Anda di halaman 1dari 45

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

MINYAK DAN GAS BUMI


UJIAN TENGAH SEMESTER

MAKALAH PETROLEUM SYSTEM

OLEH KELOMPOK 11 :

Moh. Risky_F 121 20


David Geraldi Waworundeng_F 121 20
Gabriel Putra Padaga_ F 121 20 094

PALU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan hikmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
“Makalah Petroleum System” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian
Tengah Semester pada mata kuliah Geologi Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagaimana sebenarnya Petroleum System,
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Harly Hamad, S.T,
M.T selaku Dosen Geologi Minyak dan Gas Bumi yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya
sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini.

Kemudian, kami menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan
laporan ini.

Palu, 10 April 2023


Penulis,

Kelompok 11
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada zaman sekarang ini kehidupan manusia tidak hanya mengandalkan
kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, melainkan juga energi
untuk menunjang kehidupan. Energi merupakan sektor yang strategis dan
mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan
lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi
kegiatan ekonomi nasional (Fitriyatus, et al. 2017 dalam Fernaldy, 2020).
Contoh salah satu energai yang sangat diperlukan ialah minyak dan gas bumi.
Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi
berbentuk cair yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun
sebagai bahan bakar. Minyak bumi secara kimiawi terdiri dari senyawa
kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Karbon (C), sehingga
disebut juga senyawa hidrokarbon (CxHy).
Dalam melakukan kegiatan untuk menemukan lokasi keterdapatan
cadangan minyak bumi, diperlukan adanya eksplorasi. Eksplorasi merupakan
kegiatan mencari dan menemukan sumberdaya hidrokarbon dan
memperkirakan potensi hidrokarbon, dalam sebuah cekungan. Namun untuk
melakukan suatu eksplorasi tersebut perlu diketauhi terlebih dahulu bagaimana
sistem terbentuknya minyak bumi di sebuah cekungan. Sistem ini disebut
dengan Petroleum System, sistem ini merupakan merupakan sebuah konsep yng
digunakan untuk menjelaskan bagaimana distribusi hidrkarbon didalam kerak
bumi dari batuan sumber (Source rock) ke batuan reservoir (Eka, 2023).
Didalam Petroleum System terdapat komponen komponen penting yang harus
ada, yaitu: Source rock, Migration route, Reservoir rock, Trap, dan Seal.
Pada makalah kali ini, akan dilakukan identifikasi terkait komponen –
komponen yang terdapat dalam Petroleum System pada Cekungan Kutai.
1.2. Rumusan Masalah
Berikut ini merupakan rumusan masalah dari makalah terkait Petroleum
System, kali ini.
1.2.1. Apa saja komponen – komponen yang terdapat dalam suatu Petroleum
System.
1.2.2. Bagaimana komponen Petroleum System yang terdapat pada Cekungan
Kutai.

1.3. Tujuan Makalah


Berikut ini merupakan tujuan dari makalah pembuatan makalah terkait
Petroleum System, kali ini.
1.3.1. Untuk mengetahu apa saja komponen – komponen yang terdapat
dalam suatu Petroleum System.
1.3.2. Untuk mengetahui komponen – komponen Petroleum System yang
terdapat pada Cekungan Kutai.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Petroleum System


Petroleum system merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam
upaya mencari dan menemukan minyak dan gas, atau yang dikenal dengan
eksplorasi. Konsep ini terdiri dari dua bagian yaitu elemen yang berbeda dan
proses geologi. Adanya sistem ini dapat membantu engineer dalam mengetahui
kondisi formasi batuan yang biasanya didalamnya terdapat minyak dan gas,
serta dapat mengetahui syarat apa saja yang wajib ada yang dapat membuat
minyak terakumulasi. Secara sederhana sistem ini dapat memberitahu kita
bagaimana proses pembentukan serta persebaran hidrokarbon dari source rock
(batuan sumber) hingga sampai ke batuan reservoir (Taruh, 2020).

Gambar 1. Gambar diatas merupakan salah satu contoh dari Petroleum


system
Sumber : https://geologeek.blogspot.com/2011/12/petroleum-
system.html

2.2. Elemen – elemen dalam Petroleum System


Elemen atau komponen dari petroleum system, terbagi menjadi beberapa
bagian yang terdiri dari Source rock (Batuan sumber), Migration (Migrasi atau
perpindahan), Reservoir rock (Batuan reservoir), Trap (Jebakan), dan Cap rock
/ Seal rock (Batuan penutup).
2.2.1. Source rock (Batuan sumber)
Source Rock adalah batuan sedimen yang kaya akan material organik
yang mungkin telah terdeposit dalam berbagai lingkungan termasuk
deep water marine, lacustrine dan delta. Dalam Petroleum geology,
batuan induk mengacu pada batuan dimana hidrokarbon telah atau
mampu dihasilkan. Mereka membentuk salah satu elemen penting dari
sebuah sistem petroleum (Sarip, 2015). Batuan sumber (source rock)
sendiri diklasifikasikan dari jenis kerogennya, dimana berdasarkan
jenis kerogennya ini batuan sumber dibagi menjadi tiga tipe batuan
sumber (Maghfiroh, 2022).
1) Batuan sumber tipe I
Merupakan batuan sumber yang terbentuk dari sisa – sisa algae
atau ganggang, yang terendapkan dalam kondisi anoxic
(Kehabisan oksigen / tanpa kadar oksigen) di dalam danau yang
dalam. Batuan sumber tipe I ini cenderung menghasilkan mentah
berlilin ketika terkena tekanan dan suhu panas selama
pengendapannya.
2) Batuan smuber tipe II
Merupakan batuan sumber yang terbentuk dari sisa – sisa plankton
atau bakteri yang terawetkan dalam kondisi anoxic di lingkungan
pengendapan laut. Batuan sumber ini cenderung menghasilkan
minyak dan gas selama terjadi penekanan dan peningkatan suhu
saat proses penimbunan dan pengendapan.
3) Batuan sumber tipe III
Merupakan batuan sumber yang terbentuk dari sisa – sisa bahan
tanaman terestrial yang telah terdekomposisi oleh bakteri atau
jamur di bawah kondisi anoxic atau suboxic. Batuan sumber ini
cenderung menghasilkan sebagian besar gas dan minyak ringan,
dan sebagian besarnya menghasilkan batubara.
Dalam pembentukannya, batuan sumber dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
1) TOC (Total organic karbon) merupakan banyaknya jumlah dari
karbon organik yang terendapkan dalam batuan tersebut. Semakin
tinggi nilai OC (Organic total) maka akan semakin baik source
rock tersebut dan kemungkinan terbentuknya hidrokarbon akan
semakin tinggi. TOC yang dapat menghasilkan hidrokarbon
adalah di atas 1 % .
2) Kerogen merupakan kualitas dari carbon organic yang
terendapkan dalam Source rock. Komposisi kerogen juga
dipengaruhi proses pematangan thermal (panas). Kerogen
penghasil hidrokarbon ini terbagi menjadi beberapa tipe kerogen,
diantaranya:
a. Kerogen tipe I
- Terbentuk di perairan dangkal
- Berasal dari algae yang bersifat lipid (berupa cairan atau
padatan non – kristal, pada suhu tertentu)
- H/C > 1.5 dan O/C < 0,1
- Menghasikan minyak

b. Kerogen tipe II
- Terbentuk di pada sedimen laut
- Berasal dari algae dan protozoa
- H/C antara 1,2 – 1,5 dan O/C antara 0,1-0,3
- Menghasilkan minyak dan gas
c. Kerogen tipe III
- Terbentuk di daratan
- Berasal dari tumbuhan daratan
- H/C < 1,0 dan O/C > 0,3
- Menghasilkan gas
d. Kerogen tipe IV
- Telah mengalami oksidasi sebelum terendapkan,
sehingga kandungan karbon telah terurai sebelum
terendapkan.
- Tidak menghasilkan hidrokarbon.
3) Maturity atau pematangan adalah proses perubahan zat-zat
organik menjadi hidrokarbon. Proses pematangan di akibatkan
kenaikan suhu di dalam permukaan bumi. Maturity sendiri di bagi
menjadi 3 yaitu antara lain:
- Immature adalah sourcerock yang belum mengalami
perubahan menjadi hidrokarbon.
- Mature adalah source rock yang sedang mengalami
perubahan menjadi hidrokarbon.
- Overmature adalah source rock yang telah mengalami
pematangan menjadi hidrokarbon.

2.2.2. Reservoir rock (Batuan reservoir)


Batuan reservoir atau reservoir rock adalah batuan yang
mengandung minyak dan gas bumi yang terdapat dibawah permukaan.
Batuan resevoir sebagai wadah adalah lapisan batuan yang di isi dan di
jenuhi oleh minyak dan gas bumi, biasanya batuan reservoir berupa
batuan yang berongga atau pun berpori yang terdapat di antara butiran
mineral atau pun di dalam rekahan batuan yang mempunyai porositas
rendah. Setiap batuan dapat bertindak sebagai reservoir asalkan
mempunyai kemampuan untuk menyimpan serta melepaskan minyak
bumi. Dalam hal ini batuan yang menjadi reservoir harus mempunyai
porositas dan permeabilitas yang baik.
Syarat batuan menjadi dapat menjadi reservoir atau
penyimpan minyak, harus memiliki porositas dan permeabilitas.
1) Porositas
Porositas adalah suatu medium perbandingan volume rongga -
rongga pori terhadap volume total seluruh batuan. Porositas dapat
dinyatakan dalam „acre feet‟ yang berarti volume yang dinyatakan
sebagai luas. Porositas mempunyai besaran dan skala visual
pemerian porositas. Besaran porositas dapat berkisar berkisar
antara 5 sampai 40 %, namun dalam prakteknya porositas
biasanya berkisar hanya 10 sampai 20 % saja. Porositas 5 %
biasanya disebut porositas tipis (marginal porosity) dan bersifat
non komersil. Besaran porositas dapat ditentukan dengan berbagai
cara yaitu : log listrik, log sonic dan log radioaktif.

Gambar 2. Persentase (%) nilai porositas pada batuan


Sumber : https://www.academia.edu/40619534/Batuan_Reservoir

Rongga pori atau porositas pada batuan sendiri, terbagi menjadi


dua jenis, berdasarkan proses terbentuk nya pori tersebut.
- Pori primer
Merupakan pori - pori antar butir batuan yang terjadi pada
waktu batuan itu terbentuk. Jadi pada waktu butiran
diendapkan terjadilah rongga di antara butiran, yang
disebabkan karena adanya perbedaan ukuran butir batuan
yang terendapkan.
- Pori sekuder
Adalah pori batuan yang dibentuk setelah batuan yang
menjadi reservoir terbentuk. Contoh dari pori sekunder ini
adalah rekahan pada batuan yang terbentuk akibat adanya
aktivitas tektonik. (Rabbani, 2022)
2) Permeabilitas adalah suatu sifat batuan reservoir untuk dapat
meluluskan cairan melalui pori - pori yang berhubungan tanpa
merusak partikel batuan tersebut.

2.2.3. Migration (Migrasi atau perpindahan)


Migrasi adalah Pergerakan hidrokarbon dari sumber mereka ke batuan
reservoir. Pergerakan hidrokarbon baru yang dihasilkan keluar dari
batuan induk mereka adalah migrasi utama, disebut juga expulsion
(Sarip, 2015). Migrasi atau perpindahan hidrokarbon sendiri terbagi
menjadi tiga jenis migrasi, antara lain (PetroWiki, 2016).
1) Migrasi Primer
Merupakan proses perpindahan minyak bumi, dimana hidrokarbon
dipindahkan dari batuan induk ke lapisan pembawa yang
berdekatan dengan source rock.
2) Migrasi Sekunder
Adalah pergerakan hidrokarbon, disepanjang area lapisan
pembawa, dari source rock ke perangkap. Migrasi ini terjadi pada
satu atau lebih fase perpindahan karbonat yang terpisah (gas atau
cairan tergantung pada kondisi tekanan dan suhu).
3) Migrasi tersier
Merupakan migrasi yang terjadi ketika minyak bumi berpindah
dari satu jebakan ke jebakaan lainnya melalui rembesan.
Migrasi atau perpindahan dari hidrokarbon, dipengaruhi oleh tiga
faktor utama (Sarip, 2015), yaitu.
1) Adanya bahan organik yang cukup kaya untuk menghasilkan
hidrokarbon, suhu yang memadai, dan waktu yang cukup untuk
membawa batuan hingga matang.
2) Tekanan dan adanya bakteri serta katalis juga mempengaruhi
generasi.
3) Generasi merupakan fase kritis dalam pengembangan sistem
petroleum.

2.2.4. Trap (Perangkap)


Trap merupakan batuan yang impermeable, tempat
terkumpulnya minyak bumi yang berupa perangkap dan mempunyai
bentuk konkav ke bawah sehingga minyak dan gas bumi dapat terjebak
di dalamnya. Sebetulnya perangkap adalah bentuk lapisan penyekat.
Lapisan penyekat itu dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak
dapat bermigrasi kemana-mana lagi. Bentuk ini akan menahan tetes-
tetes minyak dalam perjalanannya sepanjang garis – garis gaya.
Perangkap minyak bumi ini sendiri terbagi menjadi Perangkap
Stratigrafi, Perangkap Struktural, Perangkap Kombinasi Stratigrafi-
Struktur dan perangkap hidrodinamik.
1) Perangkap Struktural
Perangkap struktural merupakan tipe jebakan yang banyak
dipengaruhi oleh kejadian deformasi perlapisan dengan
terbentuknya struktur lipatan dan patahan yang merupakan
respon dari kejadian tektonik, dan merupakan perangkap yang
paling asli dan perangkap yang paling penting. Pada bagian ini
berbagai unsur perangkap membentuk lapisan penyekat dan
lapisan reservoar sehingga dapat menangkap minyak, hal ini
disebabkan oleh gejala tektonik atau struktur seperti pelipatan
dan patahan.
a. Perangkap patahan
ada Perangkap patahan merupakan patahan yang terhenti
pada lapisan batuan. Perangkap ini terjadi pada sebuah
formasi batuan yang bagian patahannya bergerak,
kemudian gerakan pada formasi ini berhenti dan pada saat
yang bersamaan minyak bumi mengalami migrasi dan
terperangkap pada daerah patahan tersebut, lalu sering kali
pada formasi yang impermeabel yang ada pada satu sisinya
berhadapan dengan pergerakan patahan yang bersifat
sarang dan formasi yang permeabel pada sisi yang lain.
Kemudian, minyak bumi bermigrasi pada formasi yang
sarang dan permeabel. Minyak dan gas disini sudah
terperangkap karena lapisan tidak dapat ditembus pada
daerah perangkap patahan ini.

Gambar 3. Jebakan patahan pada jebakan struktural


Sumber : www.blueridgegroup.com dalam Maghfiroh, 2022
b. Perangkap Antiklin
Jebakan struktural selanjutnya yaitu jebakan antiklin,
jebakan yang antiklinnya melipat ke atas pada lapisan
batuan, yang memiliki bentuk menyerupai kubah pada
bangunan. Minyak dan gas bumi bermigrasi pada lipatan
yang sarang dan pada lapisan yang permeabel, serta naik
pada puncak lipatan. Disini, minyak dan gas sudah terjebak
karena lapisan yang diatasnya merupakan batuan
impermeable.

Gambar 4. Jebakan antiklin pada jebakan struktural


Sumber : www.blueridgegroup.com dalam Maghfiroh, 2022
2) Perangkap Stratigrafi
Jenis perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan
secara vertikal dan lateral, perubahan facies batuan dan
ketidakselarasan serta variasi lateral dalam litologi pada suatu
lapisan reservoar dalam perpindahan minyak bumi. Prinsip
dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan gas bumi
terperangkap dalam perjalanan ke atas kemudian terhalang dari
segala arah terutama dari bagian atas dan pinggir, hal ini
dikarenakan batuan reservoar telah menghilang atau berubah
fasies menjadi batu lain sehingga merupakan penghalang
permeabilitas.

Gambar 4. Jebakan stratigrafi, (A) Reef, (B) Pinch out (C) Channel fill
sandstone trap, (D) Shallow marine sandstone bar, (E) Subunconformity trap, (F)
Onlap trap
Sumber : www.petroleumseismology.com dalam Maghfiroh, 2022
3) Perangkap Kombinasi
Adalah perangkap kombinasi antara perangkap struktural dan
stratigrafi. Dimana pada perangkap jenis ini stratigrafi batuan
dan struktur geologi yang berkembang di dalamnya merupakan
faktor bersama dalam membatasi bergeraknya atau menjebak
minyak bumi. Pada jenis perangkap ini, terdapat lebih dari satu
jenis perangkap yang membentuk reservoar. Sebagai contohnya
antiklin patahan, terbentuk ketika patahan memotong tegak
lurus pada antiklin. Dan, pada perangkap ini kedua
perangkapnya tidak saling mengendalikan perangkap itu
sendiri.

Gambar 5. Jebakan Kombinasi


Sumber : www.petroleumseismology.com dalam Maghfiroh, 2022

2.2.5. Seal Rock (Batuan penutup)


Batuan penutup adalah suatu lapisan yang tidak permeabel atau
lulus minyak, yang menutup bagian atas batuan reservoir serta
menahan aliran minyak dan gas bumi untuk tidak keluar dari reservoir.
Batuan yang dapat menjadi penutup ini biasanya merupakan batuan
dengan besaran porositas yang sangat kecil dan permeabilitas yang
buruk.

Gambar 5. Contoh seal rock pada Petroleum sistem


Sumber : https://www.geologyin.com/2014/08/petroleum-system.html?m=1

2.3. Fisiografi Cekungan Kutai


Cekungan Kutai memiliki luas sekitar 43.680 km2 . Cekungan ini
merupakan salah satu cekungan tersier terbesar dan terdalam di Indonesia.
Cekungan ini termasuk dalam klasifikasi Paleogene Continental Fracture-
Neogene Passive Margin. Secara geografis, cekungan Kutai terletak
dibagian timur Pulau Kalimantan pada koordinat 103o LU - 2o LS, dan 113o
- 118o BT (Gambar 6). Batuan dasar dari Cekungan Kutai tersusun oleh
kerak kontinen yang diinterpretasikan sebagai bagian dari Kraton Sunda dan
akresi dari lempeng mikro. Adang Flexure dengan arah umum baratlaut –
tenggara (batas patahan Paternosfer) membatasi bagian selatan dari
cekungan ini dengan Cekungan Barito. Di utara, arah utarabaratlaut Busur
Mangkalihat memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan Tarakan.
Cekungan Kutai berdampingan dengan Cekungan Lariang di bagian timur
dan Tinggian Kuching di sebelah baratnya.
Cekungan Kutai merupakan cekungan hidrokarbon terbesar kedua
di Indonesia saat ini. Cekungan Kutai mengandung cadangan minyak
sebesar 2,47 MMBO dan 28,1 TCF gas. Merupakan cekungan Tersier yang
berlokasi di Propinsi Kalimantan Timur, memanjang ke arah timur menuju
lepas pantai Selat Makassar. Cekungan Kutai memiliki tebal sedimen antara
1.500-12.000 m, dengan kedalaman cekungan antara 0-14.000 m (Gambar 7,
Gambar 8 dan Gambar 9). Sebagian besar wilayah Cekungan Kutai
menempati wilayah daratan dengan sebagian kecil menempati wilayah
perairan Selat Makasar.

Gambar 6. Peta indeks Cekungan Kutai


Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai
Gambar 7. Peta konfigurasi atuan dasar Cekungan Kutai (Modifikasi dari Wilson
dan Moss, 1999)
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

Gambar 8. Peta ketebalan sedimen dan distribusi sumur di Cekungan Kutai


Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai
Gambar 9. Penampang seismic regional Cekungan Kutai (Dimodifikasi dari
pertamina BEICIP, 1992)
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

2.4. Sejarah Eksplorasi


Sejarah eksplorasi di Cekungan Kutai dimulai dengan kegiatan
pemboran yang dilakukan di dekat rembesan minyak pada komplek
Antiklinorium Samarinda. Minyak pertama kali ditemukan pada kedalaman
46 m pada sumur Louise-1 di dekat Sanga-Sanga pada tahun 1897.
Lapangan Balikpapan (atau Klandasan) diketemukan pada 1898 dengan
kedalaman minyak pada 180 m. Lapangan Sambodja yang terletak di antara
Lapangan Louise dan Balikpapan diketemukan pada 1923. Sedangkan
Lapangan Sangatta diketemukan sebagai hasil dari survei gaya berat yang
dilakukan oleh BPM pada tahun 1939.
PSC (Production Sharing Contract) pertama dilakukan pada akhir
tahun 1960-an, pada saat itu perusahaan-perusahaan PSC giat melakukan
survei geofisika yang dengan sukses menemukan beberapa lapangan minyak
dan gas raksasa di Cekungan Kutai, baik di darat maupun di lepas pantai.
Lapangan Attaka merupakan lapangan pertama yang diketemukan oleh
perusahaan PSC yakni UNOCAL dan Inpex pada tahun 1970 berdasarkan
pemetaan struktur bawah permukaan yang diidentifikasi dari data seismik.
UNOCAL secara intensif melakukan survei di Lapangan Kerindingan dan
Melahin pada tahun 1972, Lapangan Sepinggan (1975), dan Lapangan Yakin
pada 1976.
Pada saat ini survei dilakukan dengan pemboran yang ditentukan
berdasarkan data seismik 3D. Survey mutakhir ini telah menemukan
beberapa lapangan baru di Cekungan Kutai antara lain Lapangan Serang
1973 dan Lapangan Santan (1971). Roy Huffington Co menemukan
Lapangan Badak (1973), Nilam (1974), Semberah Utara (1974), Wailawi
(1975), Pamuguan (1975), dan Lapangan Mutiara (1981). TOTAL pertama
kali terlibat di cekungan Kutai sebagai rekanan dari JAPEX. Dua perusahaan
ini menemukan Lapangan Bekapai (1972), Tunu (1973), dan lapangan
raksasa Handil dan Tambora pada tahun 1974. Hingga kini TOTAL masih
bekerja di Lapangan Sisi, Nubi, dan Peciko. Peciko pertama kali di bor pada
tahun 1982 dan diaktifasi kembali pada 1991.

2.5. Geologi Regional


2.5.1. Tektonik dan Struktur Geologi
Dalam tatanan tektonik, Cekungan Kutai terbentuk sebagai
bagian dari bagian tenggara dari Kraton Sunda yang dipengaruhi oleh
tiga lempeng utama yakni Eurasia, India-Australia, dan Pasifik.
Struktur batuan dasar dari Cekungan Kutai merupakan produk
tektonik Mesozoik Akhir hingga Tersier Awal.
Pada kala Paleosen hingga Eosen Awal pada wilayah ini
terjadi pengangkatan dan juga erosi dari Paparan Sunda. Aktivitas
tektonik ini berlanjut dengan peregangan dan penipisan kerak pada
tepian benua dan pemekaran lantai samudra di Laut Sulawesi.
Episode ini membentuk terban - terban rift terisi sedimen sungai dan
danau, pensesaran bongkah pada tepi bukaan, serta intrusi gunungapi
pada bagian tengah bukaan. Elemen tektonik ini memisahkan bagian
barat Sulawesi dari bagian timur Kalimantan. Sementara itu,
pemekaran lantai samudra di Laut Sulawesi meluas ke Selat Makasar
pada kala Oligosen Tengah. Setelah tektonik ekstensi di sepanjang
Selat Makasar, terbentuk rendahan pada Cekungan Kutai. Proses
penurunan suhu (thermal) pada tepi benua dan poros cekungan
tersebut juga berakibat pada pengendapan “post-rift-sag”. Pada saat
ini, terjadi suatu transgresi besar yang menghasilkan lautan luas
epikontinental, pertumbuhan karbonat pada paparan dan juga
pengendapan suspensif dan “massflow” pada rendahan cekungan.
Pada awal Miosen Tengah tektonik kompresif bekerja pada
tepian Paparan Sunda yang mengakibatkan karbonat paparan dan
endapan delta pada tepian rendahan Makasar terlipat kuat serta
terangkat dengan topografi tinggian membentuk antiklinorium
Samarinda, sementara itu di kawasan Mahakam dan paparan di
selatan telah mengalami perubahan oleh sedimentasi klastik
progradatif. Antiklinorium Samarinda selanjutnya menjadi suatu
daerah sumber pasir kuarsa bagi tahap regresi berikutnya. Demikian
juga, Kalimantan Tengah menjadi sumber klastik kasar mengisi lepas
pantai Cekungan Kutai dan rendahan Selar Makasar. Sejak kala
Neogen pusat pengendapannya bergeser kearah lepas pantai. Pada
kala Pliosen terjadi penurunan pada bagian utara dasar cekungan dan
berlanjut menjadi suatu lereng paparan regresif. Sementara itu,
Sulawesi Barat menjadi sumber klastik pengisi Selat Makasar.
BAB III
PENUTUP

Gambar 10. Elemen struktur regional Cekungan Kutai (Van de Weerd dan
Armin, 1992).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

Evolusi tektonik di cekungan Kutai menurut Asikin (1995) dalam


laporan internal VICO Indonesia terdiri dari 8 kejadian utama, antara
lain:
1) Berpisahnya lempeng Australia dari Antartika pada masa Jurasik
hingga Kapur Awal, yang memulai pergerakan dari lempeng
India-Australia menuju ke Utara Dalam waktu ini, Cekungan
Kutai masih bagian dari Lempeng Kontinen Eurasia yang
dipisahkan dari Gondwana oleh lautan Tethys.
Gambar 11. Rekonstruksi pergerakan lempeng pada Kapur Akhir (80-60 jt),
memperlihatkan tahap pertama dari membukanya Laut Cina Selatan yang
memisahkan Kalimantan dari Daratan Cina (Asikin dkk., 1995).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

2) Terbukanya Laut Cina Selatan selama Kapur Akhir untuk


pertama kali yang diikuti oleh pemekaran samudra
(spreading) yang terjadi pada masa Eosen Tengah,. Dalam
kurun waktu ini, Kalimantan berada di sebelah Pulau Hainan
yang terpisah dari daratan Cina dan berkembang ke arah
selatan yang mengakibatkan terbentuknya cekungan Pre-Laut
Cina Selatan. Bagian batas timur dari Kalimantan
mencerminkan seri dari suatu seri struktur regangan dengan
arah strike utama NE. Kejadian rift pertama ini
mengakibatkan pembentukan intra-cratonic graben di daratan
Cina dan Kalimantan sepanjang patahan ekstensi yang
berarah NE-SW. Rifting ini kemungkinan berkaitan dengan
tahap awal dari ekstrusi daratan Sunda (Tapponier, 1986).
3) Subduksi dari kerak samudra India-Australia terhadap kerak
kontinen Sunda yang membentuk kompleks subduksi Meratus
pada Kapur akhir hingga Paleosen Awal. Pada masa ini,
punggungan Kutai yang terletak di bagian barat dari danau
Kutai kemungkinan terbentuk sebagai kelanjutan dari
pembentukan zona subduksi Meratus. Cekungan Kutai atas
(Upper Kutai Basin), yang terletak di bagian Barat dari
punggungan Kutai terbentuk sebagai bagian dari fore arc
basin dan busur magmatik. Sebagai konsekuensinya
Cekungan Kutai bawah (Lower Kutai Basin) masih berperan
sebagai cekungan samudra tanpa pengendapan sedimen yang
signifikan pada masa ini. Mendekati akhir dari kejadian ini,
fragmen kontinen dari Gondwana yang dikenal dengan blok
Kangean-Paternosfer mengalami collision dengan kompleks
subduksi Meratus. Pemotongan ini disebabkan oleh sayatan
dari aktifitas magmatik
4) Subduksi Lupar pada Paleosen Akhir hingga Miosen Tengah.
Subduksi ini merupakan hasil dari kelanjutan proses rifting
pada Laut Cina selatan yang memicu terjadinya proses
pemekaran (Spreading). Pada masa ini, Cekungan Kutai Atas
(Upper Kutai basin) merupakan busur magmatik, dan
Cekungan Kutai Bawah (Lower Kutai basin) merupakan
suatu back arc basin, yang dicerminkan oleh pengendapan
formasi Mangkupa dan formasi Marah/Berium. Cekungan ini
terletak di bagian barat yang terbentuk di bagian atas dari
kerak transisi yang terdiri dari accretional wedge dan busur
magmatik, dimana Cekungan Kutai dilandasi oleh kerak
kontinen sebagai bagian dari kompleks collisional Kangean-
Paternosfer fragmen allochtonous kontinen.
Gambar 12. Rekonstruksi penampang pada Paleosen-Eosen Tengah (60-40 jt). a)
Pada Paleosen, Upper Kutai merupakan suatu cekungan busur depan, dan Lower
Kutai merupakan Oceanic Basin b) Pada Paleosen hingga Eosen Tengah,
Cekungan Kutai berkembang menjadi cekungan busur belakang (Asikin dkk.,
1995).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai
5) Terjadinya collision antara lempeng India dengan Asia pada
Eosen tengah, yang memicu perputaran berlawanan arah
jarum jam dari Kalimantan. Kejadian ini dihasilkan oleh
modifikasi kembali lempeng besar Asia. Pergerakan terjadi
sepanjang struktur patahan strike-slip, (patahan Sungai
Merah, NNE-SSW Vietnam Selatan, Adang dll.), yang
menyatu menjadi sebuah rotasi besar yang berlawanan arah
jarum jam dari Kalimantan dengan lantai samudera Sulawesi
dan membuka serta mekarnya sebagian besar dari laut Cina
Selatan. Pergerakan patahan strike slip en-echelon berasosiasi
dengan displacement besar ke arah selatan dari fragmen Asia
sepanjang patahan Sungai Merah, di lempeng Indo-Cina
hingga zona Lupar di Kalimantan, telah menghasilkan
transtension (wrench) basin di Laut Cina Selatan (Cekungan
Natuna) dan di bagian Kalimantan Tengah dan Barat.

Gambar 13. Rekonstruksi lempeng pada Eosen-Oligosen Awal (40-32 Juta


tahun). Pemekaran Selat Makasar (Asikin dkk., 1995).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

6) Pemekaran di selat Makasar pada masa Eosen tengah hingga


Oligosen akhir. Penekanan ke arah tenggara berhubungan
dengan terjadinya ekstrusi dari fragmen kontinen yang terpicu
oleh terjadinya collision antara lempeng India terhadap Asia.
Hal ini mengakibatkan pembentukan regangan di Selat
Makasar yang mengaktivasi kembali patahan-patahan tua
yakni Adang, Mangkalihat, Baram Barat, dan lain-lain.
Selama masa ini Cekungan Kutai didefinisikan sebagai rift
basin. Pengangkatan dan deformasi regangan sepanjang shear
paralel pada batuan dasar kerak kontinen telah menghasilkan
pemekaran (rifting) tersebut.
7) Tahap kedua membukanya laut Cina Selatan pada masa
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal yang diikuti oleh
collision antara Lempeng Palawan-Red Bank (Miosen Awal)
yang diakhiri oleh proses pemekaran (akhir dari Miosen
Awal), dan mengakhiri terjadinya rotasi dari Kalimantan
(Miosen Tengah), dan terjadinya pengangkatan Tinggian
Kucing.

Gambar 14. Rekonstruksi lempeng pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah (32-16


jt). Tahap kedua membukanya Laut Cina Selatan (Asikin dkk., 1995).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

8) Collision dari kontinen Banggai-Sula terhadap Sulawesi, dan


pada saat yang sama terjadi pengangkatan Pegunungan
Meratus pada Miosen Tengah.
Gambar 15. Rekonstruksi penampang pada: A) Oligosen-Miosen Tengah (32-
16.2 jtl) B) Miosen Tengah-Sekarang (16.2-0 jtl).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

Gambar 16. Rekonstruksi lempeng pada Miosen Tengah-sekarang (Asikin dkk.,


1995).
Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai
2.5.2. Stratigrafi Regional Cekungan Kutai
Litostratigrafi Cekungan Kutai telah ditulis oleh Courtney
dkk (1991) dalam kolom stratigrafi regional Cekungan Kutai
(Gambar 17). Berikut penjelasan litostratigrafi Cekungan Kutai dari
masa Paleogen, Neogen dan Kuarter.

Gambar 17. Kolom Stratigrafi Regional Cekunggan Kutai (Courtney., 1991).


Sumber : https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai

1) Endapan Paleogen
Cekungan Kutai memiliki batuan dasar yang tersusun
atas asosiasi batuan mafik dan sedimen dengan tingkat
metamorfisme yang berbeda. Batuan dasar volkanik yang
dilaporkan tersingkap di Sungai Mahakam merupakan hasil
aktivitas volkanik pada Eosen Awal-Tengah. Batuan ini berbeda
dengan batuan dasar volkanik yang terdapat pada sumur
Gendring-1 yang berumur Kapur Awal.
Batuan sedimen Tersier tertua pada stratigrafi Cekungan
Kutai adalah Formasi Boh, yang terdiri dari batu serpih, lanau,
dan batupasir sangat halus. Batuan-batuan tersebut
mengandung foraminifera planktonik yang berumur Eosen
Tengah. Pada beberapa lokasi, formasi ini berasosiasi dengan
batuan volkaniklastik (daerah Mangkalihat) dan aliran Lava
(ketebalan 1.400 meter). Ketebalan total dari Formasi Boh
diperkirakan sekitar 300 meter, tanpa lapisan lava. Distribusi
dari perlapisan batupasir pada formasi ini tidak diketahui.
Pada batas Eosen Tengah-Akhir, fase regresi ditunjukan
oleh terjadinya pembajian lapisan sedimen klastik yang diikuti
oleh endapan laut berumur Eosen Akhir hingga Oligosen Awal.
Lapisan sedimen klastik ini diberi nama Keham Halo Beds,
suksesi lapisan batuserpih - batulumpur dikenal sebagai Atan
Beds. Di Sungai Muru (Cekungan Kutai bagian selatan) dan
Sungai Atan (bagian barat Kutai Tengah), endapan ini onlap
terhadap batuan dasar dan secara tidak selaras menutupi
Formasi Boh. Ketidakselarasan ini secara progresif menghilang
ke arah bagian dalam dari cekungan, seperti yang terlihat pada
Sumur Kariorang dan Sambang yang berlokasi di bagian utara
dari cekungan.
Keham Halo Beds terdiri dari batupasir dan
konglomerat dengan ketebalan antara 1.400-2.000 meter.
Batupasir pada lapisan ini merupakan suatu batupasir sangat
halus dengan ketebalan 400- 600 meter. Horizon Tufa
ditemukan pada lapisan Keham Halo Beds pada bagian utara
dari Cekungan Kutai. Lapisan ini memiliki potensi yang baik
sebagai reservoar, khususnya pada bagian-bagian dangkal dari
cekungan.

2) Endapan Oligosen Akhir – Miosen Tengah


Pengendapan sedimen pada Oligosen Akhir-Miosen
Tengah terdiri dari sikuen tunggal dan beberapa terdiri dari dua
siklus transgresi dan regresi yang terpisahkan oleh Klinjau
Beds. Marah Beds secara tidak selaras menutupi endapan yang
lebih tua. Ketidakselarasan ini diakibatkan oleh fase tektonik
yang secara intensif mempengaruhi struktur batuan di daerah
dan membentuk keadaan Cekungan Kutai saat ini.
Pengendapan dimulai pada Oligosen Akhir yang ditandai
dengan pengendapan klastik dari Marah Beds yang berubah
secara berangsur menjadi serpih dan batulumpur dari Formasi
Pamaluan, yang diikuti oleh pengendapan batuan karbonat dari
Formasi Bebulu dan pada akhir pengendapannya diendapkan
serpih napal dan batulanau dari Formasi Pulau Balang yang
berumur Miosen Awal-Tengah.
Marah Beds hanya terdapat di bagian barat, dan
mencapai ketebalan maksimum hingga 120 meter. Lapisan ini
terdiri dari konglomerat dan batupasir dan sedikit kandungan
volkaniklastik. Perlapisan batuserpih dan batubara sering hadir
pada lapisan ini. Klastik Marah Beds secara selaras ditutupi
oleh Formasi Pamaluan yang tersusun atas sikuen serpih-
batulanau dengan 36-21 ketebalan mencapai 1000 meter.
Kandungan Foraminifera pada lapisan ini mengindikasikan
zona N3-N5. Formasi Pamaluan berubah secara berangsur
menjadi batugamping dari Formasi Bebulu, yang membentuk
suatu paparan di Cekungan Kutai bagian dalam dengan
ketebalan 100- 200 m. Umur dari formasi ini adalah pada
interval N6-N7. Formasi Bebulu secara selaras tersuksesi oleh
Formasi Pulau Balang yang terdiri dari batulumpur-serpih
dengan perlapisan batugamping dan batupasir dengan ketebalan
berkisar 1.500 meter. Foraminifera planktonik pada lapisan ini
mengindikasikan zona N8-N9.

3) Endapan Miosen Tengah – Miosen Akhir


Kelompok batuan pada umur ini pada umumnya
tersusun sangat kompleks dan masih membingungkan. Dalam
stratigrafi regional, kelompok batuan ini dinamai Grup
Balikpapan (Marks dkk., 1982). Bagian bawah dari kelompok
batuan ini tersusun atas batuan klastik Formasi Mentawir dan
dapat dibedakan dari bagian atasnya yang tersusun atas serpih-
karbonat Formasi Mentawir. Batupasir Formasi Mentawir
memiliki ciri litologi masif, berbutir halus-sedang, berlapis
dengan serpih, lanau, dan batubara. Ketebalan unit batuan ini
kurang lebih 450 meter, Secara selaras Grup Balikpapan ini
ditutupi oleh Formasi Klandasan, yang tersusun atas serpih,
napal dan karbonat. Ke arah barat, Formasi Klandasan semakin
intensif tererosi. Batupasir basal dengan ketebalan 1000 meter
berubah secara berangsur menjadi lanau dan serpih. Formasi
Klandasan dengan interval karbonat dikenal dengan Formasi
Meruat, yang berangsur ke arah basinward menjadi napal.
Formasi Sepinggan menutupi Formasi Klandasan secara
selaras. Formasi Sepinggan disusun oleh sikuen serpih-
batulumpur dengan ketebalan kurang lebih 1.000 meter. Di
bagian barat laut dari Cekungan Kutai, unit sikuen
pengendapan ini menyatu menjadi sikuen serpih-napal (Birah-
1) yang membentuk unit batuan Bongas Beds. Di daerah
Runtu-Agar dan Sangatta, interkalasi batupasir sangat halus
dan batubara mencirikan endapan delta bagian distal dari
bagian timur kompleks delta prograding yang menyatu dengan
klastik anggota Grup Balikpapan. Sikuen ini dikenal dengan
Formasi Sangatta (batubaraan) dengan ketebalan mencapai
2.200 meter. Pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, siklus
sedimentasi ditutup oleh regresi pada Miosen Akhir, yang
diindikasikan oleh pembajian klastik yang membentuk bagian
dari Formasi Kampung Baru.

4) Endapan Pliosen dan Kuarter


Formasi Kampung Baru dapat dikenali dengan baik
pada area tepi pantai di daerah tenggara dari Cekungan Kutai
(daerah Balikpapan), yang secara tidak selaras menutupi
Formasi Balikpapan. Formasi ini tersusun atas batupasir,
batulanau dan serpih yang kaya akan batubara. Klastik yang
lebih kasar umumnya lebih banyak terdapat pada bagian bawah
dari formasi ini dengan ketebalan 30-120 meter. Batupasir ini
membaji ke arah timur menjadi unit serpih seluruhnya. Unit
klastik pada bagian atas lapisan ini merupakan sebuah bukti
transgresi pada pliosen awal. Ke arah basinward unit ini
bergradasi menjadi fasies karbonat (Batugamping Sepinggan).
2.6. Komponen Petroleum System Cekungan Kutai
Sistem Petroleum di Cekungan Kutai ini didokumentasikan dengan
baik oleh Duval, dkk (1992). Dalam publikasinya, batuan induk di Cekungan
Kutai merupakan batubara yang telah matang dan batu serpih yang kaya akan
bahan organik di daerah kitchen, yang dibatasi oleh nilai Ro 0,6% di bagian
atas dan zona bertekanan tinggi (overpressured zone) di bagian bawahnya.
2.6.1. Source rock (Batuan Sumber)
Analisis batuan induk yang dilakukan oleh Oudin dan
Picard (1982) serta Burus dkk (1992) di daerah Mahakam
menyimpulkan bahwa batuan induk yang membentuk hidrokarbon
di daerah itu berjenis ”humic”. Serpih yang berasosiasi dengan
Batubara yang terendapkan diantara endapan paparan pantai yang
merupakan anggota dari formasi Balikpapan dan Kampung Baru,
kaya akan kandungan bahan organik. Batuan ini memiliki kerogen
yang melimpah yang berasal dari endapan darat yang banyak
mengandung sisa tumbuhan. Analisis hidrokarbon di Cekungan
Kutai menunjukan bahwa minyak yang berasal dari batuan induk ini
mencapai tingkat kematangan sedang-akhir.
Kandungan TOC pada batuan induk ini bervariasi dan
dipengaruhi oleh struktur dan elemen sikuen (Burrus dkk., 1992).
Di bagian dasar dari sikuen dengan jenis endapan laut dan pro delta,
nilai TOC rata - rata nya adalah 1%. Batupasir endapan delta
anggota batuan induk tidak memiliki kerogen, dan serpih yang
berseling dengan batupasir ini memiliki TOC 2,5 - 8%. Pada bagian
atas dari sikuen ini lapisan batubara dengan ketebalan 0,1 - 5 meter
memiliki TOC di atas 80%.
2.6.2. Maturity (Kematangan)
Tingkat kematangan batuan induk yang berumur Miosen
awal sangat tinggi dengan nilai Ro lebih dari 0,4%. Hal ini dapat
dikenali dari peta kematangan permukaan dan data sumur.

2.6.3. Reservoir Rock (Batuan reservoir)


Batuan reservoir utama yang berumur Miosen Akhir-
Pliosen pada umunya merupakan batupasir yang berasal dari
endapan paparan delta, delta front, prodelta/marine, dan fasies
prograding lowstand. Pada arah struktur Badak-Nilam-Handil,
objektif reservoirnya merupakan endapan bar dan endapan sungai
yang berumur Miosen Tengah-Akhir.
Reservoir ini merupakan anggota dari Grup Balikpapan
dan juga Formasi Kampung Baru (Miosen Akhir-Pliosen).
Batupasir ini hadir dalam lapisan yang multilayer, dengan ketebalan
0,5 - 30 meter, porositas rata-rata 14 - 19%, permeabilitas rata-rata
1 – 3.000 md dan kumulatif ketebalan netpay antara 200-300 meter.
Pada formasi Kampung Baru, batupasirnya merupakan endapan
delta front dengan porositas rata-rata 25 - 30% dan permeabilitas
rata-rata 2 - 300 m/d.
Pada tren struktur Attaka-Tunu-Bakapai, reservoir
utamanya berumur Miosen Akhir-Pliosen dari formasi Kampung
Baru. Fasies batupasir dari reservoir ini bervariasi, dari endapan
upper tidal delta hingga marine delta front. Porositas rata-rata dari
reservoir ini adalah 16 - 30%. Pada bagian bawah dari lapisan
reservoir ini, fasies pro delta hadir dengan kualitas batupasir yang
buruk. Pada tren struktur Sisi-Nubi-Dian, fasies prograding
lowstand dariperlapisan batupasir yang berumur Miosen Akhir-
Pliosen dari Formasi Kampung Baru dan batuan karbonat berumur
Pliosen menjadi reservoir yang paling potensial.
Batuan reservoir utama penghasil hidrokarbon berupa
batupasir endapan delta yang berumur Miosen Awal – Miosen
Tengah dari Formasi Pamaluan, Pulubalang, dan Balikpapan dengan
porositas berkisar 15% - 30%.
Di daerah Tanjung, batuan sedimen dari Formasi Tanjung
bagian bawah menjadi batuan reservoir dengan kualitas baik-sangat
baik. Di daerah Mamahak, batuan reservoir merupakan batupasir
dan konglomerat dari Formasi Kehamhaloq. Di daerah Teweh,
batuan reservoirnya merupakan batuan karbonat Oligosen yang
terisolasi.

2.6.4. Trap (Perangkap)


Tingkat Perangkap yang paling berperan dalam akumulasi
hidrokarbon di Cekungan Kutai merupakan perangkap struktural
dengan tipe closure empat arah, seperti yang ditemukan di
Lapangan Badak, Handil, Bekapai, dan Attaka. Selain itu,
perangkap stratigrafi pula menjadi perangkap yang paling penting
pada saat ini, namun lebih sulit diidentifikasi keberadaannya bila
dibandingkan dengan perangkap struktur.
Kombinasi dari perangkap struktur dan stratigrafi lebih
umum ditemukan pada lapangan-lapangan di Cekungan Kutai.
Perangkap hidrodinamik juga berperan dalam akumulasi
hidrokarbon di Cekungan Kutai. Perangkap hidrodinamik ini
terutama berhubungan dengan aliran hidrodinamik dari air meteorik
dan tekanan yang tinggi pada aliran tersebut.
Perangkap hidrokarbon yang berkembang berupa
perangkap struktur berupa perangkap lipatan dan perangkap sesar
inversi, maupun kombinasi antara lipatan dan sesar naik, disamping
itu beberapa perangkap stratigrafi umum dijumpai pada kawasan ini
berupa pembajian dari lensa-lensa batupasir. batuan induk yang
berumur Miosen awal sangat tinggi dengan nilai Ro lebih dari
0,4%. Hal ini dapat dikenali dari peta kematangan permukaan dan
data sumur.

2.6.5. Seal Rock (Batuan penyekat)


Batuan tudung yang berkembang dikawasan Cekungan
Kutai berasal dari serpih. Grup Balikpapan dan Formasi Kampung
Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai batuan tudung.
Serpih ini berinterkalasi dengan batupasir yang membentuk cebakan
hidrokarbon. Dalam konteks stratigrafi sikuen, maximum flooding
surface merupakan lapisan tudung yang efektif, karena
mengandung banyak serpih. Patahan dapat pula berperan sebagai
tudung yang sangat efektif di beberapa lapangan minyak di
Cekungan Kutai.

