OUTLOOK
ISSN 1907-1507
KAKAO 2017
OUTLOOK
KAKAO
2017
OUTLOOK KAKAO
ISSN : 1907-1507
Penyunting :
DR. Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.
Drh. Akbar Akbar, MP.
Naskah :
Ir. Vera Junita Siagian
Design sampul :
Victor Saulus Bonavia
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian
2017
KATA PENGANTAR
Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah
Outlook Komoditi Perkebunan.
Publikasi ini disajikan dalam bentuk hard copy dan dapat dengan
mudah diperoleh atau diakses melalui portal e-Publikasi Kementerian
Pertanian http://epublikasi.setjen,pertanian.go.id/.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB I. PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
Outlook Kakao tahun 2017 disusun berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup
Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian, seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), International Cocoa Organization (ICCO) dan Food and
Agriculture Organization (FAO). Jenis variabel, periode dan sumber data
disajikan pada Tabel 2.1.
Direktorat Jenderal
2 Produksi kakao Indonesia 1980-2017 Wujud biji kering
Perkebunan
Direktorat Jenderal
3 Produktivitas kakao Indonesia 1980-2017 Wujud biji kering
Perkebunan
4 Konsumsi kakao Indonesia 2000-2016 Badan Pusat Statistik Data hasil SUSENAS
International Cocoa
6 Harga kakao di pasar dunia 2005-2016 Wujud biji kering
Organization (ICCO)
7 Ekspor impor kakao Indonesia 2000-2016 Badan Pusat Statistik Kode HS yang digunakan:
1801000000, 1802000000,
1803100000, 1803200000,
1804000000, 1805000000,
1806100000, 1806201000,
1806209000, 1806311000,
1806319000, 1806321000,
1806329000, 1806901000,
1806903000, 1806904000,
1806909000
Y b0 b1 X 1 b2 X 2 ... bn X n
n
b0 b j X j
j 1
2 SS Regresi
R
SS Total
dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi
SS Total adalah jumlah kuadrat total
Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis trend maupun
pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran
kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik
MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan persentase absolut
rata-rata yang diformulasikan sebagai berikut:
Semakin kecil nilai MAPE maka model deret waktu yang diperoleh
semakin baik. Pengolahan data untuk analisis penawaran dan permintaan
menggunakan software statistik Minitab Release 13.20. Software ini
digunakan untuk pemodelan regresi berganda dan time series, seperti
analisis trend atau pemulusan eksponensial berganda.
2,000
1,600
(000 Ha)
1,200
800
400
0
1995
1982
2008
1980
1981
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal Kakao di Indonesia,
Tahun 1980–2017
Luas Areal
Tahun
PR PBN PBS Indonesia
Pertumbuhan (%)
Dari sisi kontribusi, luas areal kakao Indonesia pada periode tahun 1980-2017
didominasi oleh PR dengan rata-rata kontribusi sebesar 88,95% sementara PBN
sebesar 5,29% dan PBS sebesar 5,768% dari seluruh luas areal kakao Indonesia.
Sementara pada periode tahun 2013-2017 (lima tahun terakhir), kontribusi luas
areal kakao PR sedikit meningkat menjadi 97,13% sementara PBN turun menjadi
1,14% dan PBS 1,73% dari seluruh luas areal kakao di Indonesia (Tabel 3.1).
Berdasarkan keadaan tanaman, kakao dibedakan menjadi tiga yaitu TM
(Tanaman Menghasilkan), TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) dan TR (Tanaman
Rusak). Pada periode tahun 1988-2017, pola perkembangan luas TM kakao di
Indonesia secara umum cenderung meningkat yaitu 8,35% per tahun begitu juga
dengan luas TBM naik 5,14% sementara TR pertumbuhannya lebih tinggi yaitu
21,03% Gambar 3.2.
2,000
1,800
(000 Ha)
1,600
1,400
1,200
1,000
800
600
400
200
0
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
TM TBM TR Indonesia
900
750
600
450
300
150
0
1983
1996
1980
1981
1982
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
PR PBN PBS Indonesia
Dari ketiga status pengusahaan ini, peningkatan produksi cukup tinggi pada
periode tahun 1980-2017 terjadi pada PR yaitu sebesar 22,90% per tahun,
sementara PBN sebesar 3,21% per tahun dan PBS 12,27% per tahun. Pada periode
tahun 2013-2017, produksi PR, PBN dan PBS justru mengalami penurunan masing-
masing sebesar 0,44%, 6,03% per tahun (PBN) dan 3,37% per tahun (PBS)
(Lampiran 3).
Sama seperti luas areal, produksi kakao Indonesia juga didominasi PR dengan
kontribusi produksi PR sebesar 86,39% pada periode tahun 1980-2012 sementara
PBN sebesar 7,75% dan PBS 7,24%. Pada periode tahun 2013-2017 (lima tahun
terakhir), kontribusi produksi kakao PR lebih tinggi yaitu sebesar 94,49%, PBN
sebesar 2,22% dan PBS 1,73% dari seluruh produksi kakao di Indonesia (Tabel 3.2).
(Kg/Ha)
1,200
1,000
800
600
400
200
0
2006
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2007
2016
2017
PR PBN PBS Indonesia
Gambar 3.6. Kabupaten Sentra Kakao di Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2015
(Ton)
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Vol. Ekspor Vol. Impor
(Juta US$)
1,800
1,600
1,400
1,200
1,000
800
600
400
200
-
2000
2005
2006
2003
2004
2016
2007
2015
2001
2002
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
-
2012 2013 2014 2015 2016
100,000
80,000
60,000
40,000
Neg. Lain
Thailand
20,000
Australia
Philipina
Malaysia
Belanda
Jerman
Spayol
0
India
Cina
USA
Pada tahun 2016, volume impor kakao Indonesia sebesar 84,44 ribu ton
yang berasal dari 52 negara. Negara terbesar asal impor kakao Indonesia adalah
Pantai Gading yaitu 25,17 ribu ton. Negara asal impor kakao Indonesia
berikutnya adalah Malaysia, Gana, Kamarun, Singapur, Equador, Papua Nugini,
Cina, Belgi dan Peru. Sementara negara lain asal impoir kakao Indonesia adalah
sebesar 84,44 ribu ton. (Gambar 3.17). Negara asal impor kakao Indonesia
disajikan secara rinci pada Lampiran 13.
90,000
80,000
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
Gambar 3.14. Negara Asal Impor Kakao Indonesia, Tahun 2016
22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
BAB IV. KERAGAAN KAKAO DUNIA
Produksi biji kakao tahun 2010-2014 masih didominasi oleh negara Pantai
Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, Kamerun dan Brazil (Gambar 4.11). Keenam
negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 85,37% terhadap total produksi
kakao dunia. Pantai Gading merupakan penghasil kakao terbesar di dunia dengan
rata-rata produksi sebesar 31,92 juta ton atau berkontribusi sebesar 31,92%.
Ghana berada di peringkat kedua dengan rata-rata produksi sebesar 0,78 juta ton
atau berkontribusi sebesar 17,36%. Negara berikutnya adalah Indonesia, Nigeria,
Kamerun dan Brazil dengan rata-rata produksi sebesar 0,75 juta ton (16,65%),
0,36 juta ton (7,95%), 263,58 juta ton (5,86%) dan 0,25 juta ton (5,63%).
Kontribusi dari negara-negara produsen kakao lainnya sebesar 14,63% Beberapa
negara dengan produksi kakao terbesar di dunia dapat dilihat pada Lampiran 16.
Pemodelan produksi kakao Indonesia dalam analisis ini dalam wujud biji
kering, dimana produksi kakao merupakan hasil perkalian antara luas tanaman
menghasilakan dengan produktivitas. Dengan memasukkan beberapa variable ke
dalam model Regresi Linier Berganda, maka luas tanaman menghasilakan diduga
dipengaruhi oleh luas tanaman menghasilkan tahun sebelumnya, luas tanaman
belum menghasilkan tahun sebelumnya, luas tanaman rusak tahun sebelumnya,
harga kakao tahun sebelumnya, harga kopi robusta tahun sebelumnya, harga kopi
arabika tahun sebelumnya dan curah hujan tahun sebelumnya dengan model
sebagai berikut:
TM = 146524 + 0.960 tm-1 + 0.277 tbm-1 - 0.253 tr-1 + 20964 HKK t-1-55839HKAt-
1+44343HKRt-1-50.9ch-1
dimana :
TM = Tanaman menghasilkan
tm-1 = Tanaman menghasilkan tahun sebelumnya
tbm-1 = Tanaman belum menghasilkan tahun sebelumnya
tr-1 = Tanaman rusak tahun sebelumya
HKKt-1 = Harga kakao tahun sebelumnya
HKAT-1 = Harga kopi arabika tahun sebelumnya
HKAt-1 = Harga kopi robusta tahun sebelumnya
Ch-1 = Curah hujan tahun sebelumnya
2
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh koefisien determinasi (R )
sebesar 98,8%. Hal ini berarti 98,8% keragaman pada tanaman menghasilkan
kakao dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang digunakan dalam model, dan
sisanya sebesar 1,2% dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Dengan menggunakan model tersebut, selanjutnya dilakukan proyeksi
tanaman menghasilkan kakao untuk tahun 2018-2021. Hasil proyeksi disajikan
pada Tabel 5.1. Jika dibandingkan dengan Angka Estimasi Ditjen Perkebunan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33
tahun 2017, maka tanaman menghasilkan kakao di Indonesia diproyeksikan akan
mengalami penurunan sebesar 1,32 % menjadi 862,63 ribu ha pada tahun 2018.
Akan tetapi untuk tahun berikutnya yaitu tahun 2019-2021, luas tanaman
menghasilkan kakao akan terus meningkat menjadi 969,36 ribu ha pada tahun
2018 dengan rata-rata pertumbuhan 3,00% per tahun. Hasil proyeksi tanaman
menghasilkan tahun 2017-2021 disajikan pada Tabel 5.1.
2016* 837,208
2017** 874,187 4.42
2018 862,632 -1.32
2019 893,568 3.59
2020 929,115 3.98
2021 969,355 4.33
Pertumb. (%) 3.00
Keterangan : 2016 Angka Sementara
2017 Angka Estimasi Ditjen Bun
2018-2021 Angka Proyeksi Pusdatin
Produktivitas
Tahun Pertumb. (%)
(Ton/Ha)
2016* 0.79
2017** 0.79 0.25
2018 0.80 1.91
2019 0.81 0.69
2020 0.81 0.68
2021 0.82 0.68
Pertumb. (%) 0.84
Keterangan : 2016 Angka Sementara
2017 Angka Estimasi Ditjen Bun
2018-2021 Angka Proyeksi Pusdatin
Tahun 2017 konsumsi kakao diperkirakan sebesar 503,81 ribu ton yang akan
meningkat menjadi 684,83 ribu ton pada tahun 2021 dengan rata-rata
pertumbuhan 7,98% per tahun.
Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa produksi kakao tahun 2017 hingga tahun 2021
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 793,47 ribu ton
pada tahun 2021, begitu juga dengan konsumsi kakao akan terus mengalami
peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,98% per tahun. Tahun
2018, surplus kakao diperkirakan akan mengalami penurunan dan akan terus
turun hingga tahun 2021.
Elisabeth, D.A.A., Suharyanto, dan Rubiyo. 2007. Pengaruh Fermentasi Biji Kakao
Terhadap Mutu Produk Olahan Setengah Jadi Cokelat. Denpasar: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
Goesnadi, Didiek H., et al. (2005). Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Kakao di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian.
Ragimun. 2012. Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. Jakarta: Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Sahardi, M.Z.K., Sahari, D., Bilang, M.A., Muhammad, H., Djuddawi, H. dan
Kasman. 2005. Laporan Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani di
Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi
Selatan. Makassar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
Produktivitas (Kg/Ha)
Tahun Pertumb.
Pertumb. Pertumb. Pertumb. Indonesia
PR (%) PBN (%) PBS (%) (%)
2006 843 880 961 849
2007 796 -5.61 787 -10.54 928 -3.45 801 -5.72
2008 891 11.89 834 6.02 904 -2.60 889 10.99
2009 811 -8.90 941 12.77 994 10.01 822 -7.48
2010 793 -2.28 958 1.85 962 -3.29 804 -2.27
2011 808 1.97 944 -1.48 977 1.58 821 2.12
2012 845 4.56 907 -3.97 930 -4.76 850 3.59
2013 809 -4.31 1,017 12.15 980 5.32 821 -3.44
2014 802 -0.84 817 -19.67 819 -16.43 803 -2.19
2015 796 -0.73 813 -0.49 814 -0.61 797 -0.75
2016 798 -0.73 821 -0.49 827 -0.61 799 -0.75
2017 779 -0.73 993 -0.49 931 -0.61 785 -0.75
1 Sulawesi Tengah 149,071 161,469 100,651 118,337 126,599 131,225 19.37 19.37
2 Sulawesi Tenggara 120,243 125,079 91,808 100,619 114,245 110,399 16.29 35.66
3 Sulawesi Selatan 117,672 118,329 99,339 103,858 112,381 110,316 16.28 51.94
4 Sulawesi Barat 71,823 72,037 57,141 57,650 72,667 66,264 9.78 61.72
5 Sumatera Barat 58,740 56,675 58,822 66,137 59,593 59,993 8.85 70.58
1996 1,844
1997 2,239 21.43
1998 5,650 152.37
1999 4,821 -14.67
2000 4,487 -6.93
2001 6,710 49.55
2002 8,174 21.83
2003 9,446 15.56
2004 9,053 -4.16
2005 9,034 -0.21
2006 9,048 0.16
2007 10,940 20.91
2008 14,127 29.12
2009 16,503 16.82
2010 18,557 12.44
2011 19,259 3.79
2012 18,297 -4.99
2013 19,067 4.21
2014 23,336 22.39
2015 23,335 0.00
2016 24,871 6.58
Rata-rata pertumbuhan (%)
1996-2016 17.31
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Lampiran 10. Struktur Ongkos Kakao, Tahun 2015
Lampiran 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia, Tahun 2000-2015
Ekspor Impor
Neraca
Tahun
Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (000 US$)
(Ton) (%) (000 US$) (%) (Ton) (%) (000 US$) (%)
Volume Nilai
No. Negara Tujuan
(Ton) (000 US$)
Volume Nilai
No. Negara Tujuan
(Ton) (000 US$)
1 Pantai Gading 2,308,453 2,690,468 2,741,142 2,724,080 2,748,357 2,642,500 26.04 26.04
7 Neg. Lainnya 1,457,110 1,635,763 1,443,694 1,507,008 1,526,158 1,513,947 14.92 100.00
1 Pantai Gading 1,301,347 1,511,255 1,485,882 1,448,992 1,434,077 1,436,311 31.92 31.92
7 Neg. Lainnya 653,308 812,957 603,800 584,833 637,371 658,454 14.63 100.00
Produktivitas (Ton/Ha)
No. Negara
2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata