Hidradenitis Supuratif

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

HIDRADENITIS SUPURATIF

A. Definisi
Hidradenitis adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus
aureus. Hidradenitis supurativa(HS) adalah suatu keadaan kronik, yaitu infeksi
kelenjar apokrin yang berhubungan dengan axilla dan regio anogenital. Paling sering
mengenai daerah ketiak, lipat paha dan perianal. Selain itu hidradenitis supurativa
juga dapat timbul pada kulit kepala disebut cicatrizing perifoliculitis.1,2,3
Hidradenitis supurativa sering dihubungkan dengan akne nodulokistik dan
sinus pilonidal (disebut sindrom oklusi folikular). Hidradenitis supurativa ditandai
dengan oklusifolikular comedolike, peradangan kronis rekuren, discharge
mukopurulen, dan jaringan parut progresif. 1,3,4

B. Epidemiologi
Wanita lebih sering terkena dibandingkan laki-laki (rasio perempuan: laki-laki
3:1) dan tampaknya lebih cenderung memiliki lesi genitofemoralis. Kondisi tersebut
paling sering terjadi pada usia 20 tahunan, akan tetapi dapat juga terjadi pada usia
prapubertas dan pada wanita menopause. Prevalensi penyakit ini tampaknya menurun
pada usia lebih dari 50 tahun. Sekitar sepertiga pasien dengan hidradenitis supuratif
dilaporkan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dengan genetik
autosomal dominan. Sebagian besar pasien dengan kelebihan berat badan (indeks
massa tubuh yang lebih) dan merokok tembakau secara langsung berkorelasi dengan
tingkat keparahan kondisi ini.2,3
Studi epidemiologi menunjukkan peningkatan risiko kanker sebesar 50% pada
penderita hidradenitis supuratif. Kanker tertentu dilaporkan lebih sering terjadi pada
penderita penyakit ini, antara lain karsinoma sel skuamosa (Marjolin’s ulcer), kanker
bukal, dan kanker hepatoselular.2,5

C. Etiologi
Belum banyak yang diketahui mengenai mekanisme dasar terjadinya
hidradenitis supurativa. Namun,telah banyak beberapa studi yang mencoba
memberikan klarifikasi mengenai etiologi penyakit ini. Hidradenitis supurativa (HS)
telah dianggap sebagai gangguan pada kelenjar apokrin, yang dihubungkan dengan
struktur adnexal, riwayat genetik obesitas, diabetes, merokok, dan hormonal.1,2,6
1. Struktur adnexal
Hidradenitis supurativa diduga merupakan gangguan pada folikel epithelium yang
mengakibatkan oklusi folikular yang menyebabkan adanya gejala klinis.
Hiperkeratosis folikuler merupakan gejala awal yang menyebabkan oklusi,
kemudian melibatkan kelenjar apokrin, yang menyebabkan rupturnya folikel. Hal
ini menyebabkan terjadinya inflamasi, sehingga memungkinkan terjadinya
infeksi.1
2. Faktor genetik
Hidradenitis supurativa juga di wariskan secara genetik. Riwayat keluarga
didapatkan pada sekitar 26% pasien HS. Penelitian lain telah menduga adanya
keteribatan autosomal dominan dengan transmisi gen tunggal. Namun
perkembangan mengenai keterlibatan gen dalam patogenesis HS belum
diidentifikasi secara mendalam.1,5,6
3. Hormon dan androgen
Faktor endogenus adalah hal yang esensial dari patogenesis penyakit hidradenitis
supurativa. Kecenderungan terjadinya penyakit HS adalah pada masa pubertas
atau post pubertas. Hal ini memungkinkan adanya keterlibatan hormon androgen.
Kelenjar keringat apokrin dirangsang oleh androgen dan ditekan oleh estrogen.
Namun hormon yang tepat berperan masih kontroversial. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa anti androgen memberikan efek terapeutik pada pasien HS.
Namun, pada hasil suatu penelitian, menemukan bahwa tidak ada efek biokemikal
hiperandrogenisme yang ditemukan pada beberapa pasien dengan HS. Maka,
keterlibatan androgen belum dapat dijelaskan secara pasti.1,6,7
4. Obesitas
Obesitas mungkin tidak secara langsung terkait dengan penyakit hidradenitis
supurativa. Obesitas diduga sebagai faktor yang memicu eksaserbasi dengan
meningkatkan oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga dapat
memicu pelepasan androgen. Menurunkan berat badan dianjurkan pada pasien
dengan overweight dan dapat membantu dalam memperbaiki perkembangan
penyakit.1,6
5. Infeksi bakteri
Pada faktor mikrobiologis, peranan koloni bakteri dan/atau infeksi dalam
patogenesis dari hidradenitis supurativa didiskusikan secara kontroversial. Dalam
penyebarannya di permukaan kulit, bakteri yang terlibat pada HS tidak konsisten
dan tidak terduga. Staphylococcus aureus dan staphylococcus-coagulase-negatif
adalah bakteri yang paling sering ditemukan. Dalam waktu yang lama hal ini
diasumsikan bahwa kontaminasi atau infeksi oleh mikroorganisme yang spesifik
merupakan faktor yang menjadi penyebab langsung dari penyakit hidradenitis
supurativa.1,6
6. Merokok
Merokok merupakan hal yang tidak diragukan berkaitan dengan perkembangan
penyakit ini. Serangkaian riset telah dikonfirmasi bahwa proporsi pasien dengan
penyakit hidradenitis supurativa serta merokok dilaporkan pada 84-89%
dibandingkan kepada proporsi di dalam kelompok kontrol yaitu antara 23-46%.
Pada mekanisme patogenik yaitu antara perokok dengan penyakit hidradenitis
supurativa tidak diketahui. Merokok diduga mempengaruhi kemotaksis di dalam
granulosit neutrofilik. Mekanisme ini berperan dalam etiologi dari palmoplantar
pustulosis dan mungkin juga terkait dalam perkembangan hidradenitis supurativa.
Diasumsikan bahwa denganberhenti merokok mempunyai efek positif dalam
perkembangan penyakit ini tetapi studiprospektif masih kurang untuk
membuktikan hal tersebut.1,6

D. Patogenesis
Penyebab pasti dari hidradenitis supurativa masih belum jelas yang telah
dipahami adalah adanya kondisi dengan gangguan oklusi folikular. Hal ini dimulai
dengan penyumbatan folikular yang menghambat saluran kelenjar apokrin dan
peradangan folikular di sekitar saluran. Hal ini diikuti dengan pecahnya epitel
folikular, infeksi bakteri dan pembentukan saluran sinus antara abses di bawah kulit,
yang mengarah padakarakteristik gejala dan tanda-tanda hidradenitis supurativa. 7
Urutan berikut ini dapat mengambarkan dugaan mekanisme pengembangan
lesi:
Keratin menyumbat folikel rambut kemudian terjadi dilatasi folikel rambut
yang kemudian melibatkan kelenjar apokrin sehingga terjadi inflamasi Terjadi
pertumbuhan bakteridalam saluran folikel  folikel yang mengandung bakteri ini
dapat pecah sehingga terjadi peradangan/infeksi  terbentuk nanah/kerusakan
jaringan → pembentukan ulkus dan fibrosis saluran sinus. 2

E. Tanda Gejala
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil
balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma/ mikrotrauma, misalnya
banyak keringat, pemakaian deodoran, atau pencabutan rambut ketiak. Sering
didahului oleh trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise.3
Ruam berupa nodus (0,5-2 cm), dengan kelima tanda radang akut (rubor,
dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Seringkali dapat teraba indurasi. Kemudian dapat
melunak menjadi abses, yang dapat memecah dengan cairan yang purulen dan
membentuk fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada peradangan yang menahun
dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel.3,8,9
Tempat predileksi paling sering mengenai daerah ketiak, lipat paha &
perianal. Selain itu juga dapat timbul pada daerah payudara, bawah payudara,
bokong, daerah sekitar kemaluan, dada, kulit kepala dan kelopak mata. Terbanyak
berlokasi di ketiak, juga di perineum.1,3
Terdapat tiga stadium dalam perkembangan penyakit ini. Stadium primer
berupa abses yang berbatas tegas, tanpa bekas luka dan tanpa adanya saluran sinus.
Stadium sekunder berupa terbentuknya saluran sinus dengan bekas luka akibat bekas
garukan serta abses yang berulang. Stadium tersier menunjukkan lesi yang menyatu,
terbentuknya skar, serta adanya inflamasi dan discharge saluran sinus.1,10

F. Interpretasi Pemeriksaan
Anamnesis
Keluhan awal yang dirasakan pasien adalah gatal, eritema, dan hiperhidrosis lokal.
Tanpa pengobatan penyakit ini dapat berkembang dan pasien merasakan nyeri di lesi.
Pemeriksaan fisik
Ruam berupa nodus dengan tanda-tanda peradangan akut, kemudian dapat melunak
menjadi abses, dan memecah membentuk fitsula dan disebut hidradenitis supuratif.
Pada yang menahun dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel. Terdapat
leukositosis. Lokasi predileksi di aksila, lipat paha, gluteal, perineum dan daerah
payudara. Meskipun penyakit ini di aksila seringkali ringan, di perianal sering
progresif dan berulang.
Pemeriksaan penunjang:
a) Tes laboratorium
Pada pasien dengan lesi yang akut pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
leukositosis, peningkatan sedimentasi eritrosit dan peningkatan C-Reaktif Protein
(CRP). Jika tanda infeksi cukup jelas, dapat dilakukan kultur bakteri dengan
sampel yang diambil pada lesi.1,4,10
b) Radiologi
Ultrasonography dapat dilakukan pada dermis dan folikel untuk melihat formasi
abses dan kelainan bagian profunda dari folikel namun tidak terlalu dianjurkan.
Telah berkembang pula pemeriksaan dengan menggunakan magneting resonance
imaging (MRI) untuk menilai kulit dan jaringansubkutaneus.1
c) Histopatologi
Lesi awal ditandai dengan sumbatan keratinosa dalam duktus apokrin atau
orifisium folikel rambut dan distensi kistik folikel. Proses ini umumnya meluas ke
kelenjar apokrin. Dapat pula ditemukan hiperkeratosis, folikulitis aktif atau abses,
pembentukan traktus sinus, fibrosis dan granuloma. Pemeriksaan histologis
struktur adneksa dengan tanda-tanda peradangan kelenjar apokrin hanya
ditemukan pada 1/3 kasus. Pada lapisan subkutis dapat ditemukan fibsosis,
nekrosis lemak dan inflamasi.1,11

G. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang.
Diagnosis banding:
1. Skrofuloderma
Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel. Perbedaannya, pada hidradenitis
supurativapada permulaan disertai tanda-tanda radang akut dan terdapat gejala
konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat tanda-tanda radang akut
dan tidak ada leukositosis.1
2. Furunkel dan karbunkel
Nodul dan abses yang nyeri pada hidradenitis supurativa sering membuat salah
diagnosis dengan furunkel atau karbunkel. HS ditandai dengan abses steril dan
sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan furunkel atau
karbunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Walaupun
karbunkel juga terdapat pada area yang banyak friksi seperti aksila dan bokong.
Adanya jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang
negatif memastikan diagnosis penyakit HS dan juga membedakannya dengan
furunkel atau karbunkel.1,3
3. Limfogranuloma venereum (LGV)
Hidradenitis supurativayang terdapat di lipatan paha kadang – kadang mirip
dengan limfadenitis pada LGV. Perbedaan yang penting adalah pada LGV
terdapat riwayat kontak seksual. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo
bertingkat yang berarti pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka.
Pada LGV tes Frei positif.1,3

H. Tatalaksana
Hidradenitis supurativ bukan hanya infeksi, dan antibiotik sistemik hanya
bagian dari program perawatan. Digunakan kombinasi dari (1) glukokortikoid
intralesional, (2) operasi, (3) antibiotik oral, dan (4) isotretinoin.
1. Lesi akut
 Nodul: triamcinolon (3-5 mg/ml) intralesi
 Abses: triamcinolon (3-5 mg/ml) intralesional pada dinding lesi kemudian
insisi dan drainase cairan abses. Ketika lesi mengalami fluktuasi, penuh
cairan, dan terapi medis tidak efektif, sebaiknya tidak menunda prosedur
drainase bedah.
 Antibiotik topikal : tetracycline dan clindamycin
 Antibiotik oral dengan tujuan memperpendek durasi nyeri dan
menghindari evolusi lesi menuju abses. Berbagai antibiotik yang telah
digunakan: Amoxcicilin, amoxcicilin+asam klavulanat, cephalosporine,
clindamicin, rifampisin.
2. Kasus kronik residif
Antibiotik oral :
 Erythromycin (250-500 mg qid)
 Tetracycline (250-500 mg qid)
 Minocycline (100mg 2x sehari) hingga lesi kering atau kombinasi dengan
clindamycin 300 mg 2x sehari atau rifampin 300 mg 2x sehari
 Zinc salt, dosis tinggi (90mg), telah terbukti efektif dalam penelitian
singkat.
 Metronidazol pada kasusdengan discharge berbau dapat membantu
 Dapson telah digunakan dan memberi hasil yang baik
3. Kortikosteroid
Prednisone dapat diberikan jika nyeri dan terdapat tanda inflamasi yang berat.
Dengan dosis 70 mg perhari untuk 2-3 hari dan tapering off selama 2 minggu.
4. Isotretionin oral
Tidak digunakan pada infeksi berat tapi baik digunakan pada stadium akut untuk
mencegah sumbatan folikular dan kemudian kombinasi dengan eksisi bedah.
Isotreinoin tidak dapat diberikan pada ibu hamil.
5. Radioterapi
Beberapa kasus dilaporkan member hasil yang baik.
6. Manajemen operatif
 Insisi dan drainase abses akut
 Eksisi kronik rekuren, nodul fibrotik atau sinus tract. Pengobatan defenitif
membutuhkan eksisi komplit yang melibatkan daerah yang terkena.
7. Manajemen psikologis
Pasien dapat saja membutuhkan terapi reassurance sebagai akibat dari depresi
karena rasa nyeri, pus yang mengotori pakaian, bau busuk, dan bekas lesi yang
membekas terutama area anogenital.6

I. Pencegahan
1. Menjaga berat badan
2. Tidak merokok
3. Tidak mencukur di kulit yang berjerawat karena mencukur dapat mengiritasi kulit
4. Menjaga kebersihan kulit
5. Mengenakan pakaian yang longgar untuk mnegurangi gesekan
6. Mandi dengan menggunakan sabun dan antiseptik atau antiperspirant

J. Prognosis
Prognosis umumnyya bonam, tingkat keparahan penyakit bervariasi dari satu pasien
dengan pasien lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiseman, M.C. 2008. Hidradenitis Suppurativa. In Wolff K., Goldsmith, L.A.,
Katz, S.I. Gilcherts, B.A., Paller, A.S., Lefell, D.J.(Eds) ’Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine’ Volume I. 7th Edition. USA: McGraw-Hill
2. Wolff K. Johnson RA. Suurmond. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology. 6th Ed. USA : McGraw Hill Companies Inc
3. Juanda, A. 2010. Pyoderma: Hidradenitis. Dalam Adhi Djuanda (Ed). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5. Jakarta : FKUI
4. Marina, Jovanovic. Hidradenitis Suppurativa.Website:
http://emedicine.medscape.com/article/1073117-overview , pada 4 Februari 2017
5. Jansen I, Altmeyer P, Piewig G. Acne invers.Department of Dermatology, Ruhr-
University Bochum, Germany. Website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11843212, pada 4 Februari 2017
6. Sahara, E. 2010. Acne Inversa (Hidradenitis Suppuativa). Website:
http://id.scribd.com/doc/120970680/Acne-Inversa-Home-Wrk , pada 4 Februari
2017
7. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Hidradenitis suppurativa.
Website: www.dermnetnz.org/acne/hidradenitis-suppurativa.html , pada 4
Februari 2017
8. Schwartz, Shires-Spencer. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
9. Barankin, B; Freiman, A. 2006. Derm Notes: Dermatology Clinical Pocket Guide.
Philadelpia Davis Company
10. Sabine Fimmeland Christos C Zouboulis. 2010. Dermatoendocrinology:
Comorbidities of hidradenitis suppurativa (acne inversa). Website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3084959/ , pada 4 Februari 2017
11. Behman, Klegman, Arvin. 2009. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai