Analisis Geokimia Minyak Dan Gas Bumi Pada Batuan Induk PDF
Analisis Geokimia Minyak Dan Gas Bumi Pada Batuan Induk PDF
Oleh:
Vera Christanti Agusta
270110100068
Ditujukan kepada:
BAB I
PENDAHULUAN
Minyak dan gas bumi saat ini masih menjadi sumber energi utama yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik digunakan pada kegiatan rumah
tangga ataupun pada kegiatan industri. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
industri minyak dan gas bumi yang bergerak untuk mencari, mengelola dan
mengembangkan cadangan minyak dan gas bumi di dunia. Industri minyak dan
gas bumi merupakan salah satu industri yang berkembang sangat pesat karena
perannya yang sangat penting sebagai penghasil minyak dan gas bumi yang masih
banyak digunakan saat ini. Perkembangan industri minyak dan gas bumi juga
disebabkan oleh kelebihan yang dimiliki oleh sumber energi minyak dan gas bumi
dibandingkan dengan sumber energi yang lainnya. Kelebihan dari sumber energi
minyak dan gas bumi dibandingkan dengan sumber energi seperti kandungan
energi yang dihasilkannya besar dan wujud energinya yang berupa fluida. Oleh
sebab itu, meskipun telah banyak berkembang penemuan mengenai sumber energi
terbarukan, namun sumber energi minyak dan gas bumi tetap menjadi sumber
energi yang paling banyak digunakan di dunia.
Dalam indutri minyak dan gas bumi, diperlukan beberapa penelitian dalam
menentukan keekonomisan suatu sumber energi yang baru ditemukan. Oleh
karena itu, maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui, mengidentifikasi
dan menginterpretasi kuantitas dan kualitas suatu material organik dalam batuan
induk dan hubungannya dengan tingkat kematangan suatu hidrokarbon.
Adapun tujuan dari penetian ini, yaitu:
1. Mengetahui kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada
batuan induk.
2. Mengetahui tipe dan asal hidrokarbon yang berasal dari cekungan yang
sama.
3. Mengetahui bagaimana suatu cekungan dapat menghasilkan tipe
hidrokarbon yang berbeda.
4. Mengetahui jalur migrasi dari suatu hidrokarbon hingga terakumulasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Geokimia minyak dan gas bumi merupakan salah satu cabang ilmu geologi
yang menerapkan prinsip-prinsip dasar kimia untuk mempelajari asal
terbentuknya, migrasi, akumulasi dan alterasi minyak bumi. Dengan
menggunakan ilmu ini, maka dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan, migrasi dan akumulasi minyak bumi. Geokimia minyak dan gas
bumi juga dapat digunakan untuk:
A. Batuan Induk
B. Bitumen
Bitumen merupakan fraksi material organik pada batuan yang dapat larut
dalam pelarut organik. Komposisi bitumen memiliki kesamaan dengan mnyak
bumi pada umumnya tetapi proporsinya berbeda yang meliputi hidrokarbon jenuh,
hidrokarbon aromatic dan komponen non-hidrokarbon seperti resin dan aspaltene.
C. Kerogen
Kerogen merupakan fraksi material organik dalam batuan yang tidak dapat
larut dalam pelarut organik karena molekulnya berukuran besar ( Tissot dan
Welte, 1984). Unsur utama pembentuk kerogen berupa karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan sulfur.
1. Komposisi kerogen
2. Tipe kerogen
a. Grup alginit
Didominasi oleh maseral alginit yang merupakan alga air tawar, bersifat
menghasilkan minyak (oil –prone)
b. Grup eksinit
Didominasi oleh maseral eksinit (spora, polen), kutinit (kutikula dari
tumbuhan darat), resinit(resin dari tumbuhan darat, getah dammar), dan liptinit
(lemak dari tumbuhan darat dan alga marin), bersifat oil-gas prone
c. Grup vitrinit
Didominasi oleh maseral vitrinit (material selulosa dari tumbuhan
berkayu) bersifat gas-prone
d. Grup inertinit
Didominasi oleh arang kayu (charcoal), material organik yang teroksidasi
dan terbawa dari tempat lain (reworked), sulit menghasilkan hidrokarbon.
a. Kerogen Tipe I
b. Kerogen Tipe II
Berasal dari sedimen laut dengan kondisi reduksi dengan jenis sumber
yang berbeda, yaitu dari alga laut, polen, spora, lapisan lilin tanaman,
fosil resin dan lemak tanaman
Kandungan hidrogen relatif tinggi dan cenderung bersifat oil prone
d. Kerogen Tipe IV
Terdiri dari material teroksidasi yang berasal dari berbagai sumber dan
mengandung sejumlah besar oksigen
Mengandung sistem aromatik dan mempunyai kandungan hydrogen
terendah, sehingga tak menghasilkan hidrokarbon
Kerogen golongan ini memiliki material lipid dan hidrogen yang kaya
serta cenderung menggenerasikan minyak (molekul C6+) ketimbang gas (molekul
C1-5), suhunya berkisar antara 100 – 1500 C dibawah permukaan bumi.
Kerogen golongan ini didominasi oleh lignin dan sedikit hidrogen serta
cenderung menggenerasikan gas (molekul C1-5) pada suhu berkisar antara 150 –
2300 C dibawah permukaan bumi.
3. Kematangan Kerogen
Kematangan kerogen dikontrol oleh dua faktor utama yaitu suhu dan
waktu. Pengaruh suhu tinggi dalam waktu yang singkat atau sebaliknya akan
menyebabkan kerogen terubah dan menghasilkan hidrokarbon. Selain suhu dan
waktu, terdapat faktor umur batuan yang berkaitan dengan proses pemanasan dan
jumlah panas yang diterima batuan induk.
1. Isoprenoid adalah suatu senyawa yang terdiri dari atom karbon rantai lurus
dengan kelompok metil (CH3) yang terikat pada setiap atom karbon keempat.
Senyawa isopenoid yang umum digunakan adalah pristan dan fitan yang berkaitan
dengan aktifitas bakteri yang hidup saat proses fotosintesa, berasosiasi dengan
porfirin dan menunjukkan lingkungan metasalin sampai hipersalin. Batuan induk
karbonat seringkali memperlihatkan rasio pristan dan fitan < 1 yang menunjukkan
bahwa material organik pada batuan induk tersebut terendapkan dalam lingkungan
anoksik.
2. Triterpana adalah senyawa yang terdiri dari lima atom karbon segi enam
yang berkaitan dengan kelompok metil. Senyawa triterpana terbentang dari C27
sampai C35, tetapi yang sering digunakan adalah norhopana (C29) dan hopana
(C30). Untuk menunjukkan lingkungan pengendapan harus dilakukan
perbandingan terhadap konsentrasi C29 dan C30. Jika konsentrasi C29 > C30, maka
material organik berasal dari lingkungan karbonat, sebaliknya jika konsentrasi C29
< C30, maka material organik berasal dari serpih yang terendapkan di lingkungan
laut. Menurut Peters dan Moldowan (1991), tingginya konsentrasi C35 secara
spesifik menunjukkan lingkungan laut, sedangkan lingkungan karbonat atau
hipersalin ditandai dengan dominasi C34 dan C35. Dalam hal ini jika C35 >C34,
maka material organik dapat diasumsikan diendapkan di lingkungan karbonat
Proposal Tugas Akhir
Vera Christanti Agusta
270110100068
yang berasosiasi dengan lingkungan yang sangat reduksi (Moldowan et al, 1992).
Apabila dalam fragmentogram massa terdapat hopana panjang (C31-C35) yang
semakin mengecil dengan penambahan jumlah karbon, maka pada umumnya
material organik tersebut berasosiasi dengan kondisi lingkungan yang oksik.
3. Sterana adalah senyawa yang terdiri dari tiga lingkar atom karbon
segienam dan satu lingkar atom karbon segilima yang saling berkaitan. Senyawa
ini terdapat pada C21,C22, C27,C28, dan C29 pada fragmentogram massa.
