Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

MATA KULIAH PERANCANG ARSITEK I

Rumah Tradisional Sumatera Selatan


“RUMAH LIMAS”

NAMA : RUDI NASRUDI


NIM : 01180021
JURUSAN : TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS JAKARTA
(UNIJA)
Rumah Limas, Rumah Tradisional Sumatera Selatan

Sebutan sebagai Rumah Limas didasarkan pada kap yaitu atap rumah
yang berbentuk limas. Bentuk yang umum adalah Limasan Gajah Njerum oleh
karena bentuknya yang empat persegi panjang dengan bagian tengah yang tinggi
atau berbentuk limas (Depdikbud, 1991,Hal 22).
Sedangkan menurut RHM. Akib, Limas berasal dari gabungan dua kata
yaitu lima dan emas yang diartikan ada lima tujuan dari Rumah Limas, yaitu:
1. Emas pertama adalah Keagungan dan Kebesaran
2. Emas kedua adalah Rukun dan damai
3. Emas ketiga adalah Adab dan sopan santun
4. Emas keempat adalah Aman, subur dan sentosa
5. Emas kelima adalah Makmur dan sejahtera
Bentuk atap Rumah Limas Palembang sangat spesifik, berbentuk limas
terpancung dengan memakai dua overstek pada kedua sisi panjang dan sebuah
overstek pada sisi pendeknya dengan sudut atap bagian depan agak landai dan
ukurannya lebih panjang dari atap utama. Penutup atap adalah genteng ‘bela boolo’
(genteng khas Palembang) dan memiliki ornamen pada bubungan dan pertemuan
kedua sisi atapnya. Di bagian belakang terdapat tambahan atap berbentuk perisai
yang dihubungkan dengan atap utama melalui penyelesaian talang. Menurut buku
Palembang 1991, bentuk atap Rumah Limas Palembang yang merupakan limasan
terpancung menggambarkan filosofi manusia sebagai ciptaan Tuhan. Konsep atap
Rumah Limas pada awalnya mengikuti konsep pemujaan pada jaman kejayaan
Hindu dan Budha sehingga bentuk atap bangunan berbentuk ‘meru’ yaitu atap
yang mencuat ke atas yang berarti paling tinggi kedudukannya yang
mengingatkan hubungan manusia dengan penciptanya.
Kemudian setelah masuknya agama Islam ke Indonesia maka atap ‘meru’
berubah menjadi atap joglo dengan konsep yang menekankan penyatuan umat dan
Tuhannya (Manunggaling Kawula Lan Gusti) yang berarti penyatuan raja dan
rakyatnya. Di Palembang bentuk joglo berubah menjadi bentuk limas dengan tetap
mempertahankan konsep yang membedakan derajat penggunaan ruang di dalam
bangunan. (Hanafiah,1990, Hal 13). Hal ini terjadi karena rumah tradisional
terbentuk didasari oleh budaya dan adat kebiasaan yang merupakan kehidupan
yang dikontrol oleh tingkah laku kognitif dan pola normatif yang secara umum
telah disepakati bersama. Bentuk atap Rumah Limas Palembang diyakini
memiliki hubungan dengan ruang dalam yang terkait dengan ketinggian lantai dan
pembagian ruang dalam rumah, dimana semakin tinggi berarti semakin penting
kedudukannya. Bagian tengah atap yang dibawahnya merupakan ruang yang
memiliki lantai tertinggi memberi kesan sakral dan paling penting. Pada Rumah
Limas ruang bagian tengah disebut ruang ‘gegajah’ yang merupakan tempat
terhormat dan diperuntukkan bagi para ‘tetuo’ (orang tua) dan kamar pengantin
(pangkeng pengantin), (Arifai, 1987, Hal. 25).
Proporsi atap Rumah Limas Palembang mempunyai karakter yang sama
dengan atap Rumah Joglo dimana keduanya mempunyai bagian atap utama yang
menjulang tinggi, namun atap utama Rumah Limas terlihat lebih rendah. Proporsi
atap Rumah Limas Palembang belum ada aturan baku sehingga proporsi atap
rumah limas Palembang masih beragam. Pada bagian atap dan pertemuan kedua
sisi atap terdapat ornament yang disebut sebagai “Simbar” dan “Tandook
kambeeng’ (Hanifah, 1997, Hal.20)
Apabila Anda bertamu ke salah satu Rumah Limas di wilayah Sriwijaya
ini, Anda akan diterima di teras atau lantai dua saja. Rumah Limas sangat luas dan
seringkali digunakan sebagai tempat berlangsungnya hajatan atau acara adat.
Luasnya mulai dari 400 hingga 1000 meter persegi. Bahan material dalam
membuat dinding, lantai, serta pintu menggunakan kayu tembesu. Sementara
untuk tiang rumah, pada umumnya menggunakan kayu unglen yang tahan air.
Berbeda dengan rangka rumah yang terbuat dari kayu Seru. Kayu ini cukup
langka. Kayu ini sengaja tidak digunakan untuk bagian bawah Rumah Limas,
sebab kayu Seru dalam kebudayaannya dilarang untuk diinjak atau dilangkahi.
Nilai-nilai budaya Palembang juga dapat Anda rasakan dari ornamen ukiran pada
pintu dan dindingnya. Selain berbentuk limas, rumah tradisional Sumatera
Selatan ini juga tampak seperti rumah panggung dengan tiang-tiangnya yang
dipancang hingga ke dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis
lingkungannya yang berada di daerah perairan.
Adat yang kental sangat
mendasari pembangunan Rumah
Limas. Tingkatan yang dimiliki
rumah ini disertai dengan lima
ruangan yang disebut
dengan kekijing.
Hal ini menjadi simbol
atas lima jenjang kehidupan
bermasyarakat, yaitu usia, jenis,
bakat, pangkat dan martabat. Detail setiap tingkatnya pun berbeda-beda.
Tingkatan pertama adalah Trenggalung. Trenggalung merupakan
ruangan yang difungsikan untuk menerima tamu jika pemilik rumah sedang
mengadakan hajat. Pada ruangan ini terdapat pagar trenggalung, uniknya jika
dilihat dari luar suasana di dalam ruangan tidak terlihat, namun orang yang ada
di ruangan bisa melihat suasana di luar. Hal menarik lainnya yang ada di
ruangan ini adalah lawang kipas. Lawang atau pintu yang jika dibuka akan
membentuk langit-langit ruangan, namun jika ditutup akan membentuk dinding
dan selasar pada ruangan trenggalung.
Kemudian kita beranjak ke ruang kedua Jogan, begitu mereka
menyebutnya, digunakan sebagai tempat berkumpul khusus untuk pria. Naik lagi
ke ruang ketiga yang diberi nama kekijing ketiga. Posisi lantai tentunya lebih
tinggi dan diberi batas dengan menggunakan penyekat. Ruangan ini biasanya
untuk tempat menerima para undangan dalam suatu acara atau hajatan, terutama
untuk handai taulan yang sudah separuh baya. Beranjak ke kekijing keempat,
sebutan untuk ruang keempat, yang memiliki posisi lebih tinggi lagi. Begitu juga
dengan orang-orang yang dipersilakan untuk mengisi ruangan ini pun memiliki
hubungan kekerabatan lebih dekat dan dihormati, seperti undangan yang lebih tua,
dapunto dan datuk.
Nah, ruang kelima yang memiliki ukuran terluas disebut gegajah.
Didalamnya terdapat ruang pangkeng, amben tetuo, dan danamben keluarga.
Amben adalah balai musyawarah. Amben tetuo sendiri digunakan sebagai tempat
tuan rumah menerima tamu kehormatan serta juga menjadi tempat pelaminan
pengantin dalam acara perkawinan. Dibandingkan dengan ruang lainnya, gegajah
adalah yang paling istimewa sebab memiliki kedudukan privasi yang sangat tinggi.
Begitulah setiap ruang dan tingkatan Rumah Limas yang memiliki
karakteristiknya masing-masing.
Rumah Limas sebagai rumah tradisonal kini sudah jarang digunakan
oleh masyarakat Palembang. Selain keterbatasan lahan, mengingat untuk
membangun rumah limas harus memiliki lahan yang sangat luas, membangun
rumah limas juga membutuhkan dana yang lebih banyak ketimbang
membangun rumah pada umumnya. Oleh karena itulah, masyarakat Palembang
percaya, pemilik rumah limas di zaman kesultanan Palembang adalah mereka
yang memiliki kedudukan sosial dan ekonomi yang tinggi di masyarakat.
Meski masyarakat Palembang sudah tidak menggunakan gaya rumah
limas sebagai hunian mereka, bukan berarti tidak ada rumah limas di
Palembang. Salah satu rumah limas yang masih berdiri hingga saat ini adalah
rumah limas peninggalan Pangeran Syarif Abdurrahman Al Habsi. Setelah
mengalami perpindahan kepemilikan, rumah peninggalan tahun 1830 tersebut
akhirnya dipindahkan ke halaman belakang Museum Balaputera Dewa, dan
menjadi koleksi terbesar museum yang ada di Jalan Srijaya Negara I,
Palembang itu. Bahkan untuk menjaga dan melestarikan bentuk rumah limas
Palembang yang kaya akan makna filosofis ini, pemerintah mengeluarkan mata
uang pecahan 10.000 rupiah yang bergambar rumah limas
Garis Keturunan
Tingkat atau kijing yang dimiliki
Rumah Limas menandakan garis
keturunan asli masyarakat palembang.
Dalam kebudayaannya, dikenal tiga jenis
garis keturunan atau kedudukan
seseorang, yaitu Kiagus, Kemas dan
atau Massagus, serta Raden. Tingkatan
atau undakannya pun demikian. Yang terendah adalah tempat berkumpul
golongan Kiagus. Selanjutnya, yang kedua diisi oleh garis keturunan Kemas dan
atau Massagus. Kemudia yang ketiga, diperuntukkan bagi golongan tertinggi yaitu
kaum Raden.

Di sisi lain, hiasan atau ukiran yang ada di dalam Rumah Limas pun
memiliki simbol-simbol tertentu. Jika Anda melihat dengan seksama ke dalamnya,
akan terlihat ornamen simbar atau tanduk pada bagian atas atap. Simbar dengan
hiasan Melati melambangkan mahkota yang bermakna kerukunan dan keagungan
rumah adat ini. Tanduk yang menghiasi atap juga bermakna tertentu sesuai
dengan jumlahnya.
Saat ini pembangunan Rumah Limas Sumatera Selatan sudah jarang
dilakukan. Luas wilayahnya memakan biaya yang jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan membangun rumah tempat tinggal biasa. Namun jangan
khawatir, Anda dapat berkunjung ke Rumah Limas milik keluarga Bayuki Wahab
di Jl. Mayor Ruslan dan Hasyim Ning di Jl. Pulo, 24 Ilir, Palembang. Di sini,
Anda akan merasakan seperti berada di masa lalu dengan nuansa rumah adat yang
sangat kental pengaruh budayanya.

KESIMPULAN
Salah satu ciri khas atap Rumah Limas Palembang adalah bentuk atapnya
dengan ornament ‘simbar’ dan ‘tanduk kambeeng’ yang digubah dari alam dan
budaya masyarakat Palembang. Bentuknya yang unik memiliki makna simbolis
yang menggambarkan karakteristik dan kepribadian penghuninya. Makna agung
yang melekat pada bentuk-bentuk simbolis alam pada ornamen atap Rumah Limas
Palembang perlu dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan dalam
memperkaya khasanah ornamen arsitektur Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai