Anda di halaman 1dari 19

KONSELING INDIVIDU

Konseling merupakan suatu proses hubungan seseorang (konseli atau klien) dengan orang lain
(konselor) di mana klien akan dibantu oleh konselor untuk meningkatkan kemampuannya dalam
menghadapi masalah

Konseling individual yaitu pertemuan antara konselor dengan seorang klien secara individual, di mana
terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport (saling memahami dan mengenal tujuan bersama).
Konselor akan berupaya memberi bantuan untuk mengembangkan pribadi klien agar klien dapat
mengantisipasi permasalahan yang sedang dihadapi.

Melalui metode tatap muka, dilaksanakan interaksi langsung antara konselor dengan klien. Mereka
membahas berbagai hal tentang permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien tersebut.

Pembahasan tersebut bersifat mendalam, menyentuh hal-hal penting yang berhubungan dengan diri
klien (bahkan tidak menutup kemungkinan menyangkut rahasia pribadi diri klien), bersifat meluas
meliputi berbagai sisi yang menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik menuju ke
arah penyelesaian masalah.

Berkaitan dengan hal tersebut, masalah klien harus dicermati dan diupayakan penyelesaiannya sedapat-
dapatnya dengan kekuatan diri klien sendiri.

Melalui metode tatap muka, dilaksanakan interaksi langsung antara konselor dengan klien. Mereka
membahas berbagai hal tentang permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien tersebut.

Pembahasan tersebut bersifat mendalam, menyentuh hal-hal penting yang berhubungan dengan diri
klien (bahkan tidak menutup kemungkinan menyangkut rahasia pribadi diri klien), bersifat meluas
meliputi berbagai sisi yang menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik menuju ke
arah penyelesaian masalah.

Berkaitan dengan hal tersebut, masalah klien harus dicermati dan diupayakan penyelesaiannya sedapat-
dapatnya dengan kekuatan diri klien sendiri.

Konseling merupakan suatu proses hubungan seseorang (konseli atau klien) dengan orang lain
(konselor) di mana klien akan dibantu oleh konselor untuk meningkatkan kemampuannya dalam
menghadapi masalah.

Konseling individual yaitu pertemuan antara konselor dengan seorang klien secara individual, di mana
terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport (saling memahami dan mengenal tujuan bersama).
Konselor akan berupaya memberi bantuan untuk mengembangkan pribadi klien agar klien dapat
mengantisipasi permasalahan yang sedang dihadapi.
Melalui metode tatap muka, dilaksanakan interaksi langsung antara konselor dengan klien. Mereka
membahas berbagai hal tentang permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien tersebut.

Pembahasan tersebut bersifat mendalam, menyentuh hal-hal penting yang berhubungan dengan diri
klien (bahkan tidak menutup kemungkinan menyangkut rahasia pribadi diri klien), bersifat meluas
meliputi berbagai sisi yang menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik menuju ke
arah penyelesaian masalah.

Berkaitan dengan hal tersebut, masalah klien harus dicermati dan diupayakan penyelesaiannya sedapat-
dapatnya dengan kekuatan diri klien sendiri.

Tujuan Umum Konseling Individu

Tujuan umum konseling individual adalah terselesaikannya permasalahan yang dihadapi klien. Apabila
masalah konseling ini dicirikan antara lain:

°Sesuatu yang tidak disukai keberadaannya;

°Sesuatu yang ingin dihilangkan;

°Sesuatu yang dapat menghambat dan menimbulkan kerugian;

Maka upaya penyelesaian masalah klien melalui konseling individual tujuannya untuk mengurangi
intensitas ketidaksukaan atas keberadaan sesuatu yang di maksud.

Dengan konseling individual beban klien diharapkan dapat diringankan, kemampuan klien dapat
ditingkatkan, dan potensi klien dapat dikembangkan kapasitasnya dan dapat memahami akan dirinya
mengenai masalah yang dihadapi.

Menurut Gibson, Mitchell dan Basile ada sembilan tujuan dari konseling individu, yakni:

1) Tujuan perkembangan; yakni klien dibantu dalam proses pertumbuhan dan perkembanganya serta
mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi pada proses tersebut (seperti perkembangan kehidupan sosial,
pribadi, emosional, kognitif, fisik, dan sebagainya).

2) Tujuan pencegahan; yakni konselor membantu klien menghindari hasil-hasil yang tidak diinginkan.

3) Tujuan perbaikan; yakni konseli dibantu dalam mengatasi dan menghilangkan perkembangan yang
tidak diinginkan.

4) Tujuan penyelidikan; yakni menguji kelayakan tujuan untuk memeriksa pilihan-pilihan, pengetesan
keterampilan, dan mencoba aktivitas baru dan sebagainya.

5) Tujuan penguatan; yakni membantu konseli untuk menyadari apa yang dilakukan, dipikirkan, dan
dirasakannya sudah baik.

6) Tujuan kognitif; yakni menghasilkan pondasi dasar pembelajaran dan keterampilan kognitif.
7) Tujuan fisiologis; yakni menghasilkan pemahaman dasar dan kebiasaan untuk hidup sehat.

8) Tujuan psikologis; yakni membantu mengembangkan keterampilan sosial yang baik, belajar
mengontrol emosi, dan mengembangkan konsep diri positif dan sebagainya.

Pengertian Konseling Individu

Menurut Rogers, konseling adalah serangkaian hubungan langsung antara konselor dengan konseli yang
bertujuan untuk membantu individu (konseli) dalam merubah sikap dan tingkah lakunya (Hallen,
2002:10).

Glen yang dikutip oleh Makarao (2010: 86) konseling adalah suatu proses di mana konselor membantu
konseli (klien) agar individu dapat memahami dan menafsirkan fakta-fakta yang berhubungan dengan
pemilihan, perencanaan, dan penyesuaian diri sesuai dengan kebutuhan individu.

Menurut Milton, konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan seseorang dengan seorang
yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat di atasinya, dengan seorang petugas professional
yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien mampu memecahkan
masalahnya (Makarao, 2010: 86).

Dari beberapa definisi para ahli penulis menyimpulkan bahwa konseling individu adalah proses bantuan
yang terarah yang diberikan oleh konselor kepada konseli (individu) dengan menciptakan kondisi yang
kondusif agar konseli atau individu dapat berkembang sesuai dengan usia perkembangannya.

Prinsip-prinsip Konseling Individual

a. Setiap konselor harus menghormati kejujuran klien untuk bertemu dengannya karena meminta
pertolongan.

b. Konselor harus menjelaskan persyaratan konseling kepada klien seperti tempat dan hari bertemu,
periode masing-masing sesi dan jenis-jenis pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

c. Konselor harus merujukkan klien itu kepada konselor yang lain jika kasus yang ditangani di luar
pengalamannya.

d. Konselor harus memberitahu klien bahwa semua informasi yang diberikan adalah sulit (rahasia).

e. Konselor bisa meminta pandangan dari konselor-konselor lain jika ditemukan kesulitan-kesulitan
dalam kasus yang dikendalikannya.

f. Konselor harus bertanggung jawab mencari lembaga referensi jika didapati kliennya mulai mengancam
keselamatan orang lain.

Proses Layanan Konseling Individu


Proses konseling terlaksana karena hubungan antara konseli dan konselor (konseling) berjalan dengan
baik.

Menurut brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang telah berlangsung dan memberi
makna bagi orang yang melakukan konseling, yakni konselor dan klien. [Willis S. Sofyan, Konseling
Individual Teori dan Praktek (Bandung,CV Alfabeta, 2007), hal. 50.].

Setiap tahapan proses konseling individu membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus. Namun


keterampilan-keterampilan itu bukanlah yang utama jika hubungan konseling individu tidak mencapai
situasi saling memahami dan mengenal tujuan bersama.

Karena diharapkan proses konseling individu ini tidak dirasakan oleh peserta konseling (konselor dan
klien) sebagai hal yang menjemukan. Sehingga keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal
hingga akhir dirasakan sangat bermakna dan berguna.

Secara umum proses konseling individu dibagi atas tiga tahapan:

1. Tahap awal konseling

Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan
klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses
konseling tahap awal sebagai berikut:

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien

Hubungan konseling bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan konselor. Hubungan tersebut
dinamakan a working realitionship, yakni hubungan yang berfungsi, bermakna, dan berguna.
Keberhasilan proses konseling individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada tahap awal ini.

Kunci keberhasilan terletak pada: (pertama) keterbukaan konselor; (kedua) keterbukaan klien, artinya
dia dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan, harapan, dan sebagainya.

Namun, keterbukaan ini ditentukan oleh faktor konselor yakni dapat dipercayai klien karena dia tidak
berpura-pura alias jujur, asli, mengerti, dan menghargai. (ketiga) konselor mampu melibatkan klien
terus-menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian, maka proses konseling individu akan
lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling individu.

b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah

Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik di mana klien telah melibatkan diri, artinya kerjasama
antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu, kepedulian, atau masalah yang ada pada klien.

Seringkali klien tidak begitu mudah menjelaskan masalahnya, walaupun mungkin dia mengetahui gejala-
gejala yang dialaminya. Karena itu amatlah penting peran konselor untuk membantu memperjelas
masalah klien.
Demikian pula jika klien tidak memahami potensi apa yang dimilikinya, maka tugas konselor lah untuk
membantu mengembangkan potensi, memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan
masalahnya bersama-sama.

c. Membuat penafsiran dan penjajakan

Konselor berusaha menjajaki atau menafsir kemungkinan untuk mengembangkan isu atau masalah.
Kemudian merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi
klien, dan dapat menentukan berbagai alternatif yang sesuai dalam mengantisipasi masalah.

d. Menegosiasikan kontrak

Kontrak artinya perjanjian antara konselor dengan klien. Hal itu berisi:

(1) kontrak waktu, artinya kapan dan berapa lama waktu yang diinginkan berkaitan dengan pertemuan
oleh klien dan apakah konselor tidak keberatan.

(2) Kontrak tugas, artinya ada pembagian konselor tugasnya apa dan tugas klien apa.

(3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, kontrak menggariskan kegiatan konseling, termasuk
kegiatan klien dan konselor. Artinya mengandung makna bahwa konseling adalah urusan yang saling
ditunjak, dan bukan pekerjaan konselor sebagai ahli saja. Di samping itu juga mengandung makna
tanggung jawab klien, dan ajakan untuk kerja sama dalam proses konseling.

2. Tahap Pertengahan (Tahap Kerja)

Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah
memfokuskan pada:

(1) Penjelajahan masalah klien;

(2) Bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa saja yang telah dijelajah tentang
masalah klien.

Menilai kembali masalah klien akan membantu klien memperolah perspektif baru, alternatif baru, yang
mungkin berbeda dari sebelumnya, dalam rangka mengambil keputusan dan tindakan. Dengan adanya
perspektif baru, berarti ada dinamika pada diri klien menuju perubahan. Tanpa perspektif maka klien
sulit untuk berubah.

Adapun tujuan-tujuan dari tahap pertengahan ini yaitu:

a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh.
Dengan penjelajahan ini, konselor berusaha agar kliennya mempunyai perspektif dan alternatif baru
terhadap masalahnya. Konselor mengadakan reassesment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien,
artinya masalah itu dinilai bersama-sama.

Jika klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka. Dia akan melihat masalahnya dari
prepektif atau pandangan yang lain yang lebih objektif dan mungkin pula dengan berbagai alternatif.

b. Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara

Hal ini bisa terjadi jika: pertama, klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara
konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan memecahkan
masalahnya.

Kedua, konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara keramahan,
empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas konselor dituntut pula untuk
membantu klien menemukan berbagai alternatif sebagai upaya untuk menyusun rencana bagi
penyelesaian masalah dan pengembangan diri.

c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak

Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling. Karena itu konselor dan klien
harus selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat dalam pikiranya mengenai kontrak yang sudah
disepakati.

Pada tahap pertengahan konseling ada juga beberapa strategi yang perlu digunakan konselor yaitu:

Pertama, mengkomunikasikan nilai-nilai inti, yakni agar klien selalu jujur dan terbuka, dan menggali lebih
dalam masalahnya. Karena kondisi sudah amat kondusif, maka klien sudah merasa aman, dekat,
terundang dan tertantang untuk memecahkan masalahnya.

Kedua, "menantang" klien sehingga dia mempunyai strategi baru dan rencana baru, melalui pilihan dari
beberapa alternatif, untuk meningkatkan dirinya.

3. Tahap Akhir Konseling (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir konseling ditandai dengan beberapa hal, yaitu:

a) Menurunya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan kecemasanya.

b) Adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamis.

c) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka
menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, guru, teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya.
Jadi klien sudah berfikir realistik dan percaya diri.
Fungsi Konseling Individu

Fungsi dalam konseling individu yang diungkapkan oleh (Hallen, 2002: 3) yaitu:

1. Fungsi pengembangan; yaitu merupakan fungsi bimbingan dalam mengembangkan seluruh potensi
dan kekuatan yang dimiliki individu.

2. Fungsi penyaluran; yaitu merupakan fungsi konseling dalam membantu individu memilih dan
memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri
kepribadian lainnya.

3. Fungsi adaptasi; yaitu membantu para pelaksana panti rehabilitas khususnya binsos dan pengurus
panti untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kamampuan, dan kebutuhan individu.

4. Fungsi penyesuaian; yaitu fungsi konseling dalam membantu individu menemukan penyesuaian diri
dan perkembangannya secara optimal.

Menurut Nur Ihsan (2006: 17) layanan konseling individu dapat membantu klien agar mampu
mengembangkan kompetensinya, yaitu:

1. Memiliki komitmen untuk mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat
kerja, atau masyarakat.

2. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif.

3. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif (kelebihan dan kelemahan
diri).

4. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri.

5. Memiliki sikap optimis dalam menghadapi masa depan.

6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat, sesuai dengan nilai-nilai agama, etika,
dan nilai-nilai budaya.

7. Proses bantuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan pemahaman dan
keterampilan berinteraksi sosial, serta memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi nya

8. Membantu siswa agar mampu mengembangkan kompetensinya dalam hal sebagai berikut:

Bersikap respek (menghargai dan menghormati) terhadap orang lain.

Memiliki rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap tugas, peran hidup dalam bersosialisasi.

Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship).


Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal.

Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri (adjustment).

KONSELING KELOMPOK

Definisi Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan suatu proses hubungan interpersonal antara seorang konselor atau
beberapa konselor dengan sekelompok klien (konseli).

Dalam proses tersebut konselor berupaya membantu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
klien untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal-hal yang menjadi kepedulian masing-masing
klien melalui; pengembangan pemahaman, sikap, keyakinan, dan perilaku klien yang tepat dengan cara
memanfaatkan suasana kelompok (Sugiyanto).

Menurut Corey (2006) dalam Budi Astuti (2012) menjelaskan bahwa konseling kelompok lebih
memberikan perhatian secara umum pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak terlalu
memberikan perhatian pada treatment gangguan perilaku dan psikologis.

Konseling kelompok memfokuskan diri pada proses interpersonal dan strategi penyelesaian masalah
yang berkaitan dengan pemikiran, perasaan, dan perilaku yang disadari. Metode yang digunakan adalah
dukungan dan umpan balik (feedback) interaktif dalam sebuah kerangka berpikir saat itu juga. Konseling
Kelompok Menurut Aliran Behavioristik

Menurut kartini kartono (2003:45) behavioristik adalah tingkah laku, setiap tindakan manusia atau
hewan yang dapat dilihat. Behavioristik adalah suatu pandangan yang ilmiah mengenai perilaku
manusia.

Menurut Gerrald Corey, pendekatan behavioral merupakan penerapan dari berbagai macam teknik dan
prosedur yang mengakar pada macam-macam teori tentang belajar, dan penerapannya sistematis.
Prinsip-prinsip belajar adalah perubahan perilaku ke arah tingkah laku yang positif.

Dari uraian mengenai behavioral menurut kedua tokoh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
teknik behavioral adalah pendekatan yang dilakukan oleh konselor untuk mengatasi atau mengubah
arah tingkah laku seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Baca Juga: Konseling dengan Pendekatan Behavioristik


Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan Konseling Kelompok

Ilustrasi (pexels.com)

Menurut literatur profesional mengenai konseling kelompok, sebagaimana tampak dalam karya Erle M.
Ohlsen (1977) Don C. Dinkmeyer dan James Muro (1979), serta Gerald Corey (1981) dapat ditemukan
sejumlah tujuan umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok yakni sebagai
berikut:

✕TUTUP

BERANDA

DAFTAR ISI

SPONSORSHIP

KESEHATAN MENTAL

PSIKOLOGI

BERANDA / PSIKOLOGI KONSELING

Konseling Kelompok: Definisi, Tahapan, Tujuan, Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok

Oleh Initentangpsikologi.com Februari 09, 2020 Posting Komentar

Definisi Konseling Kelompok

Ilustrasi (pexels.com)

Definisi Konseling Kelompok


Konseling kelompok merupakan suatu proses hubungan interpersonal antara seorang konselor atau
beberapa konselor dengan sekelompok klien (konseli).

Dalam proses tersebut konselor berupaya membantu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
klien untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal-hal yang menjadi kepedulian masing-masing
klien melalui; pengembangan pemahaman, sikap, keyakinan, dan perilaku klien yang tepat dengan cara
memanfaatkan suasana kelompok (Sugiyanto).

Menurut Corey (2006) dalam Budi Astuti (2012) menjelaskan bahwa konseling kelompok lebih
memberikan perhatian secara umum pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak terlalu
memberikan perhatian pada treatment gangguan perilaku dan psikologis.

Konseling kelompok memfokuskan diri pada proses interpersonal dan strategi penyelesaian masalah
yang berkaitan dengan pemikiran, perasaan, dan perilaku yang disadari. Metode yang digunakan adalah
dukungan dan umpan balik (feedback) interaktif dalam sebuah kerangka berpikir saat itu juga.

Dilengkapi oleh pendapat Gazda (1978) bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antara pribadi
yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.

Proses itu mengandung ciri-ciri teraupetik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa,
orientasi pada kenyataan, keterbukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling
percaya, saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung.

Para klien dapat memanfaatkan suasana komunikasi antar-pribadi dalam kelompok untuk meningkatkan
pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup, serta untuk belajar
dan atau menghilangkan suatu sikap dan perilaku tertentu.

Baca Juga: Pengertian, Prinsip, Tahapan, dan Fungsi Konseling Individu

Konseling Kelompok Menurut Aliran Behavioristik


Menurut kartini kartono (2003:45) behavioristik adalah tingkah laku, setiap tindakan manusia atau
hewan yang dapat dilihat. Behavioristik adalah suatu pandangan yang ilmiah mengenai perilaku
manusia.

Menurut Gerrald Corey, pendekatan behavioral merupakan penerapan dari berbagai macam teknik dan
prosedur yang mengakar pada macam-macam teori tentang belajar, dan penerapannya sistematis.
Prinsip-prinsip belajar adalah perubahan perilaku ke arah tingkah laku yang positif.

Dari uraian mengenai behavioral menurut kedua tokoh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
teknik behavioral adalah pendekatan yang dilakukan oleh konselor untuk mengatasi atau mengubah
arah tingkah laku seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Baca Juga: Konseling dengan Pendekatan Behavioristik

Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan Konseling Kelompok

Ilustrasi (pexels.com)

Menurut literatur profesional mengenai konseling kelompok, sebagaimana tampak dalam karya Erle M.
Ohlsen (1977) Don C. Dinkmeyer dan James Muro (1979), serta Gerald Corey (1981) dapat ditemukan
sejumlah tujuan umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok yakni sebagai
berikut:

1. Masing-masing klien mampu menemukan dan memahami dirinya sendiri dengan lebih baik.
Berdasarkan pemahaman tersebut, klien rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap
aspek-aspek positif kepribadiannya.
2. Para klien mengembangkan kemampuan berkomunikasi antara satu individu dengan individu yang
lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan yang khas pada setiap fase-fase perkembangannya.

3. Para klien memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri,
dimulai dari hubungan antar-pribadi di dalam kelompok dan dilanjutkan dalam kehidupan sehari-hari di
luar lingkungan kelompoknya.

4. Para klien menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati atau
memahami perasaan orang lain. Kepekaan dan pemahaman ini akan membuat para klien lebih sensitif
terhadap kebutuhan psikologis diri sendiri dan orang lain.

5. Masing-masing klien menetapkan suatu target yang ingin dicapai, yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku yang lebih konstruktif.

6. Para klien lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia sebagai kehidupan
bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima oleh orang lain.

7. Masing-masing klien semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya kerap
menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain. Dengan demikian, klien tidak akan merasa terisolir
lagi, seolah-olah hanya dirinyalah yang mengalami masalah tersebut. Para klien belajar berkomunikasi
dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling mengahrgai dan saling menaruh
perhatian.

Baca Juga: Definisi, Tujuan, Tahapan, Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Konseling Eklektik
Tahapan Konseling Kelompok

Tahapan Konseling Kelompok

Ilustrasi (pexels.com)

Tahapan konseling kelompok menurut model Nixon dan Glover, adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan

Diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antar-pribadi (working relationship) yang baik, yang
memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah pada penyelesaian masalah. Hal yang paling pokok
adalah pembukaan awal proses konseling kelompok, bila kelompok saling bertemu untuk pertama kali.

Mengingat jumlah pertemuan pasti lebih dari satu kali saja, maka pertemuan-pertemuan berikutnya
juga memakai suatu pembukaan, tetapi caranya akan lain dibanding dengan pembukaan pada
pertemuan yang pertama kali.

1) Bila saling bertemu untuk pertama kali, para konseli disambut oleh konselor. Kemudian dilanjutkan
konselor yang memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, umur, taraf pendidikan, dan lamanya
berpengalaman di lapangan. Serta sedikit menceritakan tentang asal-usulnya.

Setelah itu giliran seluruh anggota kelompok saling memperkenalkan diri, dengan menyebut nama,
umur, alamat, kelas, dan program studi/pekerjaan, serta menceritakan sedikit mengenai asal usulnya.
Perkenalan ini sedikit banyak berfungsi sebagai basa-basi, supaya para konseli dapat sedikit
menyesuaikan diri dengan situasi tegang.

Kemudian mereka mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh konselor, mengajukan pertanyaan
tentang hal-hal yang belum jelas, dan menyatakan kerelaanya untuk mengikuti tata-cara yang
ditetapkan.
Lalu konselor memberikan rangkaian penjelasan yang diperlukan, dilanjutkan para konseli
mengemukakan gambaran masalah yang mereka alami dengan materi pokok yang menjadi bahan
diskusi.

BACA JUGA

Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik

Sejarah Munculnya Konseling Behavioral

Konseling Ke Psikolog Itu Seperti Apa Sih?

2) Bila kelompok bertemu kembali untuk melanjutkan pembicaraan terdahulu, konselor menyambut
kedatangan para konseli kemudian mengajak untuk melanjutkan diskusi bersama setelah memberikan
ringkasan tentang kemajuan kelompok sampai pada saat tertentu dalam proses konseling.

Baca Juga: Teori, Tahapan, Kelebihan, dan Kelemahan Pendekatan Konseling Realitas

b. Penjelasan Masalah

Masing-masing konseli mengutarakan masalah yang dihadapi berkaitan dengan materi diskusi, sambil
mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara bebas.

Selama seorang konseli mengungkapkan apa yang dipandangnya perlu dikemukakan, konseli lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan berusaha menghayati ungkapan pikiran dan perasaan
temannya.

Mereka dapat menanggapi ungkapan teman dengan memberikan komentar singkat, yang menunjukkan
ungkapan itu telah ditangkap dengan tepat.

Karena konselor pada akhir pembukaan sudah memberikan kesempatan untuk berbicara menurut
selaranya sendiri-sendiri, diharapkan para konseli akan dapat mengatasi rasa ragu-ragu untuk membuka
isi hatinya.

Sambil seorang konseli mengungkapkan pikiran dan perasaanya, konselor pun ikut mendengarkan
dengan seksama, membantu konseli itu untuk mengungkapkan diri dan menunjukkan pemahamannya
serta penghayatannya, dengan menggunakan teknik-teknik pemantulan (feedback) seperti refleksi
pikiran dan klarifikasi perasaan.

Bila mana konseli lain menanggapi ungkapan temannya dengan kata-kata yang kurang memadai,
konselor membantu merumuskan dengan lebih tepat, dan meminta umpan balik kepada pembicara
apakah memang itulah yang dimaksudkannya.

Setelah semua konseli selesai mengungkapkan masalahnya menurut pandangannya sendiri-sendiri,


konselor meringkas apa yang dikatakan konseli dan mengusulkan suatu perumusan masalah yang
umum, yang mencakup semua ungkapan yang telah dikemukakan oleh para konseli.

Perumusan umum tersebut ditawarkan kepada kelompok untuk diterima atau diubah seperlunya,
sampai anggota menerima perumusan tersebut sebagai konkretisasi (perwujudan) dari materi diskusi.

Baca Juga: Konseling Psikoanalisa - Pengertian, Tujuan, Hubungan, Teknik, dan Tahapan Konseling
Psikoanalisa

c. Penggalian Latar Belakang Masalah

Fase ini merupakan pelengkap dari fase penjelasan masalah, karena pada fase kedua masalah-masalah
yang diungkapkan para klien belum menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan masalah dalam
keseluruhan situasi kehidupan masing-masing klien. Sehingga pada fase ini diperlukan penjelasan lebih
detail dan mendalam.

Oleh karena itu, masing-masing konseli dalam fase analisis kasus ini menambah ungkapan pikiran dan
perasaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh konselor.

Seperti pada fase kedua di atas, para konseli mendengarkan ungkapan yang telah diberikan oleh teman
tertentu dan menanggapi ungkapan tersebut dengan memberikan komentar singkat, yang menunjukkan
pemahamannya atau mohon penjelasan lebih lanjut dengan bertanya.
Pada umumnya beberapa ungkapan yang lebih mendalam dan men-detail itu menciptakan suasana
keterikatan dan kebersamaan (cohesion), sehingga mereka semakin bersedia untuk mencari
penyelesaian bersama atas masalah yang dihadapi bersama.

Pada fase terakhir ini, atas petunjuk konselor, para konseli menentukan keadaan diri yang didambakan,
yaitu keadaan ideal yang akan ada setelah masalahnya terselesaikan.

Baca Juga: Konseling Individu - Pengertian, Prinsip, Tahapan, dan Fungsi Konseling Individu

d. Penyelesaian Masalah

Berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis kasus (penjelasan dan penggalian masalah),
konselor dan para konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.

Kelompok konseli selama ini harus ikut berpikir, memandang, dan mempertimbangkan, namun peranan
konselor di institusi pendidikan dalam mencari penyelesaian pemasalahan pada umumnya lebih besar.

Oleh karena itu, para konseli mendengarkan lebih dahulu penjelasan konselor tentang hal-hal apa yang
ditinjau dan didiskusikan. Kemudian dimantapkan kembali tujuan yang ingin dicapai bersama, selaras
dengan keadaan ideal yang telah dirumuskan pada fase ketiga.

Misalnya: “Kelompok ingin dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik”.

Setelah itu dibahas bersama dengan cara bagaimana tujuan itu dapat dicapai. Dengan menetapkan
sejumlah langkah-langkah untuk mewujudkan keinginan bersama tersebut.

Pada fase ini konselor harus mengarahkan arus pembicaraan dalam kelompok, sesuai dengan
pendekatan yang telah ditetapkan.
Baca Juga: Konseling ke Psikolog itu Seperti Apa Sih?

e. Penutup

Bilamana kelompok sudah siap untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama, proses
konseling dapat diakhiri dan kelompok dibubarkan pada pertemuan terakhir.

Bilamana proses konseling belum selesai, pertemuan yang sedang berlangsung ditutup untuk
dilanjutkan pada lain hari:

1) Apabila proses konseling sudah akan selesai, para konseli mendengarkan ringkasan yang diberikan
oleh konselor tentang jalannya proses konseling dan melengkapinya kalau dianggap perlu.

2) Apabila proses konseling belum selesai dan waktu untuk pertemuan kali ini sudah habis, konselor
meringkas apa yang sudah dibahas bersama, menunjukkan kemajuan apa yang telah dicapai, dan
memberikan satu-dua pertanyaan untuk dipikirkan selama hari-hari pertemuan berikutnya.

Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok

Konseling Kelompok

Ilustrasi (pexels.com)

Konseling kelompok memiliki kelebihan-kelebihan dalam pelaksanaannya, yaitu:

a. Bersifat praktis;

b. Anggota belajar berlatih perilakunya yang baru;

c. Kelompok dapat digunakan untuk belajar mengekspresikan perasaan, perhatian dan pengalaman;

d. Anggota belajar keterampilan sosial dan belajar berhubungan antar-pribadi secara lebih mendalam;
e. Mendapat kesempatan diterima dan menerima di dalam kelompok.

Di samping kelebihan-kelebihan yang diperoleh dalam konseling, terdapat kelemahan-kelemahan


konseling kelompok yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Tidak semua orang cocok dalam kelompok;

b. Perhatian konselor lebih menyebar atau meluas;

c. Mengalami kesulitan dalam membina kepercayaan;

d. Klien mengharapkan terlalu banyak tuntutan dari kelompok. Kelompok bukan dijadikan sebagai
sarana berlatih untuk melakukan perubahan namun sebagai tujuan.

Daftar Pustaka

(1) Asmani, Jamal Ma’ruf. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva
Press.

(2) Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Pres.

(3) Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

(4) Wingkel, W.S. dan M. M. Srihastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Yogyakarta. Media Abadi.

Dilengkapi oleh pendapat Gazda (1978) bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antara pribadi
yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.

Daftar Pustaka

Willis S. Sofyan. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: CV Alfabeta.
Lubis, Akhyar Saiful. 2007. Konseling Islami. Yogyakarta: Elsaq Press.

Anda mungkin juga menyukai