Lingkungan karbonat atau hipersalin diketahui berdasarkan konsentrasi C21,C22>
C27,C28, dan C29 (Ten Havern et al, 1985 dan Mello et al, 1988). C27 akan
mendominasi pada material organik yang berasal dari alga atau lingkungan laut,
sedangkan kontribusi alga danau ditunjukkan dengan kehadiran C28<C27 dan C29.
Material organik yang berasal dari tanaman keras atau merupakan material darat
ditunjukkan dengan dominasi C29, sementara itu dominasi C30 mengindikasikan
pengaruh kondisi laut (Moldowan et al, 1985). Pada senyawa sterana juga terdapat
suatu parameter kematangan, yaitu pada C29 yang ditunjukkan dengan notasi 20 R
dan 20 S, dimana 20R > 20 S maka batuannya belum matang.
1. Terpane
Terpane bisiklik terdapat pada hampir semua sedimen dan minyak mentah
sehingga dianggap berasal dari mikroba. Terpane tetrasiklik C24-C27
nampaknya merupakan hopane yang terdegradasi. Tetrasiklik terpane lebih
resistan terhadap biodegradasi dan maturasi ketimbang hopane.
Hopane merupakan triterpane pentasiklik yang biasanya mengandung 27-35
atom karbon pada struktur naftenik yang tersusun atas empat cincin segi enam
dan satu cincin segi lima. Hopane berasal dari prekursor membran bakteri.
b. Homohopane
c. Rasio Pristane/Phytane
Proposal Tugas Akhir
Vera Christanti Agusta
270110100068
2. Sterane
a. -hopane
b. Sterane C27-C28-C29
c. C30/ (C27-C28-C29-C30)
d. Diasterane C27-C28-C29
e. Diasterane/sterane
3. Steroid Aromatik
c. Benzohopane
4. Porfirin
geokimia (Jones, 1987). Hubungan kausal ini didasarkan pada kondisi saat batuan
induk menghasilkan minyak, bukan didasarkan pada perubahan yang terjadi
terhadap komposisi batuan induk dan minyak. Jadi, tugas dari seorang ahli
geokimia dalam melakukan oil-source correlation adalah untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi perubahan komposisi yang terjadi baik pada batuan induk
maupun minyak setelah minyak meninggalkan batuan induknya serta membuat
kompensasi dari perubahan tersebut yaitu pada saat belum terjadi perubahan
komposisi (Curiale, 1993).
Suatu korelasi batuan induk dengan minyak yang baik harus dapat
memperkirakan volume minyak yang dihasilkan serta menentukan jalur
migrasinya. Apabila peta-peta lokasi dan geokimia minyak baik yang didapat dari
indikasi permukaan (oil seep), sumur, dan akumulasi minyak yang komersial
tersebut dibandingkan dan ternyata memiliki kesamaan, maka dapat disimpulkan
bahwa seluruh minyak yang terdapat di lokasi tersebut berasal dari sumber yang
sama.
BAB III
METODE PENELITIAN
%TOC KUALITAS
<0.5 Sangat Buruk
0.5 – 1 Buruk
1–2 Cukup
2–4 Baik
4 – 12 Sangat Baik
>12 Serpih Minyak / Batubara
Nilai Kuantitas dan Kualitas Material Organik pada Suatu Batuan
(Waples,1985)
dan kandungan senyawa hidrokarbon dan oksigen (CO2) yang lepas selama
peretakan kandungan organik yang tidak bisa diekstraksi pada sampel.
Selama pemanasan, hidrokarbon yang sudah ada pada batuan (S1) yang
dianggap setara dengan jumlah bitumen pada batuan tersebut akan
tervolatilisasikan untuk pertama kali. Kemudian pirolisis berlanjut hingga
munculnya aliran hidrokarbon kedua dari penguraian termal (S2). Temperatur
teringgi pada saat aliran hidrokarbon S2 mencapai maksimum disebut Tmax. S2
merupakan indikator penting dalam penentuan kualitas material organik karena
mengindikasikan kemampuan kerogen dalam memproduksi hidrokarbon saat ini.
Selain mengeluarkan hidrokarbon, pada proses pirolisis kerogen juga
mengeluarkan sejumlah karbon dioksida (S3).
Setelah parameter S1, S2, S3 dan Tmax didapat, maka dapat dihitung
Oxygen Index (OI) dan Hidrogen Index (HI) dalam kerogen serta nilai Oil
Production Index (OPI) dan Potential Yield (PY). Dengan memplot nilai OI dan
HI pada diagram Van Krevelen didapat jalur evolusi kerogen.
Proposal Tugas Akhir
Vera Christanti Agusta
270110100068
Berikut rumus perhitungan Hidrogen Index (HI), Oxygen Index (OI), Oil
Production Index (OPI), dan Potential Yield (PY)
HI = (100 x S2) / TOC
OI = (100 x S3) / TOC
OPI = S1 / (S1+S2)
PY = S1+S2
Proposal Tugas Akhir
Vera Christanti Agusta
270110100068
Campuran minyak
II/III 200-300 5-10
dan gas
Tidak ada
IV <50 <1
hidrokarbon
Setelah diperoleh nilai HI dan OI, nilai tersebut kemudian diplot kedalan
diagram Van Krevelen, sehingga diperoleh jalur evolusi kerogen atau tipe kerogen
yang dihasilkan.
Teknik korelasi geokimia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
metode utama yaitu bulk methods dan molecular methods. Bulk methods meliputi
karakteristik fisik, fraksinasi komposisi, konsentrasi elemen dan rasio isotop.
Sedangkan molecular method melibatkan paramater fosil geokimia atau yang
sering disebut biomarker.
a. Bulk Methods
b. Molecular Methods
3. Ionisasi
4. Analisis massa
5. Deteksi ion oleh electron multiplier
6. Akuisisi, pemrosesan, dan penyajian data oleh computer
Pada kromatografi gas, fraksi aromatik atau jenuh disuntikan melalui suatu
syringe. Molekul yang lebih besar akan terperangkap pada fase stasioner pada
kepala GC, proses ini disebut ―cold trapping‖. Suhu dinaikkan secara bertahap
oleh oven sehingga komponen yang terperangkap akan bergerak maju. Pada GC,
setiap sampel yang diinjeksi akan diuapkan dan dicampur dengan gas pembawa
yang inert seperti He. Gas ini (fase mobile) dan sampel bergerak melewati kolom
kapiler tipis yang panjang yang bagian dalamnya dilapisi film tipis dari cairan
nonvolatil (fase stasioner). Komponen-komponen akan diseparasikan saat sampel
ditangkap oleh fase stasioner dan dilepaskan ke fase mobile.
Tahap ini merupakan hasil akhir dari penelitian yang berupa pembahasan
dari awal hingga akhir penulis membuat Tugas akhir ini yang secara sistematis
disusun dalam sebuah laporan yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka,
metode penelitian, pembahasan, dan kesimpulan serta saran.
Proposal Tugas Akhir
Vera Christanti Agusta
270110100068
PENUTUP
Demikian proposal tugas akhir ini saya ajukan dengan harapan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pengajuan Program Tugas Akhir yang
ditujukan kepada PT Pertamina EP. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
berkah dan kelancaran pada kegiatan ini sehingga dapat berjalan dengan lancar
dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Atas perhatian yang telah diberikan,
saya ucapkan terima kasih.
REKOMENDASI :
DAFTAR PUSTAKA
Koesoemadinata, R. P., 1980, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Penerbit ITB,
Bandung
Lewan, 1986, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas dan
kematangan material organik pada batuan induk. Universitas
Padjajaran, Bandung.
Peters, KennethE., and J. Michael Moldowan, 1993, The Biomarker Guide,
Prentice-Hall Inc, New Jersey
Tissot and Welte, 1984, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas
dan kematangan material organik pada batuan induk. Universitas
Padjajaran, Bandung.
Tearpock dan Biscke, 1991, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas,
kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk.
Universitas Padjajaran, Bandung.
Waples.1985, dalam Heru Tanjung, 2007,Skripsi kualitas, kuantitas dan
kematangan material organik pada batuan induk, Universitas
Padjajaran, Bandung.
Proposal Tugas Akhir
Vera Christanti Agusta
270110100068
CONTACT PERSON: