Disusun Oleh :
NIBRAS SYARIF
21 / XI KIMIA INDUSTRI
Sumber : Wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas, Bayu A.R Sutan Mansyur,
dikutp dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansur, accesed tanggal
31 Agustus 2018.
D. Periode Orde Baru
K. H. Abdul Rozak Fachruddin (lahir di Pakualaman, Yogyakarta, 14
Februari 1915 – meninggal di Solo, Jawa Tengah, 17 Maret 1995 pada
umur 80 tahun) adalah Ketua Umum Muhammadiyah yang menjabat
dari 1968 sampai tahun1990.
Fachruddin lahir di Pakualaman, Yogyakarta pada tanggal 14
Februari 1916. Ayahnya adalah K.H. Fachruddin adalah seorang lurah naib atau penghulu
di Puro Pakualaman yang diangkat oleh kakek Sri Paduka Paku Alam VIII, berasal dari
Kulonprogo. Sementara ibunya adalah Maimunah binti K.H. Idris, Pakualaman. Ia belajar
di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Pada tahun 1923, untuk pertama kalinya A.R.
Fachruddin bersekolah formal di Standaard School Muhammadiyah Bausasran. Setelah
ayahnya tidak lagi menjadi penghulu dan usaha dagang batiknya juga jatuh, maka ia
pulang ke Bleberan. Pada tahun 1925, ia pindah ke Sekolah Dasar Muhammadiyah
Kotagede dan setamat dari sana tahun 1928, ia masuk ke Madrasah Muallimin
Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah belajar di Muallimin, dia pulang untuk belajar
kepada beberapa kiai seperti K.H. Fachruddin, ayahnya sendiri. Beliau menjadi pimpinan
muhammadiyah dengan periode jabatan ketua hingga 19 tahun. Fakhruddin, atau sangat
terkenal dengan nama 'Pak AR' dikalangan Muhammaadiyah, adalah salah satu ketua yang
paling menentukan arah pergerakan Muhammadiyah di abad ke-21.
Terutama karena Fakhruddin harus memimpin Muhammadiyah di bawah kontrol
ketat pemerintahan Orde Baru. Dalam upaya menyeragamkan ideologi dan memberantas
kelompok garis keras, rezim Suharto meminta seluruh organisasi sosial politik mengadopsi
Pancasila sebagai asas tunggal tahun 1984. Sejumlah kalangan Islam menolak tetapi
Muhammadiyah, juga NU, memilih menerima. Menurut Fakhruddin menerima Pancasila
seperti "naik motor di jalur wajib helm", dengan helm diibaratkan sebagai Pancasila dan
Muhammadiyah sebagai pengendaranya. Menurut tafsir Fakhruddin, meski memakai
'helm', pengendara tetap punya kepalanya sendiri tidak berarti berganti kepala.