 pertumbuhan luas areal kakao Indonesia
cenderung melambat. Total luas areal kakao Indonesia naik sebesar 7,82% per
tahun. Dari ketiga jenis pengusahaan, PR masih mengalami peningkatan luas
areal cukup tinggi, yaitu sebesar 9,81% per tahun, sedangkan luas areal kakao
PBN dan PBS justru mengalami penurunan sebesar 2,27% dan 4,02% per tahun.
Peningkatan luas areal kakao PR didorong oleh peningkatan harga kakao sebagai
akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menyebabkan pekebun
beralih menanam kakao.
Dari sisi kontribusi terhadap total luas areal kakao Indonesia, terjadi
penurunan kontribusi yang cukup besar pada luas areal kelapa sawit PBN dan PBS
antara sebelum dan sesudah krisis moneter tahun 1997. Kontribusi luas areal
kakao PBN tahun 1980-1997 sebesar 15,41%, sedangkan pada periode tahun 1998-
2013 kontribusinya turun menjadi 4,03%. Demikian pula dengan PBS yang
kontribusinya turun dari 16,13% menjadi 4,31%. Penurunan kontribusi luas areal
PBN dan PBS beralih menjadi peningkatan kontribusi PR (Tabel 2.1).
Pada tahun 2009-2011 Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal
Perkebunan mencanangkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan
Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program ini mengacu pada hasil identifikasi di
lapangan tahun 2008 bahwa kurang lebih sebanyak 70.000 ha dengan kondisi
tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit
dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan. Selain itu
sebanyak 235.000 ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan
terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga
perlu dilakukan rehabilitasi, dan sebanyak 145.000 ha kebun kakao dengan
tanaman tidak terawat dan kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan
intensifikasi. Oleh karena itu program Gernas Kakao dilakukan melalui 3 metode
yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi (Kementerian Pertanian, 2012).
Hasil dari program tersebut tampak dari peningkatan luas areal kakao Indonesia
tahun 2009 sebesar 11,36%, dimana peningkatan luas areal terjadi pada PR
sebesar 12,44%.
Perkembangan luas areal kakao di Indonesia menurut jenis pengusahaannya
secara rinci disajikan dalam Lampiran 1.
Namun demikian mutu produksi kakao Indonesia dalam wujud biji kering
masih belum mampu bersaing dengan kakao negara lain. Menurut Anonim (2010),
sebagian besar biji kakao yang diproduksi Indonesia merupakan biji kakao yang
diproses tanpa fermentasi. Hanya 10% dari produksi kakao yang melalui proses
fermentasi. Keengganan petani melakukan fermentasi biji kakao disebabkan
kesulitan saat akan menjual biji kakao tersebut, karena pedagang pengumpul
lebih senang membeli kakao tanpa fermentasi yang harganya lebih murah
dibandingkan kakao fermentasi. Selain itu fermentasi kakao membutuhkan waktu
yang lebih lama, sementara petani memerlukan uang untuk biaya hidup. Oleh
karena itu sosialisasi tentang proses fermentasi dan keuntungannya harus terus-
menerus disampaikan kepada petani kakao agar mutu biji kakao dapat
ditingkatkan.
Sama seperti luas areal, produksi kakao Indonesia juga didominasi PR
dengan kontribusi produksi PR sebesar 86,91% pada tahun 1980-2012 (Tabel 3.1).
Sejak tahun 1998 kontribusi produksi kakao PR semakin dominan yang diikuti
dengan menurunnya kontribusi produksi kakao PBN dan PBS. Secara rinci
perkembangan produksi kakao disajikan pada Lampiran 2.
urutan pertama dengan kontribusi sebesar 19,39% per tahun. Peringkat kedua
ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan kontribusi sebesar 18,51% per tahun,
diikuti oleh Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat dengan kontribusi masing-
masing sebesar 16,70% dan 11,03% (Gambar 3.4), sedangkan kontribusi produksi
dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat kurang dari 10%. Beberapa provinsi
sentra produksi kakao di Indonesia disajikan secara rinci pada Lampiran 4.
Ekspor kakao Indonesia dilakukan antara lain dalam bentuk biji kakao, buah
kakao, pasta kakao, pasta butter, tepung kakao dan makanan mengandung
kakao. Dari berbagai bentuk tersebut, bisnis biji kakao masih menarik dan
memberikan keuntungan, terutama bagi eksportir biji kakao. Struktur ekspor
kakao Indonesia menunjukkan bahwa ekspor biji kakao hingga saat ini masih
tetap dominan dibandingkan ekspor produk olahan dan produk akhir lainnya
(Anonim, 2014a). Hal ini disebabkan industri pengolahan kakao kurang
berkembang di Indonesia. Petani kakao yang sebagian besar merupakan petani
rakyat lebih memilih menjual kepada eksportir karena pembayarannya lebih
cepat. Biji kakao yang diekspor sebagian besar merupakan kakao yang diolah
tanpa difermentasikan (Anonim, 2010).
Perkembangan volume ekspor kakao di Indonesia selama periode tahun
2000-2013 cukup berfluktuasi namun terdapat kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun (Gambar 3.10). Rata-rata pertumbuhan volume ekspor dalam
periode tersebut sebesar 1,25% per tahun. Volume ekspor kakao pada tahun 2000
sebesar 424,09 ribu ton, dan meningkat hingga mencapai volume ekspor tertinggi
pada tahun 2006 sebesar 612,12 ribu ton. Setelah tahun 2006 volume ekspor
kakao cenderung menurun. Selama lima tahun terakhir volume ekspor kakao
Indonesia terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 387,80 ribu ton. Tahun 2013
terjadi peningkatan volume ekspor kakao menjadi 414,09 ribu ton (Lampiran 9).
Ekspor kakao dalam bentuk biji kering sebagian besar ditujukan ke negara
Malaysia, Singapura, Thailand, Brazil, China, dan India.
(Ton)
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2008
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2009
2010
2011
2012
2013
Vol. Ekspor Vol. Impor
Selain ekspor, Indonesia masih melakukan impor kakao dari negara lain.
Menurut Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), hal ini disebabkan pasokan biji
kakao lokal masih belum mencukupi kebutuhan industri (Anonim, 2014b). Secara
umum volume impor kakao Indonesia lebih kecil dibandingkan volume ekspornya
(Gambar 3.10), tetapi rata-rata pertumbuhan volume impor kakao selama tahun
2000-2013 lebih besar dibandingkan pertumbuhan volume ekspornya, yaitu
sebesar 35,93% per tahun. Jika pada tahun 2000 volume impor kakao hanya
sebesar 19,31 ribu ton, maka pada tahun 2013 telah mencapai 204,64 ribu ton
(Lampiran 9).
Impor biji kakao sebagian besar berasal dari Pantai Gading, Papua Nugini,
Kamerun dan Ghana, sedangkan impor kakao olahan terutama dari Malaysia.
(Juta US$)
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 3.11. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan
Kakao Indonesia, 2000-2013
(Ha)
1.600.000
1.200.000
800.000
400.000
0
1990
2000
1980
1982
1984
1986
1988
1992
1994
1996
1998
2002
2004
2006
2008
2010
2012
(Ton)
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
0
1990
2004
1980
1982
1984
1986
1988
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2006
2008
2010
2012
13,22%
29,00%
16,85%
16,96% 23,97%
Gambar 4.5. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012
5,44% 5,15%
8,46% 15,93%
16,02%
31,64%
17,36%
masih kurang dari 600 kg/ha, sementara capaian produktivitas beberapa negara,
seperti Guatemala dan Thailand, bahkan telah melebihi 2.000 kg/ha.
Produktivitas kakao tertinggi dicapai oleh Guatemala sebesar 2.621 kg/ha,
diikuti oleh Thailand (2.488 kg/ha) dan Saint Lucia (1.654 kg/ha). Indonesia
berada di peringkat keempat dengan produktivitas kakao sebesar 837 kg/ha
(Gambar 4.9).
(Kg/Ha)
3.000 2.621
2.488
2.500
2.000 1.654
1.500
837 823 800
1.000
500
Menurut data FAO, ada 5 (lima) negara ASEAN yang melakukan ekspor biji
kakao kering selama periode tahun 1980-2011, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura dan Thailand. Volume ekspor biji kakao dari negara-negara tersebut
menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi (Gambar 4.10). Pada tahun 1980
total volume ekspor kakao negara ASEAN sebesar 39,77 ribu ton dan meningkat
menjadi 240,07 ribu ton pada tahun 2011. Selama kurun waktu tersebut terjadi
peningkatan volume ekspor biji kakao rata-rata sebesar 8,62% per tahun. Volume
ekspor kakao tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 504,40 ribu ton
(Lampiran 14).
Indonesia merupakan negara eksportir biji kakao terbesar di Asia
Tenggara, bahkan dalam lima tahun terakhir ekspor biji kakao dari Indonesia
menyumbang lebih dari 94% volume ekspor biji kakao negara ASEAN.
(Ton)
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Gambar 4.10. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Negara ASEAN, 1980-2011
Dari sisi impor, ada 6 (enam) negara ASEAN yang melakukan impor biji
kakao, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Pada
tahun 1980-2011 terjadi peningkatan volume impor biji kakao ke negara ASEAN
sebesar 13,55% per tahun, yaitu dari 24,80 ribu ton pada tahun 1980 menjadi
450,50 ribu ton pada tahun 2011 (Lampiran 14).
Peningkatan yang relatif besar tersebut disebabkan oleh meningkatnya
industri olahan kakao di Malaysia yang memerlukan biji kakao kering sebagai
bahan baku, khususnya pada tahun 2000-2006 (Gambar 4.11). Selain Malaysia,
Singapura, Indonesia dan Thailand juga mengimpor biji kakao dalam jumlah yang
cukup besar, sedangkan volume impor kakao Filipina dan Vietnam sangat kecil
dibandingkan negara ASEAN lainnya.
(Ton)
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Gambar 4.11. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Negara ASEAN, 1980-2011
Pada periode tahun 1980-2011 volume ekspor biji kakao dunia berfluktuasi
dan cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.12). Rata-rata peningkatan
volume ekspor biji kakao sebesar 4,28% per tahun. Jika pada tahun 1980 volume
ekspor biji kakao hanya sebesar 1,07 juta ton, maka tahun 2011 telah menjadi
3,20 juta ton. Volume ekspor tahun 2011 merupakan capaian tertinggi selama
kurun waktu tersebut (Lampiran 15).
(000 Ton)
3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.12. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia, 1980-2011
6,07%
6,18% 20,09%
7,93%
12,84%
30,45%
16,42%
(000 Ton)
3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
1993
1998
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
42,99%
11,07%
11,40%
12,61% 21,93%
kakao (dalam wujud biji kering) di negara-negara ASEAN selama periode tahun
1980-2011 menunjukkan peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
14,79% per tahun. Peningkatan yang cukup besar terjadi antara tahun 2000-2003
(Gambar 4.16). Karena besarnya volume ekspor dan volume impor relatif
seimbang, maka ketersediaan kakao untuk negara-negara ASEAN hanya
ditentukan oleh besarnya produksi kakao, khususnya produksi kakao Indonesia
yang mendominasi kakao ASEAN. Ketersediaan kakao untuk konsumsi tertinggi
dicapai pada tahun 2008 sebesar 984,45 ribu ton. Perkembangan ketersediaan
kakao di negara ASEAN disajikan pada Lampiran 18.
