Anda di halaman 1dari 3

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

1. DEFINISI
Menurut Doenges, et al (2000), Benign Prostat Hiperplasia
merupakan keadaan pembesaran prostat secara progresif dari kelenjar
prostat, yang secara umum terjadi pada pria berusia lebih dari 50 tahun
dan menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius.
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan
seperti mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini adalah akibat dari
pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau
dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus
disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign
prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah
(Chatelain, et al., 2001).

Pasien BPH seringkali mengeluhkan keadaan yang berupa LUTS


(Lower Urinary Tract Symptoms) yang mana terdiri atas gejala obstruksi
(voiding symptoms), gejala iritasi (storage symptoms) dan gejala pasca
berkemih. Gejala obstruksi diantaranya adalah pancaran miksi lemah dan
sering terputus-putus (intermitensi), serta merasa tidak puas setelah
berkemih. Sementara gejala iritasi dapat meliputi frekuensi berkemih
meningkat, urgensi, dan nokturia. Gejala pasca berkemih meliputi urin
menetes (dribbling) hingga gejala yang paling berat adalah retensi urin.
Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua
pasien BPH mengeluhkan gangguan berkemih atau sebaliknya. Sebagai
contoh, penggunaan obat harian, seperti antidepresan, antihistamin, atau
bronkodilator terbukti dapat menyebabkan peningkatan 2–3 skor
International Prostate Symptom Score (IPSS) (IAUI, 2015).
Berdasarkan keluhannya, dikelompokkan derajat BPH yakni
sebagai berikut: (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005)

a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,


kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada
malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbul infeksi.
Penderitaa akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria)
dan kencing malam bertambah hebat
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah mencapai tahap
ini. Dapat timbul aliran refluks ke atas, timbul ascenden
menjalar ke ginjal, dan dapat menyebabkan pielonefritis, dan
hidronefrosis.

2. EPIDEMIOLOGI
BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. 1 Angka
kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai
gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) sejak tahun 1994‐2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata‐rata
umur penderita berusia 66,61 tahun (Höfner, et al., 2007)
Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 40−79 tahun
mempunyai gejala traktus urinarius bagian bawah sedang sampai berat
dengan penyebab utama adalah BPH. Angka kejadian BPH di Indonesia
yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran kejadian dua
rumah sakit besar di Jakarta yaitu Cipto Mangunkusumo dan Sumberwaras
selama tiga tahun (1994−1997) terdapat 1040 kasus (Kidingallo dkk.,
2011).
Di Indonesia, BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran
kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun
dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai
65 tahun (Madjid, 2011).
Daftar Pustaka

Chatelain Ch, Denis L, Foo KT, Khoury S, Mc Connell J (editors). 2001. Benign
prostatic hyperplasia. 5th International consultation on BPH. Health
Publication Ltd. London.

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Höfner K, Burkart M, Jacob G, and Jonas U. 2007. Safety and efficacy of


tolertodine extended release in men with overactive bladder symptoms and
presumed non- obstructive benign prostatic hyperplasia. World J Urol.
25(6):627-33.

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2015. Panduan Penatalaksanaan Klinis


Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). Ikatan
Ahli Urologi Indonesia. Jakarta.

Kidingallo Y, Murtala B, Ilyas M, Palinrungi AM. 2011. Kesesuaian


ultrasonografi transabdominal dan transrektal pada penentuan
karakteristik pembesaran prostat. JST Kesehatan. 1(2): 158−164.

Madjid A, Irawaty D, dan Nuraini T. 2011. Penurunan Keluhan Dribbling Pasien


Pasca Transurethral Resection of The Prostate Melalui Kegel’s Excercise.
Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume 14 (2): 121-126.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai