Anda di halaman 1dari 19

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

HERPES ZOSTER
1. Pengertian (Definisi) Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer
2. Anamnesis Pasien mengalami demam, pusing, nyeri otot, tulang, gatal,
malaise dan pegal. Timbul kemerahan/eritema dalam waktu
singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar
kulit yang eritematosa dan edema.
3. Pemeriksaan Fisik Tampak lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa yang disertai nyeri bersifat unilateral dan
dermatomal sesuai tempat persarafan.
4. Kriteria Diagnosis 1. Vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa
2. Nyeri bersifat unilateral dan dermatomal sesuai
tempat persarafan.
3. Pembesaran KGB
5. Diagnosis Kerja Herpes Zoster
6. Diagnosis Banding Herpes simpleks
7. Pemeriksaan Penunjang Ditemukan sel datia berinti banyak pada pemeriksaan Tzanck
8. Terapi Antiviral: Asiklovir 5 x 800 mg
Anti neuropati: Pregabalin 2 x 75 mg
Immunostimulator: Isoprinosin 1 x 1 tablet
Bedak salisil 2%
9. Edukasi Bed rest
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI

1
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

VARICELLA
1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh
2. Anamnesis Pasien mengalami demam, malaise, dan nyeri kepala.
Disusul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat lesi kulit berupa papul eritematosa yang berubah
menjadi vesikel berbentuk menyerupai tetesan embun (tear
drops)
Vesikel ini berjalan secara sentrifugal dari badan kemudian
ke wajah, ekstremitas, selaput lendir mata, mulut, saluran
nafas atas.
Vesikel dapat berkembang menjadi pustul, pecah,
mengering membentuk krusta.
4. Kriteria Diagnosis 1. Lesi kulit berupa papul eritematosa yang berubah
menjadi vesikel berbentuk menyerupai tetesan embun
(tear drops).
2. Vesikel ini berjalan secara sentrifugal dari badan
kemudian ke wajah, ekstremitas, selaput lendir mata,
mulut, saluran nafas atas.
3. Vesikel dapat berkembang menjadi pustul, pecah,
mengering membentuk krusta.
4. Gatal pada lesi kulit dan pembesaran KGB
5. Diagnosis Kerja Varicella
6. Diagnosis Banding Variola, Impetigo Bullosa, Eczema Herpeticum, Eczema
Vaccinatum
7. Pemeriksaan Penunjang Ditemukan sel datia berinti banyak pada pemeriksaan Tzanck
8. Terapi Simptomatis: kompres dingin atau anti histamin oral dan
calamine lotion dapat diberikan untuk mengatasi gatal
Paracetamol 3 x 500 mg
Asiklovir 5 x 800 mg
9. Edukasi Menjaga hygiene tubuh dengan mandi setiap hari dan
(Hospital Health Promotion) menghindari menggaruk lesi agar tidak terjadi infeksi

2
sekunder
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI

3
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

DERMATITIS KONTAK ALERGI


1. Pengertian (Definisi) Reaksi peradangan kulit yang didahului proses sensitisasi.
2. Anamnesis Pasien mengalami gatal yang bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokalisasinya.
3. Pemeriksaan Fisik Pada fase akut ditemukan bercak eritematosa yang berbatas
jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan
eksudasi (basah).
Pada keadaan kronis, terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
4. Kriteria Diagnosis 1. Ditemukan bercak eritematosa yang berbatas jelas
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan
erosi dan eksudasi (basah)
2. Kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
3. Adanya riwayat mengenai kontaktan yang dicurigai
didasarkan lokasi kelainan kulit
5. Diagnosis Kerja Dermatitis kontak alergi
6. Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Iritan, Dermatitis Atopik, Dermatitis
Seboroik, Psoriasis
7. Pemeriksaan Penunjang Uji Tempel
8. Terapi Prednison 30 mg/hari
Kompres NaCl
9. Edukasi Penghindaran atau pencegahan kontak dengan alergen
(Hospital Health Promotion) penyebab
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

LEPRA
1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi kronik yang disebabkan mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat.
2. Anamnesis Pasien mengalami keluhan terdapat bercak merah pada kulit
disertai rasa panas, nyeri, dan kulit menjadi tebal. Dapat
disertai demam atau tidak
3. Pemeriksaan Fisik Ditemukan bercak hipopigmentasi atau eritematous. Mati
rasa (hipoestesi) atau tidak merasakan sama sekali (anestesi)
pada lesi.
Kulit kering
4. Kriteria Diagnosis 1. Pada gambaran klinis ditemukan bercak hipopigmentasi
atau eritematous. Mati rasa (hipoestesi) atau tidak
merasakan sama sekali (anestesi) pada lesi.
2. Kulit kering Pada pemeriksaan bakterioskopis dengan
pemeriksaan Ziehl Neelsen dan BTA.
3. Pada pemeriksaan histopatologik, tampak gambaran
tuberkel. Tuberkel terdiri sel epitheloid, sel datia
Langhans, dan limfosit.
5. Diagnosis Kerja Lepra
6. Diagnosis Banding Sarkoidosis, Lupus Vulgaris, Limfoma, Sifilis, Granuloma
Anulare, Nekrobiosis Lipoidica
7. Pemeriksaan Penunjang BTA (+), Uji MLPA, Uji ELISA, ML Dipstick
8. Terapi Lepra tipe Pausibasiler: Rifampisin 600 mg / bulan, DDS 100
mg/hari dalam jangka waktu pengobatan 6-9 bulan
Lepra tipe Multibasiler: Rifampisin 600 mg / bulan, DDS 100
mg/ hari selama sebulan, Clofazimine 50 mg/hari dalam
jangka waktu pengobatan 12-18 bulan
9. Edukasi Menjaga hygiene tubuh dengan baik
(Hospital Health Promotion) Selalu memakai alas kaki untuk menghindari lesi baru pada
kulit
Menjaga kelembapan kulit
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

5
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK


1. Pengertian (Definisi) Suatu penyakit kulit yang ditandai dengan kelainan kulit
berupa epidermolisis generalisata, kelainan selaput lender di
orifisium, dan kelainan mata
2. Anamnesis 1. Tanyakan mengenai adanya kelainan kulit, kelainan mata,
dan kelainan selaput lendir di orifisium
2. Tanyakan mengenai adanya riwayat penggunaan obat-
obat tertentu seperti
 Antibiotik : Kloramfenikol, eritromisi, penisilin,
siprofloxacin
 OAINS: fenilbutazon, piroksikam, ibuprofen,
indometasin
 Antikonvulsan: fenobarbital, fenitoin, karbamazepin,
asam valproat, lamotrigin
 Allopurinol

3. Pemeriksaan Fisik  Kelainan kulit: eritema, vesikel, dan bula yang pecah
menjadi erosi
 Kelainan selaput lendir di orifisium. Lesi paling sering
terdapat pada mukosa mulut berupa vesikel dan bulla
yang jika pecah dapat menjadi erosi, ekskoriasi, dan
krusta
 Kelainan mata tersering berupa kongjungtivitis kataralis
 Terjadinya epidermolisis, epidermis terlepas dari
dasarnya dan kemudian menyeluruh. Adanya
epidermolisis menyebabkan tanda Nicolsky (+) pada
kulit yang eritematosa yaitu jika kulit ditekan dan
digeser maka kulit akan terkelupas.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.

5. Diagnosis Kerja Nekrolisis epidermal toksik


6. Diagnosis Banding Sindrom steven Johnson, staphylococcal scalded skin
syndrome

7
7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan histopatologik:
Stadium dini akan ditemukan vakuolisasi dan
nekrosis sel-sel basal sepanjang perbatasan dermal-
epidermal. Pada stadium lanjut, ditemukan nekrosis
eosinofilik sel epidermis dengan pembentukan lepuh
sub-epidermal
 Pemeriksaan lab:
1. Leukositosis, peningkatan enzim transaminase
serum,
2. Albuminuria
3. Gangguan fungsi ginjal
4. Ketidakseimbangan elektrolit
8. Terapi 1. Kortikosteroid, jika keadaan umum baik, diberi prednisone
40 mg sehari. Jika keadaan buruk, dexamethason inj. 4-6 x
5 mg sehari
2. Antibiotik: Ciprofloxacin, ceftriaxone
3. Diet rendah garam tinggi protein
4. Cairan: Dextrose 5%: NaCl 0,9% = 1:1
Transfusi darah (jika tidak ada perbaikan dalam 2
hari) sebanyak 300 cc selama 2 hari.
5. Topikal: Krim sulfadiazine-perak pada lesi yang erosi dan
ekskoriasi
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus yaitu konsumsi obat tertentu
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Angka kematian dari penderia NET dapat dihitung dengan
menggunakan Toxic Epidermal Necrolysis-Specific Severity of
Illness Score (SCORTEN). Kriteria SCORTEN antara lain:
 Umur >40 tahun
 Denyut jantung >120x/menit
 Keganasan hematologi
 Area lesi >10% dari luas permukaan tubuh
 Urea serum >10 mmol/L
 Bikarbonat serum <20 mmol/L
 Glukosa serum >14 mmol/L
Setiap criteria diberikan nilai 1
Skor 0-1: angka kematian sekitar 3,2%
Skor 2: angka kematian sekitar 12,1%
Skor 3: angka kematian sekitar 35,3%
Skor 4: angka kematian sekitar 58,3%
Skor 5 atau lebih menunjukkan angka kematian sekitar
90%
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C

8
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI

9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

SINDROM STEVEN JOHNSON


1. Pengertian (Definisi) Suatu sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan sampai berat
2. Anamnesis 1. Tanyakan mengenai adanya kelainan kulit, kelainan mata,
dan kelainan selaput lendir
2. Tanyakan mengenai adanya riwayat penggunaan obat-
obat tertentu

3. Pemeriksaan Fisik  Diawali dengan penyakit peradangan akut yang disertai


dengan gejala prodromal berupa demam, malaise,
batuk, sakit kepala.
 Kelainan kulit: macula eritema, vesikel, dan bula yang
pecah menjadi erosi, dapat disertai purpura yang
tersebar luas pada tubuh.
 Kelainan selaput lendir di orifisium. Lesi paling sering
terdapat pada mukosa mulut berupa vesikel dan bulla
yang jika pecah dapat menjadi erosi, ekskoriasi, dan
krusta
 Kelainan mata tersering berupa kongjungtivitis kataralis
 Trias: kelainan pada mulut berupa stomatitis, kelainan
mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital
berupa balanitis dan vulvovaginitis.
 Manifestasi oral biasanya timbul setelah erupsi kulit,
tetapi kadang-kadang timbul mendahului erupsi kulit.
 Terdapat pengelupasan pada epidermis kurang dari
10% dari area permukaan tubuh.

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Kerja Sindrom Steven Johnson
6. Diagnosis Banding Nekrolisis epidermal toksik (Keadaan umum lebih berat dan
disertai epidermolisis)
7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan histopatologik:

10
1. Infiltrat sel mononuclear di sekitar pembuluh darah
dermis superfisial
2. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis
papilar
3. Degenerasi hidropik lapirsan basalis sampai
terbentuk vesikel subepidermal
4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adnexa
5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
 Lab: Leukositosis, eosinofilia
 Imunologi: deposit IgM dan C3 di pembuluh darah
dermal superfisial serta terdapat kompleks imun yang
mengandung IgG, IgM dan IgA
8. Terapi 1. Kortikosteroid. Jika keadaan umum baik, diberi
prednisone 30 mg sehari. Jika keadaan buruk,
dexamethason inj. 4-6 x 5 mg sehari
2. Antibiotik: Ciprofloxacin, ceftriaxone
3. Diet rendah garam tinggi protein
4. Cairan: Dextrose 5%: NaCl 0,9% = 1:1
Transfusi darah (jika tidak ada perbaikan dalam 2
hari) sebanyak 300 cc selama 2 hari.
5. Topikal: Krim sulfadiazine-perak pada lesi yang erosi dan
ekskoriasi
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus yaitu konsumsi obat tertentu
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan
penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian
berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan yang terlambat dan tidak
memadai. Prognosis lebih buruk jika terjadi purpura yang
luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, dan
sepsis.
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
2. Fitzpatrick dermatology

11
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

URTIKARIA
1. Pengertian (Definisi) Reaksi vaskular di kulit akibat berbagai macam sebab.
Ditandai dengan adanya udem setempat yang cepat timbul
dan hilang secara perlahan. Berwarna pucat kemerahan,
meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi
halo.
2. Anamnesis 1. Apakah ada udem setempat yang timbul tiba-tiba dan
hilang secara perlahan?
2. Apakah warnanya? pucat/kemerahan?
3. Apakah ada rasa gatal, tersengat, tertusuk?
4. Sejak kapan keluhan muncul?
5. Umur penderita? Urtikaria akut lebih sering pada laki-laki
usia muda, jika kronis lebih sering pada wanita usia
pertengahan
3. Pemeriksaan Fisik  Edema setempat berbatas tegas, terkadang bagian
tengah tampak lebih pucat
 Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai ke
dermis dan lapisan mukosa dan subkutan, artinya
terjadi angioedema. Gejala disertai dengan sesak nafas,
serak dan rhinitis
 Dermografisme berupa udema dan eritem yang linier di
kulit yang terkena goresan benda tumpul. Timbul
dalam waktu kurang lebih 30 menit.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Kerja Urtikaria
6. Diagnosis Banding Purpura anafilaktoid, pitiriasis rosea, uritkaria pigmentosa
7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai
adanya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada
organ dalam.
 Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada
dugaan urtikaria dingin
 Pemeriksaan THT, gigi, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan adanya infeksi fokal.

12
 Peningkatan kadar IgE, eosinofil dan komplemen
 Tes kulit: Uji gores (scratch test), uji tusuk / uji cukil (prick
test), untuk mencari alergen inhalan, makanan
dermatofit dan kandida
 Pemeriksaan histopatologis, walau tidak selalu
diperlukan, dapat membantu diagnosis. Biasanya
terdapat kelainan berupa pelebaran kapilar di papilla
demis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen
membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak
infiltrasi selular dan pada itngkat lanjut terdapat infiltrasi
leukosit, terutama di sekitar pembuluh darah.
 Tes eliminasi makanan
 Ice Cube test (+) jika urtikaria karena dingin
 Test foto tempel (+) jika urtikaria karena sinar matahari
 Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada
diagnosis urtikaria kolinergik.
8. Terapi 1. Cetirizine 10 mg x 1
2. Kortikosteroid: Dexametason
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Urtikaria akut prognosisnya lebih baik, karena penyebabnya
cepat dapat diatasi, urtikaria kronis lebih sulit diatasi karena
penyebabnya sulit dicari.
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI

13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

DRUG ERUPTION
1. Pengertian (Definisi) Reaksi hipersensitivitas terhadap obat dengan manifestasi
pada kulit yang dapat disertai maupun tidak keterlibatan
mukosa.
2. Anamnesis Apakah ada kemerahan atau luka di sekitar mulut, bibir, dan
di alat kelamin?
Apakah disertai rasa panas?
Apakah disertai rasa gatal?
Apakah sebelumnya ada riwayat konsumsi obat-obatan
(sulfonamide, barbiturat, trimetoprim, dan analgetik)?
3. Pemeriksaan Fisik  Urtikaria ditandai dengan edema setempat pada kulit
dengan ukuran yang bervariasi
 Erupsi makulopapular / erupsi eksantematosa /
morbiliformis
 Makula / eritema-keunguan dan kadang disertai
vesikel / bula oada bagian tengah lesi sehingga
menyerupai eritema multiforme
 Pustul milier berjumlah banyak di atas dasar
eritematosa
 Eritroderma = lesi eritema difus disertai skuama lebih
dari 90% area tubuh
 Epidermolisis, wajah mengalami edema, dan
distribusi lesi makulopapular tersebar simetris
hampir di seluruh tubuh
 Tanda nikolsky (+)
4. Kriteria Diagnosis - Riwayat alergi obat sebelumnya
- Riwayat atopi pada pasien dan keluarga
- Riwayat pajanan obat yang dicurigai / obat yang
dapat bereaksi silang
- Obat penyebab yang dicurigai menjadi lebih sempit
dengan foks terhadap :
a. Hubungan temporal antara awal dan akhir,
konsumsi obat dengan onset timbulnya erupsi
pada kulit
b. Lesi dominan, tanda dan gejala klinis reaksi

14
hipersensitivitas
- Hentikan dan/atau substitusi semua obat yang
memiliki hubungan temporal yang kuat. Observasi
gejala setelah obat dihentikan.
- Pertimbangkan uji kulit untuk menentukan obat
penyebab. Jika uji kulit (-), lakukan provokasi oral
dengan dosis yang dinaikkan perlahan
5. Diagnosis Kerja Fixed Drug Eruptions
6. Diagnosis Banding - Dermatitis kontak alergi
- Dermatitis kontak iritan
- Eritema multiforme
- Eritroderma
- Urticaria
- Eritema nodosum
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Biopsi kulit
3. Tes imunoserologi
4. Tes fungsi hati
5. Tes fungsi ginjal
6. Pemeriksaan elektrolit darah
8. Terapi - Segera menghentikan obat penyebab dan obat yang
bereaksi silang
- Kortikosteroid :
a. Ringan  0.5 mg/kgBB/hari
b. Berat  1-4 mg/kgBB/hari
- Antihistamin : Loratadine 2x10mg
- Topikal : bahan keratoplasti asam salisilat 1-2%
- Terapi sistemik : siklosporin, plasmaferesis,
immunoglobulin intravena (IVIg)
9. Edukasi  Segera menghentikan obat penyebab dan obat yang
(Hospital Health Promotion) bereaksi silang.
 Hindari penggunaan obat penyebab tersebut di
kemudian hari.
 Pasien selalu membawa daftar nama obat yang
menjadi penyebab timbulnya reaksi alergi pada
dirinya.
10. Prognosis 1. Tipe ringan yang telah diidentifikasi penyebab dan
segara dihentikan penggunaannya  Ad bonam
2. Tipe berat  Dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis

15
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sri Linuwih SW
Menaldi

16
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016

ERITRODERMA
1. Pengertian (Definisi) Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritea universalis
90-100%, biasanya disertai dengan skuama
2. Anamnesis Apakah ada riwayat konsumsi obat-obatan dalam 2 minggu
terakhir?
Adakah disertai rasa gatal?
Adakah disertai sisik?
Adakah menderita penyakit kulit sebelumnya?
3. Pemeriksaan Fisik  Eritema universal
 Skuama yang kasar
 Pitting nail
 Infiltrat
 Oedem
4. Kriteria Diagnosis Tergantung dari etiologi :
1. Eritroderma akibat alergi obat
a. Adanya riwayat mengkonsumsi obat
b. Waktu masuknya obat ke dalam tubuh hingga
timbulnya penyakit bervariasi, dapat segera
sampai 2 minggu
c. Terdapat eritema universal
d. Skuama muncul pada stadium penyembuhan
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
a. Karena psoriasis :
 Riwayat menderita psoriasis sebelumnya
 Eritem tidak merata, skuama tebal
terutama pada tempat predileksi psoriasis
 Terdapat pitting nail
b. Karena penyakit Leiner :
 Disebabkan dermatitis seboroik
 Usia antara 4-20 minggu
 Keadaan umum baik, muncul eritema
universal disertai skuama yang kasar
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk
keganasan (Sindrom Sezary)
a. Biasa pada orang dewasa

17
b. Pria rata-rata berusia 64 tahun & Wanita rata-rata
53 tahun
c. Ditandai dengan eritema berwarna merah
membara yang universal disertai skuama dan rasa
sangat gatal
d. Terdapat infiltrate dan oedem
5. Diagnosis Kerja Eritroderma
6. Diagnosis Banding - Dermatitis atopic
- Pemfigoid bulosa
- Dermatitis kontak alergi
- Dermatitis kontak iritan
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah : albumin serum rendah,
peningkatan gamma-globulin, protein fase akut
meningkat, leukositosis, anemia ringan,
ketidakseimbangan elektrolit
2. Histopatologi : infiltrasi bisa menjadi semakin
pleiomorfik
8. Terapi Pemberian Kortikosteroid
- Eritroderma karena alergi obat :
Prednison 4x10 mg
- Eritroderma karena perluasan penyakit kulit :
Prednison 4x10-15 mg per hari, jika ada
perbaikan dosis diturunkan perlahan, jika tidak ada
perbaikan dosis dinaikkan perlahan
- Eritroderma karena penyakit Leiner :
Prednison 3x1-2 mg per hari
- Sindrom Sezary :
Prednison 30 mg per hari
Eritroderma kronis :
- Diet tinggi protein karena terlepasnya skuama
menyebabkan hilangnya protein
Kelainan kulit : olesi emolien berupa salep lanolin 10% atau
krim urea 10% untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi
akibat eritema
9. Edukasi  Hindari faktor penyebab
(Hospital Health Promotion)  Diet tinggi protein
10. Prognosis Eritroderma karena obat  ad bonam
Sindrom Sezary  dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sri Linuwih SW

18
Menaldi

19

Anda mungkin juga menyukai