Anda di halaman 1dari 52

TUGAS MAKALAH

ICE307-2 SISTEM UTILITAS 1


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Utilitas 1

Disusun oleh:
Jessica Suryajaya / 2014620010 / F
Jordi Loanda / 2014620018 / F
Celline Hidayat / 2014620028 / F
Maria Christina S.P / 2014620034 / F
Harry Julyanto Cahya / 2014620080 / F
Alfandy / 2014620102 / F

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
BANDUNG
2016

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

1. Pengilangan Minyak Bumi


1.1 Penjelasan Umum Minyak Bumi
Minyak bumi yang memiliki julukan emas hitam menjadi sumber energi utama
di dunia. Sekitar 65.5% energy yang digunakan berasal dari minyak bumi. Minyak bumi
juga disebut proteleum yang berasal dari bahasa latin petrus dan oleum. Minyak bumi
merupakan zat licin kental yang mudah terbakar. Penyusun minyak bumi adalah
berbagai jenis senyawa hidrokarbon, senyawa organik, dan sedikit logam. Namum
penyusun terbesarnya adalah senyawa hidrokarbon.
Komposisi hidrokarbon dalam minyak bumi berbeda-beda, berkisar antara
50%-97%. Terdapat senyawa hidrokarbon jenuh maupun tidak jenuh, alifatik maupun
siklik. Sebagian besar penyusun minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon alkana
dan sikloalkana. Terdapat pula senyawa aromatik, sedikit nitrogen, dan belerang.
Kandungannya sekitar 6%-10%. Pembentukan minyak bumi merupakan proses yang
sangat lama. Terdapat beberapa teori mengenai pembentukan minyak bumi sebagai
berikut:
a. Teori Biogenetik
Menurut teori biogenetik, minyak bumi terbentuk dari jasad-jasad makhluk
hidup (jasad-jasad organik) seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang mati dan
tertimbun. Akibat pengaruh tekanan dan temperatur dalam waktu lama, jasad
tersebut menjadi bintik minyak maupun gas bumi.
b. Teori Anorganik
Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat adanya aktivitas
bakteri. Karena adanya aktivitas bakteri terhadap zat-zat anorganik di dalam tanah
seperti oksigen, belerang, dan nitrogen berubah menjadi senyawa hidrokarbon
minyak bumi.
c. Teori Duplex
Teori duplex merupakan teori yang cukup banyak digunakan karena
menggabungkan teori biogenetic dan anorganik. Menurut teori ini minyak bumi
terbentuk dari berbagai jenis organisme darat maupun laut yang telah mati. Jasad
organisme ini tertimbun dalam tanah dan menjadi lumpur. Selanjutnya lumpur
1

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

tersebut akibat pengaruh waktu, temperatur, dan tekanan mengendap menjadi


batuan sendimen.
Batuan sendimen yang memiliki banyak bintik minyak disebut batuan induk.
Selanjutnya akibat perbedaan tekanan, bintik mintak dan gas akan bermigrasi ke
tempat dengan tekanan yang lebih rendah dan terakumulasi di tempat tersebut.
Dalam suatu tempat akumulasi biasanya terdiri atas campuran zat-zat. Biasanya
campuran tersebut dapat berupa campuran minyak, gas, dan air. Jika terdapat minyak
dan gas dalam satu tempat akumulasi maka disebut associated gas. Sedangkan jika
hanya terdapat gas bumi saja maka disebut non associated gas. Proses pembentukan
minyak bumi yang lama menyebabkan minyak bumi tergolong dalam unrenewable
resources. Berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai proses terbentuknya
minyak bumi:
a. Pembentukan Batuan Induk (Source Rock)

Gambar 1.1 Pembentukan Batuan Induk

Batuan induk merupakan batuan yang menjadi cikal bakal dari minyak bumi
dan gas alam. Batuan ini terbentuk karena makhluk hidup yang sudah mati
terendapkan di cekungan sedimen. Batuan memiliki kandungan Carbon yang tinggi
(High Total Organic Carbon). Namun tidak sembarang cekungan bisa menjadi
batuan induk.
2

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

b. Pengendapan Batuan Induk

Gambar 1.2 Pengendapan Batuan Induk


Batuan induk selanjutnya tertimbun oleh batuan lain selama jutaan tahun, salah
satu batuan yang menimbun batuan induk ini adalah batuan sarang. Batuan ini
umumnya terbentuk dari batu gamping, pasir maupun batu vulkanik yang tertimbun
bersama dan terdapat ruang berpori.
Semakin lama, batuan lain akan menumpuk dan dasarnya akan semakin tertekan
kedalam sehingga suhunya akan semakin bertambah. Minyak terbentuk pada suhu
antara 50 sampai 180 derajat Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan
tercapai bila suhunya mencapat 100 derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah
karena cekungan itu semakin turun dalam yang juga diikuti penambahan batuan
penimbun, maka suhu tinggi ini akan memasak karbon yang ada.
c. Proses Akhir

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Gambar 1.3 Proses Akhir

Karbon terkena panas dan bereaksi dengan hidrogen membentuk hidrokarbon.


Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang telah matang ini berupa minyak
mentah. Walaupun berupa cairan, ciri fisik minyak bumi mentah berbeda dengan
air. Salah satunya yang terpenting adalah berat jenis dan kekentalan. Kekentalan
minyak bumi mentah lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyak bumi mentah
lebih kecil dari air. Minyak bumi yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air
cenderung akan pergi ke atas. Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan
yang menyerupai mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap dan siap
ditambang.
Hal penting pada minyak bumi adalah nilai specific gravity. Spesific gravity
(SG) adalah perbandingan densitas zat dan air murni pada keadaan standar (STP).
Spesific gravity menjadi penting karena minyak bumi (crude oil) memiliki proporsi
kandungan yang berbeda-beda. Dalam industri biasanya digunakan nilai skala
American Petroleum Institute (API). Air murni memiliki nilai API 10 o. Larutan
yang lebih ringan dari air akan memiliki API lebih besar dari 10 o. Dengan demikian
minyak bumi dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu heavy (10-20o API),
medium (20-25oAPI) , dan light (lebih besar dari 25oAPI). Selain itu
pengelompokan minyak bumi didasarkan pada kandungan sulfurnya. Sweet crude
4

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

oil memiliki kandungan sulfur kurang dari 0.5% beratnya sedangkan sour crude oil
memiliki kandungan sulfur lebih besar dari 1% beratnya. Dalam proses refining,
kandungan sulfur ini tidak diinginkan karena dapat menghasilkan SO 2 yang
merupakan polutan berbahaya.

1.2 Proses-proses Pengilangan Minyak Bumi


Proses pengilangan minyak bumi secara overall digambarkan ke dalam flowsheet berikut ini.

Unit-unit operasional yang digunakan dalam proses pengilangan minyak bumi ada 22
unit, diantaranya

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

22 unit di atas dimasukkan ke dalam beberapa kategori diantaranya


1. Crude distillation unit (CDU)
2. Vacuum distillation unit (VDU)
3. Thermal cracker
4. Hydrotreaters
7

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

5. Fluidized catalytic cracker


6. Separators
7. Naphtha splitter
8. Reformer
9. Alkylation and isomerisation
10. Gas treating
11. Blending pools
12. Stream splitters
Proses-proses yang terjadi dalam pengilangan minyak bumi adalah sebagai berikut

I.

Distilasi
a. Crude desalter
i. Fungsi : menghilangkan garam yang terdapat di dalam minyak mentah
ii. Merupakan unit separasi di mana air beserta asam dan basa
diperbolehkan untuk memasuki unit pencampuran bersama-sama
8

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

dengan minyak mentah. Selanjutnya, aliran campuran akan memasuki


settler presipitasi elektrostatik yang memungkinakan terjadi aglomerasi
pada tetes air dan menyebabkan settling akibat gaya gravitasi
berlangsung dengan cepat.
iii. Temperature operasi unit ini berada di angka 100-300F. Sebelum
memasuki unit desalter, minyak mentah akan dipanaskan dalam suhu
sekitar 250F.
iv. Minyak mentah yang sudah bebas garam akan keluar sebagai produk
atas settler gravitasi, sedangkan air dan kontaminan lainnya yang tidak
larut akan keluar sebagai produk bawah settler gravitasi.
b. Furnace
i. Pada unit ini, bahan bakar minyak dan bahan bakar gas (produk berat)
dari proses refining akan dibakar untuk menaikkan suhu minyak mentah.
ii. Dilengkapi dengan pipa (pipe still) atau wadah (tank still) sebagai
tempat minyak mentah dipanaskan.
iii. Suhu yang diinginkan untuk minyak mentah adalah 600-700 F.
c. Pre-flash column
i. Unit ini memisahkan fraksi ringan dari minyak mentah yang sudah
dipanaskan di mana fraksi berat dari minyak mentah meninggalkan dari
bagian bawah menara pre-flash.
ii. Fraksi minyak bumi yang lebih berat akan keluar sebagai produk bawah
dari pre-flash coloumn.
iii. Aliran dengan fraksi berat dan ringan yang didapat dari menara preflash, selanjutnya dijadikan umpan utama dari kolom distilasi.
iv. Kolom Pre-Flash dapat membuat proses refluks lebih baik di kolom
utama dengan mendistribusikan aliran efektif antarberbagai zona
pengolahan minyak mentah.
d. Kolom distilasi primer dan sekunder
Pada unit ini dilakukan proses separasi berdasarkan perbedaan titik didihnya
dimana titik didih yang lebih rendah akan lebih mudah menguap.
9

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

e. Pompa di sekitar penukar panas

10

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Penjelasan :
Kolom utama terdiri atas 45 trayek dan kolom sekunder terdiri atas 4 trayek masingmasing. Stripper 3 sisi digunakan untuk melepaskan ujung dari kerosin, LGO, dan
HGO.
Kolom utama memiliki 2 bagian yang membedakan dengan flash-zone. Flash-zone,
dimana minyak mentah akan teruapkan akan diumpankan ke kolom utama. Di sana
ada sekitar 4 trayek dibawah falsh-zone dan 41 trayek di atas flash-zone pada kolom
utama.
Trayek 1-4 memroses residu dari minyak mentah di bagian di bawah flash-zone.
Trayek 5-10 memroses produk HGO. Dari trayek 10, HGO akan diambil (dalam
bentuk cairan) dan memasuki Unit Stripper HGO. Dari trayek 10 juga, aliran cairan
ditarik dan dikirim ke trayek 12 melalui pompa bawah sekitar unit yang
memungkinkan pendinginan aliran cairan. Uap + ujung dari sisi stripper HGO
memasuki trayek 11 dari kolom utama.
trayek 13-22 memroses produk LGO dari minyak mentah. Dari trayek 22, LGO
menarik dari produk diambil (sebagai cair) dan dikirim ke LGO Unit sisi stripper.
Juga, dari trayek 22, aliran cairan lain diambil dan dikirim ke trayek 24 melalui
pompa atas sekitar Unit (TPA) yang memungkinkan pendinginan aliran cairan. Uap
+ ujung dari sisi stripper LGO memasuki trayek 23 dari kolom utama.
trayek 24-34 memroses bagian produk minyak tanah dari minyak mentah. Dari
trayek 34, produk kerosin diambil dan dikirim ke sisi stripper unit minyak tanah.
Uap + ujung dari sisi stripper minyak tanah memasuki trayek 35.
trayek 34-45 memroses bagian produk nafta minyak mentah. Sangat menarik untuk
dicatat bahwa trayek 34 dianggap sebagai pengolahan trayek baik LGO serta zona
pengolahan naphtha. Hal ini karena tidak ada pompa yang terkait dengan trayek 34.
Aliran naphtha dingin yang diperoleh dari pemisah fase dikirim kembali ke kolom
utama sebagai aliran refluks.
f. Jaringan Penukar Panas
II.

Cracking
11

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

a. Reaksi utama dirancang yang melibatkan pemotongan awal ikatan karbonkarbon dan netralisasi langsung dari ion karbonium. Reaksi primernya adalah
sebagai berikut.
Paraffin Paraffin + olefin
Alkyl naphthene Naphthene + olefin
Alkyl aromatic Aromatic + olefin
b. Mekanisme yang ion karbonium awalnya terbentuk oleh sejumlah kecil nparafin hasil cracking secara thermal untuk membentuk olefin. olefin ini
menambahkan proton dari katalis untuk membentuk ion karbonium besar, yang
terdekomposisi menurut aturan beta (pemotongan ikatan karbon-karbon
berlangsung di karbon dalam posisi beta untuk ion karbonium dan olefin) untuk
membentuk ion karbonium kecil dan olefin. Ion karbonium kecil bereaksi
secara berantai dengan mentransfer ion hidrogen dari n-parafin untuk
membentuk molekul parafin kecil dan ion karbonium baru yang besar. Sebagai
contoh dari hidrokarbon n-parafin (contoh : n-oktana). Mekanisme reaksinya
adalah sebagai berikut.
i. Cracking tahap awal

ii. Proton berpindah

iii. Pemotongan ikatan beta


12

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

iv. Penataan ulang terhadap struktur yang lebih stabil. Urutan stabilitas
karbonium : ion tersier > sekunder > primer

v. Transfer ion Hidrogen

c. Katalis
Katalis yang digunakan untuk reaksi ini dibagi ke dalam 3 kelompok besar,
diantaranya adalah sebagai berikut.
i. asam yang diolah dengan aluminosilikat alami,
ii. amorf sintetis kombinasi silika-alumina
iii. katalis kristal sintetik silika-alumina yang disebut zeolite. Keuntungan
menggunakan katalis adalah aktivitasnya lebih tinggi, menghasilkan
perolehan gasoline yang lebih tinggi pada konversi tertentu, produksi
gasolinnya mencakup persentase yang besar dari paraffin dan
hidrokarbon aromatic, menghasilkan perolehan coke yang sedikit,
meningkatkan produksi isobutene, dan mempu untuk mencapai konversi
yang lebih tinggi tanpa overcracking.
13

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

iv. Teknologi proses terdiri dari dua flowsheets yaitu cracking yang
ditambah dengan kolom distilasi utama dan stabilisasi naphtha. Diagram
alir untuk proses ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Cracking dengan kolom distilasi utama

a. Umpan memasuki reaktor cracking


b. Kilang generasi lama menggunakan moving bed reactor.
Kalau sekarang menggunakan reaktor FCC.
c. Produk dari reaktor cracking memasuki kolom distilasi
utama yang menghasilkan nafta tak stabil, minyak gas
ringan, minyak gas berat, lumpur dan gas.

Stabilisasi nafta

14

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

a. Prinsip dasar dari FCCR adalah untuk memungkinkan


fluidisasi partikel katalis dalam aliran umpan pada
tekanan dan suhu yang diinginkan. Selain itu untuk
regenerasi katalis dengan membakar arang di udara.
b. Dalam riser (tabung panjang), umpan diperbolehkan
untuk mendapatkan kontak dengan katalis panas. Katalis
panas diaktifkan untuk bangkit melalui media angkat di
riser. Media angkat biasanya berupa gas hidrokarbon
ringan atau steam.
c. Unit siklon menerima katalis dan produk jadi. Katalis
yang memasuki unit siklon sepenuhnya masih terdapat
koksa

dan

perlu

dikirim

ke

regenerator

untuk

mendapatkan kembali aktivitasnya yang hilang. Setelah


operasi siklon (yang memisahkan uap hidrokarbon dan

15

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

katalis sebagai operasi cairan padat), katalis jatuh ke


vessel yang terdapat riser dan siklon unit.

III.

Konversi
a. Reforming
Reforming merupakan proses konversi dari naptha untuk memperoleh produk
yang memiliki bilangan oktan yang tinggi

i. Persediaan umpannya merupakan nafta golongan berat


ii. Membutuhkan katalis. Katalis yang sering digunakan untuk proses ini
adalah rhenium, platinum (didukung dengan alumina berpori) dan
chromium.

Kegiatan

katalis

ini

dapat

ditingkatkan

dengan

menggunakan Hidrogen. Katalis dalam proses ini perlu diregenerasi


untuk mendapatkan katalisnya kembali setelah reaksi. Regenerasi bisa
dilakukan secara siklik, kontinu, atau semi-regeneratif.
iii. Terdapat 4 reaksi utama dalam reforming diantaranya adalah

16

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

dehidrogenasi

naphthenes

untuk

aromatik

(contoh

dehidrogenasi alkilsikloheksana menjadi aromatik)

dehidrosiliasi dari paraffin menjadi aromatik

isomerase (contoh : dehidroisomerasi alkilsiklopentana ke


aromatik)

17

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

hydrocracking

Contoh lain persamaan reaksi untuk proses reforming (aromatisasi)


adalah sebagai berikut

iv.

Mekanisme proses ini adalah sebagai berikut


Umpan akan dicampur dengan Hidrogen yang telah
diperbaharui dan dipanaskan sebelum memasuki reactor. Karena
reaksinya sangat endotermik, maka dibutuhkan kombinas antara
reaktor dan pemanas. Produk-produk dari reaktor selanjutnya
didinginkan. Seringkali hal ini dilakukan dengan prinsip
pemulihan panas dengan panas dipulihkan menggunakan umpan
segar untuk reaktor pertama. Kemudian, campuran produk
memasuki pemisah fase yang memisahkan aliran gas hidrogen
dari aliran cairannya. Aliran cairan dari separator fasa dikirim ke
kolom distilasi debutanizer yang memisahkan butana dan alkana
rendah dari produk reformatnya. Hidrogen yang diproduksi
dalam pemisah fase akan dikompresi dan dikirim kembali ke
reaktor pertama. Kelebihan Hidrogen yang dihasilkan akan

18

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

digunakan untuk proses lainnya sebagai bleed-stream. Reaksi


yang terjadi adalah sebagai berikut.
CO + 3H2 CH4 + H2O
b. Isomerasi
Diagram alir untuk proses isomerasi n-parafin dapat digambarkan sebagai
berikut

i. Prinsip dasar : mengubah rantai lurus menjadi rantai bercabang. Hal ini
akan mengubah nilai oktannya. (contoh: n-pentana memiliki nilai
oktan sebesar 61.7 sedangkan iso-pentana memiliki nilai oktan sebesar
92.3)
ii. Stok umpannya adalah nafta ringan.
iii. Pencucian menggunakan basa berfungsi untuk menghilangkan sedikit
kandungan HCl.
iv. Contoh isomerase adalah sebagai berikut

Isomerase n-parafin menjadi iso-parafin

19

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

v. Katalis
Katalis yang dipakai adalah Platinum dengam promoternya adalah
AlCl3. Selama reaksi, AlCl3 akan terkonversi menjadi HCl. Oleh karena
itu, proses ini harus dilakukan dalam kondisi kering untuk mencegah
katalis terdeaktivasi dan terkorosi.
vi. Mekanisme proses
Nafta ringan dan Hidrogen yang sudah kering total diumpankan ke
reaktor isomerasi setelah campuran umpan dipanaskan di dalam penukar
panas. Konversi yang akan didapat adalah 75-80 5 untuk pentana dan
beroperasi pada 150-200C ; 17 28 barg. Setelah direaksikan, AlCl3
akan dipulihkan dengan cara kondensasi atau distilasi. Prinsip dasar
pemulihan ini adalah saat reaktor bekerja di kondisi operasionalnya,
AlCl3 berada di kondisi mudah menguap dan terlarut di dalam
hidrokarbon. Setelah AlCl3 telah dipulihkan dari produk, dia akan
dibawa kembali ke reaktor bersama-sama dengan AlCl3 yang akan
dibuat. Bagian ujung yang telah dipulihkan dari flash drum selanjutnya
dibawa ke HCl absorber dimana HCL akan terabsorpsi menjadi larutan
basa untuk menghasilkan ujung keluaran berupa gas. Produk bawah
selanjutnya akan masuk ke dalam stripper HCl dimana kebanyakan HCl
akan dilepaskan dari aliran yang kaya akan produk hasil isomerasi. HClnya akan didaur ulang kembali ke reaktor untuk memastikan aktivitas
katalis berjalan dengan baik. Aliran yang kaya akan produk isomerasi
selanjutnya dibawa ke fraksionasi dimana terjadi pemisahan antara
produk hasil isomerasi dan umpan yang tidak bereaksi. Umpan yang
tidak bereaksi tersebut akan dibawa kembali ke dalam reaktor.
c. Hidroproses
Di dalam hidproses terdapat hydrocracking dan hidrotreating.
Hydrotreating dari input minyak gas ke kilang minyak harus dilakukan sebelum
operasi hydrocracking karena komponen anorganik, terutama sulfur akan
meracuni katalis dalam bed kilang minyak dan membuatnya inert.
20

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

i. Hydrocracking

Perengkahan atau hydrocracking adalah operasi tertentu yang


mengambil sebagian kecil dari minyak bumi yang disebut
minyak gas berat dan "crack" itu menjadi molekul yang lebih
kecil yang cocok untuk dimasukkan ke dalam bensin, solar, dan
jet.

Reaksi hydrocracking merupakan reaksi eksotermis dan


menghasilkan produk cair dan gas yang lebih ringan.
Hydrocracking tergolong reaksi yang relatif lambat, dan karena
itu sebagian besar hydrocracking terjadi di bagian terakhir dari
reaktor. Reaksi hydrocracking utama melibatkan cracking dan
saturasi parafin. Contoh dari reaksi ini adalah

Mekanisme dari hydrocracking adalah sebagai berikut

21

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

ii. Hydrotreating
Beberapa tipe-tipe reaksi pada hydrotreating adalah sebagai berikut.

Desulfurasi
22

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Denitrogenisasi

Deoksidasi

Dehalogenisasi

Hidrogenasi

Hydrocracking

d. Alkilasi
i. Dalam proses alkilasi, olefin akan bereaksi dengan iso-parafin
membentuk alkilat.

23

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

ii. Prinsip dasar dari proses ini adalah untuk menambah nilai bilangan
oktan pada bahan baku.
iii. Mekanisme reaksi

Langkah pertama melibatkan pembentukan ion karbonium:


Dalam reaksi ini, alkena bereaksi dengan proton (katalis asam)
untuk menghasilkan proton pengganti olefin. Proton pengganti
olefin bereaksi dengan isoparafin untuk menghasilkan ion
karbonium dan alkane yang reaktif. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut.

Langkah 2 melibatkan pembentukan ion karbonium intermediet


: Pada reaksi ini, ion karbonium yang terbentuk pada langkah 1
bereaksi dengan olefin untuk menghasilkan ion karbonium
intermediet. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Langkah 3 melibatkan regenerasi ion karbonium: Dalam reaksi


ini, ion karbonium intermediet bereaksi dengan iso-parafin
24

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

untuk menghasilkan produk alkilat dan ion karbonium.


Akibatnya

ion

karbonium

diregenerasi

kembali

untuk

mengambil bagian dalam reaksi langkah 2 bersama dengan


molekul olefin tambahan lain yang tidak bereaksi. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.

Contoh reaksinya adalah sebagai berikut.

iv. Kondisi Reaksi

Untuk menghindari polimerisasi olefin, digunakan rasio


isobutana terhadap olefin yang tinggi dengan rasio sebesar 5 :1
atau 1 :5

Menggunakan katalis asam (H2SO4 atau HF )

25

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Bergantung

pada

katalis

asam

yang

dipilih

menurut

kompleksitas prosesnya.

Suhu operasi Reaksi: 10-20oC menggunakan H2SO4 dan 25 40oC menggunakan HF

Ketika H2SO4 digunakan, pendingin yang digunakan. Tapi jika


yang digunakan adalah HF sebagai katalis, pendingin tidak
digunakan.

v. Alkilasi menggunakan Asam sulfat

Caustic Wash: Campuran pakan (olefin + C4 senyawa) yang


pertama mengalami cuci kaustik. Selama mencuci kaustik,
senyawa sulfur dikeluarkan dan menghabiskan kaustik didaur
ulang kembali ke mencuci kaustik. solusi kaustik segar
ditambahkan untuk mengurus kerugian.

Pendinginan: umpan olefin memasuki unit pendingin untuk


mengurangi suhu bahan baku.

Reaktor Alkilasi: Reaktornya menggunakan rangkaian CSTR


dengan asam yang diumpankan ke dalam CSTR pertama kali dan
umpan dipasok ke CSTR yang berbeda. Tujuannya untuk
memaksimalkan konversi. Dalam reaktor alkilasi, penting untuk
26

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

dicatat bahwa olefin adalah reaktan pembatas dan isoparafin


adalah reaktan berlebih.

Aliran produk alkilat akan terambil sebagai aliran berat. Oleh


karena itu, reaktor alkilasi memroduksi 2 jenis aliran. Aliran
pertama adalah iso-parafin yang kaya akan fasa organik dan fasa
kaya akan alkilat bersama-sama dengan fasa asam dan isobutana.

Separator : Hal ini terjadi bahwa asam yang memasuki aliran


kaya organik akan mengalami pemisahan dengan cara settling.
Demikian pula, olefin / campuran isoparafin juga akan terpisah
dengan cara settling. Jadi pemisah fase menghasilkan tiga aliran
yaitu (a) fase kaya akan olefin + isoparafin (b) aliran kaya asam
(c) aliran kaya akan alkilat.

Pengolahan Olefin + Parafin: The olefin + aliran parafin pertama


mengalami kompresi diikuti dengan pendinginan. Ketika aliran
ini mengalami throttling dan pemisahan fasa, maka olefin +
parafin aliran kaya akan dihasilkan. Propana aliran kaya dari
aliran ini dihasilkan sebagai aliran lain dalam pemisah fase.

IV.

Proses gas dan Polimerasi


a. Proses gas
Proses gas dibagi menjadi 2 yaitu penyerapan menggunakan nafta dan minyak
tanah serta proses steam kaya akan nafta
i. Penyerapan menggunakan Naphtha dan minyak tanah
Pertama, gas yang dikumpulkan dikompres untuk diberi makan untuk
penyerapan.
o Tujuan dari nafta adalah untuk menyerap hidrokarbon yang lebih berat
dalam fraksi gas. Ini adalah C3 dan C4 di aliran umpan. Untuk
melakukan penyerapan, pertama gas didinginkan dan diumpankan
pemisah fase untuk memudahkan pemisahan awal fraksi ringan dan
lebih berat.

27

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

o Dari pemisah fase, dua aliran yang akan ditemui yaitu aliran gas dan
aliran cairan.
o Aliran gas diumpankan ke unit absorber mana nafta digunakan sebagai
pelarut untuk menyerap hidrokarbon berat yang tersisa di gas.
o Hidrokarbon kaya akan nafta selanjutnya diumpankan ke pemisah fase
sehingga dapat menstabilkan aliran nafta.
o Gas dari penyerap diumpankan ke absorber kedua di mana minyak
ringan (seperti minyak tanah) dapat digunakan sebagai pelarut untuk
menyerap hidrokarbon yang lebih berat selain metana dan hidrogen.
Akhirnya, bahan bakar gas diproduksi sebagai produk gas dari
penyerapan ini. Produk lain dari absorber adalah aliran yang kaya akan
minyak. Diagram alir prosesnya adalah sebagai berikut.

ii. Proses steam kaya akan nafta


o produk cair dari pemisah fase diumpankan ke deethanizer yang
menghasilkan etana aliran kaya sebagai produk atas. Aliran ini didaur

28

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

ulang kembali ke unit pengolahan gas yaitu, mencampurkan dengan


pakan dan mengalami pendinginan diikuti oleh pemisah fase.
o Produk bawah dari deethanizer adalah nafta aliran kaya dengan butana
dan propanes.
o Aliran ini mengalami fraksinasi menggunakan debutanizer,
depropanizer dan deisobutanizer untuk mendapatkan propana, isobutana
dan nafta. naphtha stabil dapat digunakan untuk tujuan penyerapan.
b. Polimerasi olefin
- Polimerisasi Olefin bertujuan untuk menghasilkan polimer bensin terutama untuk
mendapatkan polimer dengan nilai oktan terbaik.
- Jumlah oktan produk bensin polimer tidak lebih besar dari angka oktan produk
yang dihasilkan dari reformasi dan alkilasi. Sebaliknya, produk berkualitas relatif
miskin diperoleh. Tapi demi meningkatkan polimerisasi angka oktan dilakukan.
- Secara keseluruhan, reaksi polimerisasi adalah sebagai berikut

i. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

pembentukan ion karbonium : Di sini, olefin bereaksi dengan


katalis asam untuk menghasilkan ion karbonium.

Reaksi samping : ion karbonium bereaksi dengan olefin untuk


menghasilkan ion karbonium intermediet.

Regenerasi : Ion karbonium intermediet terkonversi ke dimer


dan menghasilkan kembali proton pada permukaan katalis.

29

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Isomerisasi : rantai lurus proton pengganti olefin terkonversi ke


isomer ion karbonium

ii. Katalis yang digunakan adalah H2SO4


iii. Diagram alur prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut.

30

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

PENJELASAN
Caustic wash: C3-C4 olefin pakan mengalami cuci kaustik untuk
menghilangkan H2S dan senyawa sulfur lainnya (seperti merkaptan) karena
cenderung meracuni katalis.
- Scrubbing Water: menghilangkan kotoran terlarut dan menghasilkan air
limbah.
- Reaktor Polimerisasi: Campuran reaksi dipanaskan, dikompresi dan
diumpankan ke reaktor polimerisasi. Desain Reaktor adalah desain shell dan tube
jenis di mana katalis ditempatkan dalam tabung reaksi dan air pendingin disirkulasi
di sisi shell untuk mengontrol kenaikan suhu karena reaksi eksotermis.
- Fraksionasi: Selanjutnya, produk reaktor diumpankan ke depropanizer dan
debutanizer untuk menghasilkan propana, butana dan polimer bensin. Produk
polimer distabilisasi lanjut menggunakan stabilizer hidrogenasi yang mengubah
setiap ikatan ganda yang tersedia secara bebas menjadi ikatan tunggal. Produk akhir
adalah polimer bensin
- Propana yang dihasilkan sebagian didaur ulang ke reaktor dan sebagian
lainnya dibawa keluar sebagai produk.
V.

Proses pendukung
Ada sejumlah proses yang tidak terlibat langsung dalam produksi bahan baku
hidrokarbon tetapi mereka berperan pendukung dari reaksi-reaksi yang terjadi. Ini
termasuk unit hidrogen, untuk menghasilkan hidrogen untuk hydrocracking dan
hydrotreating; unit pengolahan gas, yang memisahkan hidrokarbon dengan titik
didih rendah; unit gas asam untuk menghilangkan hidrogen sulfida dan gas asam
lainnya dari aliran gas hidrokarbon; unit perbaharuan sulfur; dan sistem perwatan
air limbah.

31

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

1.3 Produk-produk Pengilangan Minyak Bumi

Gambar 1.4 Menara Penyulingan dan Hasil Penyulingan

Minyak bumi yang telah melewati serangkaian proses akan menghasilkan


produk yang dalam keseharian dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup manusia,
seperti bahan bakar gas dan bensin. Tanpa ketiga produk hasil olahan minyak bumi
tersebut mungkin kegiatan pendidikan, perekonomian, pertanian, dan aspek-aspek
32

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

lainnya tidak akan dapat berjalan lancar. Dibawah ini adalah beberapa produk hasil
olahan minyak bumi beserta pemanfaatannya:
a. Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas terdiri dari LNG (Liquified Natural Gas) dan LPG (Liquified
Petroleum Gas). Bahan bakar gas biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga
dan indusri.
Liquified Natural Gas
LNG merupakan gas alami dan menghasilkan pembakaran hidrokarbon
paling bersih dan merupakan sumber energi utama. Karena merupakan bahan
bakar gas utama dimana kebutuhan akan bahan bakar gas ini sangat banyak
sedangkan lokasi dari gas fields jauh dimana jika menggunakan pipa sangatlah
memakan biaya banyak. Untuk itu, salah satu perusahaan indutri minyak, Shell,
mendinginkan gas alami ini menjadi liquid, memperkecil volumenya agar lebih
mudah, lebih aman dalam penyimpanannya dan pengiriman ke seluruh dunia.
Liquified Petroleum Gas
LPG merupakan gas hidrokarbon yang mudah menyala terdiri dari
propana dan butana atau campuran propana-butana. LPG dicairkan melalui
pressuritation, dan berasal dari proses gas alami dan pengilangan minyak bumi.
LPG secara alami ditemukan dalam kombinasi dengan hidrokarbon lain-nya.
LPG umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri dan rumah tangga.
Bahkan, saat ini sudah ada kendaraan bermotor yang telah menggunakan gas
terutama LPG sebagai bahan bakarnya. Namun perlu juga diketahui bahwa,
sebelum LPG dipasarkan telah terlebih dulu ditambahkan zat pembau
(penambah bau) yaitu senyawa merkaptan (ethyl mercaptan). Tujuan
penambahan senyawa merkaptan tadi adalah untuk mempermudah konsumen
menyadari apabila terjadi kebocoran gas. Jadi, bila tidak ditambahkan zat
tersebut maka tentu akan sangat beresiko menimbulkan bahaya, karena seperti
yang kita ketahui bahwa sifat dari gas ini bila terlepas ke udara akan mudah
menyebar dan tentunya mudah terbakar.

33

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

b. Naptha atau Petroleum eter


Naptha diperoleh dari proses pengilangan minyak bum dan merupakan slaah
produk intermediet dari proses distilasi minyak bumi. Naptha merupakan liquid
intermediet antara light gas dalam minyak bumi dan liquid lebih berat,kerosin.
Naptha bersifat volatil, mudah menyala.
Naptha mengandung campuran hidrokarbon kompleks yang umumnya
memiliki atom karbon dari 5 hingga 12. Naptha ada 2 macam, light naptha dan
heavy naptha. Light naptha merupakan fraksi dengan titik didih antara 30 sampai
90C dan mengandung 5-6 atom karbon. Heavy naptha mendidih antara suhu 90
sampai 200C dan mengandung 6-12 atom karbon.
Naptha umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi gasolin
dengan oktan tinggi, juga naptha digunakan dalam industri penambangan bitumen
sebagai diluent, biasa digunakan sebagai pelarut dalam industri.
c. Gasolin (bensin)
Gasolin merupakan campuran hidrokarbon konmpleks, memiliki rentang titik
didih dari 100 hingga 400F. Komponennya dicampur untuk menghasilkan
kualitas high antiknock, ease of strarting, quick warm-up, low tendency to vaporlock, dan sedikit deposit pada mesin. Light straight-run gasoline mengandung fraksi
C5-190F Naptha yang dipotong dari atmospheric crude still( fraksi C5-190F
berarti pentana termasuk kedalam sedangkan C4 dan komponen dengan titik didih
lebih rendah tidak termasuk dan titik didihnya diaproksimasi 190F).
Beberepa refiner memotong pada suhu 180 atau 120F pentana dan heksana
dan tidak dapat diupgrade secara signifikan menjadi oktana dengan catalytic
reforming tanpa menghasilkan jumlah benzene yang sangat banyak. Gasolin biasa
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
d. Kerosin (minyak tanah)
Kerosin adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar.
Kerosin diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada 150C and
275C (rantai karbon dari C12 sampai C15). Pada suatu waktu kerosin banyak
digunakan dalam lampu minyak tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai
34

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

bahan bakar mesin jet (lebih teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah
bentuk dari kerosene dikenal sebagai RP-1dibakar dengan oksigen cair sebagai
bahan bakar roket.
Nama kerosin diturunkan dari bahasa Yunani keros (, wax ).Biasanya,
kerosin didistilasi langsung dari minyak mentah membutuhkan perawatan khusus,
dalam sebuah unit Merox atau, hidrotreater untuk mengurangi kadar belerangnya
dan pengaratannya. Kerosin dapat juga diproduksi oleh hidrocracker, yang
digunakan untuk mengupgrade bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk
bahan bakar minyak.
Penggunaanya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara
berkembang, di mana kerosin kurang disuling dan mengandung ketidakmurnian dan
bahkan "debris".Bahan bakar mesin jet adalah kerosin yang mencapai spesifikasi
yang diperketat, terutama titik asap dan titik beku.Kerosin biasa digunakan sebagai
bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Selain itu kerosin juga digunakan
sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking. Kerosin biasa di
gunakan untuk membasmi serangga seperti semut dan mengusir kecoa. Kadang di
gunakan juga sebagai campuran dalam cairan pembasmi serangga seperti pada
merk/ brand baygone.
e. Minyak solar atau minyak diesel
Solar adalah salah satu jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses
pengolahan minyak bumi, pada dasarnya minyak mentah dipisahkan fraksifraksinya pada proses destilasi sehingga dihasilkan fraksi solar dengan titik didih
250C sampai 300C.
Kualitas solar dinyatakan dengan bilangan cetane (pada bensin disebut oktan),
yaitu bilangan yang menunjukkan kemampuan solar mengalami pembakaran di
dalam mesin serta kemampuan mengontrol jumlah ketukan (knocking), semakin
tinggi bilangan cetane ada solar maka kualitas solar akan semakin bagus.
Solar atau minyak diesel, biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin
diesel pada kendaraan bermotor seperti bus, truk, kereta api dan traktor. Selain itu,
solar juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses
35

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

cracking. solar memiliki karakteristik tertentu sama halnya dengan jenis bahan
bakar lainnya. Berikut karakteristik yang dimiliki oleh fraksi solar:
Tidak berwarna atau terkadang berwarna kekuning-kuningan dan berbau.
Tidak akan menguap pada temperatur normal.
Memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bensin
dan kerosen.
Memiliki flash point (titik nyala) sekitar 40C sampai 100C.
Terbakar spontan pada temperatur 300C.
Menimbulkan panas yang tinggi sekitar 10.500 kcal/kg.
f. Minyak pelumas
Minyak pelumas adalah bagian dari minyak bumi yang mempunyai titik didih
lebih tinggi dari pada minyak gas. Tidak setiap minyak bumi mengandung minyak
pelumas, terkadang rendah sekali sehingga sulit untuk diolah. Proses pengolahan
minyak pelumas yaitu:
De-aspalting yaitu pemisahan komponen-komponen aspal dengan penambahan
asam sulfat atau ekstraksi dengan pelarut propana.
De-waxing yaitu pemisahan wax yang menyebabkan titik didihnya rendah.
Metode dewaxing dilakukan dengan cara mendinginkan campuran minyak
pelumas dan pelarut, setelah wax membeku disaring dengan saringan kemudian
ditekan pada suhu < 0oC.
pengolahan secara kimiawi yaitu untuk memisahkan komponen-komponen
yang mempunyai indeks kekentalan rendah dengan ekstraksi menggunakan
pelarut pulfural.
Perkolasi yaitu proses penyaringan dengan absorban misalnya fuller earth,
untuk memperbaiki warna.
Tidak semua pelumas diproses menurut keempat cara di atas, tergantung pada
sifat minyak pelumas kasarnya. Minyak pelumas, biasa digunakan untuk lubrikasi
mesin-mesin.

36

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

g. Residu minyak bumi


Residu minyak bumi yang umumnya lebih banyak digunakan yaitu
Parafin
Parafin merupakan hidrokarbon dengan karakteristik atom karbonnya
dihubungkan oleh ikatan tungga dan ikatan lain merupakan ikatan jenuh dengan
hidrogen.Parafin digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika,
tutup botol, industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan masih banyak
lagi.
Aspal
Aspal berasal dari fraksi berat minyak bumi (residu) yang diolah menjadi dua
jenis, yaitu aspal padat dan aspal cair. Fungsi utama aspal pada jalan raya yaitu:
untuk mengikat batuan agar tidak terlepas dari permukaan jalan, sebagai bahan
pelapis dan perekat, sebagai pengisi ruang kosong antara agregat kasar, agregat
halus dan agregat filter.

2. Bioenergi yang Dihasilkan dari Bioetanol


2.1 Penjelasan Umum Bioetanol
Etanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan
2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Etanol lebih dikenal
sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman
yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, sorgum, beras,
ganyong, dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioetanol. Bahan baku
lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti : tebu, nira, buah
mangga, nenas, pepaya, anggur, lengkeng, dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah
organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif penghasil etanol.
Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat
hampir di seluruh wilayah Indonesia sehingga jenis tanaman tersebut merupakan
tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan
bioetanol. Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman
37

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

yang setiap hektarnya paling tinggi sehingga dapat memproduksi bioetanol. Selain itu
pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku proses produksi bioetanol juga
didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan
bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku,
tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku,
dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter etanol.
Secara umum etanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan
alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini
sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan
etanol beraneka ragam sehingga grade etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai
dengan penggunaannya.
Etanol yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri,
sedangkan etanol / bioetanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol
teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi.
Sedangkan grade etanol / bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar
untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak
menimbulkan korosif sehingga etanol / bio-etanol harus mempunyai grade tinggi antara
99,6-99,8 % (Full Grade Etanol = FGE). Perbedaan besarnya grade tersebut akan
berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

2.2 Proses Produksi Bioetanol


Produksi etanol / bioetanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat
menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohydrat dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada tabel 2.1 di bawah ini

38

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Tabel 2.1 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati dan Tetes Menjadi Bio-Etanol

Bahan Baku

Kandungan Gula

Jmlh Hasil

Perbandingan

Konversi

Bahan Baku dan

Bioetanol (Liter)

Bioetanol

Dalam Bahan
Jenis

Konsumsi

Baku

(Kg)

(Kg)

Ubi Kayu

1000

250-300

166,6

6,5 : 1

Ubi Jalar

1000

150-200

125

8:1

Jagung

1000

600-700

200

5:1

Sagu

1000

120-160

90

12 : 1

Tetes

1000

500

250

4:1

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan


berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa
enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih
banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat)
kurang dapat berkembang sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang
ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat
menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme,
kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan
menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol / bioetanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O (C6H10O5)n

NC6H12O6

enzyme (pati)

(glukosa)

(C6H12O6)n

yeast (ragi) (glukosa)

2 C2H5OH + 2 CO2

(1)

(2)

(etanol)

Selain etanol / bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang
mengandung selulosa (mis: jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan
39

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

proses penggulaannya menjadi lebih sulit sehingga pembuatan etanol / bioetanol dari
selulosa sementara ini tidak direkomendasikan. Meskipun teknik produksi etanol /
bioetanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun etanol / bioetanol untuk
bahan bakar kendaraan memerlukan etanol dengan karakteristik tertentu yang
memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai
neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi sehingga penelitian lebih lanjut
mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan. Secara singkat
teknologi proses produksi etanol / bioetanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap,
yaitu: persiapan bahan baku, liquifikasi dan sakarifikasi, fermentasi, distilasi, dan
dehidrasi.
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi bietanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman,
baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane),
gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung
(corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai
contoh kami menggunakan bahan baku Singkong (ubi kayu). Singkong yang telah
dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar
bisa berinteraksi dengan air secara baik.

Gambar 2.1 Penghancuran Singkong dan Pemasakan Bahan Baku


40

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

b. Liquifikasi dan Sakarifikasi


Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong
dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui
proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada
kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada
kondisi optimum Enzym Alfa Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara
kimia menjadi gula komplex (dextrin).
Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang
diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai
berikut :
Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase
bekerja.
Pengaturan pH optimum enzim.
Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH
serta temperatur pada suhu 60oC hingga proses sakarifikasi selesai (dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

Gambar 2.2 Liquifikasi dan Sakarifikasi

41

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

c. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan
selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan
mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27
s/d 32oC selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob).
Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak
terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku,
liquifikasi, sakarifikasi, hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan.
Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol / alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol / etanol berkadar
rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut dengan cairan Beer). Pada kadar etanol
max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat
racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.

Gambar 2.3 Fermentasi bahan baku bioethanol

42

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

d. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi,
pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) etanol akan menguap
lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap etanol didalam
distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi
cairan etanol.
Kegiatan penyulingan etanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan
proses produksi bioetanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang
sudah menguasai teknik penyulingan etanol. Selain operator, untuk mendapatkan
hasil penyulingan etanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas. Penyulingan etanol dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara :
Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional).
Dengan cara ini kadar etanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20
s/d 30 %.
Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux
(bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar etanol yang dihasilkan
mampu mencapai 90-95 % melalui 2 (dua) tahap penyulingan.
e. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa etanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan
bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan etanol berkadar 99,6-99,8 % atau
disebut etanol kering. Dalam proses pemurnian etanol 95 % akan melalui proses
dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara, antara lain :
Cara Kimia

: dengan menggunakan batu gamping.

Cara Fisika

: ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan zeolit

sintetis 3 angstrom. Hasil dehidrasi berupa etanol berkadar 99,6-99,8 %


sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Etanol (FGE), barulah layak
digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang
digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
43

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Gambar 2.4 Proses penyulingan etanol dengan alat konvensional

Gambar 2.5 Penyulingan (distilasi) etanol menggunakan distillator model kolom reflux

Gambar 2.6 Cairan Etanol dari Proses Distilasi


44

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Gambar 2.7 Bioetanol Kadar 95-96 % (Alkohol Teknis)

Gambar 2.8 Pengukuran Kadar Etanol (Alkohol)


f. Hasil samping penyulingan etanol.
Akhir proses penyulingan (distilasi) etanol menghasilkan limbah padat (sludge)
dan cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan,
limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi pupuk kalium,bahan
pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak.

45

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan demikian produsen
bioetanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan dampak lingkungan.

Gambar 2.9 Limbah Padat (Sludge)

2.3 Potensi Pembuatan (Bahan Baku) Bioetanol di Indonesia


a. Kulit Buah Kakao
Kulit buah kakao (Cocoa pod husk, CPH) merupakan produk samping dari
pengolahan biji kakao.Sekitar 70% komposisi CPH dari buah coklat matang belum
dimanfaatkan secara optimal sehingga hanya menjadi limbah produk pertanian.
Penggunaan CPH selama ini hanya terbatas pada pakan ternak dengan kadar
nutrisi rendah dan membutuhkan perlakuan biologis yang efektif untuk
mengonversinya menjadi pakan dengan kandungan nutrisi yang tinggi. CPH
mengandung senyawa lignin (14%), hemiselulosa (11%), dan selulosa (35%).
Sama halnya dengan limbah hasil panen dan pengolahan pertanian lainnya, kulit
atau cangkang buah kakao belum dimanfaatkan secara optimal.Selama ini,
cangkang buah kakao hanya digunakan sebagai pakan ternak setelah melalui
tahapan bioproses. Petani kakao belum terpikir untuk memanfaatkan limbah
cangkang kakao untuk dijadikan produk lain, apalagi sebagai bahan baku energi
alternatif. Menurut Chung, et.al., 2002, buah kakao umumnya terdiri dari :
70 80% bagian kulit (CPH),

46

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

16 20% biji (umumnya dalam 1 buah kakao terdiri dari 30 40 butir biji
kakao),
2% plasenta (merupakan kulit ari pembungkus biji kakao).
Sebagai limbah dari produk pertanian, CPH ini merupakan biomassa penghasil
lignoselulosa yang cukup potensial. Dari kulit buah kakao ini, ditemui kandungan:
Holoselulosa 33,4%, gula netral (Rhamnosa, Arabinos, xilosa, dsb) 33%,
hemiselulosa 11% dan Lignin 14%.
Merujuk dari uraian sebelumnya, bahwa sumber-sumber penghasil bioetanol
adalah selulosa dan hemiselulosa, jika pada tahun 2010, dihasilkan 540.000 ton
buah coklat dan 70% nya berupa cangkang (378.000 ton), maka berat brutto
selulosa dan hemiselulosa yang dihasilkan masing-masing 126,252 ton dan 124,74
ton. Memperhatikan prospek tersebut, perlu dilakukan kajian sederhana megenai
potensi CPH dan perlakuan-perlakuan apa yang perlu dilakukan agar selulosa dan
hemiselulosa dari CPH dapat dikonversi secara optimal menjadi bioetanol.
b. Jerami Padi
Jerami padi mengandung kurang lebih 39% sellulosa dan 27,5% hemiselullosa.
Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang
selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol.
Potensi produksi jerami padi per ha kurang lebih 10 15 ton, jerami basah
dengan kadar air kurang lebih 60%. Jika seluruh jerami per ha ini diolah menjadi
ethanol (fuel grade ethanol), maka potensi produksinya kurang lebih 766 hingga
1,148 liter/ha FGE (perhitungan ada di lampiran).
Menurut data BPS tahun 2006, luas sawah di Indonesia adalah 11.9 juta
ha.Artinya, potensi jerami padinya kurang lebih adalah 119 juta ton. Apabila
seluruh jerami ini diolah menjadi ethanol maka akan diperoleh sekitar 9,1 milyar
liter ethanol (FGE) dengan nilai ekonomi Rp. 50,1 trilyun.
c. Pati Sagu
Pati sagu disebut juga poliglukosa, karena unit monomernya glukosa. Pati sagu
lebih murni karena miskin kandungan lemak, protein dan senyawa lain, sehingga

47

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

pati sagu sangat cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan turunan pati
seperti dekstrin, dekstrose, gula, dan produk turunan lainnya.
Pati sagu diekstrak dari empulur batang yang mengandung pati (27-31%), serat
(20-24%) dan air (45-53%). Ekstraksi dilakukan dengan metode aliran air, sehingga
air sangat berpengaruh terhadap kualitas mutu sagu. Bioetanol dari sagu berasal dari
dua bagian yaitu pati sagu dan serat sagu. Sedangkan prosesnya berlangsung dalam
empat tahapan yaitu :
Hidrolisa bahan menjadi oligosacharida,
Hidrolisa oligosacharida menjadi gula,
Konversi gula menjadi etanol,
Pemurnian bioetanol.
Pembuatan etanol dari pati dapat dilakukan secara kimia ataupun biologis. Akan
tetapi jika berbicara bioetanol tentunya proses yang dipakai adalah secara
biologis. Dengan menggunakan enzim alfa dan glucoamilase yang mampu
mengurai pati menjadi gula dan selanjutnya difermentasi lanjut menjadi bioetanol.
Bioetanol dapat diperoleh dari serat dengan menggunakan enzim selulase.
Efektivitas proses ini dipengaruhi oleh jenis enzim, kekentalan bahan (ratio pati dan
air), presentase enzim dan proses fermentasi.
d. Tetes Tebu ( Molase )
Molase atau tetes tebu mengandung kurang lebih 60% sellulosa dan 35,5%
hemiselullosa. Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol. Potensi produksi
molase ini per ha kurang lebih 10 15 ton.
Jika seluruh molase per ha ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol), maka
potensi produksinya kurang lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE. Produksi
bioetanol berbahan baku molase layak diusahakan karena tingkat keuntungan
mencapai 24%.
e. Bonggol pisang
Bonggol pisang memiliki komposisi 76% pati, 20% air, dan sisanya adalah
protein dan vitamin. Kandungan korbohidrat bonggol pisang tersebut sangat
48

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

berpotensi sebagai sumber bioetanol. Bonggol pisang juga dapat dimanfaatkan


untuk diambil patinya, pati ini menyerupai pati tepung sagu dan tepung tapioka.
Bahan berpati yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol disarankan memiliki
sifat yaitu berkadar pati tinggi, memiliki potensi hasil yang tinggi, fleksibel dalam
usaha tani dan umur panen yang pendek.
Bonggol pisang dikupas dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dipotong kecilkecil lalu dikeringkan dengan cara dijemur dan diangin-anginkan sampai kering.
Bonggol pisang dibuat kering bertujuan agar lebih awet dan menghilangkan
kandungan airnya sehingga diperoleh bonggol yang kering dan dapat disimpan
sebagai cadangan bahan baku.
Bonggol pisang kering digiling dengan mesin penggiling atau ditumbuk dengan
penumbuk sehingga menjadi serbuk halus. Serbuk bonggol pisang lalu disaring atau
diayak sehingga diperoleh pati yang homogen. Hasil penelitian Assegaf (2009),
menyimpulkan bahwa Bonggol pisang (Musa paradisiacal) mempunyai prospek
sebagai sumber bioetanol. Metode yang diterapkan adalah metode hidrolisis asam
dan enzimatis, namun dari kedua metode tsb metode hidrolisis secara enzimatis
merupakan proses yang lebih baik dibandingkan hidrolisis dengan katalis asam.
f. Singkong Karet (Singkong Gajah)
Singkong karet merupakan salah satu jenis singkong pohon yang mengandung
senyawa beracun, yaitu asam sianida (HCN), sehingga tidak diperdagangkan dan
kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Singkong karet (singkong gajah) kurang
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat karena beracun. Oleh karena itu,
sangat tepat singkong jenis ini digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Menurut
Ludfi (2006) dalam Setyaningsih (2008), setelah dilakukan pengujian terhadap
kadar alkohol pada hasil fermentasi ampas umbi singkong karet, maka hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar alkohol terendah adalah 11,70% pada waktu
fermentasi 9 hari dan dosis ragi 2 gram. Sedangkan kadar alkohol tertinggi adalah
41,67% pada waktu fermentasi 15 hari dan dosis ragi 8 gram.

49

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

g. Talas (Colocasia Esculenta)


Tanaman talas bentul (Colocasia esculenta L.) tumbuh dengan baik di tanah
yang basah dengan temperatur 2530oC dan dengan kelembaban yang tinggi.
Tepung talas kering digunakan pada reaksi hidrolisa dengan katalis enzim alpha
amylase pada pH 6.9 dengan suhu 80oC dan katalis enzim Glucoamylase pada pH
4.8 dengan suhu 55oC untuk menghasilkan glukosa. Bioetanol yang dapat diperoleh
dari 8.7 kg tepung talas kurang lebih sebanyak 1006 ml.

50

Universitas Katolik Parahyangan


Fakultas Teknologi Industri
Jurusan Teknik Kimia
Bandung
2016

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.eduspensa.com/2015/08/teori-dan-proses-pembentukan-minyak-bumi.html
2. http://www.pengertianahli.com/2015/01/pengertian-minyak-bumi.html
3. http://oilprice.com/Energy/Crude-Oil/What-Is-Crude-Oil-A-Detailed-Explanation-OnThis-Essential-Fossil-Fuel.html
4. https://www.britannica.com/science/crude-oil
5. http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Riski%20Septiadevana%2006062
49_IE6.0/halaman_17.html
6.
7.
8.
9.

library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-fatimah2.pdf
http://www.cargohandbook.com/index.php/Naphtha
http://www.shell.com/energy-and-innovation/natural-gas/liquefied-natural-gas-lng.html
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Riski%20Septiadevana%2006062
49_IE6.0/halaman_17.html
10. http://www.elgas.com.au/blog/492-what-is-lpg-lpg-gas-lp-gas
11. http://www.prosesindustri.com/2014/12/hasil-olahan-minyak-bumi.html
12. http://www.prosesindustri.com/2015/02/defenisi-bahan-bakar-diesel-solar.html
13. http://www.esru.strath.ac.uk/EandE/Web_sites/02-03/biofuels/what_bioethanol.htm
14. http://www.makebiofuel.co.uk/bioethanol-production/
15. http://www.abengoabioenergy.com/web/en/prensa/noticias/historico/2005/200510_noticia
s.html
16. http://www.indobioethanol.com/
17. http://dokumen.tips/documents/makalah-pembuatan-bioetanol-dari-lignoselulosa.html
18. http://www.trubusonline.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=80
19. http://firdausi-n.blogspot.com/2009/11/jamur-yeast.html
20. http://digilib.litbang.deptan.go.id/~bbmekanisasi/getiptan.php?src=mektan/2010/pros14.p
df&format=application/pdf
21. http://isroi.com/2008/02/13/potensi-bioethanol-dari-biomassa-lignoselulosa/
22. http://www.indobioethanol.com/sumber_lain.php
23. https://www.quora.com/What-are-the-similarities-differences-between-hydrocrackingand-hydrotreating
24. Gary, H. James, dkk. 2007. Petroleum Refining, Technology and Economics. Edisi kelima.
New York : Taylor & Francis Group, LLC

51

Anda mungkin juga menyukai