HERPES ZOSTER
1. Pengertian (Definisi) Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer
2. Anamnesis Pasien mengalami demam, pusing, nyeri otot, tulang, gatal,
malaise dan pegal. Timbul kemerahan/eritema dalam waktu
singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar
kulit yang eritematosa dan edema.
3. Pemeriksaan Fisik Tampak lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa yang disertai nyeri bersifat unilateral dan
dermatomal sesuai tempat persarafan.
4. Kriteria Diagnosis 1. Vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa
2. Nyeri bersifat unilateral dan dermatomal sesuai
tempat persarafan.
3. Pembesaran KGB
5. Diagnosis Kerja Herpes Zoster
6. Diagnosis Banding Herpes simpleks
7. Pemeriksaan Penunjang Ditemukan sel datia berinti banyak pada pemeriksaan Tzanck
8. Terapi Antiviral: Asiklovir 5 x 800 mg
Anti neuropati: Pregabalin 2 x 75 mg
Immunostimulator: Isoprinosin 1 x 1 tablet
Bedak salisil 2%
9. Edukasi Bed rest
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
1
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
VARICELLA
1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh
2. Anamnesis Pasien mengalami demam, malaise, dan nyeri kepala.
Disusul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat lesi kulit berupa papul eritematosa yang berubah
menjadi vesikel berbentuk menyerupai tetesan embun (tear
drops)
Vesikel ini berjalan secara sentrifugal dari badan kemudian
ke wajah, ekstremitas, selaput lendir mata, mulut, saluran
nafas atas.
Vesikel dapat berkembang menjadi pustul, pecah,
mengering membentuk krusta.
4. Kriteria Diagnosis 1. Lesi kulit berupa papul eritematosa yang berubah
menjadi vesikel berbentuk menyerupai tetesan embun
(tear drops).
2. Vesikel ini berjalan secara sentrifugal dari badan
kemudian ke wajah, ekstremitas, selaput lendir mata,
mulut, saluran nafas atas.
3. Vesikel dapat berkembang menjadi pustul, pecah,
mengering membentuk krusta.
4. Gatal pada lesi kulit dan pembesaran KGB
5. Diagnosis Kerja Varicella
6. Diagnosis Banding Variola, Impetigo Bullosa, Eczema Herpeticum, Eczema
Vaccinatum
7. Pemeriksaan Penunjang Ditemukan sel datia berinti banyak pada pemeriksaan Tzanck
8. Terapi Simptomatis: kompres dingin atau anti histamin oral dan
calamine lotion dapat diberikan untuk mengatasi gatal
Paracetamol 3 x 500 mg
Asiklovir 5 x 800 mg
9. Edukasi Menjaga hygiene tubuh dengan mandi setiap hari dan
(Hospital Health Promotion) menghindari menggaruk lesi agar tidak terjadi infeksi
2
sekunder
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
3
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
LEPRA
1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi kronik yang disebabkan mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat.
2. Anamnesis Pasien mengalami keluhan terdapat bercak merah pada kulit
disertai rasa panas, nyeri, dan kulit menjadi tebal. Dapat
disertai demam atau tidak
3. Pemeriksaan Fisik Ditemukan bercak hipopigmentasi atau eritematous. Mati
rasa (hipoestesi) atau tidak merasakan sama sekali (anestesi)
pada lesi.
Kulit kering
4. Kriteria Diagnosis 1. Pada gambaran klinis ditemukan bercak hipopigmentasi
atau eritematous. Mati rasa (hipoestesi) atau tidak
merasakan sama sekali (anestesi) pada lesi.
2. Kulit kering Pada pemeriksaan bakterioskopis dengan
pemeriksaan Ziehl Neelsen dan BTA.
3. Pada pemeriksaan histopatologik, tampak gambaran
tuberkel. Tuberkel terdiri sel epitheloid, sel datia
Langhans, dan limfosit.
5. Diagnosis Kerja Lepra
6. Diagnosis Banding Sarkoidosis, Lupus Vulgaris, Limfoma, Sifilis, Granuloma
Anulare, Nekrobiosis Lipoidica
7. Pemeriksaan Penunjang BTA (+), Uji MLPA, Uji ELISA, ML Dipstick
8. Terapi Lepra tipe Pausibasiler: Rifampisin 600 mg / bulan, DDS 100
mg/hari dalam jangka waktu pengobatan 6-9 bulan
Lepra tipe Multibasiler: Rifampisin 600 mg / bulan, DDS 100
mg/ hari selama sebulan, Clofazimine 50 mg/hari dalam
jangka waktu pengobatan 12-18 bulan
9. Edukasi Menjaga hygiene tubuh dengan baik
(Hospital Health Promotion) Selalu memakai alas kaki untuk menghindari lesi baru pada
kulit
Menjaga kelembapan kulit
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
5
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
3. Pemeriksaan Fisik Kelainan kulit: eritema, vesikel, dan bula yang pecah
menjadi erosi
Kelainan selaput lendir di orifisium. Lesi paling sering
terdapat pada mukosa mulut berupa vesikel dan bulla
yang jika pecah dapat menjadi erosi, ekskoriasi, dan
krusta
Kelainan mata tersering berupa kongjungtivitis kataralis
Terjadinya epidermolisis, epidermis terlepas dari
dasarnya dan kemudian menyeluruh. Adanya
epidermolisis menyebabkan tanda Nicolsky (+) pada
kulit yang eritematosa yaitu jika kulit ditekan dan
digeser maka kulit akan terkelupas.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.
7
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologik:
Stadium dini akan ditemukan vakuolisasi dan
nekrosis sel-sel basal sepanjang perbatasan dermal-
epidermal. Pada stadium lanjut, ditemukan nekrosis
eosinofilik sel epidermis dengan pembentukan lepuh
sub-epidermal
Pemeriksaan lab:
1. Leukositosis, peningkatan enzim transaminase
serum,
2. Albuminuria
3. Gangguan fungsi ginjal
4. Ketidakseimbangan elektrolit
8. Terapi 1. Kortikosteroid, jika keadaan umum baik, diberi prednisone
40 mg sehari. Jika keadaan buruk, dexamethason inj. 4-6 x
5 mg sehari
2. Antibiotik: Ciprofloxacin, ceftriaxone
3. Diet rendah garam tinggi protein
4. Cairan: Dextrose 5%: NaCl 0,9% = 1:1
Transfusi darah (jika tidak ada perbaikan dalam 2
hari) sebanyak 300 cc selama 2 hari.
5. Topikal: Krim sulfadiazine-perak pada lesi yang erosi dan
ekskoriasi
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus yaitu konsumsi obat tertentu
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Angka kematian dari penderia NET dapat dihitung dengan
menggunakan Toxic Epidermal Necrolysis-Specific Severity of
Illness Score (SCORTEN). Kriteria SCORTEN antara lain:
Umur >40 tahun
Denyut jantung >120x/menit
Keganasan hematologi
Area lesi >10% dari luas permukaan tubuh
Urea serum >10 mmol/L
Bikarbonat serum <20 mmol/L
Glukosa serum >14 mmol/L
Setiap criteria diberikan nilai 1
Skor 0-1: angka kematian sekitar 3,2%
Skor 2: angka kematian sekitar 12,1%
Skor 3: angka kematian sekitar 35,3%
Skor 4: angka kematian sekitar 58,3%
Skor 5 atau lebih menunjukkan angka kematian sekitar
90%
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
8
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
10
1. Infiltrat sel mononuclear di sekitar pembuluh darah
dermis superfisial
2. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis
papilar
3. Degenerasi hidropik lapirsan basalis sampai
terbentuk vesikel subepidermal
4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adnexa
5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
Lab: Leukositosis, eosinofilia
Imunologi: deposit IgM dan C3 di pembuluh darah
dermal superfisial serta terdapat kompleks imun yang
mengandung IgG, IgM dan IgA
8. Terapi 1. Kortikosteroid. Jika keadaan umum baik, diberi
prednisone 30 mg sehari. Jika keadaan buruk,
dexamethason inj. 4-6 x 5 mg sehari
2. Antibiotik: Ciprofloxacin, ceftriaxone
3. Diet rendah garam tinggi protein
4. Cairan: Dextrose 5%: NaCl 0,9% = 1:1
Transfusi darah (jika tidak ada perbaikan dalam 2
hari) sebanyak 300 cc selama 2 hari.
5. Topikal: Krim sulfadiazine-perak pada lesi yang erosi dan
ekskoriasi
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus yaitu konsumsi obat tertentu
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan
penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian
berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan yang terlambat dan tidak
memadai. Prognosis lebih buruk jika terjadi purpura yang
luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, dan
sepsis.
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
2. Fitzpatrick dermatology
11
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
URTIKARIA
1. Pengertian (Definisi) Reaksi vaskular di kulit akibat berbagai macam sebab.
Ditandai dengan adanya udem setempat yang cepat timbul
dan hilang secara perlahan. Berwarna pucat kemerahan,
meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi
halo.
2. Anamnesis 1. Apakah ada udem setempat yang timbul tiba-tiba dan
hilang secara perlahan?
2. Apakah warnanya? pucat/kemerahan?
3. Apakah ada rasa gatal, tersengat, tertusuk?
4. Sejak kapan keluhan muncul?
5. Umur penderita? Urtikaria akut lebih sering pada laki-laki
usia muda, jika kronis lebih sering pada wanita usia
pertengahan
3. Pemeriksaan Fisik Edema setempat berbatas tegas, terkadang bagian
tengah tampak lebih pucat
Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai ke
dermis dan lapisan mukosa dan subkutan, artinya
terjadi angioedema. Gejala disertai dengan sesak nafas,
serak dan rhinitis
Dermografisme berupa udema dan eritem yang linier di
kulit yang terkena goresan benda tumpul. Timbul
dalam waktu kurang lebih 30 menit.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Kerja Urtikaria
6. Diagnosis Banding Purpura anafilaktoid, pitiriasis rosea, uritkaria pigmentosa
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai
adanya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada
organ dalam.
Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada
dugaan urtikaria dingin
Pemeriksaan THT, gigi, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan adanya infeksi fokal.
12
Peningkatan kadar IgE, eosinofil dan komplemen
Tes kulit: Uji gores (scratch test), uji tusuk / uji cukil (prick
test), untuk mencari alergen inhalan, makanan
dermatofit dan kandida
Pemeriksaan histopatologis, walau tidak selalu
diperlukan, dapat membantu diagnosis. Biasanya
terdapat kelainan berupa pelebaran kapilar di papilla
demis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen
membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak
infiltrasi selular dan pada itngkat lanjut terdapat infiltrasi
leukosit, terutama di sekitar pembuluh darah.
Tes eliminasi makanan
Ice Cube test (+) jika urtikaria karena dingin
Test foto tempel (+) jika urtikaria karena sinar matahari
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada
diagnosis urtikaria kolinergik.
8. Terapi 1. Cetirizine 10 mg x 1
2. Kortikosteroid: Dexametason
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus
(Hospital Health Promotion)
10. Prognosis Urtikaria akut prognosisnya lebih baik, karena penyebabnya
cepat dapat diatasi, urtikaria kronis lebih sulit diatasi karena
penyebabnya sulit dicari.
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
DRUG ERUPTION
1. Pengertian (Definisi) Reaksi hipersensitivitas terhadap obat dengan manifestasi
pada kulit yang dapat disertai maupun tidak keterlibatan
mukosa.
2. Anamnesis Apakah ada kemerahan atau luka di sekitar mulut, bibir, dan
di alat kelamin?
Apakah disertai rasa panas?
Apakah disertai rasa gatal?
Apakah sebelumnya ada riwayat konsumsi obat-obatan
(sulfonamide, barbiturat, trimetoprim, dan analgetik)?
3. Pemeriksaan Fisik Urtikaria ditandai dengan edema setempat pada kulit
dengan ukuran yang bervariasi
Erupsi makulopapular / erupsi eksantematosa /
morbiliformis
Makula / eritema-keunguan dan kadang disertai
vesikel / bula oada bagian tengah lesi sehingga
menyerupai eritema multiforme
Pustul milier berjumlah banyak di atas dasar
eritematosa
Eritroderma = lesi eritema difus disertai skuama lebih
dari 90% area tubuh
Epidermolisis, wajah mengalami edema, dan
distribusi lesi makulopapular tersebar simetris
hampir di seluruh tubuh
Tanda nikolsky (+)
4. Kriteria Diagnosis - Riwayat alergi obat sebelumnya
- Riwayat atopi pada pasien dan keluarga
- Riwayat pajanan obat yang dicurigai / obat yang
dapat bereaksi silang
- Obat penyebab yang dicurigai menjadi lebih sempit
dengan foks terhadap :
a. Hubungan temporal antara awal dan akhir,
konsumsi obat dengan onset timbulnya erupsi
pada kulit
b. Lesi dominan, tanda dan gejala klinis reaksi
14
hipersensitivitas
- Hentikan dan/atau substitusi semua obat yang
memiliki hubungan temporal yang kuat. Observasi
gejala setelah obat dihentikan.
- Pertimbangkan uji kulit untuk menentukan obat
penyebab. Jika uji kulit (-), lakukan provokasi oral
dengan dosis yang dinaikkan perlahan
5. Diagnosis Kerja Fixed Drug Eruptions
6. Diagnosis Banding - Dermatitis kontak alergi
- Dermatitis kontak iritan
- Eritema multiforme
- Eritroderma
- Urticaria
- Eritema nodosum
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Biopsi kulit
3. Tes imunoserologi
4. Tes fungsi hati
5. Tes fungsi ginjal
6. Pemeriksaan elektrolit darah
8. Terapi - Segera menghentikan obat penyebab dan obat yang
bereaksi silang
- Kortikosteroid :
a. Ringan 0.5 mg/kgBB/hari
b. Berat 1-4 mg/kgBB/hari
- Antihistamin : Loratadine 2x10mg
- Topikal : bahan keratoplasti asam salisilat 1-2%
- Terapi sistemik : siklosporin, plasmaferesis,
immunoglobulin intravena (IVIg)
9. Edukasi Segera menghentikan obat penyebab dan obat yang
(Hospital Health Promotion) bereaksi silang.
Hindari penggunaan obat penyebab tersebut di
kemudian hari.
Pasien selalu membawa daftar nama obat yang
menjadi penyebab timbulnya reaksi alergi pada
dirinya.
10. Prognosis 1. Tipe ringan yang telah diidentifikasi penyebab dan
segara dihentikan penggunaannya Ad bonam
2. Tipe berat Dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sri Linuwih SW
Menaldi
16
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD H.HANAFIE MUARA BUNGO
2016
ERITRODERMA
1. Pengertian (Definisi) Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritea universalis
90-100%, biasanya disertai dengan skuama
2. Anamnesis Apakah ada riwayat konsumsi obat-obatan dalam 2 minggu
terakhir?
Adakah disertai rasa gatal?
Adakah disertai sisik?
Adakah menderita penyakit kulit sebelumnya?
3. Pemeriksaan Fisik Eritema universal
Skuama yang kasar
Pitting nail
Infiltrat
Oedem
4. Kriteria Diagnosis Tergantung dari etiologi :
1. Eritroderma akibat alergi obat
a. Adanya riwayat mengkonsumsi obat
b. Waktu masuknya obat ke dalam tubuh hingga
timbulnya penyakit bervariasi, dapat segera
sampai 2 minggu
c. Terdapat eritema universal
d. Skuama muncul pada stadium penyembuhan
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
a. Karena psoriasis :
Riwayat menderita psoriasis sebelumnya
Eritem tidak merata, skuama tebal
terutama pada tempat predileksi psoriasis
Terdapat pitting nail
b. Karena penyakit Leiner :
Disebabkan dermatitis seboroik
Usia antara 4-20 minggu
Keadaan umum baik, muncul eritema
universal disertai skuama yang kasar
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk
keganasan (Sindrom Sezary)
a. Biasa pada orang dewasa
17
b. Pria rata-rata berusia 64 tahun & Wanita rata-rata
53 tahun
c. Ditandai dengan eritema berwarna merah
membara yang universal disertai skuama dan rasa
sangat gatal
d. Terdapat infiltrate dan oedem
5. Diagnosis Kerja Eritroderma
6. Diagnosis Banding - Dermatitis atopic
- Pemfigoid bulosa
- Dermatitis kontak alergi
- Dermatitis kontak iritan
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah : albumin serum rendah,
peningkatan gamma-globulin, protein fase akut
meningkat, leukositosis, anemia ringan,
ketidakseimbangan elektrolit
2. Histopatologi : infiltrasi bisa menjadi semakin
pleiomorfik
8. Terapi Pemberian Kortikosteroid
- Eritroderma karena alergi obat :
Prednison 4x10 mg
- Eritroderma karena perluasan penyakit kulit :
Prednison 4x10-15 mg per hari, jika ada
perbaikan dosis diturunkan perlahan, jika tidak ada
perbaikan dosis dinaikkan perlahan
- Eritroderma karena penyakit Leiner :
Prednison 3x1-2 mg per hari
- Sindrom Sezary :
Prednison 30 mg per hari
Eritroderma kronis :
- Diet tinggi protein karena terlepasnya skuama
menyebabkan hilangnya protein
Kelainan kulit : olesi emolien berupa salep lanolin 10% atau
krim urea 10% untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi
akibat eritema
9. Edukasi Hindari faktor penyebab
(Hospital Health Promotion) Diet tinggi protein
10. Prognosis Eritroderma karena obat ad bonam
Sindrom Sezary dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Medis Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sri Linuwih SW
18
Menaldi
19