Anda di halaman 1dari 76

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

ISSN 1907-1507 2014

OUTLOOK
KOMODITI KAKAO

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian
2014

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

ISSN : 1907-1507

Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5)


Jumlah Halaman : 58 halaman

Penasehat : Ir. M. Tassim Billah, MSc.

Penyunting :
Ir. Dewa N. Cakrabawa, MM.
Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc.

Naskah :
Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.

Design dan Layout :


Suyati, SKom.

Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
2014

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

KATA PENGANTAR

Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook
Komoditas Perkebunan.
Publikasi Outlook Komoditi Kakao Tahun 2014 menyajikan keragaan data
series komoditi kakao secara nasional dan internasional selama 10-30 tahun
terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan
permintaan domestik dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2019. Selain itu
disajikan pula proyeksi ketersediaan kakao ASEAN dan dunia tahun 2012 sampai
dengan tahun 2019.
Publikasi ini disajikan dalam bentuk buku dan dapat dengan mudah
diperoleh atau diakses melalui website Pusdatin yaitu
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/ .
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi kakao secara
lebih lengkap dan menyeluruh.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini,
kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar
penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.

Jakarta, Agustus 2014


Kepala Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian,

Ir. M. Tassim Billah, MSc.


NIP.19570725.198203.1.002

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG .............................................................. 1
1.2. TUJUAN ......................................................................... 2
1.3. RUANG LINGKUP ............................................................... 2
BAB II. METODOLOGI ........................................................................ 3
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI ............................................. 3
2.2. METODE ANALISIS............................................................. 4
BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL ................................................... 7
3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS
KAKAO DI INDONESIA ......................................................... 7
3.1.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia ................. 7
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao
di Indonesia .......................................................... 9
3.1.3. Sentra Produksi Kakao di Indonesia .............................11
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA ......................14
3.3. PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA ..........................14
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO INDONESIA ..............16
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia ..............16
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia ...............17
3.4.3. Neraca Perdagangan Kakao Indonesia ..........................18
BAB IV. KERAGAAN KAKAO DUNIA .................................................... 21
4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI
DAN PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA ........................21
4.1.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN .21

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

4.1.2. Perkembangan Produksi Kakao ASEAN ......................... 22


4.1.3. Perkembangan Produktivitas Kakao ASEAN ................... 22
4.1.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia ....................... 23
4.1.5. Perkembangan Produksi Kakao Dunia.......................... 25
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia .................... 26
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO ASEAN DAN DUNIA .... 28
4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao ASEAN ............ 28
4.2.2. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao ASEAN ............. 29
4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia ............. 29
4.2.4. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia .............. 31
4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA .......... 32
4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Kakao ASEAN ................... 32
4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Kakao Dunia .................... 33
BAB V. PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAKAO .................................... 35
5.1. PROYEKSI PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA 2014-2019 ............. 35
5.2. PROYEKSI PERMINTAAN KAKAO DI INDONESIA 2014-2019............. 36
5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAKAO DI INDONESIA 2014-2019 ....... 37
5.4. PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN 2012-2019 ................... 39
5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO DUNIA 2012-2019 ................... 40
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 41
LAMPIRAN ................................................................................ 43

viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data ................................ 3
Tabel 3.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan
Produksi Kakao di Indonesia, 1980-2013.................................. 8
Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kakao Indonesia ............... 35
Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Kakao Indonesia, 2014-2019 .................. 36
Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Kakao Indonesia, 2013-2019 ................. 37
Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Kakao Indonesia, 2014-2019 ................. 38
Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Kakao Negara-negara ASEAN, 2012-2019 .... 39
Tabel 5.6. Proyeksi Ketersediaan Kakao Dunia, 2012-2019 ........................ 40

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 1980-2013 ......................................... 7
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 1980-2013 ........................................ 10
Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia,
2006-2013 .................................................................. 11
Gambar 3.4. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Provinsi Sentra di
Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ........................................ 12
Gambar 3.5. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di
Provinsi Sulawesi Selatan, 2013 ........................................ 13
Gambar 3.6. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di
Provinsi Sulawesi Tengah, 2013 ........................................ 13
Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia,2002-2012 ........... 14
Gambar 3.8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1996-2012 ..................................................... 15
Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Pasar Dunia, 2005-2013 ............ 16
Gambar 3.10. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao
Indonesia, 2000-2013 ..................................................... 17
Gambar 3.11. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca
Perdagangan Kakao Indonesia, 2000-2013 ............................ 18
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Negara
ASEAN, 1980-2012 ........................................................ 21
Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao Negara ASEAN, 1980-2012 ......... 22
Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao Negara ASEAN, Rata-rata
2008-2012 .................................................................. 23
Gambar 4.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia, 1980-2012 ................. 24
Gambar 4.5. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2008-2012 ............................................. 25
Gambar 4.6. Perkembangan Produksi Kakao Dunia, 1980-2012 ................... 26

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Gambar 4.7. Beberapa Negara Produsen Kakao Terbesar di Dunia, Rata-


rata 2008-2012 ............................................................26
Gambar 4.8. Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia, 980-2012 ...............27
Gambar 4.9. Beberapa Negara dengan Produktivitas Kakao Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2008-2012 .............................................27
Gambar 4.10. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Negara ASEAN,
1980-2011 ..................................................................28
Gambar 4.11. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Negara ASEAN,
1980-2011 ..................................................................29
Gambar 4.12. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia, 1980-2011 .......30
Gambar 4.13. Beberapa Negara Eksportir Biji Kakao Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2007-2011 ......................................................31
Gambar 4.14. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia, 1980-2011 ........31
Gambar 4.15. Beberapa Negara Importir Biji Kakao Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2007-2011 ......................................................32
Gambar 4.16. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN,
1980-2011 ..................................................................33
Gambar 4.17. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, 1980-2011...........34

xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 1980-2013 ...................................... 45
Lampiran 2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, 1980-2013 .............................................. 46
Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 2006-2013 ...................................... 47
Lampiran 4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Kakao di Indonesia,
2009-2013 ................................................................ 47
Lampiran 5. Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi
Sulawesi Selatan, 2013 ................................................ 48
Lampiran 6. Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi
Sulawesi Tengah, 2013 ................................................ 49
Lampiran 7. Perkembangan Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan
dan Coklat Bubuk di Indonesia, 2002-2013 ......................... 50
Lampiran 8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1996-2012 .................................................. 51
Lampiran 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia,
2000-2013 ................................................................ 52
Lampiran 10. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan
Produktivitas Kakao Negara ASEAN, 1980-2012 .................... 53
Lampiran 11. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas
Kakao Dunia, 1980-2012 ............................................... 54
Lampiran 12. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar Dunia,
2008-2012 ................................................................ 55
Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Produksi Biji Kakao Terbesar
Dunia, 2008-2012 ....................................................... 55
Lampiran 14. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao
Negara ASEAN, 1980-2011 ............................................. 56

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao


Dunia, 1980-2011 .......................................................57
Lampiran 16. Beberapa Negara dengan Volume Ekspor Kakao Terbesar
Dunia, 2007-2011 .......................................................58
Lampiran 17. Beberapa Negara dengan Volume Impor Kakao Terbesar
Dunia, 2007-2011 .......................................................58
Lampiran 18. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN, 1980-
2011.......................................................................59
Lampiran 19. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, 1980-2011 ........60

xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kakao (Theobrema cacao L.) adalah salah satu komoditas unggulan sub
sektor perkebunan. Komoditi kakao secara konsisten berperan sebagai sumber
devisa negara yang memberikan kontribusi yang sangat penting dalam struktur
perekonomian Indonesia (Arsyad et al., 2011). Komoditi kakao juga menjadi
penyedia lapangan pekerjaan karena mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Selain itu itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayah dan pengembangan agroindustri (Rifin dan Nurdiyani, 2007).
Dari sisi luas areal, kakao menempati luar areal keempat terbesar untuk
sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit, kelapa, dan karet. Sedangkan dari
sisi ekonomi, kakao memberikan sumbangan devisa ketiga terbesar setelah
kelapa sawit dan karet (Hasibuan et al., 2012a). Mengingat besarnya potensi
kakao dalam perekonomian, maka pengembangan komoditas dapat dilakukan
melalui peningkatan produksi dan perluasan areal kakao.
Meskipun merupakan komoditi unggulan, secara umum usaha tani kakao
rakyat masih memiliki kekurangan di berbagai aspek, mulai dari aspek budidaya
pemeliharaan, panen/pasca panen, pengolahan hingga pemasaran (Iqbal dan
Dalimi, 2006). Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sahardi et al.
(2005) dan Anonim (2007), secara garis besar permasalahan pada agribisnis kakao
adalah: (1) produksi, dimana kuantitas dan produktivitas kakao mengalami
penurunan akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK); (2) diversifikasi,
dimana petani kakao kurang memperhatikan jenis komoditas lain untuk
mengurangi resiko kegagalan; (3) pascapanen, dimana mutu kakao rendah yang
mengakibatkan harga juga rendah; (4) belum optimalnya pengembangan produk
hilir kakao; (5) pemanfaatan limbah kakao yang belum optimal untuk pupuk dan
pakan ternak; (6) sarana dan prasarana kurang optimal; dan (7) kelembagaan,

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

dimana kelompok tani belum berfungsi optimal dan keberadaan lembaga


penyedia modal masih terbatas.
Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi kakao dalam mendukung
sektor pertanian di Indonesia, maka diperlukan informasi tentang perkembangan
kakao di Indonesia yang dilengkapi dengan proyeksi penawaran dan permintaan
kakao untuk beberapa tahun ke depan.

1.2. TUJUAN

Tujuan penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah untuk memberikan


informasi tentang perkembangan kakao di Indonesia serta proyeksi penawaran
dan permintaan kakao untuk beberapa tahun ke depan.

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah:


a. Identifikasi peubah-peubah yang dianalisis yang mencakup luas areal,
produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor.
b. Penyusunan analisis komoditi kakao pada situasi nasional, ASEAN dan dunia
serta penyusunan proyeksi komoditi kakao tahun 2014-2019.

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

BAB II. METODOLOGI

2.1 SUMBER DATA DAN INFORMASI

Outlook Komoditi Kakao tahun 2014 disusun berdasarkan data dan informasi
yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup
Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian, seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), International Cocoa Organization (ICCO) dan Food and
Agriculture Organization (FAO). Jenis variabel, periode dan sumber data
disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data

No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan


1 Luas areal kakao 1980-2013 Direktorat Jenderal
Indonesia Perkebunan
2 Produksi kakao 1980-2013 Direktorat Jenderal Wujud biji kering
Indonesia Perkebunan
3 Produktivitas kakao 1980-2013 Direktorat Jenderal Wujud biji kering
Indonesia Perkebunan
4 Konsumsi kakao 2000-2013 Badan Pusat Statistik Data hasil SUSENAS
Indonesia
5 Harga kakao di 2006-2012 Direktorat Jenderal Wujud biji kering
pasar dalam negeri Perkebunan
Indonesia
6 Harga kakao di 2005-2013 International Cocoa Wujud biji kering
pasar dunia Organization (ICCO)
7 Ekspor impor kakao 2000-2012 Badan Pusat Statistik Kode HS yang digunakan:
Indonesia 1801000000, 1802000000,
1803100000, 1803200000,
1804000000, 1805000000,
1806100000, 1806201000,
1806209000, 1806311000,
1806319000, 1806321000,
1806329000, 1806901000,
1806903000, 1806904000,
1806909000

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Tabel 2.1. (Lanjutan)

No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan


8 Luas tanaman 1980-2012 FAO
menghasilkan kakao ASEAN
dan dunia
9 Produksi kakao ASEAN dan 1980-2012 FAO Wujud biji kering
dunia
10 Ekspor impor kakao ASEAN 1980-2011 FAO Wujud biji kering
dan dunia

2.2. METODE ANALISIS

Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah


sebagai berikut:
a. Analisis keragaan merupakan analisis perkembangan komoditi kakao yang
dilakukan berdasarkan ketersediaan data series untuk indikator luas areal,
produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor dengan analisis
deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series
nasional, ASEAN maupun dunia.
b. Analisis Penawaran
Analisis penawaran komoditi kakao dilakukan berdasarkan analisis
fungsi produksi dengan menggunakan model persamaan Regresi Linier
Berganda (Multiple Linear Regression). Persamaan regresi tersebut
memetakan peubah penjelas/bebas terhadap peubah respons/tak bebas.
Dalam regresi linier berganda, parameter yang diduga bersifat linier serta
jumlah peubah bebas dan atau tak bebas yang terlibat di dalamnya lebih
dari satu.
Secara umum regresi linier berganda dapat dinyatakan dengan model
berikut:
Y  b0  b1 X 1  b2 X 2  ...  bn X n  
n
 b0   b j X j  
j 1

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

dimana : Y = Peubah respons/tak bebas


Xn = Peubah penjelas/bebas
n = 1,2,…
b0 = nilai konstanta
bn = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk
peubah xn
 = sisaan

Produksi pada periode ke-t diduga merupakan fungsi dari produksi


pada periode sebelumnya, luas areal, dan harga kakao di tingkat produsen.
Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran
dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk peubah-
peubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang
bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan
model analisis trend (trend analysis) atau model pemulusan eksponensial
berganda (double exponential smoothing).

c. Analisis Permintaan
Analisis permintaan komoditi kakao dalam negeri merupakan analisis
ketersediaan kakao untuk konsumsi di Indonesia yang diperoleh dari data
hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik, sedangkan analisis permintaan untuk
ASEAN dan dunia diperoleh melalui perhitungan produksi kakao ditambah
volume impor dikurangi volume ekspornya.
Karena keterbatasan ketersediaan data, analisis untuk proyeksi
permintaan kakao menggunakan model analisis trend kuadratik (trend
analysis quadratic). Periode series data yang digunakan adalah tahunan.

d. Kelayakan Model
Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t dan
koefisien determinasi (R2).
Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari
peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah–peubah bebas (X).
Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan:
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

SS Regresi
R2 
SS Total
dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi
SS Total adalah jumlah kuadrat total

Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis trend maupun
pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran
kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik
MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan persentase absolut
rata-rata yang diformulasikan sebagai berikut:

dimana: Xt adalah data aktual


Ft adalah nilai ramalan.
Semakin kecil nilai MAPE maka model deret waktu yang diperoleh semakin
baik.

e. Program Pengolahan Data


Pengolahan data untuk analisis penawaran dan permintaan menggunakan
software statistik Minitab Release 13.20. Software ini digunakan untuk
pemodelan regresi berganda dan time series, seperti analisis trend atau
pemulusan eksponensial berganda.

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL

3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI


INDONESIA

3.1.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia

Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, perkembangan luas


areal kakao di Indonesia selama periode tahun 1980-2013 cenderung meningkat
(Gambar 3.1), yaitu dari 37,08 ribu ha pada tahun 1980 menjadi 1,74 juta ha
pada tahun 2013. Rata-rata peningkatan luas areal kakao mencapai 13,29% per
tahun. Berdasarkan status pengusahaannya, perkebunan kakao dibedakan
menjadi perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN), dan
perkebunan besar swasta (PBS). Dari ketiga jenis pengusahaan tersebut, PR
menguasai 86,63% luas areal kakao Indonesia, diikuti oleh PBS dan PBN masing-
masing sebesar 6,87% dan 6,50% (Tabel 3.1).

Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan,1980–2013

Peningkatan luas areal kakao yang cukup besar terjadi pada periode
sebelum krisis moneter tahun 1980-1997 dengan rata-rata laju pertumbuhan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

mencapai 18,44% per tahun. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada luas areal
kakao PR dan PBS masing-masing sebesar 24,16% per tahun dan 21,86% per tahun,
sedangkan luas areal PBN hanya meningkat sebesar 7,88% per tahun.

Tabel 3.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan Produksi
Kakao di Indonesia, 1980–2013

Luas Areal Produksi


Tahun
PR PBN PBS Indonesia PR PBN PBS Indonesia
Pertumbuhan (%)
1980 - 2013*) 17,20 2,96 9,32 13,29 26,52 4,77 14,31 15,89
1980 - 1997 24,16 7,88 21,86 18,44 43,20 9,93 27,37 23,75
1998 -2013*) 9,81 -2,27 -4,02 7,82 8,80 -0,73 0,43 7,54
Kontribusi (%)
1980 - 2013*) 86,63 6,50 6,87 100,00 86,91 7,40 5,68 100,00
1980 - 1997 68,46 15,41 16,13 100,00 70,03 18,74 11,23 100,00
1998 -2013*) 91,66 4,03 4,31 100,00 90,75 4,83 4,42 100,00

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin


Keterangan : *) Angka Sementara

Setelah krisis moneter tahun 1997 pertumbuhan luas areal kakao Indonesia
cenderung melambat. Total luas areal kakao Indonesia naik sebesar 7,82% per
tahun. Dari ketiga jenis pengusahaan, PR masih mengalami peningkatan luas
areal cukup tinggi, yaitu sebesar 9,81% per tahun, sedangkan luas areal kakao
PBN dan PBS justru mengalami penurunan sebesar 2,27% dan 4,02% per tahun.
Peningkatan luas areal kakao PR didorong oleh peningkatan harga kakao sebagai
akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menyebabkan pekebun
beralih menanam kakao.
Dari sisi kontribusi terhadap total luas areal kakao Indonesia, terjadi
penurunan kontribusi yang cukup besar pada luas areal kelapa sawit PBN dan PBS
antara sebelum dan sesudah krisis moneter tahun 1997. Kontribusi luas areal
kakao PBN tahun 1980-1997 sebesar 15,41%, sedangkan pada periode tahun 1998-
2013 kontribusinya turun menjadi 4,03%. Demikian pula dengan PBS yang

8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

kontribusinya turun dari 16,13% menjadi 4,31%. Penurunan kontribusi luas areal
PBN dan PBS beralih menjadi peningkatan kontribusi PR (Tabel 2.1).
Pada tahun 2009-2011 Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal
Perkebunan mencanangkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan
Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program ini mengacu pada hasil identifikasi di
lapangan tahun 2008 bahwa kurang lebih sebanyak 70.000 ha dengan kondisi
tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit
dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan. Selain itu
sebanyak 235.000 ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan
terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga
perlu dilakukan rehabilitasi, dan sebanyak 145.000 ha kebun kakao dengan
tanaman tidak terawat dan kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan
intensifikasi. Oleh karena itu program Gernas Kakao dilakukan melalui 3 metode
yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi (Kementerian Pertanian, 2012).
Hasil dari program tersebut tampak dari peningkatan luas areal kakao Indonesia
tahun 2009 sebesar 11,36%, dimana peningkatan luas areal terjadi pada PR
sebesar 12,44%.
Perkembangan luas areal kakao di Indonesia menurut jenis pengusahaannya
secara rinci disajikan dalam Lampiran 1.

3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia

Jika ditinjau dari produksinya, selama kurun waktu 1980-2013 produksi


kakao Indonesia juga berfluktuasi (Gambar 3.2) dan cenderung meningkat. Rata-
rata produksi kakao Indonesia mengalami peningkatan sebesar 15,89% per tahun
(Tabel 3.1). Produksi kakao terbesar dicapai tahun 2013 (Angka Sementara)
sebesar 918,96 ribu ton. Peningkatan produksi tahun 2013 merupakan dampak
positif dari Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao
(Gernas Kakao) pada tahun 2009-2011.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan,1980–2013

Namun demikian mutu produksi kakao Indonesia dalam wujud biji kering
masih belum mampu bersaing dengan kakao negara lain. Menurut Anonim (2010),
sebagian besar biji kakao yang diproduksi Indonesia merupakan biji kakao yang
diproses tanpa fermentasi. Hanya 10% dari produksi kakao yang melalui proses
fermentasi. Keengganan petani melakukan fermentasi biji kakao disebabkan
kesulitan saat akan menjual biji kakao tersebut, karena pedagang pengumpul
lebih senang membeli kakao tanpa fermentasi yang harganya lebih murah
dibandingkan kakao fermentasi. Selain itu fermentasi kakao membutuhkan waktu
yang lebih lama, sementara petani memerlukan uang untuk biaya hidup. Oleh
karena itu sosialisasi tentang proses fermentasi dan keuntungannya harus terus-
menerus disampaikan kepada petani kakao agar mutu biji kakao dapat
ditingkatkan.
Sama seperti luas areal, produksi kakao Indonesia juga didominasi PR
dengan kontribusi produksi PR sebesar 86,91% pada tahun 1980-2012 (Tabel 3.1).
Sejak tahun 1998 kontribusi produksi kakao PR semakin dominan yang diikuti
dengan menurunnya kontribusi produksi kakao PBN dan PBS. Secara rinci
perkembangan produksi kakao disajikan pada Lampiran 2.

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Perkembangan produktivitas kakao di Indonesia selama tahun 2006-2013


cenderung berfluktuasi (Gambar 3.3). Pada tahun 2006 produktivitas kakao
Indonesia sebesar 849 kg/ha. Tahun 2007 produktivitas kakao turun menjadi 801
kg/ha, tetapi tahun 2008 meningkat kembali hingga mencapai produktivitas
tertinggi sebesar 889 kg/ha. Tahun-tahun berikutnya produktivitas kakao
Indonesia belum mampu menandingi produktivitas tahun 2008. Tahun 2013
produktivitas kakao tercatat sebesar 837 kg/ha.
Berdasarkan status pengusahaannya, produktivitas tertinggi masih
didominasi oleh perkebunan besar, baik PBS maupun PBN, dengan tingkat
produktivitas kakao tahun 2013 masing-masing sebesar 942 kg/ha dan 903 kg/ha.
Sementara itu produktivitas kakao PR tahun 2013 hanya sebesar 836 kg/ha.
Perkembangan produktivitas kakao di Indonesia disajikan pada Lampiran 3.

Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia, 2006-2013

3.1.3. Sentra Produksi Kakao di Indonesia

Berdasarkan data rata-rata produksi kakao Indonesia selama lima tahun


terakhir (tahun 2009-2013), sentra produksi kakao di Indonesia terdapat di 6
(enam) provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Keenam provinsi tersebut
memberikan kontribusi kumulatif sebesar 78,17%. Sulawesi Selatan menempati

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

urutan pertama dengan kontribusi sebesar 19,39% per tahun. Peringkat kedua
ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan kontribusi sebesar 18,51% per tahun,
diikuti oleh Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat dengan kontribusi masing-
masing sebesar 16,70% dan 11,03% (Gambar 3.4), sedangkan kontribusi produksi
dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat kurang dari 10%. Beberapa provinsi
sentra produksi kakao di Indonesia disajikan secara rinci pada Lampiran 4.

Gambar 3.4. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Provinsi Sentra di Indonesia,


Rata-rata 2009-2013

Sebagai provinsi sentra produksi kakao utama, Provinsi Sulawesi Selatan


mempunyai beberapa kabupaten penghasil kakao (Gambar 3.5). Pada tahun 2013
produksi kakao terbesar berasal dari Kabupaten Luwu dengan produksi sebesar
28,71 ribu ton atau 19,29% dari total produksi kakao Provinsi Sulawesi Selatan.
Kabupaten penghasil kakao terbesar lainnya di Sulawesi Selatan adalah
Kabupaten Luwu Utara dengan produksi sebesar 21,20 ribu ton (14,25%), diikuti
oleh Bone dengan produksi 15,98 ribu ton (10,74%), Luwu Timur dengan produksi
sebesar 14,66 ribu ton (9,85%) dan Pinrang dengan produksi sebesar 14,22 ribu
ton (9,56%). Kontribusi dari kabupaten lainnya kurang dari 9%. Dari kabupaten
sentra kakao tersebut, sebagian besar produksinya berasal dari PR. Sentra
produksi kakao di Provinsi Sulawesi Selatan selengkapnya disajikan pada
Lampiran 5.

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Gambar 3.5. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di Provinsi


Sulawesi Selatan, 2013

Provinsi Sulawesi Tengah yang merupakan provinsi penghasil kakao kedua


di Indonesia mempunyai sebaran kakao di sebelas kabupaten (Lampiran 6).
Kabupaten Parigi Moutong menempati posisi pertama dengan produksi kakao
sebesar 69,82 ribu ton atau 35,65% dari produksi kakao Sulawesi Tengah, diikuti
oleh Kabupaten Poso (16,58%) dan Donggala (10,60%). Kabupaten lainnya
memberikan kontribusi kurang dari 10% (Gambar 3.6). Sentra produksi kakao di
Provinsi Sulawesi Tengah selengkapnya disajikan pada Lampiran 6.

Gambar 3.6. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra


di Provinsi Sulawesi Tengah, 2013

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA

Konsumsi kakao Indonesia dalam bentuk olahan dibedakan menjadi


konsumsi coklat instan dan coklat bubuk. Berdasarkan hasil SUSENAS dari Badan
Pusat Statistik, perkembangan konsumsi kakao tahun 2002-2013 cukup
berfluktuasi (Gambar 3.7). Konsumsi coklat instan di Indonesia selama periode
tersebut meningkat sebesar 24,89% per tahun, sedangkan konsumsi coklat bubuk
meningkat 49,62% per tahun. Lonjakan konsumsi yang sangat signifikan terjadi
pada tahun 2012, dimana konsumsi coklat instan mencapai 54,6 gram/kapita atau
naik 133,33% dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan konsumsi coklat bubuk
mencapai 83,2 gram/kapita atau naik 433,33% terhadap tahun sebelumnya.
Perkembangan konsumsi kakao di Indonesia disajikan pada Lampiran 7.

Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia, 2002-2012

3.3. PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA

Perkembangan harga rata-rata kakao (dalam wujud biji kering) di pasar


dalam negeri di Indonesia cenderung meningkat, yaitu dari Rp. 1.844,-/kg pada
tahun 1996 menjadi Rp. 18.297,-/kg pada tahun 2012 (Gambar 3.8).
Perkembangan harga kakao selama tiga tahun terakhir relatif konstan pada

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

kisaran harga Rp. 18.297,-/kg sampai Rp. 19.259,-/kg. Perkembangan harga


kakao di tingkat produsen di Indonesia disajikan pada Lampiran 8.

Gambar 3.8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia,


1996-2012

Perkembangan harga kakao di pasar dalam negeri sebenarnya mengikuti


perkembangan harga kakao di pasar luar negeri. Menurut International Cocoa
Organization (ICCO), harga kakao dalam wujud biji kering di pasar dunia tahun
2005-2010 mengalami kenaikan, tetapi tahun 2011 dan 2012 cenderung turun
(Gambar 3.9). Tahun 2011 berada pada level US$ 2,98 per kg atau 1,5912 per
pound (Herlina, 2011) atau setara dengan Rp. 30.785,-/kg, sedangkan pada
pertengahan tahun 2012 harga kakao di pasar dunia mencapai US$ 1,8/kg
(Kementerian Perindustrian, 2013) atau setara dengan Rp.28.175,-/kg. Jika
dibandingkan dengan harga kakao di pasar domestik, ternyata jauh lebih rendah
daripada harga kakao di pasar dunia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kualitas
biji kakao yang dijual oleh petani. Petani kakao sebagian besar masih menjual
biji kakao yang tidak melalui proses fermentasi.
Namun demikian berdasarkan hasil analisis integrasi pasar, Rifin dan
Nurdiyani (2007) menyimpulkan bahwa pasar kakao Indonesia tersegmentasi dan
tidak terintegrasi dalam jangka pendek dengan pasar dunia, sehingga perubahan
harga kakao di dunia tidak akan direfleksikan langsung pada harga kakao di pasar
Indonesia.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Pasar Dunia, 2005-2013

3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO INDONESIA

3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia

Ekspor kakao Indonesia dilakukan antara lain dalam bentuk biji kakao, buah
kakao, pasta kakao, pasta butter, tepung kakao dan makanan mengandung
kakao. Dari berbagai bentuk tersebut, bisnis biji kakao masih menarik dan
memberikan keuntungan, terutama bagi eksportir biji kakao. Struktur ekspor
kakao Indonesia menunjukkan bahwa ekspor biji kakao hingga saat ini masih
tetap dominan dibandingkan ekspor produk olahan dan produk akhir lainnya
(Anonim, 2014a). Hal ini disebabkan industri pengolahan kakao kurang
berkembang di Indonesia. Petani kakao yang sebagian besar merupakan petani
rakyat lebih memilih menjual kepada eksportir karena pembayarannya lebih
cepat. Biji kakao yang diekspor sebagian besar merupakan kakao yang diolah
tanpa difermentasikan (Anonim, 2010).
Perkembangan volume ekspor kakao di Indonesia selama periode tahun
2000-2013 cukup berfluktuasi namun terdapat kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun (Gambar 3.10). Rata-rata pertumbuhan volume ekspor dalam
periode tersebut sebesar 1,25% per tahun. Volume ekspor kakao pada tahun 2000

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

sebesar 424,09 ribu ton, dan meningkat hingga mencapai volume ekspor tertinggi
pada tahun 2006 sebesar 612,12 ribu ton. Setelah tahun 2006 volume ekspor
kakao cenderung menurun. Selama lima tahun terakhir volume ekspor kakao
Indonesia terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 387,80 ribu ton. Tahun 2013
terjadi peningkatan volume ekspor kakao menjadi 414,09 ribu ton (Lampiran 9).
Ekspor kakao dalam bentuk biji kering sebagian besar ditujukan ke negara
Malaysia, Singapura, Thailand, Brazil, China, dan India.

(Ton)
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2008
2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2009

2010

2011

2012

2013
Vol. Ekspor Vol. Impor

Gambar 3.10. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao


Indonesia, 2000-2013

3.4.2. Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia

Selain ekspor, Indonesia masih melakukan impor kakao dari negara lain.
Menurut Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), hal ini disebabkan pasokan biji
kakao lokal masih belum mencukupi kebutuhan industri (Anonim, 2014b). Secara
umum volume impor kakao Indonesia lebih kecil dibandingkan volume ekspornya
(Gambar 3.10), tetapi rata-rata pertumbuhan volume impor kakao selama tahun
2000-2013 lebih besar dibandingkan pertumbuhan volume ekspornya, yaitu
sebesar 35,93% per tahun. Jika pada tahun 2000 volume impor kakao hanya
sebesar 19,31 ribu ton, maka pada tahun 2013 telah mencapai 204,64 ribu ton
(Lampiran 9).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Impor biji kakao sebagian besar berasal dari Pantai Gading, Papua Nugini,
Kamerun dan Ghana, sedangkan impor kakao olahan terutama dari Malaysia.

3.4.3. Neraca Perdagangan Kakao Indonesia

Seiring dengan perkembangan volumenya, nilai ekspor maupun nilai impor


kakao juga berfluktuasi namun cenderung meningkat (Gambar 3.11). Pada tahun
2000-2013 rata-rata pertumbuhan nilai ekspor kakao sebesar 12,52% per tahun.
Nilai ekspor kakao tertinggi dicapai tahun 2010 sebesar US$ 1,64 milyar.
Sementara itu pertumbuhan nilai impor kakao pada periode yang sama mencapai
16,50% per tahun, dimana nilai impor kakao tertinggi terjadi pada tahun 2011
sebesar US$ 175,55 juta.

(Juta US$)
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan

Gambar 3.11. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan
Kakao Indonesia, 2000-2013

Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impornya diperoleh neraca perdagangan


kakao Indonesia. Untuk periode tahun 2000-2013 neraca perdagangan kakao
Indonesia berada pada posisi surplus yang cenderung semakin meningkat hingga
tahun 2010 mencapai US$ 1,48 milyar. Pada tahun 2011 terjadi penurunan
surplus neraca perdagangan kakao menjadi US$ 1,17 milyar yang berlanjut hingga
tahun 2013 menjadi US$ 1,09 milyar. Perkembangan ekspor, impor dan neraca

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

perdagangan kakao Indonesia tahun 1980-2012 disajikan secara rinci pada


Lampiran 9.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

BAB IV. KERAGAAN KAKAO DUNIA

4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN


PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA

4.1.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN

Negara ASEAN yang merupakan penghasil kakao adalah Indonesia, Malaysia,


Filipina dan Thailand. Perkembangan total luas tanaman menghasilkan kakao di
keempat negara ASEAN pada periode tahun 1980-2012 secara umum cenderung
meningkat (Gambar 4.1). Jika pada tahun 1980 hanya sebesar 59,39 ribu ha,
maka pada tahun 2012 telah mencapai 1,76 juta ha, dengan rata-rata laju
pertumbuhan sebesar 12,32% per tahun. Pertumbuhan luas tanaman
menghasilkan kakao terutama terjadi pada tahun 1980-1997 sebesar 14,82% per
tahun. Setelah tahun 1997 pertumbuhan luas tanaman menghasilkan kakao
cenderung melambat menjadi 9,48% per tahun (Lampiran 10). Dari keempat
negara ASEAN tersebut, Indonesia mempunyai luas tanaman menghasilkan kakao
terbesar yang mencapai 98% dari total luas tanaman menghasilkan kakao di Asia
Tenggara.

(Ha)
1.600.000

1.200.000

800.000

400.000

0
1990

2000
1980
1982
1984
1986
1988

1992
1994
1996
1998

2002
2004
2006
2008
2010
2012

Indonesia Malaysia Filipina Thailand ASEAN

Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Negara ASEAN,


1980-2012
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

4.1.2. Perkembangan Produksi Kakao ASEAN

Sejalan dengan perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao, maka


produksi biji kakao kering dari negara-negara ASEAN juga mengalami peningkatan
(Gambar 4.2). Pada tahun 1980 produksi kakao sebesar 50,10 ribu ton dan
meningkat menjadi 945,58 ribu ton pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata
sebesar 10,53% per tahun. Peningkatan yang relatif cukup signifikan terjadi
sebelum tahun 1998 (Lampiran 10). Indonesia memberikan kontribusi produksi
kakao terbesar dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, yaitu mencapai 97,5%
dari total produksi kakao di Asia Tenggara. Namun demikian besarnya potensi
produksi kakao Indonesia masih terbatas pada biji kakao kering, sehingga perlu
didorong terjadinya hilirisasi atau peningkatan nilai tambah komoditi kakao
melalui pengembangan produk-produk berbahan baku kakao (Ragimun, 2012).

(Ton)
1.000.000

800.000

600.000

400.000

200.000

0
1990

2004
1980
1982
1984
1986
1988

1992
1994
1996
1998
2000
2002

2006
2008
2010
2012

Indonesia Malaysia Filipina Thailand ASEAN

Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao Negara ASEAN,


1980-2012

4.1.3. Perkembangan Produktivitas Kakao ASEAN

Ditinjau dari sisi produktivitasnya, Thailand mempunyai tingkat


produktivitas kakao tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya (Gambar
4.3). Rata-rata produktivitas kakao Thailand tahun 2008-2012 sebesar 2.488

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

kg/ha. Indonesia berada di peringkat kedua dengan produktivitas kakao sebesar


837 kg/ha, diikuti oleh Malaysia (823 kg/ha) dan Filipina (524 kg/ha).
Meskipun Indonesia merupakan pemasok kebutuhan kakao dunia, namun
produktivitas kakao Indonesia masih rendah. Rendahnya produktivitas kakao
karena tanaman kakao yang ada saat ini umumnya tanaman dari tahun sekitar
1980-an, sehingga produktivitasnya sudah menurun. Selain itu banyak tanaman
kakao yang terkena penyakit PBK. Program Gernas Kakao diharapkan juga dapat
meningkatkan produktivitas kakao.

Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao Negara ASEAN,


Rata-rata 2008-2012

4.1.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia

Perkembangan luas areal kakao dunia selama periode 1980-2012 cenderung


meningkat (Gambar 4.4). Selama kurun waktu tersebut luas areal kakao dunia
meningkat rata-rata sebesar 2,45% per tahun, yaitu dari 4,74 juta ton pada tahun
1980 menjadi 9,93 juta ton pada tahun 2012. Luas areal kakao tertinggi dicapai
pada tahun 2011 sebesar 10,05 juta ha. Secara rinci perkembangan luas areal
kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran 11.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Gambar 4.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia,


1980-2012

Berdasarkan rata-rata luas areal kakao tahun 2008-2012 yang bersumber


dari FAO, terdapat 4 (empat) negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia,
yaitu Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, dan Brazil (Gambar 4.5).
Kontribusi kumulatif keempat negara tersebut mencapai 71,00% dari total luas
areal kakao dunia. Pantai Gading menempati peringkat pertama dengan luas
areal kakao rata-rata sebesar 2,32 juta ha atau memberikan kontribusi sebesar
23,97%. Ghana di peringkat kedua dengan luas areal kakao rata-rata sebesar 1,64
juta ton (16,96%). Indonesia dan Nigeria berada di peringkat ketiga dan keempat
dengan luas areal kakao masing-masing sebesar 1,63 juta ha (16,85%) dan 1,28
juta ha (13,22%). Kontribusi luas areal dari negara-negara penghasil kakao
lainnya rata-rata kurang dari 10%. Beberapa negara dengan luas areal kakao
terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 12.

24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

13,22%
29,00%

16,85%

16,96% 23,97%

Pantai Gading Ghana Indonesia Nigeria Lainnya

Gambar 4.5. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012

4.1.5. Perkembangan Produksi Kakao Dunia

Sementara itu perkembangan produksi kakao dunia (dalam wujud biji


kering) tahun 1980-2012 menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.6)
dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,76% per tahun. Krisis moneter yang
melanda negara-negara penghasil kakao dunia pada tahun 1997-1998 secara
umum tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi kakao. Hal ini
ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan produksi kakao yang tidak berbeda
signifikan antara periode tahun 1980-1997 dan tahun 1998-2012. Perkembangan
produksi kakao dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 11.
Menurut FAO, produksi biji kakao tahun 2008-2012 didominasi oleh negara
Pantai Gading, Indonesia, Ghana, Nigeria, Kamerun dan Brazil. Keenam negara
tersebut memberikan kontribusi sebesar 84,07% terhadap total produksi kakao
dunia. Pantai Gading memberikan kontribusi sebesar 31,64% dengan rata-rata
produksi kakao sebesar 1,42 juta ton. Indonesia berada di peringkat kedua
dengan kontribusi sebesar 17,36%, diikuti oleh Ghana dengan kontribusi sebesar
16,02%, sedangkan kontribusi dari negara-negara produsen kakao lainnya kurang
dari 10% (Gambar 4.7). Beberapa negara dengan produksi kakao terbesar di dunia
dapat dilihat pada Lampiran 13.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Gambar 4.6. Perkembangan Produksi Kakao Dunia, 1980-2012

5,44% 5,15%
8,46% 15,93%

16,02%

31,64%
17,36%

Pantai Gading Indonesia Ghana Nigeria


Kamerun Brazil Lainnya

Gambar 4.7. Beberapa Negara Produsen Kakao Terbesar di Dunia,


Rata-rata 2008-2012

4.1.6. Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia

Perkembangan produktivitas kakao dunia selama tahun 1980-2012


berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.8).
Umumnya tanaman kakao dunia belum mencapai tingkat produktivitas maksimal.
Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata tingkat produktivitas kakao dunia yang

26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

masih kurang dari 600 kg/ha, sementara capaian produktivitas beberapa negara,
seperti Guatemala dan Thailand, bahkan telah melebihi 2.000 kg/ha.
Produktivitas kakao tertinggi dicapai oleh Guatemala sebesar 2.621 kg/ha,
diikuti oleh Thailand (2.488 kg/ha) dan Saint Lucia (1.654 kg/ha). Indonesia
berada di peringkat keempat dengan produktivitas kakao sebesar 837 kg/ha
(Gambar 4.9).

Gambar 4.8. Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia, 1980-2012

(Kg/Ha)

3.000 2.621
2.488
2.500

2.000 1.654

1.500
837 823 800
1.000

500

Gambar 4.9. Beberapa Negara dengan Produktivitas Kakao Terbesar di Dunia,


Rata-rata 2008-2012

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO ASEAN DAN DUNIA

4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao ASEAN

Menurut data FAO, ada 5 (lima) negara ASEAN yang melakukan ekspor biji
kakao kering selama periode tahun 1980-2011, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura dan Thailand. Volume ekspor biji kakao dari negara-negara tersebut
menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi (Gambar 4.10). Pada tahun 1980
total volume ekspor kakao negara ASEAN sebesar 39,77 ribu ton dan meningkat
menjadi 240,07 ribu ton pada tahun 2011. Selama kurun waktu tersebut terjadi
peningkatan volume ekspor biji kakao rata-rata sebesar 8,62% per tahun. Volume
ekspor kakao tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 504,40 ribu ton
(Lampiran 14).
Indonesia merupakan negara eksportir biji kakao terbesar di Asia
Tenggara, bahkan dalam lima tahun terakhir ekspor biji kakao dari Indonesia
menyumbang lebih dari 94% volume ekspor biji kakao negara ASEAN.

(Ton)
600.000

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand

Gambar 4.10. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Negara ASEAN, 1980-2011

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

4.2.2. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao ASEAN

Dari sisi impor, ada 6 (enam) negara ASEAN yang melakukan impor biji
kakao, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Pada
tahun 1980-2011 terjadi peningkatan volume impor biji kakao ke negara ASEAN
sebesar 13,55% per tahun, yaitu dari 24,80 ribu ton pada tahun 1980 menjadi
450,50 ribu ton pada tahun 2011 (Lampiran 14).
Peningkatan yang relatif besar tersebut disebabkan oleh meningkatnya
industri olahan kakao di Malaysia yang memerlukan biji kakao kering sebagai
bahan baku, khususnya pada tahun 2000-2006 (Gambar 4.11). Selain Malaysia,
Singapura, Indonesia dan Thailand juga mengimpor biji kakao dalam jumlah yang
cukup besar, sedangkan volume impor kakao Filipina dan Vietnam sangat kecil
dibandingkan negara ASEAN lainnya.

(Ton)
500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010

Indonesia Malaysia Filipina


Singapura Thailand Vietnam

Gambar 4.11. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Negara ASEAN, 1980-2011

4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia

Pada periode tahun 1980-2011 volume ekspor biji kakao dunia berfluktuasi
dan cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.12). Rata-rata peningkatan
volume ekspor biji kakao sebesar 4,28% per tahun. Jika pada tahun 1980 volume
ekspor biji kakao hanya sebesar 1,07 juta ton, maka tahun 2011 telah menjadi

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

3,20 juta ton. Volume ekspor tahun 2011 merupakan capaian tertinggi selama
kurun waktu tersebut (Lampiran 15).

(000 Ton)
3.500

3.000

2.500

2.000

1.500

1.000

500

0
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.12. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia, 1980-2011

Berdasarkan data rata-rata volume ekspor biji kakao tahun 2007-2011,


terdapat 6 (enam) negara dengan volume ekspor biji kakao terbesar di dunia.
Keenam negara tersebut mempunyai kontribusi kumulatif sebesar 79,91%
terhadap total volume ekspor biji kakao. Pantai Gading merupakan negara
eksportir kakao terbesar di dunia dengan rata-rata volume ekspor sebesar 873,73
ribu ton atau 30,45% dari total volume ekspor kakao dunia (Gambar 4.13). Ghana
berada di peringkat kedua dengan rata-rata volume ekspor sebesar 471,09 ribu
ton (16,42%), diikuti oleh Indonesia di peringkat ketiga sebesar 368,43 ribu ton
(12,84%) dan Brazil di peringkat keempat sebesar 227,63 ribu ton (7,93%). Urutan
berikutnya adalah Kamerun dan Belanda dengan volume ekspor biji kakao
masing-masing sebesar 177,45 ribu ton (6,18%) dan 174,23 ribu ton (6,07%),
sedangkan negara-negara lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5%.
Presentase kontribusi beberapa negara eksportir kakao terbesar di dunia
disajikan pada Lampiran 16.

30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

6,07%
6,18% 20,09%
7,93%

12,84%

30,45%

16,42%

Pantai Gading Ghana Indonesia Nigeria


Kamerun Belanda Lainnya

Gambar 4.13. Beberapa Negara Eksportir Biji Kakao Terbesar di Dunia,


Rata-rata 2007-2011

4.2.4. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia

Sementara itu perkembangan volume impor biji kakao dunia juga


menunjukkan peningkatan dari tahun 1980-2011 (Gambar 4.14). Laju
pertumbuhan pada periode tersebut sebesar 3,90% per tahun. Sebagaimana
volume ekspornya, volume impor biji kakao tertinggi juga dicapai pada tahun
2011 sebesar 3,30 ribu ton. Perkembangan volume impor biji kakao dunia
selengkapnya disajikan pada Lampiran 15.

(000 Ton)
3.500

3.000

2.500

2.000

1.500

1.000

500

0
1993

1998
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Gambar 4.14. Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia, 1980-2011

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Berdasarkan rata-rata volume impor tahun 2007-2011, terdapat 4 (empat)


negara importir biji kakao terbesar di dunia. Belanda menjadi negara importir
terbesar di dunia dengan rata-rata volume impor sebesar 702,27 ribu ton atau
21,93% dari total volume impor biji kakao dunia (Gambar 4.15). Amerika Serikat
berada di peringkat kedua dengan rata-rata volume impor biji kakao sebesar
403,84 ribu ton (12,61%). Jerman dan Malaysia berada di peringkat berikutnya
dengan rata-rata volume impor biji kakao masing-masing sebesar 364,96 ribu ton
(11,40%) dan 354,65 ribu ton (11,07%). Negara-negara lainnya memberikan
kontribusi kurang dari 10%. Beberapa negara importir biji kakao terbesar di dunia
secara rinci disajikan pada Lampiran 17. Selain sebagai negara eksportir,
Indonesia ternyata juga merupakan negara importir biji kakao. Untuk tingkat
dunia, Indonesia berada di urutan ke-21.

42,99%
11,07%

11,40%

12,61% 21,93%

Belanda Amerika Serikat Jerman Malaysia Lainnya

Gambar 4.15. Beberapa Negara Importir Biji Kakao Terbesar di Dunia,


Rata-rata 2007-2011

4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA

4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Kakao ASEAN

Ketersediaan kakao untuk konsumsi diperoleh dari hasil perhitungan


produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya. Ketersediaan

32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

kakao (dalam wujud biji kering) di negara-negara ASEAN selama periode tahun
1980-2011 menunjukkan peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
14,79% per tahun. Peningkatan yang cukup besar terjadi antara tahun 2000-2003
(Gambar 4.16). Karena besarnya volume ekspor dan volume impor relatif
seimbang, maka ketersediaan kakao untuk negara-negara ASEAN hanya
ditentukan oleh besarnya produksi kakao, khususnya produksi kakao Indonesia
yang mendominasi kakao ASEAN. Ketersediaan kakao untuk konsumsi tertinggi
dicapai pada tahun 2008 sebesar 984,45 ribu ton. Perkembangan ketersediaan
kakao di negara ASEAN disajikan pada Lampiran 18.

(000 Ton)
1.200

1.000

800

600

400

200

0
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Gambar 4.16. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN, 1980-2011

4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Kakao Dunia

Pada tahun 1980-2011 ketersediaan kakao untuk konsumsi dunia juga


menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.17). Pada periode tersebut
rata-rata peningkatan ketersediaan kakao mencapai 3,93% per tahun, yaitu dari
1,68 juta ton pada tahun 1980 menjadi 4,78 juta ton pada tahun 2011.
Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 27,40% sebagai dampak
dari peningkatan produksi dan volume impor biji kakao kering. Karena besarnya
volume ekspor dan volume impor biji kakao dunia relatif seimbang, maka pola

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

perkembangan ketersediaan kakao mengikuti pola perkembangan produksi kakao


dunia. Ketersediaan kakao untuk konsumsim dunia disajikan pada Lampiran 19.

(000 Ton)
6.000

5.000

4.000

3.000

2.000

1.000

0
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.17. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, 1980-2011

34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

BAB V. PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAKAO

5.1. PROYEKSI PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA 2014-2019

Proyeksi penawaran kakao merupakan representasi dari produksi.


Pemodelan produksi kakao Indonesia dalam analisis ini dalam wujud biji kering,
dimana produksi kakao merupakan fungsi dari produksi tahun sebelumnya dan
luas areal kakao tahun sebelumnya. Dengan menggunakan Regresi Linier
Berganda diperoleh model sebagai berikut :
Ln Prodt = 0,0498 + 0,6887 Ln Prodt-1 + 0,2994 Ln LAt-1
dimana : Prodt = Produksi kakao tahun (t)
Prodt-1 = Produksi kakao tahun (t-1)
LTt-1 = Luas areal kakao tahun (t)
t = tahun
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh koefisien determinasi (R2)
sebesar 99,2%. Hal ini berarti 99,2% keragaman pada produksi kakao dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel yang digunakan dalam model, dan sisanya
sebesar 0,8% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Hasil analisis fungsi respon
produksi kakao secara lengkap disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kakao Indonesia

Peubah Koefisien Standar Error T p_Value

Konstanta 0,0498 0,4195 0,12 0,906

Produksi (t-1) 0,6887 0,1116 6,17 0,000

Luas areal (t) 0,2994 0,1329 2,25 0,032

R2 = 99,2 % ; p(F-stat) = 0,000

Koefisien dari produksi (t-1) sebesar 0,6887 menunjukkan bahwa jika


produksi tahun sebelumnya naik sebesar 1 satuan, maka produksi kakao tahun ke-

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

t akan naik sebesar 0,6887 satuan. Sedangkan koefisien luas areal (t) sebesar
0,2994 menunjukkan bahwa jika luas areal tahun sebelumnya naik sebesar 1
satuan, maka produksi kakao tahun ke-t akan naik sebesar 0,2994 satuan.
Dengan menggunakan model tersebut, selanjutnya dilakukan proyeksi
produksi kakao untuk tahun 2014-2019. Hasil proyeksi disajikan pada Tabel 5.2.
Produksi kakao di Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada
tahun 2014 menjadi 992,32 ribu ton. Peningkatan produksi masih akan terus
terjadi hingga tahun 2019 mencapai 1,25 juta ton, namun laju pertumbuhan
produksi akan semakin melambat. Rata-rata peningkatan produksi dalam lima
tahun tersebut diperkirakan sebesar 4,75% per tahun.

Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Kakao Indonesia, 2014-2019

Pertumbuhan
Tahun Produksi (Ton)
(%)
2014 992.316
2015 1.054.552 6,27
2016 1.110.075 5,27
2017 1.160.554 4,55
2018 1.207.298 4,03
2019 1.251.304 3,64

Rata-rata Pertumbuhan
4,75
(%/th)

5.2. PROYEKSI PERMINTAAN KAKAO DI INDONESIA 2014-2019

Permintaan kakao Indonesia merupakan representasi dari konsumsi kakao


domestik. Proyeksi permintaan kakao Indonesia dilakukan berdasarkan data
konsumsi kakao per kapita dalam bentuk coklat instan dan coklat bubuk yang
bersumber dari SUSENAS BPS. Dengan menggunakan model estimasi trend
analysis linear diperoleh nilai MAPE sebesar 32,29 dengan fungsi permintaan
sebagai berikut:
36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Yt = 26,8982 + 0,638182 t
dimana : Yt = Konsumsi pada tahun ke-t
t = tahun
Untuk memperoleh total konsumsi kakao Indonesia digunakan juga data
proyeksi jumlah penduduk yang bersumber dari BPS. Hasil proyeksi konsumsi dan
jumlah penduduk disajikan pada Tabel 5.3, dimana konsumsi kakao diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2014-2019 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
3,30% per tahun. Tahun 2014 konsumsi kakao diperkirakan sebesar 8,88 ribu ton
yang akan meningkat menjadi 10,45 ribu ton pada tahun 2019.

Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Kakao Indonesia, 2014-2019


Jumlah Total
Konsumsi Pertumbuhan
Tahun Penduduk Konsumsi
(Gram/Kapita) (%)
(Orang) (Ton)
2014 35,19 252.434.517 8.884
2015 35,83 256.274.522 9.183 3,36
2016 36,47 260.172.940 9.489 3,33
2017 37,11 264.130.661 9.802 3,30
2018 37,75 268.148.586 10.122 3,27
2019 38,39 272.227.631 10.450 3,24
Rata-rata Pertumbuhan (%/th)

2014-2019 3,30

5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAKAO DI INDONESIA 2014-2019

Hasil penelitian Elisabeth et al. (2007) menunjukkan bahwa dari 100 kg biji
kakao kering yang difermentasi dapat dihasilkan 47,7 kg bubuk coklat. Untuk biji
kakao yang tidak difermentasi maka hasilnya lebih rendah lagi. Mengingat
sebagian besar produksi biji kakao Indonesia tanpa melalui proses fermentasi,
maka digunakan asumsi dari 100 kg biji kakao kering dihasilkan 30 kg bubuk
coklat. Dari hasil proyeksi produksi biji kakao dan konsumsi coklat dapat dihitung
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37
2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

surplus atau defisit kakao Indonesia. Jika produksi biji kakao hanya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan coklat bubuk yang dikonsumsi langsung, maka
Indonesia masih berada dalam posisi surplus. Tahun 2014 surplus kakao
diperkirakan sebesar 288,81 ribu ton, dan meningkat menjadi 364,94 ribu ton
pada tahun 2019 (Tabel 5.4).
Namun demikian hasil proyeksi ini perlu dicermati lebih lanjut karena data
konsumsi yang digunakan adalah konsumsi langsung oleh rumah tangga tanpa
memperhitungkan kebutuhan untuk konsumsi di hotel, restoran dan industri.
Dengan demikian surplus kakao Indonesia sebenarnya juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hotel, restoran, dan sebagai bahan baku industri coklat
jadi.

Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Kakao Indonesia, 2014-2019


Produksi Produksi Bubuk
Konsumsi Surplus/Defisit
Tahun Biji Kakao Kakao
(Ton) (Ton)
(Ton) (Ton)
2014 992.316 297.695 8.884 288.811

2015 1.054.552 316.366 9.183 307.183

2016 1.110.075 333.023 9.489 323.534

2017 1.160.554 348.166 9.802 338.365

2018 1.207.298 362.189 10.122 352.068

2019 1.251.304 375.391 10.450 364.942

38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

5.4. PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN 2012-2019

Ketersediaan biji kakao kering di dunia negara-negara ASEAN diperoleh


dari perhitungan produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya.
Dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double
exponential smoothing) pada level  = 0,75 dan trend  = 0,097 diperoleh nilai
MAPE sebesar 18. Berdasarkan metode tersebut dihasilkan proyeksi ketersediaan
kakao negara ASEAN seperti tersaji pada Tabel 5.5.
Ketersediaan kakao di ASEAN untuk tahun 2012 sebesar 957,44 ribu ton.
Dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,15% per tahun, maka diperkirakan
pada tahun 2019 ketersediaan kakao di ASEAN mencapai 1,19 juta ton. Meskipun
ketersediaan kakao masih tumbuh positif, namun persentase pertumbuhannya
semakin melambat dari tahun ke tahun. Hal ini perlu diantisipasi oleh negara-
negara penghasil kakao ASEAN agar ketersediaan kakao tetap terjaga.

Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Kakao Negara-negara ASEAN, 2012-2019

Pertumbuhan
Tahun Ketersediaan (Ton)
(%)
2012 957.442
2013 990.569 3,46
2014 1.023.696 3,34
2015 1.056.822 3,24
2016 1.089.949 3,13
2017 1.123.076 3,04
2018 1.156.203 2,95
2019 1.189.330 2,87

Rata-rata Pertumbuhan
3,15
(%/th)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO DUNIA 2012-2019

Proyeksi ketersediaan biji kakao kering di dunia dihitung menggunakan


metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Pada
level  = 0,458 dan trend  = 0,102 diperoleh nilai MAPE = 6 dengan hasil proyeksi
ketersediaan kakao dunia seperti tersaji pada Tabel 5.6.
Secara umum laju pertumbuhan ketersediaan kakao dunia hasil proyeksi
lebih kecil dibandingkan pertumbuhan ketersediaan kakao ASEAN dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar 2,24% per tahun. Tahun 2012 ketersediaan kakao
dunia sebesar 4,88 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2019 akan mencapai
5,69 juta ton.

Tabel 5.6. Proyeksi Ketersediaan Kakao Dunia, 2012-2019

Ketersediaan Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2012 4.875.565
2013 4.992.512 2,40
2014 5.109.458 2,34
2015 5.226.405 2,29
2016 5.343.351 2,24
2017 5.460.298 2,19
2018 5.577.244 2,14
2019 5.694.191 2,10

Rata-rata Pertumbuhan
2,24
(%/th)

40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta: Sekretariat Jenderal


Departemen Perindustrian.

Anonim. 2010. Perkembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Indonesia


Commercial Newsletter (ICN), Edisi Mei 2010.

Anonim. 2014a. Pungutan Ekspor Biji Kakao Sebagai Isu Kebijakan.


http://pse.litbang.deptan.go.id [diakses tanggal 18 Juni 2014].

Anonim. 2014b. Dua Alasan Pemerintah Impor Kakao. http://www.tempo.co


[diakses tanggal 25 Juli 2014].

Arsyad, M., Sinaga, B. M., Yusuf, S. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak
Ekspor dan Subsidi Harga Pupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao
Indonesia Pasca Putaran Uruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 8 (1):
63-71.

Elisabeth, D.A.A., Suharyanto, dan Rubiyo. 2007. Pengaruh Fermentasi Biji Kakao
Terhadap Mutu Produk Olahan Setengah Jadi Cokelat. Denpasar: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Iqbal, M. dan Dalimi, A. 2006. Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao Melalui


Primatani: Kasus Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan. Analisis
Kebijakan Pertanian, 4 (1): 39-53.

Hasibuan, A. M., Nurmalina, R. dan Wahyudi, A. 2012a. Analisis Kinerja dan Daya
Saing Perdagangan Biji Kakao dan Produk Kakao Olahan Indonesia di Pasar
Internasional. Buletin RISTRI, 3 (1): 57-70.

Hasibuan, A. M., Nurmalina, R. dan Wahyudi, A. 2012b. Analisis Kebijakan


Pengembangan Industri Hilir Kakao (Suatu Pendekatan Sistem Dinamis).
Informatika Pertanian, 21 (2): 59-70.

Hasibuan, A. M., Nurmalina, R. dan Wahyudi, A. 2012c. Pengaruh Pencapaian


Kebijakan Penerapan Bea Ekspor dan Gernas Kakao Terhadap Kinerja
Industri Hilir dan Penerimaan Petani Kakao: Suatu Pendekatan Dinamika
Sistem. Buletin RISTRI, 3 (2): 157-170.

Kementerian Pertanian. 2012. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu


Tanaman Rempah dan Penyegar: Pedoman Teknis Gerakan Nasional
Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Tahun 2013. Jakarta: Direktorat
Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Ragimun. 2012. Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. Jakarta: Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.

Rifin, A. dan Nurdiyani, F. 2007. Integrasi Pasar Kakao Indonesia. Jurnal


Agribisnis dan Ekonomi Pertanian, 1(2): 1-12.

Sahardi, M.Z.K., Sahari, D., Bilang, M.A., Muhammad, H., Djuddawi, H. dan
Kasman. 2005. Laporan Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani di
Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi
Selatan. Makassar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.

42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

LAMPIRAN

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan, 1980–2013
Luas Areal (Ha)
Tahun
Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.
PR PBN PBS Indonesia
(%) (%) (%) (%)
1980 13.125 18.636 5.321 37.082
1981 14.869 13,29 20.678 10,96 7.422 39,49 42.969 15,88
1982 18.000 21,06 23.308 12,72 7.121 -4,06 48.429 12,71
1983 25.858 43,66 25.132 7,83 8.938 25,52 59.928 23,74
1984 39.217 51,66 27.667 10,09 11.635 30,17 78.519 31,02
1985 51.765 32,00 29.198 5,53 11.834 1,71 92.797 18,18
1986 58.584 13,17 29.994 2,73 9.537 -19,41 98.115 5,73
1987 114.922 96,17 38.391 28,00 18.513 94,12 171.826 75,13
1988 165.100 43,66 53.137 38,41 34.867 88,34 253.104 47,30
1989 212.352 28,62 57.600 8,40 47.753 36,96 317.705 25,52
1990 252.237 18,78 57.600 0,00 47.653 -0,21 357.490 12,52
1991 299.998 18,93 64.406 11,82 79.658 67,16 444.062 24,22
1992 351.911 17,30 62.437 -3,06 81.658 2,51 496.006 11,70
1993 376.636 7,03 65.525 4,95 93.124 14,04 535.285 7,92
1994 415.522 10,32 69.760 6,46 111.729 19,98 597.011 11,53
1995 428.614 3,15 66.021 -5,36 107.484 -3,80 602.119 0,86
1996 488.815 14,05 63.025 -4,54 103.491 -3,71 655.331 8,84
1997 380.811 -22,10 62.455 -0,90 85.791 -17,10 529.057 -19,27
1998 436.576 14,64 58.261 -6,72 77.716 -9,41 572.553 8,22
1999 534.670 22,47 59.990 2,97 73.055 -6,00 667.715 16,62
2000 641.133 19,91 52.690 -12,17 56.094 -23,22 749.917 12,31
2001 710.044 10,75 55.291 4,94 56.114 0,04 821.449 9,54
2002 798.628 12,48 54.815 -0,86 60.608 8,01 914.051 11,27
2003 861.099 7,82 49.913 -8,94 53.211 -12,20 964.223 5,49
2004 1.003.252 16,51 38.668 -22,53 49.040 -7,84 1.090.960 13,14
2005 1.081.102 7,76 38.295 -0,96 47.649 -2,84 1.167.046 6,97
2006 1.219.633 12,81 48.930 27,77 52.257 9,67 1.320.820 13,18
2007 1.272.781 4,36 57.343 17,19 49.155 -5,94 1.379.279 4,43
2008 1.326.784 4,24 50.584 -11,79 47.848 -2,66 1.425.216 3,33
2009 1.491.808 12,44 49.489 -2,16 45.839 -4,20 1.587.136 11,36
2010 1.558.421 4,47 48.932 -1,13 43.268 -5,61 1.650.621 4,00
2011 1.638.329 5,13 48.935 0,01 45.377 4,87 1.732.641 4,97
2012 1.693.337 3,36 38.218 -21,90 42.909 -5,44 1.774.463 2,41
2013*) 1.656.464 -2,18 38.198 -0,05 42.261 -1,51 1.736.924 -2,12
Rata-rata pertumbuhan (%)
1980-2013 17,20 2,96 9,32 13,29
1980-1997 24,16 7,88 21,86 18,44
1998-2013 9,81 -2,27 -4,02 7,82
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara


PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara
PBS = Perkebunan Besar Swasta

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan, 1980–2013
Produksi (Ton)
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.
PR PBN PBS Indonesia
(%) (%) (%) (%)
1980 1.058 8.410 816 10.284
1981 1.437 35,82 10.429 24,01 1.271 55,76 13.137 27,74
1982 3.787 163,54 11.464 9,92 2.009 58,06 17.260 31,38
1983 5.401 42,62 11.738 2,39 2.501 24,49 19.640 13,79
1984 6.229 15,33 16.561 41,09 3.712 48,42 26.502 34,94
1985 8.997 44,44 20.512 23,86 4.289 15,54 33.798 27,53
1986 11.761 30,72 18.288 -10,84 4.278 -0,26 34.327 1,57
1987 25.841 119,72 17.658 -3,44 6.700 56,62 50.199 46,24
1988 39.757 53,85 24.112 36,55 15.466 130,84 79.335 58,04
1989 68.259 71,69 26.975 11,87 15.275 -1,23 110.509 39,29
1990 97.418 42,72 27.016 0,15 17.913 17,27 142.347 28,81
1991 119.284 22,45 35.463 31,27 20.152 12,50 174.899 22,87
1992 145.563 22,03 35.993 1,49 25.591 26,99 207.147 18,44
1993 187.529 28,83 40.638 12,91 29.892 16,81 258.059 24,58
1994 198.001 5,58 42.086 3,56 29.894 0,01 269.981 4,62
1995 231.992 17,17 40.933 -2,74 31.941 6,85 304.866 12,92
1996 304.013 31,04 36.456 -10,94 33.530 4,97 373.999 22,68
1997 263.846 -13,21 35.644 -2,23 30.729 -8,35 330.219 -11,71
1998 369.887 40,19 46.307 29,92 32.733 6,52 448.927 35,95
1999 304.549 -17,66 37.064 -19,96 25.862 -20,99 367.475 -18,14
2000 363.628 19,40 34.790 -6,14 22.724 -12,13 421.142 14,60
2001 476.924 31,16 33.905 -2,54 25.975 14,31 536.804 27,46
2002 511.379 7,22 34.083 0,52 25.693 -1,09 571.155 6,40
2003 634.877 24,15 32.075 -5,89 31.864 24,02 698.816 22,35
2004 636.783 0,30 25.830 -19,47 29.091 -8,70 691.704 -1,02
2005 693.701 8,94 25.494 -1,30 29.633 1,86 748.828 8,26
2006 702.207 1,23 33.795 32,56 33.384 12,66 769.386 2,75
2007 671.370 -4,39 34.643 2,51 33.993 1,82 740.006 -3,82
2008 740.681 10,32 31.130 -10,14 31.783 -6,50 803.594 8,59
2009 741.981 0,18 34.604 11,16 32.998 3,82 809.583 0,75
2010 772.771 4,15 34.740 0,39 30.407 -7,85 837.918 3,50
2011 644.688 -16,57 34.373 -1,06 33.170 9,09 712.231 -15,00
2012 687.247 6,60 23.837 -30,65 29.429 -11,28 740.513 3,97
2013*) 863.291 25,62 25.854 8,46 29.815 1,31 918.961 24,10
Rata-rata pertumbuhan (%)
1980-2013 26,52 4,77 14,31 15,89
1980-1997 43,20 9,93 27,37 23,75
1998-2013 8,80 -0,73 0,43 7,54
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara


Wujud produksi : Biji kering
PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara
PBS = Perkebunan Besar Swasta

46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan, 2006-2013
Produktivitas (Kg/Ha)
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.
PR PBN PBS Indonesia
(%) (%) (%) (%)
2006 843 880 961 849
2007 796 -5,61 787 -10,54 928 -3,45 801 -5,72
2008 891 11,89 834 6,02 904 -2,60 889 10,99
2009 811 -8,90 941 12,77 994 10,01 822 -7,48
2010 793 -2,28 958 1,85 962 -3,29 804 -2,27
2011 808 1,97 944 -1,48 977 1,58 821 2,12
2012 845 4,56 907 -3,97 930 -4,76 850 3,59
2013*) 836 -1,10 942 3,87 903 -2,98 837 -1,56
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)

2006-2013 0,07 1,22 -0,78 -0,05


Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Lampiran 4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Kakao di Indonesia, 2009–2013


Produksi (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Provinsi Kumulatif
2009 2010 2011 2012 2013*) Rata-rata (%)
(%)
1 Sulawesi Selatan 164.444 173.755 142.829 146.840 148.831 155.340 19,39 19,39
2 Sulawesi Tengah 138.149 138.306 124.777 144.358 195.845 148.287 18,51 37,90
3 Sulawesi Tenggara 132.189 141.176 114.578 122.960 158.158 133.812 16,70 54,60
4 Sulawesi Barat 96.860 96.011 80.194 76.158 92.643 88.373 11,03 65,63
5 Sumatera Utara 67.341 63.425 54.515 36.188 36.441 51.582 6,44 72,06
6 Sumatera Barat 33.430 49.388 44.613 48.113 68.976 48.904 6,10 78,17
7 Aceh 29.130 27.625 24.596 20.609 36.432 27.678 3,45 81,62
8 Jawa Timur 22.677 24.199 24.788 28.575 33.311 26.710 3,33 84,96
9 Lampung 26.037 26.539 20.721 23.765 32.506 25.914 3,23 88,19
10 Nusa Tenggara Timur 12.054 12.978 8.815 11.190 15.495 12.106 1,51 89,70
Lainnya 74.142 84.516 71.804 81.757 100.323 82.508 10,30 100,00
Indonesia 796.453 837.918 712.230 740.513 918.961 801.215 100,00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan
Keterangan : *) Angka Sementara

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 5. Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi


Selatan, 2013
Produksi Share Kumulatif
No. Kabupaten
(Ton) (%) (%)
1 Luwu 28.714 19,29 19,29
2 Luwu Utara 21.201 14,25 33,54
3 Bone 15.980 10,74 44,28
4 Luwu Timur 14.660 9,85 54,13
5 Pinrang 14.223 9,56 63,68
6 Soppeng 10.775 7,24 70,92
7 Wajo 10.133 6,81 77,73
8 Sidenreng Rappang 7.262 4,88 82,61
9 Enrekang 7.017 4,71 87,32
10 Bulukumba 5.188 3,49 90,81
Lainnya 13.678 9,19 100,00
Sulawesi Selatan 148.831 100,00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara

48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 6. Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi


Tengah, 2013
Produksi Share Kumulatif
No. Kabupaten
(Ton) (%) (%)
1 Parigi Moutong 69.822 35,65 35,65
2 Poso 32.469 16,58 52,23
3 Donggala 20.754 10,60 62,83
4 Banggai 19.302 9,86 72,68
5 Sigi Biromaru 17.013 8,69 81,37
6 Morowali 10.241 5,23 86,60
7 Toja Una-una 7.562 3,86 90,46
8 Toli-toli 7.335 3,75 94,21
9 Buol 7.064 3,61 97,81
10 Banggai Kepulauan 4.200 2,14 99,96
11 P alu 83 0,04 100,00
Sulawesi Tengah 195.845 100,00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 7. Perkembangan Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan dan


Coklat Bubuk di Indonesia, 2002-2013

Coklat Instan Coklat Bubuk


Tahun Konsumsi Pertumb. Konsumsi Pertumb.
(Gr/Kapita) (%) (Gr/Kapita) (%)

2002 23,4 10,4


2003 7,8 -66,67 5,2 -50,00
2004 23,4 200,00 10,4 100,00
2005 31,2 33,33 10,4 0,00
2006 15,6 -50,00 10,4 0,00
2007 23,4 50,00 10,4 0,00
2008 23,4 0,00 10,4 0,00
2009 15,6 -33,33 5,2 -50,00
2010 15,6 0,00 5,2 0,00
2011 23,4 50,00 15,6 200,00
2012 54,6 133,33 83,2 433,33
2013 31,2 -42,86 10,4 -87,50
Rata-rata pertumbuhan (%)
2002-2013 24,89 49,62
Sumber: SUSENAS, Badan Pusat Statistik

50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia,


1996-2012

Harga Produsen Pertumbuhan


Tahun
(Rp/Kg) (%)

1996 1.844
1997 2.239 21,43
1998 5.650 152,37
1999 4.821 -14,67
2000 4.487 -6,93
2001 6.710 49,55
2002 8.174 21,83
2003 9.446 15,56
2004 9.053 -4,16
2005 9.034 -0,21
2006 9.048 0,16
2007 10.940 20,91
2008 14.127 29,12
2009 16.503 16,82
2010 18.557 12,44
2011 19.259 3,79
2012 18.297 -4,99
Rata-rata pertumbuhan (%)
1996-2012 19,56
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia, 2000-2013

Ekspor Impor
Neraca
Tahun
Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (000 US$)
(Ton) (%) (000 US$) (%) (Ton) (%) (000 US$) (%)
2000 424.088 341.859 19.310 22.055 319.804
2001 393.224 -7,28 391.086 14,40 37.480 94,09 45.909 108,15 345.177
2002 465.621 18,41 701.034 79,25 36.585 -2,39 63.974 39,35 637.061
2003 357.737 -23,17 623.934 -11,00 41.339 13,00 81.070 26,72 542.864
2004 368.758 3,08 549.348 -11,95 51.017 23,41 86.003 6,09 463.345
2005 465.162 26,14 667.993 21,60 53.865 5,58 85.455 -0,64 582.538
2006 612.124 31,59 855.047 28,00 47.109 -12,54 76.031 -11,03 779.016
2007 503.547 -17,74 924.186 8,09 43.845 -6,93 83.239 9,48 840.948
2008 515.576 2,39 1.269.022 37,31 53.761 22,62 119.130 43,12 1.149.892
2009 559.799 8,58 1.459.297 14,99 46.929 -12,71 121.390 1,90 1.337.907
2010 552.892 -1,23 1.643.773 12,64 47.455 1,12 164.609 35,60 1.479.164
2011 410.257 -25,80 1.345.430 -18,15 43.685 -7,95 175.549 6,65 1.169.880
2012 387.803 -5,47 1.053.615 -21,69 194.131 344,39 53.145 -69,73 1.000.469
2013*) 414.087 6,78 1.151.481 9,29 204.641 5,41 63.157 18,84 1.088.324
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
2000-2013 1,25 12,52 35,93 16,50
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Publikasi BPS bulan M aret 2014

52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 10. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan


Produktivitas Kakao Negara ASEAN1), 1980-2012
Luas Tanaman Menghasilkan Produksi Produktivitas
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb.
(Ha) (Ton) (Kg/Ha)
(%) (%) (%)
1980 59.385 50.097 843,60
1981 72.945 22,83 66.630 33,00 913,43 8,28
1982 88.706 21,61 83.908 25,93 945,91 3,56
1983 112.819 27,18 93.413 11,33 827,99 -12,47
1984 151.827 34,58 121.636 30,21 801,15 -3,24
1985 161.825 6,59 139.164 14,41 859,97 7,34
1986 213.884 32,17 171.269 23,07 800,76 -6,89
1987 265.461 24,11 226.447 32,22 853,03 6,53
1988 358.909 35,20 318.827 40,80 888,32 4,14
1989 418.135 16,50 363.273 13,94 868,79 -2,20
1990 475.751 13,78 399.595 10,00 839,92 -3,32
1991 601.256 26,38 414.883 3,83 690,03 -17,85
1992 586.109 -2,52 435.084 4,87 742,33 7,58
1993 617.482 5,35 466.166 7,14 754,95 1,70
1994 647.677 4,89 427.218 -8,35 659,62 -12,63
1995 581.843 -10,16 418.202 -2,11 718,75 8,97
1996 583.833 0,34 479.166 14,58 820,72 14,19
1997 543.728 -6,87 443.971 -7,35 816,53 -0,51
1998 536.833 -1,27 554.469 24,89 1032,85 26,49
1999 784.748 46,18 459.242 -17,17 585,21 -43,34
2000 838.752 6,88 499.004 8,66 594,94 1,66
2001 836.553 -0,26 602.497 20,74 720,21 21,06
2002 837.391 0,10 673.682 11,81 804,50 11,70
2003 1.017.418 21,50 738.541 9,63 725,90 -9,77
2004 1.143.885 12,43 731.919 -0,90 639,85 -11,85
2005 1.211.632 5,92 783.539 7,05 646,68 1,07
2006 947.875 -21,77 807.835 3,10 852,26 31,79
2007 962.552 1,55 781.355 -3,28 811,75 -4,75
2008 934.763 -2,89 837.520 7,19 895,97 10,37
2009 1.014.802 8,56 833.650 -0,46 821,49 -8,31
2010 1.064.191 4,87 866.062 3,89 813,82 -0,93
2011 891.221 -16,25 722.421 -16,59 810,60 -0,40
2012 896.883 0,64 945.576 30,89 1054,29 30,06
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2012 9,94 10,53 1,81
1980-1997 14,82 14,56 0,19
1998-2012 4,41 5,96 3,66
Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin
Keterangan : 1) Negara ASEAN penghasil kakao adalah Indonesia, M alaysia, Filipina, Thailand

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 11. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao


Dunia, 1980–2012

Luas Areal Produksi Produktivitas


Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb.
(Ha) (Ton) (Kg/Ha)
(%) (%) (%)
1980 4.740.389 1.670.684 352,44
1981 4.848.332 2,28 1.735.292 3,87 357,92 1,55
1982 4.678.395 -3,51 1.615.358 -6,91 345,28 -3,53
1983 4.658.944 -0,42 1.604.673 -0,66 344,43 -0,25
1984 4.768.166 2,34 1.810.611 12,83 379,73 10,25
1985 5.046.026 5,83 2.014.015 11,23 399,13 5,11
1986 5.247.633 4,00 2.118.410 5,18 403,69 1,14
1987 5.275.079 0,52 2.055.935 -2,95 389,74 -3,45
1988 5.655.180 7,21 2.563.339 24,68 453,27 16,30
1989 5.514.974 -2,48 2.641.015 3,03 478,88 5,65
1990 5.711.337 3,56 2.532.151 -4,12 443,36 -7,42
1991 5.686.159 -0,44 2.532.323 0,01 445,35 0,45
1992 5.730.195 0,77 2.677.545 5,73 467,27 4,92
1993 5.689.495 -0,71 2.673.602 -0,15 469,92 0,57
1994 5.759.594 1,23 2.672.564 -0,04 464,02 -1,26
1995 6.565.625 13,99 2.991.303 11,93 455,60 -1,81
1996 6.325.542 -3,66 3.246.173 8,52 513,18 12,64
1997 6.387.804 0,98 3.015.280 -7,11 472,04 -8,02
1998 6.689.760 4,73 3.311.572 9,83 495,02 4,87
1999 6.855.706 2,48 2.973.885 -10,20 433,78 -12,37
2000 7.608.227 10,98 3.373.428 13,44 443,39 2,22
2001 7.153.374 -5,98 3.218.281 -4,60 449,90 1,47
2002 6.974.379 -2,50 3.320.679 3,18 476,13 5,83
2003 7.692.074 10,29 3.702.468 11,50 481,34 1,09
2004 8.512.801 10,67 4.069.090 9,90 478,00 -0,69
2005 8.599.536 1,02 4.044.229 -0,61 470,28 -1,61
2006 8.514.540 -0,99 4.301.335 6,36 505,18 7,42
2007 8.637.265 1,44 3.897.965 -9,38 451,30 -10,67
2008 9.561.437 10,70 4.263.272 9,37 445,88 -1,20
2009 9.444.079 -1,23 4.206.746 -1,33 445,44 -0,10
2010 9.500.103 0,59 4.339.064 3,15 456,74 2,54
2011 10.047.462 5,76 4.679.108 7,84 465,70 1,96
2012 9.933.462 -1,13 5.003.211 6,93 503,67 8,15
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
1980-2012 2,45 3,76 1,30
1980-1997 1,85 3,83 1,93
1998-2012 3,12 3,69 0,59
Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin

54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 12. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar Dunia, 2008-
2012
Luas Areal (Ha) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata (%)
(%)
1 Pantai Gading 2.300.000 2.176.162 2.150.000 2.495.110 2.500.000 2.324.254 23,97 23,97

2 Ghana 1.822.500 1.600.000 1.600.200 1.600.300 1.600.300 1.644.660 16,96 40,93

3 Indonesia 1.425.216 1.587.136 1.651.539 1.732.600 1.732.900 1.625.878 16,77 57,69

4 Nigeria 1.349.130 1.354.340 1.272.430 1.240.000 1.196.000 1.282.380 13,22 70,92

5 Brazil 641.337 635.975 660.711 680.484 684.333 660.568 6,81 77,73

6 Kamerun 590.000 600.000 670.000 670.000 670.000 640.000 6,60 84,33

7 Ekuador 376.604 398.104 360.025 399.467 390.176 384.875 3,97 88,30

8 Republik Dominika 157.000 153.219 153.219 153.219 153.219 153.975 1,59 89,89

9 Papua Nugini 132.000 145.000 130.000 159.000 129.000 139.000 1,43 91,32

10 Togo 146.000 138.160 133.500 130.000 110.000 131.532 1,36 92,68

Lainnya 621.650 655.983 718.479 787.282 767.534 710.186 7,32 100,00

Dunia 9.561.437 9.444.079 9.500.103 10.047.462 9.933.462 9.697.309 100,00


Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO) , diolah Pusdatin

Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Produksi Biji Kakao Terbesar Dunia,
2008-2012
Produksi (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
(%)
2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata (%)
1 Pantai Gading 1.382.441 1.223.153 1.301.347 1.559.441 1.650.000 1.423.276 31,64 31,64

2 Indonesia 803.594 809.583 837.918 712.231 740.513 780.768 17,36 49,00

3 Ghana 680.781 710.638 632.037 700.020 879.348 720.565 16,02 65,02

4 Nigeria 367.020 363.510 399.200 391.000 383.000 380.746 8,46 73,48

5 Kamerun 229.203 235.500 264.077 239.000 256.000 244.756 5,44 78,92

6 Brazil 202.030 218.487 235.389 248.524 253.211 231.528 5,15 84,07

7 Ekuador 94.300 120.582 132.100 224.163 133.323 140.894 3,13 87,20

8 Togo 111.000 105.000 101.500 142.500 34.500 98.900 2,20 89,40

9 Mexico 50.000 60.000 61.000 83.000 83.000 67.400 1,50 90,90

10 Republik Dominika 45.518 54.994 58.334 54.279 72.225 57.070 1,27 92,17

Lainnya 297.385 305.299 316.162 324.950 518.091 352.377 7,83 100,00

Dunia 4.263.272 4.206.746 4.339.064 4.679.108 5.003.211 4.498.280 100,00


Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO) , diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 14. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Negara
ASEAN, 1980-2011
Volume Ekspor Volume Impor
Tahun Pertumb. Pertumb.
(Ton) (Ton)
(%) (%)
1980 39.769 24.802
1981 63.101 58,67 43.772 76,49
1982 87.355 38,44 58.758 34,24
1983 88.596 1,42 58.862 0,18
1984 119.729 35,14 47.677 -19,00
1985 141.391 18,09 54.688 14,71
1986 175.942 24,44 55.541 1,56
1987 244.878 39,18 75.749 36,38
1988 330.099 34,80 105.248 38,94
1989 310.735 -5,87 86.126 -18,17
1990 334.771 7,74 103.876 20,61
1991 378.594 13,09 96.801 -6,81
1992 420.621 11,10 107.738 11,30
1993 420.589 -0,01 78.603 -27,04
1994 341.086 -18,90 77.908 -0,88
1995 291.137 -14,64 111.440 43,04
1996 350.984 20,56 83.168 -25,37
1997 284.913 -18,82 82.009 -1,39
1998 319.846 12,26 107.985 31,67
1999 384.063 20,08 109.313 1,23
2000 378.554 -1,43 166.342 52,17
2001 328.256 -13,29 216.167 29,95
2002 392.346 19,52 206.686 -4,39
2003 284.131 -27,58 419.900 103,16
2004 288.673 1,60 302.811 -27,88
2005 378.587 31,15 442.354 46,08
2006 504.395 33,23 578.368 30,75
2007 399.538 -20,79 568.030 -1,79
2008 391.318 -2,06 538.247 -5,24
2009 459.189 17,34 416.995 -22,53
2010 463.299 0,90 459.517 10,20
2011 240.068 -48,18 450.503 -1,96
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2011 8,62 13,55
Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO) , diolah Pusdatin

56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Dunia,
1980-2011

Volume Ekspor Volume Impor


Tahun
(000 Ton) Pertumb. (%) (000 Ton) Pertumb. (%)
1980 1.065 1.070
1981 1.332 25,08 1.242 16,09
1982 1.250 -6,16 1.271 2,28
1983 1.206 -3,54 1.262 -0,71
1984 1.354 12,34 1.339 6,13
1985 1.385 2,25 1.480 10,57
1986 1.557 12,44 1.413 -4,57
1987 1.611 3,43 1.476 4,51
1988 1.667 3,51 1.544 4,60
1989 1.907 14,36 1.660 7,49
1990 1.896 -0,53 1.766 6,40
1991 1.896 -0,02 1.883 6,63
1992 1.767 -6,80 1.871 -0,65
1993 2.112 19,54 1.851 -1,06
1994 1.868 -11,58 1.881 1,61
1995 1.823 -2,38 1.919 2,02
1996 2.515 37,95 2.144 11,72
1997 2.154 -14,38 1.973 -7,99
1998 2.094 -2,76 2.122 7,58
1999 2.445 16,77 2.356 11,02
2000 2.503 2,37 2.455 4,21
2001 2.389 -4,59 2.465 0,38
2002 2.443 2,28 2.256 -8,47
2003 2.404 -1,58 2.694 19,43
2004 3.043 26,56 2.795 3,73
2005 2.982 -2,00 3.117 11,52
2006 3.027 1,52 3.162 1,44
2007 2.762 -8,77 3.191 0,94
2008 2.683 -2,84 3.084 -3,36
2009 2.998 11,72 3.103 0,61
2010 2.704 -9,81 2.963 -4,51
2011 3.199 18,32 3.303 11,45
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2011 4,28 3,90
Sumber : Food and Agriculture Organization, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 16. Beberapa Negara dengan Volume Ekspor Kakao Terbesar Dunia,
2007-2011
Volume Ekspor (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata (%)
(%)
1 Pantai Gading 803.886 782.868 917.700 790.912 1.073.282 873.730 30,45 30,45

2 Ghana 506.358 474.706 395.711 281.437 697.236 471.090 16,42 46,87

3 Indonesia 379.829 380.513 439.305 432.427 210.067 368.428 12,84 59,72

4 Nigeria 174.900 227.303 247.000 226.634 262.295 227.626 7,93 67,65

5 Kamerun 131.075 178.101 193.973 193.881 190.214 177.449 6,18 73,83

6 Belanda 173.119 155.657 167.521 167.081 207.773 174.230 6,07 79,91

7 Ekuador 80.093 80.143 124.404 116.318 157.782 111.748 3,89 83,80

8 Belgia 142.040 117.763 97.578 82.614 81.350 104.269 3,63 87,44

9 Togo 85.600 25.475 119.500 82.100 25.707 67.676 2,36 89,79

10 Papua Nugini 46.900 51.588 59.276 57.764 62.751 55.656 1,94 91,73

Lainnya 237.972 209.092 235.712 272.434 230.439 237.130 8,27 100,00

Dunia 2.761.772 2.683.209 2.997.680 2.703.602 3.198.896 2.869.032 100,00


Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin

Lampiran 17. Beberapa Negara dengan Volume Impor Kakao Terbesar Dunia,
2007-2011
Volume Impor (Ton) Kontribusi
Kontribusi
No. Negara Kumulatif
2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata (%)
(%)
1 Belanda 628.215 680.942 731.814 686.057 784.316 702.269 21,93 21,93
2 Amerika Serikat 355.135 355.751 442.375 402.061 463.883 403.841 12,61 34,54
3 Jerman 354.149 334.033 348.437 341.273 446.888 364.956 11,40 45,94
4 Malaysia 438.477 398.253 290.015 319.441 327.084 354.654 11,07 57,01
5 Belgia 187.970 178.462 157.422 160.235 201.471 177.112 5,53 62,54
6 Perancis 173.019 155.826 163.352 137.065 145.493 154.951 4,84 67,38
7 Inggris 149.112 119.815 150.913 89.364 91.358 120.112 3,75 71,13
8 Spanyol 92.970 95.469 87.631 91.954 86.522 90.909 2,84 73,97
9 Singapura 89.693 93.917 80.575 93.445 84.630 88.452 2,76 76,73
10 Italia 64.615 68.191 73.274 81.902 91.870 75.970 2,37 79,10
Lainnya 737.082 712.737 619.353 620.008 657.054 669.247 20,90 100,00
Dunia 3.270.437 3.193.396 3.145.161 3.022.805 3.380.569 3.202.474 100,00
Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin

58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014

Lampiran 18. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN, 1980-2011


Produksi Volume Ekspor Volume Impor Ketersediaan
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
(%) (%) (%) (%)
1980 50.097 39.769 24.802 35.130
1981 66.630 33,00 63.101 58,67 43.772 76,49 47.301 34,65
1982 83.908 25,93 87.355 38,44 58.758 34,24 55.311 16,93
1983 93.413 11,33 88.596 1,42 58.862 0,18 63.679 15,13
1984 121.636 30,21 119.729 35,14 47.677 -19,00 49.584 -22,13
1985 139.164 14,41 141.391 18,09 54.688 14,71 52.461 5,80
1986 171.269 23,07 175.942 24,44 55.541 1,56 50.868 -3,04
1987 226.447 32,22 244.878 39,18 75.749 36,38 57.318 12,68
1988 318.827 40,80 330.099 34,80 105.248 38,94 93.976 63,96
1989 363.273 13,94 310.735 -5,87 86.126 -18,17 138.664 47,55
1990 399.595 10,00 334.771 7,74 103.876 20,61 168.700 21,66
1991 414.883 3,83 378.594 13,09 96.801 -6,81 133.090 -21,11
1992 435.084 4,87 420.621 11,10 107.738 11,30 122.201 -8,18
1993 466.166 7,14 420.589 -0,01 78.603 -27,04 124.180 1,62
1994 427.218 -8,35 341.086 -18,90 77.908 -0,88 164.040 32,10
1995 418.202 -2,11 291.137 -14,64 111.440 43,04 238.505 45,39
1996 479.166 14,58 350.984 20,56 83.168 -25,37 211.350 -11,39
1997 443.971 -7,35 284.913 -18,82 82.009 -1,39 241.067 14,06
1998 554.469 24,89 319.846 12,26 107.985 31,67 342.608 42,12
1999 459.242 -17,17 384.063 20,08 109.313 1,23 184.492 -46,15
2000 499.004 8,66 378.554 -1,43 166.342 52,17 286.792 55,45
2001 602.497 20,74 328.256 -13,29 216.167 29,95 490.408 71,00
2002 673.682 11,81 392.346 19,52 206.686 -4,39 488.022 -0,49
2003 738.541 9,63 284.131 -27,58 419.900 103,16 874.310 79,15
2004 731.919 -0,90 288.673 1,60 302.811 -27,88 746.057 -14,67
2005 783.539 7,05 378.587 31,15 442.354 46,08 847.306 13,57
2006 807.835 3,10 504.395 33,23 578.368 30,75 881.808 4,07
2007 781.355 -3,28 399.538 -20,79 568.030 -1,79 949.847 7,72
2008 837.520 7,19 391.318 -2,06 538.247 -5,24 984.449 3,64
2009 833.650 -0,46 459.189 17,34 416.995 -22,53 791.456 -19,60
2010 866.062 3,89 463.299 0,90 459.517 10,20 862.280 8,95
2011 722.421 -16,59 240.068 -48,18 450.503 -1,96 932.856 8,18
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2011 9,87 8,62 13,55 14,79
1980-1997 14,56 14,38 10,52 14,45
1998-2011 4,18 1,62 17,24 15,21
Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59


2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Lampiran 19. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, 1980-2011


Produksi Volume Ekspor Volume Impor Ketersediaan
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
(%) (%) (%) (%)
1980 1.670.684 1.064.709 1.070.071 1.676.046
1981 1.735.292 3,87 1.331.774 25,08 1.242.256 16,09 1.645.774 -1,81
1982 1.615.358 -6,91 1.249.769 -6,16 1.270.521 2,28 1.636.110 -0,59
1983 1.604.673 -0,66 1.205.517 -3,54 1.261.540 -0,71 1.660.696 1,50
1984 1.810.611 12,83 1.354.320 12,34 1.338.911 6,13 1.795.202 8,10
1985 2.014.015 11,23 1.384.859 2,25 1.480.445 10,57 2.109.601 17,51
1986 2.118.410 5,18 1.557.097 12,44 1.412.795 -4,57 1.974.108 -6,42
1987 2.055.935 -2,95 1.610.579 3,43 1.476.469 4,51 1.921.825 -2,65
1988 2.563.339 24,68 1.667.178 3,51 1.544.370 4,60 2.440.531 26,99
1989 2.641.015 3,03 1.906.503 14,36 1.659.994 7,49 2.394.506 -1,89
1990 2.532.151 -4,12 1.896.392 -0,53 1.766.240 6,40 2.401.999 0,31
1991 2.532.323 0,01 1.895.963 -0,02 1.883.409 6,63 2.519.769 4,90
1992 2.677.545 5,73 1.767.096 -6,80 1.871.110 -0,65 2.781.559 10,39
1993 2.673.602 -0,15 2.112.392 19,54 1.851.330 -1,06 2.412.540 -13,27
1994 2.672.564 -0,04 1.867.772 -11,58 1.881.068 1,61 2.685.860 11,33
1995 2.991.303 11,93 1.823.357 -2,38 1.919.079 2,02 3.087.025 14,94
1996 3.246.173 8,52 2.515.252 37,95 2.143.960 11,72 2.874.881 -6,87
1997 3.015.280 -7,11 2.153.604 -14,38 1.972.727 -7,99 2.834.403 -1,41
1998 3.311.572 9,83 2.094.231 -2,76 2.122.196 7,58 3.339.537 17,82
1999 2.973.885 -10,20 2.445.498 16,77 2.356.142 11,02 2.884.529 -13,62
2000 3.373.428 13,44 2.503.429 2,37 2.455.382 4,21 3.325.381 15,28
2001 3.218.281 -4,60 2.388.611 -4,59 2.464.735 0,38 3.294.405 -0,93
2002 3.320.679 3,18 2.442.988 2,28 2.255.916 -8,47 3.133.607 -4,88
2003 3.702.468 11,50 2.404.384 -1,58 2.694.252 19,43 3.992.336 27,40
2004 4.069.090 9,90 3.042.880 26,56 2.794.726 3,73 3.820.936 -4,29
2005 4.044.229 -0,61 2.981.935 -2,00 3.116.625 11,52 4.178.919 9,37
2006 4.301.335 6,36 3.027.329 1,52 3.161.617 1,44 4.435.623 6,14
2007 3.897.965 -9,38 2.761.772 -8,77 3.191.461 0,94 4.327.654 -2,43
2008 4.263.272 9,37 2.683.209 -2,84 3.084.291 -3,36 4.664.354 7,78
2009 4.206.746 -1,33 2.997.680 11,72 3.103.069 0,61 4.312.135 -7,55
2010 4.339.064 3,15 2.703.601 -9,81 2.963.255 -4,51 4.598.718 6,65
2011 4.679.108 7,84 3.198.896 18,32 3.302.665 11,45 4.782.877 4,00
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2011 3,66 4,28 3,90 3,93
1980-1997 3,83 5,03 3,83 3,59
1998-2011 3,46 3,37 4,00 4,34
Sumber : Food and Agriculture Organization , diolah Pusdatin

60 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Anda mungkin juga menyukai