2.6.6. Migration (Migrasi / Perpindahan)


Migrasi primer yang merupakan ekspulsi dari hidrokarbon
dari batuan induk yang telah matang dapat diperhitungkan dari
beberapa metoda pendekatan, seperti indeks plot silang kematangan
– produksi dan pemodelan kinetik. Dengan menggunakan plot
silang Ro - OPI, secara semu dapat terlihat bahwa hidrokarbon
terekspulsi pada Ro=0.7%. Pada Ro 1.2%, semua cairan dari
hidrokarbon akan terkonversi menjadi gas dan memicu migrasi
sekunder. Model Kinetik menunjukan bahwa efisiensi ekspulsi dari
batuan induk yang berumur Miosen berkisar antara 25% - 40%.
Migrasi sekunder dari batuan induk menuju reservoir
kebanyakan dipengaruhi oleh strukturisasi yang intensif pada area
tersebut. Mekanisme yang dominan yakni migrasi vertikal
sepanjang sistem patahan. Pada beberapa area, ditemukan migrasi
lateral. Rembesan minyak dan gas ditemukan sepanjang Zona
Patahan Saka Kanan-Loa Haur-Separi.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berikut ini merupakan kesimpulan dari pembuatan makalah Petroleum
System dan komponen – komponen Petroleum System pada Cekungan Kutai.
3.1.1. Petroleum system merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam
upaya mencari dan menemukan minyak dan gas, atau yang dikenal
dengan eksplorasi. Konsep ini terdiri dari dua bagian yaitu elemen
yang berbeda dan proses geologi. Adanya sistem ini dapat membantu
engineer dalam mengetahui kondisi formasi batuan yang biasanya
didalamnya terdapat minyak dan gas, serta dapat mengetahui syarat
apa saja yang wajib ada yang dapat membuat minyak terakumulasi.
3.1.2. Elemen – elemen petroleum system
- Source Rock adalah batuan sedimen yang kaya akan material
organik yang mungkin telah terdeposit dalam berbagai lingkungan
termasuk deep water marine, lacustrine dan delta. Dalam
Petroleum geology, batuan induk mengacu pada batuan dimana
hidrokarbon telah atau mampu dihasilkan.
- Batuan reservoir atau reservoir rock adalah batuan yang
mengandung minyak dan gas bumi yang terdapat dibawah
permukaan. Batuan resevoir sebagai wadah adalah lapisan batuan
yang di isi dan di jenuhi oleh minyak dan gas bumi, biasanya
batuan reservoir berupa batuan yang berongga atau pun berpori
yang terdapat di antara butiran mineral atau pun di dalam rekahan
batuan yang mempunyai porositas rendah.
- Migrasi adalah Pergerakan hidrokarbon dari sumber mereka ke
batuan reservoir. Pergerakan hidrokarbon baru yang dihasilkan
keluar dari batuan induk mereka adalah migrasi utama, disebut
juga expulsion (Sarip, 2015).
- Trap merupakan batuan yang impermeable, tempat terkumpulnya
minyak bumi yang berupa perangkap dan mempunyai bentuk
konkav ke bawah sehingga minyak dan gas bumi dapat terjebak di
dalamnya. Sebetulnya perangkap adalah bentuk lapisan penyekat.
Lapisan penyekat itu dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak
tidak dapat bermigrasi kemana-mana lagi.
- Batuan penutup (Seal rock) adalah suatu lapisan yang tidak
permeabel atau lulus minyak, yang menutup bagian atas batuan
reservoir serta menahan aliran minyak dan gas bumi untuk tidak
keluar dari reservoir. Batuan yang dapat menjadi penutup ini
biasanya merupakan batuan dengan besaran porositas yang sangat
kecil dan permeabilitas yang buruk.
3.1.3. Komponen Petroleum system pada Cekungan Kutai
- Source rock
Analisis batuan induk yang dilakukan oleh Oudin dan Picard
(1982) serta Burus dkk (1992) di daerah Mahakam menyimpulkan
bahwa batuan induk yang membentuk hidrokarbon di daerah itu
berjenis ”humic”. Serpih yang berasosiasi dengan Batubara yang
terendapkan diantara endapan paparan pantai yang merupakan
anggota dari formasi Balikpapan dan Kampung Baru, kaya akan
kandungan bahan organik. Batuan ini memiliki kerogen yang
melimpah yang berasal dari endapan darat yang banyak
mengandung sisa tumbuhan. Analisis hidrokarbon di Cekungan
Kutai menunjukan bahwa minyak yang berasal dari batuan induk
ini mencapai tingkat kematangan sedang-akhir.
- Maturity
Tingkat kematangan batuan induk yang berumur Miosen awal
sangat tinggi dengan nilai Ro lebih dari 0,4%. Hal ini dapat
dikenali dari peta kematangan permukaan dan data sumur.
- Reservoir rock
Batuan reservoir utama yang berumur Miosen Akhir-Pliosen pada
umunya merupakan batupasir yang berasal dari endapan paparan
delta, delta front, prodelta/marine, dan fasies prograding
lowstand. Pada arah struktur Badak-Nilam-Handil, objektif
reservoirnya merupakan endapan bar dan endapan sungai yang
berumur Miosen Tengah-Akhir. Reservoir ini merupakan anggota
dari Grup Balikpapan dan juga Formasi Kampung Baru (Miosen
Akhir-Pliosen). Batupasir ini hadir dalam lapisan yang multilayer,
dengan ketebalan 0,5 - 30 meter, porositas rata-rata 14 - 19%,
permeabilitas rata-rata 1 – 3.000 md dan kumulatif ketebalan
netpay antara 200-300 meter. Pada formasi Kampung Baru,
batupasirnya merupakan endapan delta front dengan porositas
rata-rata 25 - 30% dan permeabilitas rata-rata 2 - 300 m/d.
- Trap
Tingkat Perangkap yang paling berperan dalam akumulasi
hidrokarbon di Cekungan Kutai merupakan perangkap struktural
dengan tipe closure empat arah, seperti yang ditemukan di
Lapangan Badak, Handil, Bekapai, dan Attaka. Selain itu,
perangkap stratigrafi pula menjadi perangkap yang paling penting
pada saat ini, namun lebih sulit diidentifikasi keberadaannya bila
dibandingkan dengan perangkap struktur.
- Seal Rock
Batuan tudung yang berkembang dikawasan Cekungan Kutai
berasal dari serpih. Grup Balikpapan dan Formasi Kampung Baru
memiliki serpih yang sangat potensial sebagai batuan tudung.
Serpih ini berinterkalasi dengan batupasir yang membentuk
cebakan hidrokarbon.
3.1.3.1.1.1.1. Migration
Migrasi primer yang merupakan ekspulsi dari hidrokarbon dari
batuan induk yang telah matang dapat diperhitungkan dari
beberapa metoda pendekatan, seperti indeks plot silang
kematangan – produksi dan pemodelan kinetik. Sedangkan
Migrasi sekunder dari batuan induk menuju reservoir kebanyakan
dipengaruhi oleh strukturisasi yang intensif pada area tersebut.
Mekanisme yang dominan yakni migrasi vertikal sepanjang sistem
patahan.

3.2. Saran
Saran saya, agar dalam pembuatan makalah agar lebih memperbanyak
referensi, dalam pembuatan laporan sehingga kajian – kajian ilmiah tentang
topic yang akan dibahas lebih rinci dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Eka, T. (2023, Maret 31). Basic petroleum system (elemen dasar petroleum system).
Retrieved April 07, 2023, from www.tedieka.com:
https://www.tedieka.com/basic-petroleum-system/
Fernaldy, J. (2020, Februari 12). LAPORAN PETROLEUM SYSTEM. Retrieved April
07, 2023, from www.scribd.com:
https://www.scribd.com/document/446686042/LAPORAN-PETROLEUM-
SYSTEM
Maghfiroh, L. (2022, Maret 20). Batuan Sumber (Source Rock) dan Jebakan (Trap).
Retrieved April 07, 2023, from www.academia.edu:
https://www.academia.edu/28738857/Batuan_Sumber_Source_Rock_dan_Jeb
akan_Trap_
PetroWiki. (2016, Maret 22). Migrasi Hidrokarbon. Retrieved April 07, 2023, from
petrowiki.spe.org: https://petrowiki.spe.org/Hydrocarbon_migration
Rabbani, A. (2022, Februari 26). Porositas Batuan :Pengertian, Faktor yang
Mempengaruhi, Porsitas Primer dan Sekunder. Retrieved April 07, 2023,
from www.sosial79.com: https://www.sosial79.com/2022/01/porositas-
batuan-pengertian-faktor-
yang.html#:~:text=Porositas%20primer%20merupakan%20jumlah%20ruang
%20kosong%20yang%20terbentuk,terbentuk%20akibat%20solusi%20batuan
%20karbonat%20pada%20susunan%20karst.
Risal, E. (2022, Januari 02). Batuan Reservoir. Retrieved April 07, 2023, from
www.academia.edu: https://www.academia.edu/40619534/Batuan_Reservoir
Sarip, T. (2015, Desemmber 26). Petroleum System . Retrieved April 07, 2023, from
petroleum-learning.blogspot.com: https://petroleum-
learning.blogspot.com/2015/12/pengertian-petroleum-system-petroleum.html
Taruh, P. (2020, Februari 27). Petroleum System : Elemen dan Proses. Retrieved April
07, 2023, from prianttaruh.com: https://prianttaruh.com/petroleum-system/
Wikipedia. (2023, Januari 03). Jenis batuan induk. Retrieved April 07, 2023, from
en.wikipedia.org: https://en.wikipedia.org/wiki/Source_rock

Anda mungkin juga menyukai