Anda di halaman 1dari 5

Keberhasilan proses konseling dalam pelaksanaannya ditentukan oleh banyak faktor.

Dalam hal ini,


menurut Glading (dalam Lubis Lumongga 2011:69) menjelaskan ada lima fakt or

a. Struktur
Struktur menurut Willis (dalam (dalam Lubis Lumongga 2011:69-71) adalah susunan proses
konseling yang dilakukan konselor secara sistematis, sementara Gladding mengartikan
struktur sebagai konsep mengenai karakteristik, kondisi, prosedur, dan parameter konseling
yang dipakai oleh konselor dan klien. Struktur sangat berguna untuk menegaskan dan
memperjelas hubungan anatara klien dan konselor, melindungi hak masing-masing,
menunjukan arah, dan memjamin konseling berhasil. Dengan struktur, klien merasakan
adanya rencana yang rasional, merupakan peta jalan konseling, menjelaskan tanggung jawab
dalam penggunaan peta tersebut, dan mengurangi ambiguitas dalam hubungan tersebut.
Pentingnya struktur sangat nyata bila klien menentukan tanggal untuk konseling dengan
berbagai harapan yang tidak realistik. Dalam hal ini, konselor harus segera membangun
struktur. Misalnya dengan cara memberi informasi tentang proses konseling, juga memberi
informasi tentang dirinya sendiri, mengenai kompetensi profesionalnya. Struktur juga
memberi kerangka kerja untuk konseling, sehingga proses konseling bisa berjalan. Bila
konselor tidak memberi struktur, ia tidak fair kepada kepada klien-kliennya, karena klien
kemudian tidak tahu apa yang disebut dengan konseling. Klien akan merasa tidak aman,
bingung dan takut, dan ia juga tidak bertanggung jawab untuk suksesnya konseling. Apabila
konseling tidak memiliki struktur yang jelas, maka klien tidak dapat memahami konseling
sepenuhnya. Hal ini membuatnya tidak aman, bingung, takut, dan tidak mau berbagi
tanggung jawab untuk keberhasilan konseling.
b. Inisiatif
Inisiatif bisa diartikan sebagai suatu motiviasi dari diri klien untuk berubah. Klien yang
memiliki inisiatif untuk memepercepat kesembuhannya dalam proses konseling akan
memudahkan konselor dalam menangani permasalahan yang dihadapinya. Inisiatif biasanya
lahir dari klien yang menyadari bahwa ia harus keluar dari masalahnya dan memiliki
keyakinan yang kuat bahwa konseling akan berhasil. Sementara klien yang masih enggan
mengungkapkan permasalahannya, maka konselor harus berinisiatif mengambil tindakan
nyata agar dapat menggali akar konflik klien. Kebanyakan konselor berpendapat bahwa
klien yang datang akan bersikap kooperatif. Memang betul, banyak klien yang datang untuk
konseling, atas kemauan sendiri dan atas kehendak sendiri. Sebagian dari mereka ini
bersedia untuk bekerja keras menghadapi permasalahannya, tetapi sebagian enggan dan
segan (reluctant) berpartisipasi dalam sesi-sesi konseling. Kebanyakan klien yang
mengunjungi konselor mempunyai keengganan sampai taraf tertentu. S
alah satu kemungkinan mengapa hal ini terjadi karena adanya communication anxiety
(Lesmana, 2006). Individu khawatir untuk menyampaikan data yang sifatnya pribadi. Setiap
klien yang datang meskipun datang atas kehendak sendiri, selalu mempunyai keragu-raguan
dan kecemasan menghadapi proses konseling. Menurut Gladding (2009) ada macam jenis
klien yaitu klien yang enggan (reluctant), dan klien yang resistan (resistant). Klien yang
enggan adalah klien yang dirujuk oleh orang ketiga dan seringkali tidak termotivasi untuk
mencari bantuan (unmotivated to seek help). Sedangkan klien yang resisten adalah klien
yang tidak mau atau menolah perubahan. Individu semacam ini, mungkin mereka sendiri
yang menghendaki konseling, tetapi mereka tidak bersedia untuk melalui rasa sakit yang
dituntut untuk terjadinya perubahan. Mereka bertahan pada tingkah lakunya sekarang,
meskipun tingkah lakunya ini tidak produktif dan disfungsional. Seringkali mereka tidak mau
membuat keputusan, menghadapi masalah secara dangkal (superficial) saja, tidak
mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah. Klien semacam ini sering mengatakan I
don’t know. Jawaban semacam inilah yang menyulitkan konselor dalam proses konseling
selanjutnya.
c. Tatanan (setting) fisik
Konseling dapat terjadi dimana saja, tetapi seting fisik yang nyaman, dapat meningkatkan
proses menjadi lebih baik. Tatanan fisik turut membantu terciptanya klien yang kondusif. Hal
yang perlu dilakukan oleh konselor adalah bagaimana membuat ruang klien nyaman dan
memberikan ketenangan pada klien. Salah satu hal yang dapat membantu atau merugikan
proses konseling adalah tempat dimana konseling itu berlangsung Konselor yang
professional diharapkan meiliki keterampilan untuk menyiapkan ruangan, klien yang
memungkinkan klien merasa aman, tenang, relaks, dan tenang.
Biasanya konseling berlangsung di suatu ruangan. Ada beberapa hal yang dapat membantu
penampilan ruang konseling menjadi sesuatu yang menarik dan tidak mengganggu klien.
Misalnya, penerangan yang lembut, warna-warna yang menenangkan, tidak berantakan,
perabotan yang nyaman. Suhu ruang yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.
Suasana yang tenang dan tidak ribut. Semua ini dapat membantu terciptanya proses
konseling yang kondusif. Jarak antara konselor dan klien, keadaan spasial (proxemics) dapat
mempengaruhi hubungan konselor dan klien. Jarak seperti apa yang dapat dianggap
nyaman, antara lain dipengaruhi oleh latar belakang budaya, jender, dan sifat hubungan
tersebut. Jarak 30-39 inci, dianggap ”jarak nyaman” untuk hubungan konselor-klien. Jarak
optimal dapat bervariasi karena hal ini tergantung pada ukuran ruang dan pengaturan
perabotan dalam ruang konseling (Gladding, 2009). Setting fisik ini perlu diperhatikan karena
dapat memantu menciptakan iklim psikologis yang kondusif utuk konseling. Usahakan suatu
seting yang nyaman dan aman agar klien mudah membuka diri kepada konselor.
d. Kualitas klien yang termasuk dalam kualitas klien adalah karakteristik klien dan kesiapannya
menjalani proses konseling. Kualitas klien juga memiliki peranan penting dalam mendukung
hubungan maupun proses konseling yang kondusif. Kualitas dapat dilihat dari kesiapan klien
untuk berubah. Konseling tidak bisa dimulai kalau orang tidak mengenali adaanya kebutuhan
untuk berubah. Konseling baru bisa dimulai kalau orang sudah siap untuk menerjunkan diri
mereka sendiri ke dalam proses perubahan (Lesmana, 2006). Selain itu bahasa non verbal
klien juga sangat penting .Klien tidak secara langsung mengemukakan sesuatu hal (pesan)
baik yang ia pikirkan atau ia rasakan kepada konselor, namun semua bisa diungkapkan
dengan bahasa non verbal klien. Seperti, raut muka, intonasi bicara. Dengan demikian
konselor harus memahami dan mempertimbangkan gestur badan, kontak mata, ekspresi
wajah, kualitas suara sebagai hal penting dalam komunikasi verbal pada proses hubungan
konseling (Gladding, 2009)
e. Kualitas konselor adalah pihak yang paling memahami akan dibawa ke mana arah konseling
dan mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan konseling. Untuk itulah, seorang konselor
harus memenuhi karakteristik khusus yang harus dipenuhi untuk menangani klien. Konselor
yang berkualitas sangat mendukung berhasilnya konseling. Ada beberapa karakteristik
umum yang harus dipenuhi oleh seorang konselor supaya dapat membantu terjadinya
perubahan dalam diri klien yang dihadapinya. Gladding (2009) mengutip pendapat beberapa
ahli Misalnya Okun (1997), menyebutkan kesadaran diri, kejujuran, kongruensi, kemampuan
untuk berkomunikasi, sebagai karakteristik yang harus dimiliki oleh konselor. Selain itu ahli
lain seperti Strong (1968), menyebutkan expertness, attractiveness, trustworthiness, sebagai
syarat. Berarti konselor harus ahli, menarik, dan dapat dipercaya.

Fungsi keterampilan bagi konselor adalah suatu upaya untuk merefleksikan sikap-sikap yang
dimilikinya terhadap para klien (Mappiare, 2002) Menurut Surya (2003) ada beberapa karakteristik
kualitas kepribadian konselor, tentunya kepribadian ini yang terkait dan mendukung kefektifan
dalam konseling. Karakteristik itu adalah :

1. Pengetahuan mengenai diri sendiri. Pengetahuan diri sendiri mempunayai makna bahwa
kosnelor memahami dengan baik baik dirinya, apa yang dilakukannya, masalah yang
dihadapinya, dan masalah klien yang terkait dengan konseling.
2. Kompetensi
Kompetensi mempunyai makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien. Kompetensi ini sangat penting
bagi konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan
kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup lebih efektif dan bahagia.
3. Kesehatan psikologis yang baik
Hal ini dmaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih daripada
kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan mendasari pemahaman
perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan mengembangkan satu daya positif
dalam konseling .
4. Dapat dipercaya
Hal ini bermakna bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien dalam konseling,
namun sebagi pihak yang memberikan rasa aman. Dapat dipercaya dapat diwujudkan dalam
(a) menepati janji dalam setiap perjanjian konseling, (b) dapat menjamin kerahasiaan klien,
(c) bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.
5. Kejujuran
Kejujuran mempunyai makna bahwa konselor harus terbuka, otentik, dan sejati dalam
penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan memudahkan
konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis, dan konselor dapat menjadi
model bagaiman menjadi mansuia jujur dengan cara-cara yang konstruktif.
6. Kekuatan atau daya Kekuatan mempunyai makna bahwa konselor memerlukan kekuatan
untuk mengatasi serangan dan manipulasi klien dalam konseling.
7. Kehangatan
Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu menjadi pihak yang
ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Kehangtan diperlukan dalm konseling
karena dapat mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk bebragi pengalaman
emosional dan memungkinkan klien hangat dengan dirinya sendiri.
8. Pendengar yang aktif
Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat menunjukkan
komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan memberanikan klien untuk bereaksi
spontan terhadap konselor, dan klien membutuhkan gagasan baru.
9. Kesabaran
Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan
psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang maladaptif. Hal ini membutuhkan
kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien
akan tetapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.
10. Kepekaan Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika
yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting
dalam konseling karena hal tersebut akan memberikan rasa aman bagi klien dan akan lebih
percaya dirimanakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11. Kebebasan Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara
signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara lebih nyata.
Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun nilai-nilai yang dimilikinya,
walaupun setiap konselor membawa nilai-nilai yang mungkin akan berpengaruh pada pross
konseling.
12. Kesadaran Holistik atau Utuh Hal ini mempunyai makna bahwa konselor menyadari
keseluruhan pribadi maupun tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek
tertentu saja. Dengan demikian konselor mampu memahami klien dari berbagai dimensi
(dimensi pikiran, perasaan atau tindakannya).

Ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh konselor berkaitan dengan pembentukan
hubungan dalam proses konseling. Menurut Yeo (2003) ada lima hal yang perlu dihindari
dalam proses konseling, yaitu:
1. Sikap acuh tak acuh
Klien diperlakukan sebagai pasien atau kasus yang memandang mereka adalah orang yang
tidak memiliki kemampuan, menggangap remeh, ”sakit”. Ada satu perasaan tidak terlibat
dan kurang peduli pada mereka.
2. Tak sabar dan amarah
Konselor akan marah dengan klien jika mereka tidak menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan atau tidak memperlihatkan kerjasama dalam pertemuan konseling. Konselor
menganggap klien adalah orang yang bandel, yang tidak bisa diharapkan, keras kepala atau
orang yang harus dimengerti karena konselor tidak punya pilihan lain kecuali menangani
mereka. Hal ini harus dihindari dan tidak boleh dilakukan karena ketika konselor tidak sabar
dan marah maka klien semakin merasa bertambah beban dan tentunya akan sangat sulit
membentuk hubungan kesejajaran dalam proses konseling.
3. Terus memberi nasehat
Terkadang konselor secara tidak sengaja memberikan nasehat kepada klien karena
menganggap dalam mengambil keputusan klien terlalu berbelit-belit.
4. Terpengaruh secara emosional Klien dapat memberi reaksi terhadap kita sedemikian rupa
dengan menyampaikan masalah-masalah emosional yang laten atau tidak terpecahkan.
Konselor dapat menjumpai dirinya sendiri merasa sangat sedih karena masalah-masalah
yang dialami kliennya dan akhirnya merasa tertekan.
5. Tidak kreatif
Ada perasaan statis ketika konselor berhadapan dengan berbagai macam kasus. Konselor
tidak dapat membuat pembaharuan dan sebaliknya mempunyai kecenderungan untuk
melakukan hal-hal yang sama. Setiap kali konselor berhadapan dengan jenis klien yang
sama, konselor melakukan hal yang sama untuk kliennya. Dengan kata lain bersikap pasif,
tidak mencoba hal-hal baru dalam memberikan treatmen pada kliennya. Dalam hal ini
hendaknya konselor berusaha untuk selalu memperbaiki kemampuan dan pengetahuannya
dalam rangka memberikan layanan yang terbaik bagi kliennya.

Achmad Nurihsan Juntika (2007:57) kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai keberhasilan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhi atau tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung
maupun tidak langsung berperan membantu peserta didik memperoleh perubahan perilaku dan
pribadi kearah yang lebih baik. Dalam keseluruhan kegiatan layanan bimbingan dan konseling,
penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik terhadap keefektifan layanan bimbingan dan
konseling yang telah dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui sampai sejauh mana derajat
keberhasilan kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

Penilaian merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan, tanpa


penilaian tidak mungkin kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi keberhasilan layanan
bimbingan dan konseling yang telah direncanakan. Penilain program bimbingan merupakan
usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain bahwa keberhasilan layanan merupakan suatu kondisi yang
hendak dilihat lewat kegiatan penilain. Hendaknya pembimbing senantiasa memperhatikan
faktor-faktor yang dapat memudahkan dalam melaksanakan proses konseling sehingga
proses konseling berjalan lancar dan hendaknya konselor dapat menciptakan suasana
konseling dengan aman dan nyaman, agar pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah dapat berjalan secara teratur.

Untuk memaksimalkan peran program layanan bimbingan dan konseling tentunya


juga harus diiringi dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling yang maksimal
pula. Pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling sendiri diartikan sebagai perilaku
menggunakan, menerima, atau mengikuti layanan bimbingan dan konseling yang diberikan
oleh pembimbing, dengan cara berpartisipasi dalam berbagai komponen program layanan
bimbingan dan konseling. Tentunya kata pemanfaatan disini menuntut siswa juga berperan
aktif dalam memanfaatkan layanan tersebut, bukannya pasif menunggu program layanan
yang di berikan oleh pembimbing.

Anda mungkin juga menyukai