Analisis biaya manfaat adalah suatu alat analisis dengan prosedur yang sistematis untuk
membandingkan serangkaian biaya dan manfaat yang relevan dengan sebuah aktivitas atau proyek.
Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah secara akurat membandingkan kedua nilai, manakah yang
lebih besar. Selanjutnya dari hasil pembandingan ini, pengambil keputusan dapat
mempertimbangkan untuk melanjutkan suatu rencana atau tidak dari sebuah aktivitas, produk atau
proyek, atau dalam konteks evaluasi atas sesuatu yang telah berjalan, adalah menentukan
keberlanjutannya. Adapun ciri khusus dari analisis biaya manfaat yaitu sebagai berikut:
• Analisis biaya manfaat berusaha mengukur semua biaya dan manfaat untuk masyarakat yang
kemungkinan dihasilkan dari program publik, termasuk berbagai hal yang tidak terlihat yang tidak
mudah untuk diukur biaya danmanfaatnya dalam bentuk uang.
• Analisis biaya manfaat secara tradisional melambangkan rasionalitas ekonomi, karena kriteria
sebagian besar ditentukan dengan penggunaan efisiensi ekonomi secara global. Suatu kebijakan atau
program dikatakan efisien jika manfaat bersih (total manfaat dikurangi total total biaya) adalah lebih
besar dari nol dan lebih tinggi dari manfaat bersih yang mungkin dapat dihasilkan dari sejumlah
alternatif investasi lainnya di sektor swasta dan publik.
• Analisis biaya manfaat secara tradisional menggunakan pasar swasta sebagai titik tolak di dalam
memberikan rekomendasi program publik. • Analisis biaya manfaat kontemporer, sering disebut
analisis biaya manfaat sosial, dapat juga digunakan untuk mengukur pendistribusian kembali
manfaat.
Tahapan CBA
Menurut Lawrence dan Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisisbiaya manfaat secara
umum meliputi:
a. Penetapan tujuan analisis dengan tepat
Sebelum data dikumpulkan, penentuan tujuan analisis menjadi vital. Misalnya apakah yang akan
dievaluasi nantinya hanya satu proyek/aktivitas atau beberapa.
b. Penetapan perspektif yang dipergunakan (identifikasi pemangkukepentingan yang terlibat)
Penetapan perspektif dalam memperhitungkan biaya dan manfaat perlu dilakukan dari awal untuk
mempertimbangkan sensitivitas hasilnya.
c. Mengidentifikasi biaya dan manfaat
Tahapan selanjutnya yang penting adalah mengidentifikasi semua manfaat dan biaya. Secara umum
dalam memperhitungkan manfaat terdapat duakomponen yaitu (i) manfaat langsung dan (ii)
manfaat tidak langsung.
d. Menghitung, mengestimasi, menskalakan dan mengkuantifikasi biaya dan manfaat
Setelah komponen biaya dan manfaat diidentifikasi pada tahap sebelumnya mengkuantifikasikan
dalam satuan moneter (jika memungkinkan) atau menskalakan beberapa item yang tidak memiliki
satuan kuantitiatif dan selanjutnya dihitung untuk seluruh nilai yang satuannya sama menjadi total
biaya dan manfaat.
e. Memperhitungkan jangka waktu (discount factor)
Discount factor adalah nilai pengurang dalam masa sekarang dari manfaat dan biaya yang akan
terjadi pada periode masa yang akan datang. Penggunaan discount factor sangat penting jika benefit
dan biaya yang muncul lebih dari satu periode dan untuk memperhitungkan ketidakpastian.
f. Menguraikan keterbatasan dan asumsi
Karena pada tahap kedua perspektif menjadi penentu lingkup manfaat dan biaya yang
diperhitungkan, maka keterbatasan atas tidak dimasukkanya hal- hal yang jauh kaitannya adalah
bagian dari keterbatasan dan asumsi yang harus dijelaskan agar pengguna informasi analisis CBA
memahami batasan perhitungannya.
Biaya (Cost)
Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu Biaya
Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan.
1) Biaya Persiapan
Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan benar-benar
dilaksanakan.
2) Biaya Investasi atau Modal
Biaya investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik dari dalam
negeri atau luar negeri.
3) Biaya Operasional
Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan
telekomunikasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya.
4) Biaya Pembaharuan atau Penggantian
Pada awal umur proyek biaya ini belum muncul tetapi setelah memasuki usia tertentu, biasanya
pada bangunan mulai terjadi kerusakan- kerusakan yang memerlukan perbaikan.
Manfaat (Benefit)
Manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung,
manfaat tidak langsung dan manfaat terkait (Kadariah, 1999).
1) Manfaat Langsung
Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat
penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya.
2) Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya
proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek.
(sulit diukur)
3) Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun
benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk
penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan
menilainya secara ekonomi.
METODE CBA
Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah
:
o Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
o Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang
o Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang.
Metode-metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu Metode Payback Period
(PP), Metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Perbandingan Manfaat
Biaya / Benefit-Cost Ratio (BCR).
Metode Payback Period (PP)Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali.
Karena itu satuan hasilnya bukan persentase. Tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya).
Karena model ini mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali, maka dasar yang
dipergunakan adalah aliran kas (cash flow).
Metode NPV (Nilai Bersih Sekarang)Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang inventasi
dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di massa yang akan datang.untuk
mengitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap
relevan. Analisis ini dapat dihitung menggunakan rumus :
Dimana:
NB = Net benefit = Benefit – Cost
C = Biaya investasi + Biaya operasi
B = Benefit yang telah didiskon
C = Cost yang telah didiskon
i = diskon faktor
n = tahun (waktu ekonomis)
Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Suatu proyek akan
dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i).
Tingkat diskonto merupakan biaya pinjaman modal yang harus diperhitungkan dengan tingkat
pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semua proyek yang mempunyai IRR > i dan
tidak melaksanakan investasi pada proyek yang hargaIRR < i.
Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode BCR akan
memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti pula NPB > 0.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti ditunjukkan pada
Tabel di bawah. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik karena metode
lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan proyek yang akan
dilaksanakan.
Tabel Perbandingan Analisa NPB, IRR, dan BCR
PENDAHULUAN
Analisis biaya dan manfaat (ABM) adalah salah satu teknis yang digunakan
untuk mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara efisien.
ABM merupakan alat bantu untuk membuat keputusan, dengan mempertimbangkan sejauhmana
sumberdaya yang digunakan (sebagai biaya) dapat memberikan hasil-hasil yang diinginkan (manfaat)
secara optimal. ABM digunakan manakala hal efisiensi secara akurat dan rasional menjadi
pertimbangan utama.
Roy Simbel (2003) berpendapat bahwa ABM adalah salah satu instrumen yang dapat
digunakan untuk pengABMilan keputusan cepat[1]. Menurutnya dalam mengABMil keputusan, yang
digunakan sebagai petunjuk adalah biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang bisa
dipetik. ABM dilakukan dengan tetap mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. ABM bertujuan
memilih alternatif yang menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dengan manfaat yang
paling besar serta risiko yang paling dapat dikendalikan.
Teknis ABM dapat diterapkan dalam berbagai bidang pengambilan keputusan, utamanya
dalam rangka membuat evaluasi program atau proyek untuk kepentingan publik, seperti misalnya
pembangunan infrastruktur, yang seringkali menimbulkan biaya dan manfaat yang berdampak pada
kepentingan sosial. Tentu saja lapangan pendidikan juga dapat menggunakan pendekatan ini,
terutama ketika pertimbangan efisiensi menjadi begitu diperhitungkan.
LANDASAN TEORI
Beberapa pengertian dan definisi dapat Cost and Benefit Analysis antara lain:
b. A process by which you weigh expected costs against expected benefits to determine
the best (or most profitable) course of action[3]
Dari berbagai definisi di atas dapatlah ditarik suatu pemahaman bahwa analisa biaya manfaat
adalah suatu cara untuk menhitung (dalam besaran nilai uang) sejauhmana biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mewujudkan suatu proyek tertentu memberikan hasil manfaat, sehingga dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk dipilih atau tidak dalam suatu pengABMilan keputusan.
Adapun pengertian tentang Cost (biaya) dan Benefits (Manfaat), dapat dijelaskan sebagai
berikut[6]:
Benefits are the sum of the maximum amounts that people would be
Costs are the sum of the maximum amounts that people would be
ABM adalah salah satu teknik yang relatif mudah dilakukan, karena secara sederhana
pengABMilan keputusan dilakukan berdasarkan perhitungan ”untung-rugi” yang dinilai dengan satuan
uang (IDR, US$). Bahkan termasuk yang “intangible” pun diperhitungkan secara harganya secara
rasional dengan satuan uang. Keputusan diABMil apabila “untung”, atau manfaatnya lebih tinggi
ketimbang biayanya.
Dalam melakukan analisis manfaat-biaya yang harus diperhatikan adalah melakukan hal-hal
berikut: (i) Identifying relevant impacts,Melakukan identifikasi hal-hal mana yang relevan terkena
dampak dari kebijakan. Misal: keluasan wilayah, orang-orang/pihak-pihak. Pihak-pihak mana yang
paling berkepentingan dengan Kebijakan, (ii) Monetizing impacts, Mengukur sejauhmana biaya-
biaya yang dikeluarkan memberikan kompensasi yang wajar dengan hasil yang diperolehnya.
(iia) Valuing inputs: Mengukur sejauhmana biaya-biaya yang dikeluarkan memberikan kompensasi
yang wajar dengan hasil yang diperolehnya. (iib) Valuing Outcomes; menilai sejauhmana hasil yang
didapatkan melalui pendekatan opportunity cost atau survey willingness to pay. (iic) Oportunity
cost: Pemilihan sejumlah sumberdaya yang paling efisien, yang diukur melalui penilaian sejauhmana
sumberdaya itu telah mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk digunakan untuk menghasilkan hal
lain, (iii) Discounting for time and Risk, Menghitung perkiraan nilai hari ini dari biaya dan manfaat
yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Faktor diskonto didasarkan pada asumsi bahwa
nilai uang pada masa yang akan datang pada arus biaya dan manfaat tidak sama pada setiap
tahunnya. (iv) Choosing Among Polices, Memilih kebijakan yang mendatangkan manfaat (net
benefits) yang paling memenuhi criteria yang ditetapkan
Dalam analisis Manfaat-Biaya, harus ditentukan batas-batas dan ruang lingkup dari biaya-biaya dan
manfaat-manfaat yang diperhitungkan. Beberapa pendekatan yang biasa dilakukan adalah:
1. Biaya dan manfaat di dalam vs di luar. Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat yang
dikeluarkan adalah bersifat internal atau eksternal untuk suatu jenis kelompok sasaran atau wilayah
hukum. Biaya dan manfaat internal ini disebut internalitas, sedangkan yang di luar atau eksternal
disebut eksternalitas. Apa yang menjadi biaya atau manfaat di dalam (internalitas) pada suatu
kasus dapat menjadi di luar (eksternalitas) pada kasus lain. Perbedaan ini tergantung pada bagaimana
analis menggABMarkan batasan kelompok sasaran dan wilayah hukumnya. Jika batasannya
masyarakat secara keseluruhan, maka tidak akan ada eksternalitas. Akan tetapi jika batasannya
adalah wilayah hukum tertentuakan terdapat internalitas maupun eksternalitas. Contoh: program
pembangunan perumahan apartemen (rumah susun) di DKI akan menimbulkan biaya-manfaat bagi
wilayah hukum DKI, dan akan menimbulkan externalitas bagi penduduk yang terkena ‘manfaat’
ataupun “korban” di wilayah luar DKI, misalnya: berkurangnya orang-orang yang mengontrak/kost di
wilayah mereka, atau berkurangnya wilayah kumuh yang ada di wilayah mereka .
2. Biaya dan Manfaat yang diukur secara langsung dan tidak langsung. Mempersoalkan
apakah biaya atau manfaat adalah nyata(tangible) atau tidak nyata (intangible). Ukuran
Nyata adalah biaya dan manfaat yang secara langsung dapat diukur dengan harga pasar yang
sebenarnya dari barang dan pelayanan, sementara yang tidak nyata adalah biaya dan manfaat
yang secara tidak langsung diukurdengan cara menafsirkan nilai sebenarnya dari barang itu
dengan patokan harga pasar. Ketika berhubungan dengan yang tidak nyata seperti harga
udara bersih, analis kemungkinan membuat harga bayangan dengan membuat keputusan
subyektif tentang nilai dolar dari biaya maupun manfaat.
3. Biaya dan manfaat primer dan sekunder. Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat itu
dihasilkan secara "langsung" atau "tidak langsung" oleh suatu program, Biaya atau manfaat primer
adalah suatu biaya atau manfaat yang dihubungkan dengan sasaran program yang paling bernilai,
sedangkan biaya atau manfaat sekunder berkaitan dengan sasaran yang kurang bernilai. Sebagai
contoh, program sertifikasi guru. Manfaat langsungnya adalah, dihasilkannya 2000 guru bersertifikat
setiap tahun, dengan biaya 2M rupiah. Manfaat sekundernya: Peningkatan motivasi pengembangan
diri guru, dan dampak biaya sekundernya: berkurangnya sekian ratus jam mengajar akibat proses
sertifikasi yang ketat.
4. Efisiensi bersih vs. manfaat redistributional. Mempersoalkan apakah kombinasi biaya dan
manfaat membuat kenaikan dalam agreqatpendapatan atau hanya menghasilkan
pergeseran pendapatan atau sumberdaya di antara berbagai kelompok yang berbcda. Manfaat
efisiensi bersih adalah manfaat yang mencerminkan kenaikan "riil" dari pendapatan bersih (total
biaya dikurangi total manfaat), sementara manfaat redistribusional adalah manfaat berupa
pergeseran yang bersifat semu berupa pendapatan oleh suatu kelompok dengan konsekuensi
pengorbanan (pendapatan yang hilang) dari kelompok lain tanpa menghasilkan peningkatan efisiensi
bersih. Perubahan pada contoh pertama disebut sebagai manfaat riil atau pada contoh kedua
disebut manfaat semu. Sebagai contoh, program pemugaran lingkungan kumuhkemungkinan
menghasilkan $1 juta manfaat efisieasi bersih. Jika pemugaran lingkungan kumuh juga
meningkatkan pendapatan toko-tokogrosir kecil di sekitarnya —dan menurunkan penjualan di toko
yang mempunyai jarak labih jauh dari apartemen yang baru dibangun — manfaat dan biaya dari
pendapatan yang diperoleh dan yang hilang adalah semu. Mereka saling meniadakan tanpa
menghasilkan perubahan dalam manfaatl efisiensi bersih.
2. Spesifikasi sasaran. Analisis sering dimulai dengan tujuan-tujuan yang bersifat umum, sebagai
contoh, mengendalikan kecanduan kokain. Tujuan, seperti yang telah kita lihat, harus dijabarkan ke
dalam sasaran yang Iebih spesifik dan terukur. Tujuan untuk mengendalikan kecanduan kokain dapat
dijabarkan ke dalam sejumlah sasaran yang spesifik, sebagai contoh, pengurangan 50% pasokan
kokain dalam waktu 5 tahun.
3. Identifikasi alternatif pemecahan masalah. Ketika suatu sasaran telah dispesifikasi, analis
mempunyai asumsi tentang penyebab masalah dan peluang pemecahannya hampir selalu
ditransformasikan ke dalam allernatif kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan.
4. Pencarian, analisis, dan interpretasi informasi Tugas yang di lakukan di sini adalah menelusur,
menganalisis, dan menginterpretasikan informasi yang relevan untuk meramalkan hasil dari alternatif-
alternatif kebijakan. Pada tahapan ini sasaran utama dari peramaIan adalah biaya dan manfaat dari
alternatif kebijakan yang telah diidenlifikasi pada tahapan sebelumnya. Di sini, informasi dapat
diperoleh dari data-data yang tersedia yang menyangkut biaya dan manfaat dari beberapa program
yang sejenis.
5. Identifikasi kelompok sasaran dan pemanfaat. Di sini tugas yang dilakukan adalah melakukan
analisis semua pihak terkait (stakeholder)dengan mendaftar semua kelompok yang mempunyai
peranan dalam setiap isu karena akan dipengaruhi, secara negatif atau positif, ketika kebijakan
diterapkan.
6. Menafsirkan biaya dan manfaat. Tugas yang mengharuskan penafsiran dalam bentuk uang atas
semua manfaat dan biaya yang akan diperoleh kelompok sasaran dan pemanfaat. Validitas,
reliabilitas dan kelayakan dari jenis pengukuran ini selalu menimbulkan ketidak-sepakatan.
7. Penyusutan dari biaya dan manfaat. Jika tingkat biaya dan manfaat nyata diproyeksikan untuk
waktu mendatang, penafsir harus menyesuaikan untuk menurunkan nilai riil dari uang sebagai akibat
adanya infglasi dan perubahan-perubahan dalam tingkat suku bunga di masa mendatang. Nilai nyata
dari biaya dan manfaat selalu didasarkan pada teknik penyusutan, suatu prosedur yang
menggABMarkan biaya dan manfaat pada tingkat harga sekarang. (NPV)
8. Menafsirkan resiko dan ketidak-pastian. Tugas yang dilakukan di sini adalah melakukan analisis
sensitivitas, suatu istilah umum yang merujuk pada prosedur untuk menguji sensitivitas kesimpulan
terhadap asumsi-asumsi alternatif tentang probabilitas terjadinya perbedaan biaya dan manfaat, atau
terhadap faktor penyusutan yang berbeda-beda. Sangat sulit untuk mengembangkan penafsiran
probabilitas yang terpercaya karena peramalan yang berbeda mengenai hasi! yang sama di masa
depan,.
9. Memilih kriteria pengABMilan keputusan. Di sini pekerjaan yang dilakukan adalah menekankan
suatu kriteria atau aturan pengABMilan keputusan untuk memilih antara dua atau lebih alternatif
yang mempunyai perbedaan komposisi biaya dan manfaat. [Criteria di sini ada enam jenis: efisiensi,
efektivitas, kesepakatan, keadilan, daya tanggap dan ketepatan) . Pilihan kriteria keputusan
mempunyai implikasi etis yang pcnting, karena kriteria keputusan didasarkan pada konsepsi yang
berbeda tentang keharusan moral dan keadilan sosial.
10. Rekomendasi. Tugas terakhir dalam analisis manfaat-biaya adalah membuat rekomendasi dengan
memilih di antara dua atau lebih alternatif. Pilihan alternatif biasanya tetap saja mengandung
persoalan, yang kemudian mengundang analisis kritis mengenai plausibilitas dari rekomendasi
tersebut, memperhitungkan hipotesis kausal dan etis yang lain yang dapat melemahkan atau
mengurangi validitas suatu rekomendasi.
Apabila mempunyai uang sebesar P0 rupiah yang dibungakan terus menerus dengan tingkat
diskonto i persen per tahun, maka hasil setelah t tahun (Pt) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pt = P0 (1 + i)t . . . . . . .
dengan :
Nilai uang yang akan diterima beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan
apabila uang tersebut diterima saat ini. Nilai uang sekarang dapat dihitung dengan menggunakan
konsep nilai uang sekarang (merupakan kebalikan dari Persamaan 1) seperti di bawah ini.
P0 = Pt / (1 + i)t . . . . . . , dimana:
- menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
Setidaknya, ada tiga metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu nilai bersih
sekarang (NPV = net present value benefit),Internal Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat
biaya (BCR = benefit-cost ratio).
a. Metode Net Present Value
Proyek yang efisien adalah proyek yang manfaatnya lebih besar dari pada biaya yang diperlukan.
Nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya
proyek pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat diskonto yang
berlaku. Untuk mengimplementasikan pendekatan ini, kita ikuti proses sebagai berikut :
(1) Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang
didiskontokan pada biaya modal proyek,
(2) Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini didefinisikan sebagai NPV proyek,
(3) Jika NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah negatif, maka
proyek itu harus ditolak. Jika dua proyek dengan NPV positif adalah mutually exclusive, maka salah
satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih .
Add caption
b. Return On Investment
ROI untuk proyek ini adalah sebesar = (Rp. 1.978.500.000 – Rp. 1.081.250.000,-)/ Rp.
1.081.250.000,-) x 100% = 82,98 % . Apabila suatu proyek investasi mempunyai ROI lebih besar
dari 0 maka proyek tersebut dapat diterima. Pada proyek ini nilai ROI nya adalah 0,8298 atau
82,98%, ini berarti proyek ini dapat diterima, karena proyek ini akan memberikan keuntungan
sebesar 82,98% dari total biaya investasinya.
Pada metode NPV tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan
pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat bunga yang akan
dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari tiap-tiap cash
inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga tersebut sama besarnya dengan nilai sekarang
dari initial cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain tingkat bunga ini adalah merupakan
tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.
Dengan mengetahui tingkat bunga impas ini, maka dapat dibandingkan dengan tingkat
bunga pengembalian atau rate of return yang diinginkan, jika lebih besar berarti investasi
menguntungkan dan bila sebaliknya investasi tidak menguntungkan. Misalnya IRR yang dihasilkan
oleh sebuah proyek adalah 25% yang berarti proyek ini akan menghasilkan keuntungan dengan
tingkat bunga 25%. Bila rate of return yang diinginkan adalah 20%, maka proyek dapat diterima
kelayakannya.
d. Payback Period Method
Penilaian proyek investasi menggunakan metode ini didasarkan pada lamanya investasi
tersebut dapat tertutup dengan aliran-aliran kas masuk, dan faktor bunga tidak dimasukan dalam
perhitungan ini.
Sebagai misal : Sebuah Proyek Sistem Informasi Manajemen bernilai Rp. 20.000.000,-. Dan
misalnya cash inflow tiap tahunnya adalah sama, yaitu sebesar Rp. 6.000.000,-. Maka periode
pengembalian investasi ini adalah : Rp. 20.000.000,-/Rp. 6.000.000,- = 3,333 tahun. Ini berarti
proyek investasi sistem informasi manajemen tersebut akan tertutup dalam waktu 3 tahun 3
bulan.
Bila cash inflow tiap tahun tidak sama besarnya, maka harus dihitung satu-persatu. Misalnya
nilai proyek sistem informasi manajemen adalah Rp. 788.500.000,-, dan umur ekonomis proyek
tersebut adalah 4 tahun dan cash inflow setiap tahunnya adalah seperti berikut ini :
maka payback period untuk investasi sistem informasi manajemen ini adalah :
Sisa investasi tahun 3 sebesar Rp. 131.000.000,- tertutup oleh sebagian dari cash inflow tahun
3 sebesar Rp. 486.000.000,-, yaitu Rp. 131.000.000,-/Rp. 486.000.000,- = 0.2695 bagian.
Kesimpulannya adalah bahwa payback period investasi ini adalah 2 tahun 3,234 bulan, dan
kelayakan dari investasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan payback period yang ada
dengan maximum payback period yang dianggap layak yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya
maximum payback period adalah 3 tahun, berarti investasi ini diterima.
PEMBAHASAN
Bila kita letakkan teknik ABM dalam lapangan pendidikan, maka kita akan berhadapan
dengan ’nilai manfaat” yang terkait dengan pembangunan manusia yang tidak mudah dinilai dengan
ukuran uang. Atau dengan perkataan lain, suatu proyek pendidikan yang berorientasi sepenuhnya
kepada pembangunan karakter manusia akan mendapatkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Oleh
karena itu, pengukuran efisiensi (menimbang besaran biaya terhadap manfaat) akan berhadapan
dengan nilai manfaat (investasi sumber daya insani) yang seolah tanpa batas.
Dalam penerapannya di lapangan pendidikan, ABM dapat secara tajam menghitung cost
(biaya). Biaya pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi, merupakan salah satu komponen
instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di
sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan
tenaga (yang dapat dihargakan uang). Nanang Fattah (2004) menABMahkan biaya dalam pendidikan
meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).
Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan
pengajaran dan kegiatan belajar siswa seperti pembelian alat-alat pembelajaran, penyediaan sarana
pembelajaran, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua maupun
siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning
forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa
selama belajar, contohnya, uang jajan siswa, pembelian peralatan sekolah (pulpen, tas, buku
tulis,dll).
Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau
dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa). Biaya
satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah baik yang
bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan
pendidikan dalam satu tahun pelajaran.
Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggABMarkan seberapa besar uang yang
dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan, oleh
karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing
sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standard dan dapat dibandingkan antara sekolah yang
satu dengan yang lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan
menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan
sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran
masyarakat, pemerintah untuk pendidikan, disamping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana
alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan.
Nanang Fattah (2004) menjelaskan bahwa di dalam menentukan biaya satuan terdapat dua
pendekatan, yaitu:
Pendekatan makro. Faktor utama yang menentukan perhitungan biaya satuan dalam sistem
pendidikan adalah kebijakan dalam pengalokasian anggaran pendidikan disetiap negara. Satuan
biaya pendidikan disetiap negara sangat bervariasi, yang disebabkan oleh perbedaan cara
penyelenggaraan pendidikan. Untuk membandingkan biaya pendidikan pada tiap jenjang ditiap
negara, teknik yang dilakukan adalah dengan membandingkan biaya operasional pendidikan dan
sumber keuangannya, yang bisa dilihat dari persentase GNP dari tiap negara.
M : jumlah murid
s : sekolah tertentu,
t : tahun tertentu
Selain itu biaya pendidikan menurut Nanang Fattah tidak hanya berorientasi pada uang saja,
tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan(oppurtunity cost) yang sering juga disebut income
forgone (potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran, atau menyelesaikan
studi), yang dapat dihitung dengan formula berikut:
C = L + K, di mana:
C : biaya pendidikan
Mengukur manfaat pendidikan tidak dapat dengan mudah dinilai dengan besaran uang, karena
kemanfaatan pendidikan sangat bersifat sosial, yaitu bermuara kepada ketercapaian karakter dan
atau kompetensi tertentu yang melekat di peserta didik. Nanag Fattah menyebutkan ada empat
kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan, yaitu:
Tujuan Analisis Manfaat Biaya dalam lapangan pendidikan adalah untuk memberikan
kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara
dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana
pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan
bagi pemerintah menjadi acuan untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga
sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sedangkan bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna sebagai
dasar/pijakan dalam melakukan ”investasi” di dunia pendidikan. Hal ini dirasakan penting untuk
diketahui dan dipelajari, karena menurut sebagian masyarakat pendidikan hanya menghabis-
habiskan uang tanpa ada jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas dimasa yang akan datang.
Adapun untuk pelaksanaan UN tingkat SMP sederajat dialokasikan Rp 150 miliar dan di level
SMA sederajat direncanakan sebesar Rp 104 miliar.[7]. Meskipun banyak pihak menganggap bahwa
penyelenggaraan UN ini merupakan suatu kebijakan yang mubazir [8] UN ini, namun pemerintah
menganggap bahwa manfaat dari UN sangat besar (strategis) bila dibandingkan dengan pilihan tidak
melaksanakan UN. Argumentasi pemerintah ini sesunggunya dapat di kritisi dengan melakukan
analisis Biaya Manfaat melalui pendekatan Opportunity Cost.Berapa besar kerugian yang
ditimbulkan dengan hilangnya kesempatan bagi pemerintah dengan biaya sebesar itu bila dipakai
untuk menjalankan kebijakan lain, misalnya pembangunan dan perbaikan gedung SD ?.
Secara sederhana dapat dibandingkan manfaat yang didapatkan dengan pelaksanaan UAN,
dengan manfaat apabila dana sebsar itu digunakan untuk menyediakan dan atau memperbaiki
sarana dan prasarana sekolah, terutama yang berada di pelosok desa. Dengan analisis manfaat-
biaya ini, diharapkan semua debat dan kontrovesri maslah UN dapat di ’selesaikan’ secara rasional,
bukan emosional ataupun politik.
PENUTUP
Analisia biaya dan manfaat sangat bermanfaat untuk memandu pengambil kebijakan apabila
ukuran yang diperhitungkan adalah berapabesar tingkat efisiensi yang ditimbulkan, dengan perkataan
lain, analisa biaya-manfaat ini sangat memperhitungkan untung rugi melalui ukuran nilai uang, oleh
karenanya memerlukan kecermatan dan tingkat berfikir yang sangat rasional.
Daftar Pustaka
Dunn, William (1981). “Public Policy Analysis. An Introduction”. Engelwood Cliffs:Prentice Hall
BAB I
PENDAHULUAN
Pengembangan suatu sistem informasi merupakan suatu investasi seperti halnya investasi
proyek lainnya. Investasi berarti dikeluarkannya sumber-sumber daya untuk mendapatkan manfaat
dimasa mendatang. Investasi untuk mengembangkan sistem informasi juga membutuhkan sumber-
sumber daya. Sebagai hasilnya, sistem informasi akan memberikan manfaat-manfaat yang dapat
berupa penghematan-penghematan atau manfaat-manfaat yang baru. Jika manfaat yang diharapkan
lebih kecil dari sumber-sumber daya yang dikeluarkan, maka sistem informasi ini dikatakan tidak
bernilai atau tidak layak.
Oleh karena itu, sebelum sistem informasi dikembangkan, maka perlu dihitung kelayakan
ekonomisnya. Teknik untuk menilai ini disebut dengan analisis biaya dan manfaat (cost/benefit
analysis). Analisis biaya dan mafaat disebut juga dengan analisis biaya/efektivitas (cost/ effectivenss
analysis). Keuntungan dari pengembangan sistem informasi tidak semuanya mudah diukur secara
langsung dengan nilai uang, seperti misalnya keuntungan pelayanan kepada langganan yang lebih
baik. Keuntungan yang sulit diukur langsung dengan nilai uang ini selanjutnya jika ingin ditentukan
dalam bentuk nilai uang, maka dapat menaksir efektivitasnya.
Secara umum analisis yang digunakan atas suatu proyek kurang lebih sama, namun biaya
dan waktu yang dipakai beragam. Sebagai contoh, pemerintah berhasil membangun mega proyek
jembatan suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dan pulau Jawa dengan panjang 5.843
meter sehingga menjadi jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Waktu yang digunakan pun tidak
sebentar, diresmikan pertama kali untuk dibangun pada masa pemerintahan presiden Megawati
Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan untuk pertama kali digunakan pada masa
pemerintahan Susilo Bambang yudhoyono 10 Juni 2009. Biaya yang digelotorkan pun tidak sedikit,
sekitar 4,5 triliun. Dengan biaya dan waktu yang digunakan untuk pembangunan jembatan tersebut
tujuannya adalah untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura yang meliputi bidang
infrasturktur dan ekonomi. Dalam kasus lain, pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang terus
dicanangkan pada masa pemerintahan SBY untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera
dengan panjang sekitar 31 kilometer yang memakan waktu pembangunan sekitar 10 tahun dan
menelan biaya hampir 200 Triliun mengalami sandungan. Pemerintahan yang baru dengan Jokowi
Dodo sebagai presiden menilai pembangunan tersebut bertolak belakang dengan konsep
pembangunan kemaritiman yang ia paparkan pada visi dan misinya sebelum menjabat jadi presiden.
Banyak kalangan juga berpendapat bahwa JSS hanya menguntungkan Jawa dan Sumatera sedangkan
pembangunan di Indonesia bagian Timur belum masih tertinggal jauh. Hingga hari ini, pembangun
JSS belum mengalami kemajuan selangkah pun karena banyak pendapat dan pandangan
yang bertentangan.
Dari dua kasus di atas bisa kita ketahui bahwa pembangunan proyek yang besar belum tentu
bisa menghasilkan manfaat yang diharapkan namun dengan analisis dan perhitungan yang tepat hal
tersebut bisa saja terjadi seperti pembangunan Jembatan Suramadu. Pembagunan proyek yang
lebih besar lagi seperti JSS juga belum tentu hasilnya akan dirasa baik karena pertentangan
dan pendapat serta arah kebijakan pembangunan pemerintah yang baru bisa berubah sesuai
kebutuhan dan konsepnya.
Mendalami tentang apa saja yang terdapat dalam pembahsan diatas, untuk itu saya akan
mempaparkan secara terperinci pembahasan mengenai analisis biaya dan manfaat.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis biaya dan manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty kata anlisi diartikan sebagai “penguraian
suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar
bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Di dalam
menganalisis hl yang paling sering disinggung adalah biaya, sebab biaya merupakan salah satu unsur
yang paling pokok dalam analisi ini, menurut Hansen dan Mowen yang yang dialihbahasakan oleh
Ancella A. Hermawan disebutkan bahwa “biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan
untuk barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa ini dan masa yang akan
dating/” jadi biaya dikelurakan untuk menghasilkan manfaat dimasa depan. Dalam persahaan,
manfaat dimanasa depan biaya berarti pendapatan. Jadi, biaya digunakan untuk memperoduksi
pendpatan atau manfaat yang lain.
Analisis biaya manfaat atau CBA (Cost Benefit Analysis) adalah pendekatan untuk rekomendasi
kebijakan yang memungkinkan analis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan
cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang.
Analisis biaya-manfaat (cost benefit analysis) adalah suatu teknik yang digunakan untuk
membandingkan berbagai biaya yang terkait dengan investasi dengan manfaat yang diharapkan
untuk didapatkan. Baik faktor berwujud maupun tidak berwujud harus diperhitungkan dan
dipertanggungjawabkan.
Memberikan dasar untuk perbandingan antar proyek/investasi, untuk melihat pilihan mana yang
memberikan manfaat lebih besar dibandingkan biayanya.
Yang dimaksud dengan anggaran (budget) ialah sutu daftar atau pernyataan yang terperinci
tentang penerimaan dan pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Yang
biasanya adalah satu tahun. Ada budget yang disusun berdasarkan atas tahun kalender yaitu mulai
tanggal 1 januari dan ditutup pada tanggal 31 Desember dari tahun yang sama, tetapi ada pula yang
tidak dimulai pada tanggal 1 Januari dan diakhiri tanggal 31 Desember. Sejak tahun 1969 Anggaran
Pendapatan, dan belanja Negara Indonesia dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir pada tanggal
31 Maret pada tahun berikutnya.
Biasanya lembaga eksekutif yang mempersiapkan rencana penerimaan dan pengeluaraan atau
belanja termasuk pos-posnya kemudian diajukan kepada lembaga legislative untuk dipertimbangkan
dan kemudian diputuskan serta ditetapkan sebagai Undang-Undang. Dalam UUD 1945 1945
Presiden menertapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam bagian ini hendak kita bicarakan mengenai bagaimana analisa-analisa ekonomi dapat
diterapkan pada analisa budget. Suatu prinsip yang ideal dalam kebijaksanaan pembuatan budget
adalah jelas yaitu : membuat pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi setiap tujuan sedemikian
rupa sehingga manfaat (benefit) dari pengeluaran satuan rupiah yang terakhir lebih besar daripada
atau paling tidak sama dengan hilangnya manfaat dan kegiatan-kegiatan lain karena timbulnya
pengeluaran pemerintah itu. Hal ini dapat kita perjelas dengan melihat pada gambar 1.1
Dalam gambar 1.1. kita lihat bahwa kurva biaya marginal (Marginal Cost = MC) merupakan garis
horizontal, karena kita menganggap bahwa tambahan biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan
pemerintah adalah tetap yaitu sebesar Rp.10,-. Kurva Manfaat Marginal Benefit = MB) tampak mula-
mula menanjak, dan kemudian menurun.
Ini disebabkan karena tambahan manfaat dengan adanya tambahan satu unit biaya. Mula-mula
kalau tambahan itu terus dilakukan maka maka manfaat juga akan bertambah, tetapi setelah
mencapai suatu tungkat tertentu, tambahan biaya yang sama tidak lagi mengakibatkan tambahan
manfaat yang semakin besar tetpi justru mengurangi total manfaat yang pernah dicapai oleh
kegiatan pemerintah. Pada gambar 1.1. Titik A menunjukan tambahan manfaat yang maksimal, titik
B menujukkana tambahan biaya, sedangkan titik C menunjukan tambahan manfaatnya sudah = 0,
disebelah kanan C tambahan manfaat adalah negative, semua itu karena adanya tambahan biaya
yang digunakan dalam kegiatan pemerintah tersebut. Jadi tampak disini adanya “law of minishing
benefit” atau hukum tambahan manfaat yang semakin menurun.
(Rp)
Tambahan
Manfaat
Tambahan
Biaya 10 MC
0 Proyek
Dengan menyatakan tambahan Manfaat (Margianl Benefit = MB) dengan tambahan biaya
(Marginal Costs = MC), dan kalau ini dapat dicapai oleh pemerintah, maka akan berarti tercapainya
pemecahan 2 masalah alokasi faktor-faktor produksi (input) yang maksimal dalam kegiatan
pemerintahan itu.
Ini akan berarti terpenuhinya suatu keadaan dimana setiap pengeluaran pemerintah
menghasilkan suatu manfaat yang paling tidak sama dengan nilai barang-barang yang hilang dari
sector swasta. Disamping itu juga akan membuktikan bahwa tidak mengurangi kemungkinan
tercapainya manfaat yang dilakukan oleh kegiatan pemerintah dalam bidang-bidang lain. Dengan
demikian akan berarti bahwa manfaat dari tambahan pengeluaran pemerintah tersebut akan
melebihi atau paling tidak sama dengan biaya alternative (opportunity costs) dikedua sector baik
sector swasta atau sector pemerintah itu sendiri. Sebagai contoh kita ambil suatu usaha pemerintah
dalam menanggulangi banjir yaitu dengan memmbuat tanggul atau bendungan.
Dari tabel 1.2 dan 1.3 kita dapat mengatuhi bahwa rencana D yaitu membuat waduk ukuran
sedang adalah rencana yang terbaik walaupun ini membutuhkan biaya sebanyak Rp.8000,- lebih
banyak daripada rencana C yaitu waduk ukuran kecil. Rencana D tersebut menghindarkan kerugian
tambahan sebesar Rp.9000,- . jadi jelasnya manfaat tambahan melebihi tambahan biayanya.
Sedangkan kalau kita menambah pengeluaran kita dengan Rp.12.000,- lebih banyak akan membuat
waduk raksasa hanya akan mengurangi kerusakan sebesar Rp.7000,- disbanding sebelumnya,
sehingga tambahan manfaat lebih kecil daripada tambahan biaya.
Analisa perbandingan biaya dan manfaat dapat kita gunakan dalam masalah pengeluaran negara.
Walaupun demikian kita harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Dalam keadaan yang nyata seringkali kenyataan-kenyataan itu berbeda dengan rencana-rencana
yang dibuat berdasarkan suatu ramalan. Data yang ada banyak yang tidak sempurna
2. Kita harus memperluas definisi kita hanya pada baiaya individu dan manfaat individu, tetapi menjadi
tambahan biaya social (social Marginal Costs=SCM) dan tambahan manfaat social (social Marginal
Benefit+SMB)
Tabel 1.2
Tabel 1.2
a. Tanpa perlindungan 0 0
3. Yang paling penting adalah menyatakan besarnya manfaat dan biaya dalam suatu jumlah rupiah.
Tanpa mengetahui nilai ini maka analisis SMB=SMC tidak ada gunanya, atau setidak-tidaknya kurang
bermanfaat untuk itu biasanya lalu digunakan harga bayangan(“shadow price” atau accounting
price”)
Yang menjadi persoalan berikutnya ialah bagaimana kita dapat membandungkan antara
manfaat total (total benefit dan biaya total) sehingga dapat ditentukan proyek mana yang harus
dilaksanakan oleh pemerintah dan berbagai alternative proyek. Diantara berbagai proyek itu
hendaknya dipilih proyek yang memberikan manfaat bersih (net benefit) yaitu selisih antara manfaat
total dan biaya total yang terbesar di mana SMB=SMC, prinsip pertama yang harus diingat ialah
nahwa proyek-proyek itu harus memilih B/C sationya lebih besar dari satu, artinya manfaatnya harus
lebih besar dari biaya atau pengorbanannya. Kemudian diantara proyek-proyek yang B/C rationya
lebih besar dari satu itu dipilih yang nilai perbandingannya paling tinggi dengan biaya yang sama.
Kalau misalnya dari suatu proyek diharapkan akan diperoleh manfaat R1 pada tahun ke-1,
R2 pada tahun kedua dan seterusnya. Dan biaya yang dikeluarkan juga B1pada tahun ke-1, dan
B2 pada tahun ke-2 dan seterusnya, maka untuk mendapakan nilai sekarang (present value) dan
seluruh manfaat dan seluruh biaya perhitungan berikut dapat dipakai :
+ + + …….. +
BS = + + + …….. +
Dimana :
r = Tingkat bunga
Kriteria investasi ini sangat bermanfaat dalam melakukan pengukuran manfaat atau
keuntungan yang akan diperoleh jika melakukan investasi terhadap suatu usaha. Banyak orang yang
menanggung rugi karena serampangan dalam melakukan perhitungan atau bahkan tidak mengukur
terlebih dahulu tingkat viabilitas dan share profit serta management risk-nya ketika ia melakukan
investasi.
Ada banyak kriteria investasi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat investasi, dimana
kriteria tersebut dapat membantu untuk melihat apakah investasi tersebut dapat memungkinkan
dan menguntungkan atau tidak. Perlu dijelaskan bahwa kriteria investasi merupakan sebuah metode
analisis yang dipakai untuk memperhitungkan antar biaya yang dikeluarkan dengan kemanfaatan
yang akan diperoleh selama investasi tersebut dilakukan.
Dalam mengukur atau menilai investasi yang akan atau telah terjadi terdapat beberapa kriteria
yang digunakan, yaitu :
NPV merupakan manfaat yang diperoleh pada suatu masa proyek yang diukur pada tingkat suku
bunga tertentu. Dalam perhitungan NPV ini perlu kiranya ditentukan dengan tingkat suku bunga saat
ini yang relevan. Selain itu, NPV juga dapat diartikan sebagai nilai saat ini dari suatu cash flow yang
diperoleh dari suatu investasi yang dilakukan.
NPV merupakan selisih antara present value benefit dengan present value cost(Rp, Rp Jt, dll)
Indikator NPV :
Jika NPV > 0 (positif), maka proyek layak (go) utk dilaksanakan
Jika NPV < 0 (negatif), maka proyek tidak layak (not go) utk dilaksanakan
Net B/C adalah perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif. Net B/C ini
menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat (benefit) yangdiperoleh dari biaya (cost)
yang dikeluarkan. Apabila net B/C > 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan layak
untuk dilaksanakan. Demikian pula sebaliknya, apabila net B/C < 1, maka proyek atau gagasan usaha
yang akan didirikan tidak layak untuk dilaksanakan.
Dimana : (Bt-Ct)/(1+i)t, utk (Bt-Ct) > 0 dan (Ct-Bt)/(1+i)t untuk
(Bt-Ct) < 0 Net B/C rasio merupakan perbandingan antara present value positif (sebagai pembilang)
dengan jumlah present value negatif (sebagai penyebut).
- Jika Net B/C > 1, maka proyek layak (go) untuk dilaksanakan
- Jika Net B/C < 1 , maka proyek tdk layak (not go) untuk dilaksanakan
Gross B/C merupakan perbandingan antara Present Value Benefit denganPresent Value Cost.
Apabila Gross B/C > 1, proyek layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya Gross B/C < 1, proyek tidak layak
untuk dilaksanakan.
Perbedaannya dalam perhitungan Net B/C, biaya tiap tahun dikurangkan daribenefit tiap
tahun untuk mengetahui benefit netto yg positif dan negatif. Kemudian jumlah present value positif
dibandingkan dengan jumlah present value yang negatif.
- Jika Gross B/C > 1, maka proyek layak (go) utk dilaksanakan
- Jika Gross B/C < 1, maka proyek tdk layak (not go) utk dilaksanakan
4. IRR (Internal Rate of Return)
Merupakan tingkat pengembalian internal yaitu kemampuan suatu proyek menghasilkan return
(satuannya %). IRR ini merupakan tingkat discount rate yang membuat NPV proyek = 0.
Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek
tiap-tiap tahun. Selain itu, IRR juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan
bunga pinjaman. Pada dasarnya IRR menunjukkan tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama
dengan Nol. Dengan demikian untuk mencari IRR kita harus menaikkan discount factor (DF) sehingga
tercapai nilai NPV sama dengan nol.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka langkah-langkah perhitungan IRR adalah sebagai
berikut :
1) Terlebih dahulu disiapkan tabel cash flow dari proyek atau gagasan usaha.
4) Jika NPV yang diperoleh masih positif, sedangkan yang diharapkan NPV = 0 maka
kita pilih discount factor yang ke dua dengan harapan akan memperoleh NPV = 0
5) Misalnya dengan DF pada pemilihan yang ke dua dan seterusnya sampai memperoleh NPV yang
negatif ( NPV < 0 )
6) Karena NPV yang kita peroleh positif dan negatif, maka kita harus membuat interpolasi antara DF di
mana NPV positif dengan DF di mana NPV sama dengan negatif agar tercapai NPV = 0.
Jika diperoleh NPV +, maka carilah NPV – dgn cara meningkatkan discount faktornya
Keterangan :
Indikator IRR :
- Jika IRR > tk, discount rate yg berlaku maka proyek layak (go) utk dilaksanakan
- Jika IRR < Tk. Discount rate yg berlaku, maka proyek tdk layak (not go) utk dilaksanakan.
8) Hasil perhitungan IRR tersebut kemudian dibandingkan dengan tingkat bunga bank yang berlaku,
jika IRR hasil perhitungan > bunga bank yang berlaku maka proyek atau gagasan usaha tersebut
layak untuk diusahakan.
5. Payback Period
Merupakan jangka waktu /periode yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-
biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek.
Indikator Payback Periods : Semakin cepat kemampuan proyek mampu mengembalikan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi proyek maka proyek semakin baik (satuan waktu).
Perhitungan payback belum memperhatikan time value of money dimana : I = besarnya biaya
investasi Ab = benefit bersih yg diperoleh setiap tahunnya.
Manfaat dan biaya satu proyek dapat dibedakan antara “manfaat dan biaya riil” (pecuniary
benefits and costs) dan “manfaat dan biaya semu” (pecuniary benefits and cots)
a. Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi oleh hilangnya
manfaat bagi pihak lain. Demikian pula biaya riil adalah biaya yang sungguh-sungguh ada dalam
masyarakat dan tidak diimbangi oleh pengurangan beban biaya bagi pihak lain. Sesungguhnya
manfaat semu adalah manfaat yang timbul dari suatu proyek dan diterima oleh sekelompok orang
tertentu. Tetapi ada sekelompok orang lain yang menjadi menderita karena adanya proyek tersebut.
Manfaat semu ini tidak diperhitungkan dalam perhitungan manfaat dan biaya suatu proyek.
b. Perbedaan lebih lanjut terhadap manfaat dan biaya riil dari suatu proyek adalah antara manfaat dan
biaya langsung dengan manfaat dan biaya tidak langsung.
Manfaat biaya langsung adalah manfaat dari biaya yang dekat hubungannya dengan tujuan
utama dari suatu proyek, sedangkan manfaat dan biaya tidak langsung dari suatu proyek adalah
lebih merupakan hasil sampingan dari proyek tersebut. Sebagai contoh adalah rencana
pembangunan bendungan didaerah pengaliran dijawa tengah, pembangunan bendungan ini
dimaksudkan terutama untuk menyediakan air irigasi yang cukup sepanjang tahun bagi sawah seluas
7.627 ha.
Disamping itu juga untuk menanggulangi dan menguragi banjir. Manfaat yang berupa
penyediaan air irigasi dapat dikatakan sebagai manfaat langsung karena memang merupakan tujuan
utama proyek itu, sedangkan penanggulangan banjir merupakan manfaat sampingn. Memang sulit
untuk membedakan manfaat langsung dan manfaat tidak langsung secara tegas, namun kita secara
sederhana dapat merasakannya.
Biaya langsung adalah biaya-biaya yang benar-benar dikelurkan seperti biaya pembangunan
dam itu sendiri, sedangkan biaya tidak langsung dari proyek itu berupa pemindahan penduduk dari
lokasi proyek ke daerah lain karena daerah proyek itu akan digenangi air, hilangnya sebagian hutan,
makam, dan sebaginya didaerah tersebut. Manfaat dan biaya tidak langsung itu sering pula disebut
sebagai manfaat dan biaya sekunder, sedangkan manfaat dan biaya langsung disebut juga sebagai
manfaat dan biaya primer.
c. Manfaat biaya riil dibedakan juga menjadi manfaat dan biaya yang “tangible” (yang dapat diraba),
dan yang “intangible” (yang tak dapat diraba). Istilah dapat diraba diterapkan bagi manfaat dan
biaya yang dapat dinilai dipasar, sedangkan manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan adalah
tidak dapat diraba.
d. Disamping perbedaan diatas, manfaat dan biaya riil dapat pula dibedakan menjadi manfaat dan
biaya “internal” dan “eksternal. Suatu proyek disuatu daerah (kabupaten misalnya) dapat
menghasilkan manfaat dan biaya didalam kabupaten itu sendiri (internal benefits and isternal costs),
tapi dapat pula memberikan manfaat dan biaya/pengorbanan dikabupaten lain (eksternal benefits
and eksternal costs). Kedua macam manfaat dan biaya ini harus diperhitungkan dalam perhitungan
manfaat dan biaya suatu proyek.
Analisa Manfaat dan Biaya (AMB) ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
Analisa ini digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek khususnya proyek pemerintah. Konsep
AMB sangat sederhana yaitu : mengenali manfaat (benefit) dan biaya (costs) atas suatu proyek,
kemudian mengukurnya dalam ukuran yang dapat diperbandingkan. Apabila nili manfaat lebih besar
daripada nilai biaya maka proyek tersebut akan menuju ke lokasi sumber yang efisien. Kesulitan yang
dihadapi ialah secara konseptual, AMB seperti diuraikan diatas adalah sangat sederhana, tetapi
dalam pelaksaannya akan banyak mendapat kesulitan.
a. Menentukan dampak dari proyek, yaitu barang dan jasa apa yang akan diperoleh dari proyek
tersebut,
Biasanya langkah kedua menjadi sangat sulit, sebab berhubungan dengan bagaimana kita
mengukur manfaat. Untuk itu digunakan pendekatan sebagai nilai rupiah secara maksimum orang-
orang bersedia membayarnya karena memanfaatkan jasa-jasa proyek itu.
Dengan adanya masalah penunggang bebas (free rider), maka kita dapat secara tepat meneliti
siapa yang akan memanfaatkan proyek. Kesulitan yang lain adalah untuk membedakan manfaat
langsung (direct benefit) dan manfaat tidak langsung (indirect benefit). Sering terjadi pula adanya
penyimpangan-penyimpangan (error). Sehingga timbul perhitungan ganda dalam menghitung
manfaat suatu proyek.
Konsekuensi dari suatu proyek adalah beban serta pengorbanan yang merupakan biaya dari
proyek tersebut. Penggunaan sumberdaya yang terlibat dalam suatu proyek, akan meliputi pula
“opportunity cost” dikarenakan pengorbanan atau hilangnya jasa produktif pada sector lain.
Sekalipun dalam menghitung biaya dalam suatu proyek jauh lebih mudah daripada dalam
menghitung manfaat, namun tetap tidak terlepas dari yang namanya kesulitan, misalnya timbul
perhitungan ganda (double counting). Suatu proyek mungkin memiliki dampak terhadap suatu
daerah tertentu, sedangkan proyek lain juga mempunyai dampak terhadap daerah tersebut,
misalnya sulit memisahkan antara dampak proyek Bangun Desa dan program BIMAS terhadap
kenaikan produksi padi didaerah kelurahan Keduh Poh di Gunung Kidul.
Dalam menghitung biaya suatu proyek biasanya hanya diperhatikan lokasi dimana proyek itu
berada, namun sesungguhnya biaya ini tersebar ke seluruh perekonomian. Misalnya jika pembiayaan
proyek tersebut diambilkan pajak, sedangkan pajak itu akan mempunyai pengaruh terhadap
perekonomian secara makro, maka kalau dampak biaya suatu proyek diperhitungkan juga secara
makro akan timbul kesulitan dalam memperkirakannya.
Manfaat suatu proyek biasanya akan diterima beberapa tahun setelah proyek itu selesai dan
proyek itu akan selalu memberikan jasa-jasa yang akan diterima pada tahun-tahun yang akan
datang. Kesulitannya adalah untuk menentukan tingkat diskonto atau tingkat bunga (discount rate)
dan juga menentukan umur proyek tersebut. Sering suatu proyek secara ekonomis sudah tidak
berfungsi, tetapi secara teknis masih berfungsi atau sebaliknya.
Tingkat Diskonto
Tingkat diskonto merefleksikan tingkat pengembalian (rate of return) yang diperoleh dari
suatu proyek dengan tingkat risiko tertentu. Jika suatu proyek tidak memberikan keuntungan dan
disyaratkan, maka proyek tersebut harus ditolak. Perhitungan tingkat diskonto merupakan bagian
yang cukup kompleks dalam analisis investasi. Untuk memudahkan pemahaman mengenai konsep
ini, terlebih dahulu akan dijelaskan praktek yang dilakukan disektor swasta.
Pada sector swasta ada dau sumber peerdanaan, yaitu pembiayaan dengan modal dan
pembiayaan dengan utang, keuntungan . keuntungan yang diperoleh para kreditor sebagai pemberi
utang adalah berupa pembayaran bunga utang, sedangkan investor memperoleh keuntungan
berupa dividend an pengembalian atas saham yang dimilikinya. Harga pasar saham merefleksikan
laba yang diharapkan dimasa depan. Pembiayaan dengan utang memiliki risiko yang lebih rendah
dibandingkan pembiayaan dengan modal, sehingga kreditor akan meminta tingkat pengembalian
yang lebih rendah dibandingkan dengan investor karena risiko investasi berbanding lurus dengan
laba investasi. Semakin tinggi risiko investasi, semakin tinggi keuntungan (laba) yang diharapkan.
Disamping itu, pembiayaan dengan utang juga memiliki biaya yang lebih kecil dibandingkan
pembiayaan dengan biaya modal. Biaya utang lebih murah dibandingkan dengan biaya modal sendiri
karena pembayaran bunga utang merupakan biaya yang mengurangi pajak. Biaya modal total dapat
dinayatakan dalam bentuk biaya modal rata-rata tertimbang dengan rumus :
Ko = Ke.(E/V) + Dd.(1-T).(D/V)
Dimana :
T = tingkat pajak
Berdasarkan asumsi bahwa seluruh biaya dan manfaat suatu proyek telah dinilai cukup, masalah
berikutnya yang perlu dipertimbangkan adalah menentukan tingkat diskonto yang cocok yang akan
digunakan. Karena antara biaya dan manfaat terjadi pada titik waktu yang berbeda, maka nilai
tersebut perlu didiskontokan selama beberapa periode waktu sebelum berbagai alternative investasi
diperbandingkan untuk menentukan investasi mana yang akan dilakukan. Untuk tujuan analisis
biaya-manfaat, perlu digunakan tingkat diskonto social.
Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh adlah dengan menyatakan social discount rate
sebagai suatu tingkat yang merefleksikan prefensi masyarakat terhadap manfaat saat ini
dibandingkan dengan manfaat yang akan diterima dimasa mendatang, atau disebut social time
prefence rate (STPR). Masalahnya yang muncul kemudian adalah bahwa alas an memilih manfaat
sekarang (current benefit) mungkin dipengaruhi oleh penilaian individu yang terlalu rendah atas
manfaat yang akan diperoleh dimasa depan. Asumsi yang berlaku dalam pendekatan ini adalah
generasi mendatang akan lebih sejatera daripada generasi sekarang. Oleh karena itu, pengurangan
terhadap kebutuhan manfaat yang tersedia harus dilakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Analisis biaya manfaat atau CBA (Cost Benefit Analysis) adalah pendekatan untuk rekomendasi
kebijakan yang memungkinkan analis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan
cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang
2. Suatu prinsip yang ideal dalam kebijaksanaan pembuatan budget adalah jelas yaitu : membuat
pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi setiap tujuan sedemikian rupa sehingga manfaat
(benefit) dari pengeluaran satuan rupiah yang terakhir lebih besar daripada atau paling tidak sama
dengan hilangnya manfaat dan kegiatan-kegiatan lain karena timbulnya pengeluaran pemerintah itu
3. Manfaat dan biaya satu proyek dapat dibedakan antara “manfaat dan biaya riil” (pecuniary benefits
and costs) dan “manfaat dan biaya semu” (pecuniary benefits and cots)
4. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa ini adalah : Menentukan dampak dari proyek, yaitu
barang dan jasa apa yang akan diperoleh dari proyek tersebut, dan Menyatakan dampat dari proyek
tersebut secara kuantitatif
5. Konsekuensi dari suatu proyek adalah beban serta pengorbanan yang merupakan biaya dari proyek
tersebut. Penggunaan sumberdaya yang terlibat dalam suatu proyek, akan meliputi pula
“opportunity cost” dikarenakan pengorbanan atau hilangnya jasa produktif pada sector lain.
Sekalipun dalam menghitung biaya dalam suatu proyek jauh lebih mudah daripada dalam
menghitung manfaat, namun tetap tidak terlepas dari yang namanya kesulitan, misalnya timbul
perhitungan ganda (double counting)
6. Manfaat suatu proyek biasanya akan diterima beberapa tahun setelah proyek itu selesai dan proyek
itu akan selalu memberikan jasa-jasa yang akan diterima pada tahun-tahun yang akan datang.
Kesulitannya adalah untuk menentukan tingkat diskonto atau tingkat bunga (discount rate) dan juga
menentukan umur proyek tersebut. Sering suatu proyek secara ekonomis sudah tidak berfungsi,
tetapi secara teknis masih berfungsi atau sebaliknya.
3.2 Saran
Membahas mengenai Analisis Biaya dan Manfaat memang tidak akan pernah ada ujungnya
karena pembahasan ini akan meluas apalagi apabila ditambah dengan kasus-kasus yang saat ini
sudah meluas di telinga masyarakat pada umumnya. Semakin kita dalami ilmu tersebut maka
semakin tertariklah kita akan uniknya pembahasan ini.
Untuk membahas setiap bab nya pun tentu sungguh panjang lebar. Akan tetapi kamihanya
bisa membagikan sedikit pengetahuan saya tentang komunikasi khususnya tentang bahasan yang
telah kami bahas.
Namun saya berharap, walaupun pembahasan ini hanya beberapa lembar halaman saja,
semoga bahasan ini menjadi suatu yang bermanfaat bagi pembaca khususnya juga bagi kami sebagai
pemakalah menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kelancaran proses pembelajaran di
makalah selanjutnya.
Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost) sering digunakan untuk menganalisis kelayakan
proyek-proyek pemerintah. Pelaksanaan proyek pemerintah umumnya mempunyai tujuan yang
berbeda dengan investasi swasta. Pada proyek swasta, biasanya diukur berdasarkan kepada
keuntungan yang didapatkan. Pada proyek pemerintah, keuntungan seringkali tidak dapat diukur
dengan jelas karena tidak berorientasi kepada keuntungan. Dengan kata lain, keuntungan
didasarkan kepada manfaat umum yang diperoleh oleh masyarakat. Sebagai contoh proyek
pemerintah antara lain : proyek pembangunan jalan, pembangunan jembatan, pengendalian banjir,
pengendalian polusi, dan lain-lain. Sehubungan dengan hal tersebut, analisis NPV dan IRR yang
umumnya digunakan untuk proyek investasi swasta tidak digunakan untuk menilai kelayakan
investasi dari proyek pemerintah.
Dalam proyek pemerintah :
2. Semua manfaat (benefit) adalah penghematan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan
Tahapan CBA
Menurut Lawrence dan Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisis biaya
manfaat secara umum meliputi:
Biaya (Cost)
Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu
Biaya Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan.
1) Biaya Persiapan
Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan benar-
benar dilaksanakan, misalnya biaya studi kelayakan pada lahan yang akan digunakan untuk proyek
termasuk di dalamnya studi kelayakan pada daerah dan masyarakat sekitarnya dan biaya untuk
mempersiapakan lahan yang akan digunakan.
Biaya investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik
dari dalam negeri atau luar negeri. Yang termasuk biaya investasi adalah biaya tanah, biaya
pembangunan termasuk instalasi, biaya perabotan, biaya peralatan (modal kerja).
3) Biaya Operasional
Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan
telekomunikasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya.
Manfaat (Benefit)
Manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat
langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait (Kadariah, 1999).
1) Manfaat Langsung
Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat
penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya.
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya
proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek.
(sulit diukur)
3) Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun
benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk
penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan
menilainya secara ekonomi.
METODE CBA
- Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
Metode-metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaituMetode payback
period (PP), Metode Present Value (NPV), , Internal Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat
biaya (BCR = benefit-cost ratio).
Payback period merupakan teknik analisis investasi yang relatif mudah dan sederhana. Sehingga
banyak digunakan. Namun demikian, Payback period mengandung kelemahan, yaitu:
1. Metode ini mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi atau proceeds yang diperoleh setelah
3. Metode payback period tidak dapat digunakan untuk pengambilan keputusan investasi yang bersifat
mutually exclusive
Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang inventasi dengan nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih di massa yang akan datang.untuk mengitung nilai sekarang
tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan.pada perhitungan ini
tingkat bunga yang dipakai adalah 14% (diambil dari rata-rata tingkat bunga bank). NPV merupakan
net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai
diskon faktor.
Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPB tertinggi adalah proyek yang
mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat diskontoyang
dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana.
Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode BCR akan
memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti pula NPB > 0. Metode
BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua buah proyek karena tidak ada pedoman
yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai perhitungan biayaatau manfaat. Manfaat selalu dapat
dianggap sebagai biaya yang negatif dan sebaliknya.
Oleh karena itu BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan biaya sebagai
manfaat negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang mengevaluasiagar nilai
BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto, 1998).
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti ditunjukkan
pada Tabel 1. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik karena metode
lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan proyek yang akan
dilaksanakan.
Melihat pada proses implementasinya, Analisis biaya manfaat (CBA) memiliki keunggulan
dalam penentuan program pemerintah, antara lain sebagai berikut.
a. Penggunaan sumber – sumber ekonomi secara efisien. Jika efisiensi terjamin, pencapaian
kesejahteraan masyarakat dari kebijakan publik yang diimplementasikan lebih maksimal
(Mangkoesoebroto,2001: 165-166).
b. Analisis biaya manfaat dalam pengitungan biaya maupun manfaat diukur dengan mata uang
sebagai unit nilai, sehingga memudahkan efisiensi (Dunn, 2003:448).
c. Sangat kompatibel dengan penghitungan biaya manfaat kebijakan / proyek dalam skala besar atau
makro khususnya yang mempengaruhi kinerja pembangunan daerah secara keseluruhan (Sjafrizal,
2008 :170).
a. Analisis ini membutuhkan waktu dan prosesnya yang sangat lama dan hanya bisa
diimplementasikan pada proyek/ kebijakan yang bersifat makro (Sjafrizal, 2008: 170).
b. Pemilihan kebijakan / proyek yang kurang menguntungkan bagi masyarakat. Hal tersebut
disebabkan oleh proses penghitungan manfaat secara kuantitatif, sedangkan beberapa proyek atau
kebijakan tidak dapat diukur manfaatnya secara kuantitatif (Mangkoesobroto, 2001: 166).
c. Analisis ini tidak memiliki fleksibilitas tinggi, karena semua penghitungan dilakukan secara
kuantitatif. Hal ini menimbulkan interpretasi jika analisis ini dilaksanakan terlalu jauh, pemerintah
tidak lagi dilaksanakan oleh wakil wakil rakyat yang membawa aspirasi rakyat, melainkan seakan
akan dilaksanakan oleh robot komputer (Mangkoesoebroto, 2001: 167).
Studi Kasus Analisis Biaya dan Manfaat pada Proyek MRT di Jakarta
Analisis Segi Positif Manfaat dan Biaya MRT
MRT merupakan salah satu solusi untuk memecah kepadatan arus Transportasi di Jakarta
yang menimbulkan kemacetan, MRT dinilai akan dapat menghindari stagnasi kendaraan di jalan raya
akibat pertumbuhan kendaraan pribadi yang meningkat tajam, sementara transportasi umum belum
memadai angkutan dalam kota saat ini di Jakarta masih belum memadai.
Disamping itu, MRT juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan kapasitas transportasi
publick. Kapasitas angkut MRT (Lebak Bulus ke Bundaran HI) diharapkan mencapai sekitar 412 ribu
penumpang per hari. Pembangunan MRT Jakarta juga diharapkan mampu memberi dampak positif
lainnya bagi Jakarta dan warganya, antara lain:
Penciptaan lapangan kerja: selama periode konstruksi, proyek MRT Jakarta diharapkan dapat
menciptakan sekitar 48.000 pekerjaan baru
Penurunan waktu tempuh dan meningkatkan monilitas: waktu tempuh antara Lebak Bulus sampai
Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam-jam sibuk menjadi 30 menit. Penurunan waktu
tempuh ini akan meningkatkan mobilitas warga Jakarta. Meningkatnya mobilitas warga kota ini
memberikan dampak kepada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan
kualitas hidup warga kota
Dampak lingkungan: 0,7% dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93,663 ton per tahun akan dikurangi oleh
MRT (Data Revised Implementation Ptogram for Jakarta MRT System 2005), sehingga Jakarta dapat
mengurangi polusi dan transportasi
Transit-Urban Integration yang menjadikan sistem MRT sebagai pendorong untuk merestorisasj tata
ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada area
sekitar stasiun, sehingga dapat berdampak langsung kepada jumlah penumpang MRT Jakarta.
Akan tetapi, transportasi modern tersebut memiliki harga yang cukup tinggi sehingga
pemerintah harus mengupayakan dana dari Jepang, yaitu Japan Cooperation Agency (Badan
Kerjasama Internasional Jepang). Setoran modal dari Pmeprov DKI sebesar 42% dari total pinjaman
dari JICA, dan pinjaman pemerintah pusat 58% dari total pinjaman yang diteruskan ke Pemprov DKI,
lalu oleh Pemprov DKI ke PT. MRT. Total dana yang dibutuhkan untuk proyek MRT tahap 1 sebesar
Rp. 15 triliun. Dana pinjaman itu harus dikembalikan dengan bunga 0,2% dan 0,4% dengan jangka
waktu pengembalian 30 tahun plus 10 tahun.
Dampaknya tiket MRT dapat mencapai Rp.38.000 sungguh nilai yang cukup tinggi.
Pemerintah akan mengambil kebijkan dengan memberikan subsidi pada tiket MRT dengan target
Rp.10.000 untuk harga tiket MRT supaya transportasi tersebut menjadi efisien bagi penduduk kota
Jakarta. Akan tetapi terdapat pula imbas negatif terhadap pembangunan MRT di kota Jakarta, yaitu:
Pertama, akan menimbulkan kemacetan baru di sepanjang jalan di bawah rel kereta api. Medan jalan
itu akan diambil untuk meletakkan tiang-tiang rel dan stasiun. Akses keluarmasuk ke gang-gang di
sepanjang jalan Fatmawati–Sisingamangaraja pasti akan terganggu. Apalagi sampai sekarang juga
belum jelas analisis dampak lalu lintasnya baik selama maupun setelah pembangunan selesai.
Kedua, akan mematikan bisnis di kawasan Fatmawati yang sudah mulai hidup sejak 20 tahun terakhir.
Jangan lupa, untuk memulai bisnis di kawasan itu adalah pengorbanan individu per individu dengan
memulai usaha bisnis pada saat kawasan tersebut masih sepi, bukan karena usaha Pemerintah
Pusat/Pemprov DKI Jakarta sengaja membuka kawasan bisnis di sana. Kawasan bisnis di Fatmawati
itu sekarang telah mampu memecah beban pergerakan ke arah kota sekedar untuk belanja barang-
barang elektronik atau karpet. Dengan adanya kawasan bisnis yang tumbuh subur di sepanjang Jalan
Fatmawati itu secara otomatis dapat mengurangi beban pergerakan ke arah kota. Bila kawasan
bisnis sampai hancur karena pembangunan MRT, maka pembangunan MRT sesungguhnya hanya
melahirkan persoalan baru, karena akan mendorong orang-orang dari kawasan Jakarta Selatan harus
pergi ke Kota (Glodok) lagi sekedar untuk belanja barang-barang elektronik dan sejenisnya. Akhirnya,
akan lebih banyak kendaraan pribadi mengarah ke Kota. Mubazirlah pembangunan MRT tersebut
karena justru melahirkan kemacetan baru.
Ketiga, menciptakan kekumuhan baru di sepanjang bawah rel MRT. Kekawatiran ini wajar mengingat
sudah banyak bukti yang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebetulan belum ada
bukti di mana ada kondisi bawah jembatan layang maupun rel kereta api listrik di Jakarta ini rapi,
bersih, dan tertib. Yang ada justru kekumuhan baru karena menjadi tempat tinggal gelandangan.
"Jelas bahwa secara matematis, biaya pembuatan subway lebih mahal daripada MRT Layang, tapi
kemahalannya itu hanya pada kontruksi, karena setelah operasional, usaha bisnis di sepanjang
Fatmawati akan tetap hidup sehingga dapat mengurangi beban traffic ke arah Kota, tidak
menimbulkan angka pengangguran baru, dan juga tetap berkontribusi pada pertumbuhan
perekonomian di Jakarta Selatan," kata Jokowi. Menurutnya pembangunan MRT secara melayang
memang murah namun hanya dalam konteks konstruksi saja, namun amat mahal biaya ekonomi dan
sosial yang harus dibayar oleh masyarakat seumur hidup.
"Kalau subway, lebih mahal investasinya dan tarifnya, tapi dalam jangka tertentu investasi tersebut
akan balik dan tarif bisa ditekan dengan mengembangkan properti di sekitar stasiun subway,"
katanya.
Seperti diketahui MRT Jakarta yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih ± 110,8
Km, meliputi dua koridor utama, yaitu koridor selatan-utara yang jadi prioritas. Sementara itu
koridor timur-barat masih tahap kajian, dari timur Jakarta-Balaraja
memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program.
Dalam analisis benefit dan cost perhitungan manfaat serta biaya ini merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Analisis ini mempunyai banyak bidang penerapan. Salah satu bidang
penerapan yang umum menggunakan rasio ini adalah dalam bidang investasi. Sesuai dengan
denganmaknat ekstualnya yaitu benefit cost (manfaat-biaya) maka analisis ini mempunyai
penekanan dalam perhitungan tingkat keuntungan/kerugian suatu program atau suatu rencana
dengan mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai.
Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya mengembangkan
bisnisnya. Terkait dengan hal ini maka analisis manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi
hanya didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam
kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan.
Dibandingkan penerapannya dalam bidang investasi, penerapan Benefit Cost Ratio (BCR) telah
banyak mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan analisis BCR antara lain yaitu
pengembangan suatu proyek. Relatif berbeda dengan penerapan BCR di bidang investasi,
penerapan BCR dalam proses pemilihan suatu proyek terkait upayapengembangan ekonomi
daerah relatif lebih sulit. Hal ini dikarenakan aplikasi BCR dalam sektor publik harus
mempertimbangkan beberapa aspek terkait social benefit (social welfare function) dan lingkungan
serta tak kalah penting adalah faktorefisiensi. Faktor efisiensi mutlak menjadi perhatian
menimbang terbatasnya dana dan kemampuan pemerintah daerah sendiri. Secara terinci aspek-
aspek tersebut juga mempertimbangkan dampak penerapan suatu program dalam masyarakat
baik secara langsung (direct impact) maupun tidak langsung (indirect impact) faktor eksternalitas,
ketidakpastian (uncertainty), risiko (risk) serta shadow price. Terkait perhitungan risiko dan
ketidakpastian, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan asuransi dan melakukan lindung nilai
(hedging). Efisiensi ekonomi merupakan kontribusi murni suatu program dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Sehingga yang menjadi perhatian utama dalam penerapan BCR dalam
suatu proyek pemerintah yang berkaitan dengan sektor publik adalah redistribusi sumber daya.
Analisis biaya-manfaat (CBA), kadang-kadang disebut analisis manfaat-biaya (BCA), adalah proses
sistematis untuk menghitung dan membandingkan manfaat dan biaya dari proyek untuk dua
tujuan:
Untuk menentukan apakah itu adalah investasi yang sehat (pembenaran / kelayakan).
prioritas tugas). Ini melibatkan membandingkan biaya total diharapkan setiap pilihan
terhadap manfaat yang diharapkan total, untuk melihat apakah manfaatnya lebih besar
CBA adalah terkait dengan, tetapi berbeda dari analisis efektivitas biaya. Dalam CBA, manfaat dan
biaya yang dinyatakan dalam bentuk uang, dan disesuaikan dengan nilai waktu dari uang,
sehingga semua aliran arus manfaat dan biaya proyek dari waktu ke waktu (yang cenderung
terjadi pada titik-titik berbeda dalam waktu) disajikan pada dasar umum dalam hal mereka "nilai
sekarang".
Erat terkait, tapi sedikit berbeda, teknik formal meliputi analisis efektivitas biaya, biaya utilitas,
analisis dampak ekonomi, analisis dampak fiskal dan Return on Investment Sosial (SROI) analisis.
Konsep Dasar Analisis Cost Benefit Analysis
lain, pemerintahdihadapkan pada berbagai alternatif program yang akan dilaksanakan. Hal
Pemilihanprioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam memutuskan kelayakan suatu proyek
danpermasalahan. Dalam hal ini, prioritas yang dipilih harus mempertimbangkan kepentingan
Terkait dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan suatu proyek atau
meminimalkankesalahan dalam pemilihan keputusan. Salah satu analisis yang dapat digunakan
sebagai alatuntuk memilih program yang layak diprioritaskan adalah dengan menggunakan
analisis.
Terkait dengan penerapan BCR dalam perekonomian suatu daerah, maka sesuai dengan pedoman
tersebut ditetapkan berdasarkan prioritas tertentu. Dalam hal ini, BCR tidak hanyamembantu
pengambil kebijakan untuk memilih alternatif terbaik dari pilihan yang ada, yang dalamhal ini
pemilihan alternatif terbaik dilakukan berdasarkan alasan perbandingan antara life cycle’s benefit
tersebut. Analisis BCR masih dapat diterapkan ketika suatu proyek telah diputuskan untuk
dilakukan, sehingga manfaat yang kedua dari dilakukannya analisis BCR adalah dapat mengontrol
perkembangan dari proyek yang bersangkutan pada tahun-tahun ke depan. Manfaat ketiga dari
penerapan BCR adalah BCR dapat digunakan untuk evaluasi suatu proyek yang telah selesai
dikerjakan. Tujuan dilakukannya evaluasi ini adalah untuk mengetahui kinerjasuatu proyek dan
hasil analisis yang telah dilakukan dapat digunakan untuk perbaikan program yang selanjutnya.
Berdasarkan hasil analisis ini, pemerintah dapat menentukan pilihan yang tepat dan anggaran
dapat dialokasikan secara efektif. Pemilihan alternatif dan penentuan prioritas ini
berkontribusipada pencapaian anggaran berbasis kinerja, yang merupakan salah satu pilar
reformasianggaran. Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa landasan utama penetapan
suatu proyekdalam kapasitas pengembangan daerah tidak mutlak hanya dilakukan berdasarkan
Dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah, analisis utama yang harus dikedepankan oleh
pemerintah daerah adalah sejauh mana kontribusi suatu proyek dalamkomunitas dan ekonomi
HARGA BAYANGAN
10:42:00 PM
Analisa keuangan dalam perhitungan profitabilitas keuangan dengan menggunakan harga pasar
yaitu harga yang berlaku dipasaran, sedangkan analisa ekonomi untuk menghitung profitabilitas
ekonomi menggunakan harga ekonomi yaitu harga seandainya tidak terdapat distorsi pada pasar.
harga ekonomi disebut juga sebagai harga bayangan yang juga menggunakan opportunity cost yang
dihitung terhadap setiap input dan output dari bisnis atau proyek. Harga bayangan adalah harga
pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya.
Gittingeret al., (1993) mendefinisikan harga sosial (social price) atau harga bayangan (Shadow
Price) sebagai harga yang akan terjadi dalam suatu perekonomian jika pasar bersaing sempurna dan
seimbang. Pada kenyataannya kondisi ini sulit dicapai karena sering terjadi gangguan akibat
kebijakan pemerintah, seperti; subsidi, pajak, dan penentuan harga upah. Untuk komoditas
yangtradable, input dan output dari usaha dalam kelompok ekspor didekati dengan harga FOB
(Freeon Board) yaitu harga barang di pelabuhan ekspor. Sedangkan harga bayangan dalam kelompok
yang diimpor didekati dengan harga CIF (Cost Insurance Freight), yaitu harga barang pelabuhan
impor.
Pudjo Sumarto (1991) menyatakan bahwa harga bayangan (shadow price) merupakan suatu
harga yang nilainya tidak sama dengan harga pasar, tetapi harga barang tersebut dianggap
mencerminkan silai sosial sesungguhnya dari suatu barang dan jasa.
Harga bayangan digunakan untuk menyesuaikan terhadap harga pasar dari beberapa faktor
produksi atau hasil produksi.
Analisis keunggulan komparatif dalam konsep daya saing menggunakan harga bayangan,
sedangkan analisis keunggulan kompetitif menggunakan harga pasar. Dalam Gittinger (1986), harga
bayangan adalah suatu harga yang lebih dekat menggambarkan biaya imbangan terhadap
masyarakat. Langkah – langkah yang dikemukakan untuk mengubah atau menyesuaikan harga pasar
(harga finansial) menjadi harga bayangan (nilai ekonomi) yaitu :
Harga sosial atau harga bayangan (Shadow Price) yang digunkan untuk input-output diperdagangkan
adalah harga internasional (border price), yang dinyatakan dalam satuan moneter setempat pada
kurs pasar. Border price yang relevan untuk input dan output impor adalah harga impor (CIF) lepas
dari pelabuhan (dikurangi segala jenis bea masuk, pajak impor dan lain sebagainya). Untuk input dan
output ekspor, border price yang relevan digunakan adalah harga FOB pada titik masuk pelabuhan
ekspor (jadi tidak termasuk biaya-biaya untuk jasa pelabuhan). Menurut Gray et al., (1995), bahwa
harga sosial/bayangan input berupa sarana produksi dan peralatan ditentukan berdasarkan border
price atau harga perbatasan. Pada prinsipnya dalam menentukan harga sosial/ bayangan ini
digunakan harga perbatasan untuk barang tradable, sedangkan untuk barang nontradable digunakan
harga domestik. Harga sosial/bayangan output adalah harga yang akan terjadi dalam suatu
perekonomian bila pasar berada dalam keadaan persaingan sempurna dan dalam kondisi
kesimbangan, namun kondisi ini sulit dicapai (Gittinger, 1986).
Harga bayangan input tidak diperdagangkan adalah berupa consumer willingness to pay atau
kesediaan konsumen untuk membayar, dalam hal ini adalah kesediaan pihak berkepentingan terkait
untuk membayar.
Pasar tenaga kerja di Indonesia, terutama tenaga kerja tidak terlatih, umumnya tingkat upah yang
diberikan melebihi biaya imbangannya, karena terkait campur tangan pemerintah dalam
ketenagakerjaan. Upah pasar yang berlaku tidak mencerminkan nilai produktivitas marginalnya,
sehingga tidak sekaligus dapat digunakan sebagai harga sosial tenaga kerja, namun perlu
penyesuaian terlebih dahulu. Harga sosial tenaga kerja dapat dipertimbangkan, yaitu harga tenaga
kerja tiap tahun pada tingkat harga yang ditentukan dengan cara mengalikan upah yang diterima
pada saat kelangkaan tenaga kerja dengan jumlah dari dalam satu tahun di mana tenaga kerja
bekerja produktif (Gittinger et al., 1993).
4. Lahan
Harga sosial dari lahan diperhitungkan dari biaya pengorbanan produksi (production foregone) yaitu
bila lahan tidak digunakan untuk tanaman utama, tetapi digunakan untuk tanaman komoditas
alternatife lain yang potensial, atau untuk harga lahan yang tidak menghasilkan, maka dapat berupa
harga sewa dari lahan tersebut.
5. Subsidi
Di dalam analisis privat/finasial, subsidi (pengurangan pajak, pembatasan pajak impor terhadap
bahan baku, dapat pula berupa sarana lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan usaha yang
bersangkutan) akan mengurangi biaya proyek sehingga dapat menambah benefit, sedangkan pada
analisis sosial/ekonomi subsidi tidak dihitung sebagai salah satu penyebab bertambahnya
keuntungan oleh karena itu tidak dihitung.
6. Bunga modal
Di dalam analisis ekonomi, harga sosial/bayangan bunga modal adalah tingkat bunga tertentu atau
tingkat pengembalian riil atas proyek. Tingkat bunga modal ini diperlukan dalam mengetahui biaya
tunai yang dikeluarkan dalam respon produksi.
b. Menilai faktor produksi tanah sesuai dengan perkiraan nilai netto biaya
Dimana:
2)Pajak
Pembayaran pajak dalam analisis finansial akan dikurangkan pada manfaat proyek atau dianggap
sebagai biaya. Sedangkan pada analisis ekonomi pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam
perhitungan benefit proyek yang diserahkan pada pemerintah untuk kepentingan masyarakat
sebagai keseluruhan, dan oleh karena itu dianggap sebagai biaya.
3)Subsidi
Didalam analisis finansial, subsidi (pengurangan pajak, pembatasan pajak impor terhadap bahan
baku, dapat pula berupa sarana-sarana lainnya yang dapat dimanfaatkan proyek yang bersangkutan)
akan mengurangi biaya proyek, jadi menambah benefit proyek, sedangkan pada analisis ekonomi
subsidi tidak dihitung sebagai salah satu penyebab bertambahnya keuntungan oleh karena itu tidak
dihitung.
1. Perubahan-perubahan di dalam perekonomian yang terlalu cepat, sehingga mekanisme pasar tidak
sempat mengikutinya. Dengan adanya keadaan yang demikian mengakibatkan harga tidak
seimbang(disequilibrium) yang terjadi tidak mencerminkan biaya atau hasil yang sesungguhnya.
2. Proyek-proyek yang terlalu besar dan tidak kelihatan (invisible), menyebabkan perubahan di dalam
harga pasar, baik untuk harga inputs maupun harga outputs, sehingga tidak dapat diperoleh suatu
harga pasar yang dapat dipakai untuk mengukur nilainya.
3. Unsur-unsur monopolistis di dalam pasar, adanya pajak dan subsidi, pada akhirnya menyebabkan
harga pasar menyimpang dari ukuran yang sebenarnya, baik dalam hal biaya maupun hasil sosial.
4. Berbagai macam inputs (biaya) dan outputs (keuntungan), sehingga dengan adanya sebab-sebab
teknis, administratif ataupun: sosial, maka menyebabkan tidak dapatnya dijual atau dibayar/ dibeli
dengan cara yang biasa. Efek-efek ekstern semacam ini memerlukan penilaian menurut harga
bayangan.
Produk (barang atau jasa) dapat dikatakan tredeable apabila memenuhi salah satu dari hal
berikut :
1. Produk dalam negeri cukup efisien, sehingga tanpa distorsi pasar, dengan harapan FOB
yang lebih tinggi dari biaya produksinya memeberikan rangsangan untuk mengekspor. harga
internasional (border price) dinyatakan dalam satuan moneter setempat pada kurs pasar.
2. Perbandingan biaya produksi dalam negeri dengan harga CIF (harga impornya) sedemikian
rupa sehingga menimbulkan rupa sehingga menimbulkan permintaan akan impor
barang/jasa tersebut.
Harga FOB dan CIF merupakan border price dimana FOB adalh paritas ekpor dan CIF
adalah paritas impor.
Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak kebijakan hambatan
perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukan pada Gambar 5 (a)
menunjukkan efek pajak terhadap input tradabel yang digunakan. Dengan adanya pajak
menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output
domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang
adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi
dari output Q2BCQ1.
SHADOW PRICE
Shadow Price (Harga Bayangan) merupakan harga yang nilainya tidak sama dengan
harga pasar (bisa dibawah/diatas harga pasar) akan tetapi harga tersebut mencerminkan
nilai sosial yang sesungguhnya dari suatu input/output produksi.
Shadow Price digunakan sebagai alat penyesuaian yang digunakan oleh si penilai
proyek terhadap harga-harga pasar beberapa faktor produksi atau hasil produksi tertentu.
Hal ini dikarenakan harga-harga pasar dianggap tidak mencerminkan atau tidak mengukur
biaya atau nilai sosial yang sebenarnya (Social Opportunity Cost) dari unsur-unsur atau hasil
produksi tersebut. Shadow Price dari suatu produk atau faktor produksi merupakan social
opportunity cost, yaitu nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan
alternatif yang terbaik. Dalam analisis proyek terdapat arus benefit dan biaya:
a. Benefit suatu proyek berbentuk output (hasil produksi), yang dapat terdiri dari
barang fisik atapun jasa.
· Sarana produksi atau bahan baku serta barang dan jasa intermediate yang
dibeli dari produsen. Sama hal nya dengan output, harga ditentukan berdasarkan jenis
barang (tradeable atau non-tradeable).
Terdapat dua hal mengapa harga dianggap tidak mencerminkan harga pasar, jika:
Shadow Price atau harga bayangan pada umumnya ditentukan karena adanya
pengaruh permintaan dan penawaran terhadap faktor produksi pada tingkat perekonomian
secara keseluruhan.
1. Modal
3. Devisa
Perencanaan pusat bertanggung jawab untuk mengukur shadow price dan menetapkan
nilai-nilai yang tepat untuk dipergunakan dalam perencanaan sektoral atau
proyek. Shadow price yang khusus untuk suatu sektor/proyek tertentu berlaku hanya dalam
hal adanya pembatasan administrasi dalam pasar.
Discount Rate Social adalah bunga yang harus ditutupi oleh perusahaan sebelum suatu
proyek itu dinggap menguntungkan. Harga pasar yang terdapat hubungannya
dengan Opportunity Cost faktor modal adalah tingkat bunga yang kemudian dibebankan
kepada penanam modal atau penyelenggara proyek sehubungan dengan pinjaman modal
untuk investasi yang bersangkutan. Benefit yang seharusnya dapat diperoleh sehubungan
dengan penggunaannya dalam kegiatan lain menjadi dikorbankan. Dalam hal ini tingkat
bungan finansial menjadi benefit alternatif yang dikorbankan. Di pasar modal Indonesia
tingkat bunga yang berlaku, baik yang dibebani oleh lembaga pembiayaan pembangunan
atau bank komersial diatur oleh pemerintah dalam rangka meringankan beban finansial para
pemakai kredit termasuk instansi pemerintah.
Contoh Kasus :
Tuan A akan meminjam uang sebesar Rp 1.000.000 dengan bunga 2% perbulan untuk
waktu 6 bulan. Biaya administrasi dan biaya lainnya sebesar Rp 50.000. Jadi:
Biaya memperoleh modal pinjaman adalah bunga ditambah biaya administrasi nya :
= Rp 170.000
= 0,0283 atau 2,83%. ( lebih besar dari bunga menurut kontrak yang hanya 2%)
Biaya modal dihitung berdasarkan biaya untuk masing-masing sumber dana (biaya
modal individual). Namun, jika perusahaan hanya menggunakan beberapa sumber modal
maka biaya modal yang dihitung adalah biaya modal rata-rata tertimbang dari seluruh modal
yang digunakan.
Shadow wage tenaga kerja tak terdidik sama dengan social opportunity cost pada
shadow price faktor modal, nilai produksi yang dikorbankan dalam kegiatan lain karena
orang itu dipekerjakan diproyek X.
Gagasan shadow price dikembangkan tahun 1950-an, dengan perhatian yang terpusat
pada masalah pengangguran di negara berkembang, baik pengangguran terbuka maupun
pengangguran terselubung (orang yang memang aktif mencari penghasilan, tetapi
produktivitasnya sangat rendah). Seorang pengangguran tidak berproduksi, maka shadow
wage yang sebenarnya sama dengan nol. Namun ada juga yang mengasumsikan bahwa
penggunaan tenaga kerja tak terdidik tidak mempunyai opportunity cost.
Contoh kasus :
Sebuah proyek pembangunan gedung memperkerjakan tenaga kerja tak terdidik dari
golongan mantan buruh tani yang produk marginal waktu bekerja hanya Rp 2000 perhari.
Upah yang akan diterima sebagai pekerja proyek pembangunan gedung ini adalah Rp 5000
perhari, dimana Rp 4500 sebagai nilai konsumsi dan sisanya Rp 500 sebagai unsure pajak.
Nilai sosial dari simpanan ditetapkan 50% lebih tinggi dari konsumsi. Jadi kenaikan
konsumsi pekerja proyek tak terdidik sebesar Rp 1500 (Rp 4500 – Rp 2000) dikalikan 50%
sama dengan 750, dimana Rp 750 merupakan unsur biaya sosial. Shadow Price dalam
proyek adalah produk marginal yang dilepaskan didesa ditambah dengan nilai sosial
kenaikan konsumsi di kota, yaitu : Rp 2000 + 750 = 2750. Ternyata shadow wage ini hanya
mencerminkan 2750/4500 atau 75 dari upah pasar.
Produk (barang atau jasa) dikatakan sebagai tidak diperdagangkan (non-treaable) apabila:
1. permintaan dalam negeri dapat dipenuhi oleh produksi domestik pada harga dibawah nilai
CIF, atau dengan kata lain impornya (harga CIF) lebih besar daripada biaya produksi
domestik sehingga tidak menguntungkan bila diimpor. misalnya, harga impor dari tiang listrik
beton sebesar $1200,- sedangkan produsen di Indonesia dapat menawarkan pada harga
$900.- maka tidak akan ada impor.
2. harga ekspor FOB terlalu rendah, berada dibawah biaya produksi domestik, singga tidak
dapat merangsang ekspor. misalkan, harga tiang listrik beton Singapura sebesar $1400 tapi
biaya transportasinya sebesar $600, sehingga eksportir Indonesia hanya menerima $800
(lebih kecil dari biaya produksi), maka tidak terjadi ekspor.
Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan tidak tampak karena
input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi didalam negeri.
AB 2
PEMBAHASAN I
A. PENGERTIAN PASAR
Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan
infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan
imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti
uang fiat. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian. Ini adalah pengaturan yang
memungkinkan pembeli dan penjual untuk item pertukaran. Persaingan sangat penting dalam
pasar, dan memisahkan pasar dari perdagangan. Dua orang mungkin melakukan perdagangan,
tetapi dibutuhkan setidaknya tiga orang untuk memiliki pasar, sehingga ada persaingan pada
setidaknya satu dari dua belah pihak. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala
geografis, lokasi jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang
diperdagangkan. Beberapa contoh termasuk pasar petani lokal yang diadakan di alun-alun kota
atau tempat parkir, pusat perbelanjaan dan pusat perbelanjaan, mata uang internasional dan
pasar komoditas, hukum menciptakan pasar seperti untuk izin polusi, dan pasar ilegal seperti
pasar untuk obat-obatan terlarang.
Dalam ilmu ekonomi mainstream, konsep pasar adalah setiap struktur yang
memungkinkan pembeli dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran
barang atau jasa untuk uang adalah transaksi. Pasar peserta terdiri dari semua pembeli dan
penjual yang baik yang memengaruhi harga nya. Pengaruh ini merupakan studi utama ekonomi
dan telah melahirkan beberapa teori dan model tentang kekuatan pasar dasar penawaran dan
permintaan. Ada dua peran di pasar, pembeli dan penjual. Pasar memfasilitasi perdagangan dan
memungkinkan distribusi dan alokasi sumber daya dalam masyarakat. Pasar mengizinkan
semua item yang diperdagangkan untuk dievaluasi dan harga. Sebuah pasar muncul lebih atau
kurang spontan atau sengaja dibangun oleh interaksi manusia untuk memungkinkan pertukaran
hak (kepemilikan) jasa dan barang.
Secara historis, pasar berasal di pasar fisik yang sering akan berkembang menjadi - atau
dari - komunitas kecil, kota dan kota.
B. KLASIFIKASI PASAR
1. Pasar tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan
adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar,
bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh
penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti
bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang
elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang
lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat
kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar
tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Yogyakarta, pasar Klewer di
Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan
menghadapi serangan dari pasar modern.
2. Pasar modern
Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan
pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang
tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan
secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain
bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang
dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah hypermart,
pasar swalayan (supermarket), dan minimarket.
Pasar dapat dikategorikan dalam beberapa hal. Yaitu menurut jenisnya, jenis barang yang
dijual, lokasi pasar, hari, luas jangkauan dan wujud.
Keburukan :
i. Tidak ada dana untuk penelitian dan pengembangan produk
ii. Terbatasnya kebebasan memilih bagi pembeli
iii. Produsen memberi gaji dan upah terlalu rendah demi penghematan
1. Pasar Monopoli
a. Pengertian
Pasar monopoli adalah bentuk pasar yang hanya terdapat satu penjual saja. Dalam
bentuk pasar ini hanya terdapat satu penjual sehingga praktis tidak ada pesaing (competitor)
sehingga penjual atau monopolis leluasa menguasai pasar. Sebagai penjual tunggal,
monopolis dapat meraih keuntungan yang melebihi normal.
1) Kebaikan :
i. Mampu melakukan penelitian dan pengembangan produk
ii. Dapat meningkatkan daya saing bila monopoli diperoleh karena kemampuan efisiensi
iii. Mudah mengontrol kepentingan orang banyak bila monopoli dilakukan negara
iv. Dapat meningkatkan inovasi (penemuan baru) bila monopoli terbentuk karena pemberian
hak cipta dan hak paten
2) Keburukan :
i. Perusahaan lain sulit memasuki pasar
ii. Menciptakan ketimpangan distribusi pendapatan
iii. Jumlah produk tergantung monopolis
iv. Monopolis umumnya bertindak boros
v. Timbul eksploitasi terhadap pemilik faktor produksi dan pembeli/konsumen
vi. Usaha pemerintah mengatasi keburukan
Pasar monopolistik adalah suatu bentuk pasar yang terdapat banyak perusahaan yang
menjual hampir serupa tetapi tidak sama. Pasar ini sering kita jumpai buktinya dengan kita
mengunjungi swalayan atau supermarket. Disana kita akan menjumpai berbagai bentuk, jenis
dan merek yang hampir serupa tetapi tidak sama.
1) Jumlah penjual banyak tapi tidak sebanyak pada pasar persaingan sempurna
2) Barang yang dijual berbeda corak
3) Penjual/produsen harus aktif beriklan
4) Perusahaan baru lebih mudah masuk pasar
5) Mempunyai kekuasaan mempengaruhi harga
1) Kebaikan :
a) Memberi kebebasan memilih bagi pembeli
b) Memberi kepuasan lebih pada pembeli karena ada persaingan penjual
c) Perusahaan baru lebih mudah masuk pasar
2) Keburukan :
a) Masih terdapat kemungkinan terjadi pemborosan biaya produksi bila dibandingkan
dengan pasar persaingan sempurna
b) Bagi perusahaan yang kecil, tingkat efisiensinya relatif rendah
c) Kurang efisiennya perusahaan kecil menyebabkan harga barang yang dibayar
konsumen masih kecil
3. Pasar Monopsoni
a. Pengertian
Pasar monopsoni adalah pasar yang dikuasai satu pembeli, apabila perusahaan itu
bukan sebagai penjual tetapi sebagai pembeli tunggal. Contoh : pabrik susu Nestle.
b. Ciri-ciri pasar monopsoni
Kebaikan Keburukan
1. - Pembeli bisa seenaknya
1. - Kualitas produk lebih menekan penjual
terpelihara 2. - Produk yang tidak sesuai
2. - Penjual akan hemat dalam dengan keinginan pembeli tidak
biaya produksi akan dibeli dan bisa terbuang
4. Pasar Oligopoli
a. Pengertian
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk pasar yang terdapat beberapa penjual dimana
salah satu atau beberapa penjual bertindak sebagai pemilik pangsa pasar terbesar (price
leader).
Kebaikan :
1) Memberi kebebasan memilih bagi pembeli
2) Mampu melakukan penelitian dan pengembangan produk
3) Lebih memperhatikan kepuasan konsumen karena adanya persaingan penjual
4) Adanya penerapan teknologi baru
Keburukan :
1) Menciptakan ketimpangan distribusi pendapatan
2) Harga yang stabil dan terlalu tinggi bisa mendorong timbulnya inflasi
3) Bisa timbul pemborosan biaya produksi apabila ada kerjasama antar oligopolis
karena semangat bersaing kurang
4) Bisa timbul eksploitasi terhadap pembeli dan pemilik faktor produksi
5) Sulit ditembus/dimasuki perusahaan baru
6) Bisa berkembang ke arah monopoli
e. Usaha pemerintah mengatasi keburukan
1) Mengeluarkan Undang-Undang anti trust
2) Memberi kemudahan bagi perusahaan baru untuk masuk pasar
5. Pasar Oligopsoni
a. Pengertian
Pasar oligopsoni adalah kondisi pasar dimana terdapat beberapa pembeli, masing-
masing pembeli memiliki peranan cukup besar untuk mempengaruhi harga. Atau dikatakan
pasar yang dikuasai oleh beberapa pembeli.
Kebaikan :
1) Penjual lebih beruntung karena bisa pindah ke pembeli lain
2) Pembeli tidak bisa seenaknya menekan penjual
Keburukan :
1) Bisa berkembang menjadi pasar monopsoni bila antar pembeli bekerja sama
2) Kualitas barang kurang terpelihara