(000 Ton)
1.200
1.000
800
600
400
200
0
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
(000 Ton)
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.17. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, 1980-2011
t akan naik sebesar 0,6887 satuan. Sedangkan koefisien luas areal (t) sebesar
0,2994 menunjukkan bahwa jika luas areal tahun sebelumnya naik sebesar 1
satuan, maka produksi kakao tahun ke-t akan naik sebesar 0,2994 satuan.
Dengan menggunakan model tersebut, selanjutnya dilakukan proyeksi
produksi kakao untuk tahun 2014-2019. Hasil proyeksi disajikan pada Tabel 5.2.
Produksi kakao di Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada
tahun 2014 menjadi 992,32 ribu ton. Peningkatan produksi masih akan terus
terjadi hingga tahun 2019 mencapai 1,25 juta ton, namun laju pertumbuhan
produksi akan semakin melambat. Rata-rata peningkatan produksi dalam lima
tahun tersebut diperkirakan sebesar 4,75% per tahun.
Pertumbuhan
Tahun Produksi (Ton)
(%)
2014 992.316
2015 1.054.552 6,27
2016 1.110.075 5,27
2017 1.160.554 4,55
2018 1.207.298 4,03
2019 1.251.304 3,64
Rata-rata Pertumbuhan
4,75
(%/th)
Yt = 26,8982 + 0,638182 t
dimana : Yt = Konsumsi pada tahun ke-t
t = tahun
Untuk memperoleh total konsumsi kakao Indonesia digunakan juga data
proyeksi jumlah penduduk yang bersumber dari BPS. Hasil proyeksi konsumsi dan
jumlah penduduk disajikan pada Tabel 5.3, dimana konsumsi kakao diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2014-2019 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
3,30% per tahun. Tahun 2014 konsumsi kakao diperkirakan sebesar 8,88 ribu ton
yang akan meningkat menjadi 10,45 ribu ton pada tahun 2019.
2014-2019 3,30
Hasil penelitian Elisabeth et al. (2007) menunjukkan bahwa dari 100 kg biji
kakao kering yang difermentasi dapat dihasilkan 47,7 kg bubuk coklat. Untuk biji
kakao yang tidak difermentasi maka hasilnya lebih rendah lagi. Mengingat
sebagian besar produksi biji kakao Indonesia tanpa melalui proses fermentasi,
maka digunakan asumsi dari 100 kg biji kakao kering dihasilkan 30 kg bubuk
coklat. Dari hasil proyeksi produksi biji kakao dan konsumsi coklat dapat dihitung
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO
surplus atau defisit kakao Indonesia. Jika produksi biji kakao hanya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan coklat bubuk yang dikonsumsi langsung, maka
Indonesia masih berada dalam posisi surplus. Tahun 2014 surplus kakao
diperkirakan sebesar 288,81 ribu ton, dan meningkat menjadi 364,94 ribu ton
pada tahun 2019 (Tabel 5.4).
Namun demikian hasil proyeksi ini perlu dicermati lebih lanjut karena data
konsumsi yang digunakan adalah konsumsi langsung oleh rumah tangga tanpa
memperhitungkan kebutuhan untuk konsumsi di hotel, restoran dan industri.
Dengan demikian surplus kakao Indonesia sebenarnya juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hotel, restoran, dan sebagai bahan baku industri coklat
jadi.
Pertumbuhan
Tahun Ketersediaan (Ton)
(%)
2012 957.442
2013 990.569 3,46
2014 1.023.696 3,34
2015 1.056.822 3,24
2016 1.089.949 3,13
2017 1.123.076 3,04
2018 1.156.203 2,95
2019 1.189.330 2,87
Rata-rata Pertumbuhan
3,15
(%/th)
Ketersediaan Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2012 4.875.565
2013 4.992.512 2,40
2014 5.109.458 2,34
2015 5.226.405 2,29
2016 5.343.351 2,24
2017 5.460.298 2,19
2018 5.577.244 2,14
2019 5.694.191 2,10
Rata-rata Pertumbuhan
2,24
(%/th)
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M., Sinaga, B. M., Yusuf, S. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak
Ekspor dan Subsidi Harga Pupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao
Indonesia Pasca Putaran Uruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 8 (1):
63-71.
Elisabeth, D.A.A., Suharyanto, dan Rubiyo. 2007. Pengaruh Fermentasi Biji Kakao
Terhadap Mutu Produk Olahan Setengah Jadi Cokelat. Denpasar: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
Hasibuan, A. M., Nurmalina, R. dan Wahyudi, A. 2012a. Analisis Kinerja dan Daya
Saing Perdagangan Biji Kakao dan Produk Kakao Olahan Indonesia di Pasar
Internasional. Buletin RISTRI, 3 (1): 57-70.
Ragimun. 2012. Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. Jakarta: Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Sahardi, M.Z.K., Sahari, D., Bilang, M.A., Muhammad, H., Djuddawi, H. dan
Kasman. 2005. Laporan Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani di
Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi
Selatan. Makassar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
LAMPIRAN
1996 1.844
1997 2.239 21,43
1998 5.650 152,37
1999 4.821 -14,67
2000 4.487 -6,93
2001 6.710 49,55
2002 8.174 21,83
2003 9.446 15,56
2004 9.053 -4,16
2005 9.034 -0,21
2006 9.048 0,16
2007 10.940 20,91
2008 14.127 29,12
2009 16.503 16,82
2010 18.557 12,44
2011 19.259 3,79
2012 18.297 -4,99
Rata-rata pertumbuhan (%)
1996-2012 19,56
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Ekspor Impor
Neraca
Tahun
Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (000 US$)
(Ton) (%) (000 US$) (%) (Ton) (%) (000 US$) (%)
2000 424.088 341.859 19.310 22.055 319.804
2001 393.224 -7,28 391.086 14,40 37.480 94,09 45.909 108,15 345.177
2002 465.621 18,41 701.034 79,25 36.585 -2,39 63.974 39,35 637.061
2003 357.737 -23,17 623.934 -11,00 41.339 13,00 81.070 26,72 542.864
2004 368.758 3,08 549.348 -11,95 51.017 23,41 86.003 6,09 463.345
2005 465.162 26,14 667.993 21,60 53.865 5,58 85.455 -0,64 582.538
2006 612.124 31,59 855.047 28,00 47.109 -12,54 76.031 -11,03 779.016
2007 503.547 -17,74 924.186 8,09 43.845 -6,93 83.239 9,48 840.948
2008 515.576 2,39 1.269.022 37,31 53.761 22,62 119.130 43,12 1.149.892
2009 559.799 8,58 1.459.297 14,99 46.929 -12,71 121.390 1,90 1.337.907
2010 552.892 -1,23 1.643.773 12,64 47.455 1,12 164.609 35,60 1.479.164
2011 410.257 -25,80 1.345.430 -18,15 43.685 -7,95 175.549 6,65 1.169.880
2012 387.803 -5,47 1.053.615 -21,69 194.131 344,39 53.145 -69,73 1.000.469
2013*) 414.087 6,78 1.151.481 9,29 204.641 5,41 63.157 18,84 1.088.324
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
2000-2013 1,25 12,52 35,93 16,50
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Publikasi BPS bulan M aret 2014
Lampiran 12. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar Dunia, 2008-
2012
Luas Areal (Ha) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata (%)
(%)
1 Pantai Gading 2.300.000 2.176.162 2.150.000 2.495.110 2.500.000 2.324.254 23,97 23,97
8 Republik Dominika 157.000 153.219 153.219 153.219 153.219 153.975 1,59 89,89
9 Papua Nugini 132.000 145.000 130.000 159.000 129.000 139.000 1,43 91,32
Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Produksi Biji Kakao Terbesar Dunia,
2008-2012
Produksi (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
(%)
2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata (%)
1 Pantai Gading 1.382.441 1.223.153 1.301.347 1.559.441 1.650.000 1.423.276 31,64 31,64
10 Republik Dominika 45.518 54.994 58.334 54.279 72.225 57.070 1,27 92,17
Lampiran 14. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Negara
ASEAN, 1980-2011
Volume Ekspor Volume Impor
Tahun Pertumb. Pertumb.
(Ton) (Ton)
(%) (%)
1980 39.769 24.802
1981 63.101 58,67 43.772 76,49
1982 87.355 38,44 58.758 34,24
1983 88.596 1,42 58.862 0,18
1984 119.729 35,14 47.677 -19,00
1985 141.391 18,09 54.688 14,71
1986 175.942 24,44 55.541 1,56
1987 244.878 39,18 75.749 36,38
1988 330.099 34,80 105.248 38,94
1989 310.735 -5,87 86.126 -18,17
1990 334.771 7,74 103.876 20,61
1991 378.594 13,09 96.801 -6,81
1992 420.621 11,10 107.738 11,30
1993 420.589 -0,01 78.603 -27,04
1994 341.086 -18,90 77.908 -0,88
1995 291.137 -14,64 111.440 43,04
1996 350.984 20,56 83.168 -25,37
1997 284.913 -18,82 82.009 -1,39
1998 319.846 12,26 107.985 31,67
1999 384.063 20,08 109.313 1,23
2000 378.554 -1,43 166.342 52,17
2001 328.256 -13,29 216.167 29,95
2002 392.346 19,52 206.686 -4,39
2003 284.131 -27,58 419.900 103,16
2004 288.673 1,60 302.811 -27,88
2005 378.587 31,15 442.354 46,08
2006 504.395 33,23 578.368 30,75
2007 399.538 -20,79 568.030 -1,79
2008 391.318 -2,06 538.247 -5,24
2009 459.189 17,34 416.995 -22,53
2010 463.299 0,90 459.517 10,20
2011 240.068 -48,18 450.503 -1,96
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2011 8,62 13,55
Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO) , diolah Pusdatin
Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Dunia,
1980-2011
Lampiran 16. Beberapa Negara dengan Volume Ekspor Kakao Terbesar Dunia,
2007-2011
Volume Ekspor (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata (%)
(%)
1 Pantai Gading 803.886 782.868 917.700 790.912 1.073.282 873.730 30,45 30,45
10 Papua Nugini 46.900 51.588 59.276 57.764 62.751 55.656 1,94 91,73
Lampiran 17. Beberapa Negara dengan Volume Impor Kakao Terbesar Dunia,
2007-2011
Volume Impor (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata (%)
(%)
1 Belanda 628.215 680.942 731.814 686.057 784.316 702.269 21,93 21,93
2 Amerika Serikat 355.135 355.751 442.375 402.061 463.883 403.841 12,61 34,54
3 Jerman 354.149 334.033 348.437 341.273 446.888 364.956 11,40 45,94
4 Malaysia 438.477 398.253 290.015 319.441 327.084 354.654 11,07 57,01
5 Belgia 187.970 178.462 157.422 160.235 201.471 177.112 5,53 62,54
6 Perancis 173.019 155.826 163.352 137.065 145.493 154.951 4,84 67,38
7 Inggris 149.112 119.815 150.913 89.364 91.358 120.112 3,75 71,13
8 Spanyol 92.970 95.469 87.631 91.954 86.522 90.909 2,84 73,97
9 Singapura 89.693 93.917 80.575 93.445 84.630 88.452 2,76 76,73
10 Italia 64.615 68.191 73.274 81.902 91.870 75.970 2,37 79,10
Lainnya 737.082 712.737 619.353 620.008 657.054 669.247 20,90 100,00
Dunia 3.270.437 3.193.396 3.145.161 3.022.805 3.380.569 3.202.474 100,00
Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin