Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PAPER INDIVIDU

Mata Kuliah : Toksikologi Industri


Dosen : Dr. Lalu Muhammad Saleh, SKM., M.Kes

Pengaruh Senyawa Sianida di Industri Pertambangan Emas

DISUSUN OLEH:

NUR INDAH LESTARI H

K012171064

KONSENTRASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan hidayaNyalah sehingga tugas paper mata kuliah toksikologi industri yang
berjudul pengaruh senyawa sianida di industri pertambagan emas, dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan paper ini, begitu banyak hambatan yang di hadapi
penulis. Tapi berkat bimbingan dan bantuan serta dorongan motivasi dari berbagai
pihak, semua kendala-kendala dan hambatan yang dihadapi penulis dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan paper ini. Semoga paper ini dapat memberi
manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan paper ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, April 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 4
B. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 6
C. Manfaat Penulisan ...................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7
A. Sianida dan Klasifikasinya ......................................................................................... 7
B. Fungsi dan Kegunaan Sianida .................................................................................... 8
C. Etiologi Keracunan Sianida ..................................................................................... 10
D. Patofisiologi Keracunan Sianida ............................................................................. 11
E. Manifestasi Klinis .................................................................................................... 13
F. Ketoksikan Sianida .................................................................................................. 14
G. Penanganan Keracunan Sianida ............................................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................. 18
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 20
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 20
B. Saran ........................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di
Indonesia semakin berkembang pesat juga. Adanya perkembangan industri
yang semakin pesat maka tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa tersebut
akan menimbulkan dampak bagi kelangsungan hidup manusia, baik dampak
positif maupun dampak negatif, terkhusus pada industri pertambangan.
Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang karena sifat kegiatannya
pada dasarnya selalu menimbulkan perubahan pada alam lingkungannya
(BPLHD 2014). Dampak positif yang dapat dirasakan adalah kondisi negara
yang mengalami kemajuan dan dapat bersaing dengan negara lain,
pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat serta penyediaan lapangan
pekejaan, sedangkan dampak negatif yang dapat dirasakan salah satunya
yakni terpaparnya zat-zat kimia akibat proses pekerjaan. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan para pekerja. Kondisi kesehatan yang baik
merupakan potensi untuk meraih produktivitas yang baik pula. Sebaliknya
keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja tidak atau
kurang produktif dalam melaksanakan pekerjaannya.
Setiap pekerjaan tidak lepas dari penyakit akibat kerja. International
Labour Organization (ILO) pada tahun 2013 juga memaparkan bahwa
kesehatan kerja baru-baru ini menjadi prioritas yang jauh lebih tinggi,
mengingat bukti meningkatnya kerugian dan penderitaan yang sangat besar
akibat penyakit akibat kerja dan kesehatan yang buruk di berbagai sektor
pekerjaan yang berbeda. Meskipun diperkirakan bahwa penyakit fatal
menyumbang sekitar 85 persen dari semua kematian terkait pekerjaan, lebih
dari setengah dari semua negara tidak menyediakan statistik resmi untuk
penyakit akibat kerja (International Labour Organization 2013).

4
Penyakit akibat kerja menimbulkan penyakit tidak menular yang
menyumbangkan banyak permasalahan pada kesehatan pekerja. Pada World
Health Statictics (2017), dipaparkan bahwa health worker merupakan salah
satu dari bagian indikator yang ingin dicapai oleh SDG’s (Suistanable
Development Goals) di tahun 2030, dimana pada WHS 2017 ini dijelaskan
bahwa pekerja harus terlindungi dari kondisi yang berbahaya, yang tidak
aman dan yang tidak sehat di lingkungan kerjanya (World Health
Organization 2017).
Salah satu usaha pemanfaatan daripada sumberdaya mineral dan
lingkungan untuk memenuhi dan meningkatkan kebutuhan dan taraf hidup
masyarakat adalah dengan melalui kegiatan pertambangan, namun kegiatan
pertambagan bukan hanya dapat menghasilkan bahan tambang bagi
kebutuhan manusia tetapi di lain sisi apabila tidak dikelola dengan baik,
kegiatan pertambanganpun dapat merusak sumberdaya alam dan lingkungan
sekitarnya.
Pertambangan emas di Indonesia dinilai masih memiliki prospek
yang menjanjikan di masa yang akan datang. Diperkirakan cadangan emas di
Indonesia mencapai 1300 ton dengan produksi 126.6 ton. Jalur tambang emas
yang ada di Indonesia merentang dari Aceh sampai Sulawesi Utara, Irian Jaya
dan Kalimantan, atau seluruhnya mencapai lebih dari 8.000 kilometer.
Pertambangan emas tradisional merupakan salah satu kegiatan
ekonomi masyarakat dimana para penambang memperoleh penghasilan yang
cukup dari aktivitas tersebut. Proses pengolahan emas ini dilakukan dengan
mengikuti beberapa tahapan antara lain penggalian batuan, pengolahan, dan
pembuangan limbah. Menurut Bapedalda Provinsi Sulawesi Utara (2002)
dalam Herry Sumual (2009) pada tahun 2000 terdapat sekitar 22.000 orang,
dibagi dalam dua kelompok yakni kegiatan pertambangan emas rakyat yang
mempunyai izin (Wilayah Penambangan Rakyat) dan kegiatan pertambangan
emas rakyat yang tidak mempunyai izin (Sumual 2009).

5
Proses pengolahan emas ini selain menghasilkan emas juga
menghasilkan limbah. Limbah merupakan komponen penting yang harus
diperhatikan kalangan industri. Limbah yang dihasilkan oleh industri
pertambangan emas dapat berupa limbah padat, cair, dan gas, yang dapat
merupakan kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah yang
dihasilkan pada pertambangan biji emas biasanya mengandung bahan kimia
beracun (toksik) dari logam-logam berat dan Sianida. Pada proses
pertambangan, merkuri dan sianida digunakan untuk mengikat emas (Polii
and Sonya 2002).
Sianida merupakan bahan kimia industri yang sangat berguna dan
peran kuncinya dalam industri pertambangan untuk mengekstraksi emas. Di
seluruh dunia, pertambangan menggunakan sekitar 13 persen dari total
produksi hidrogen sianida diproduksi sedangkan sisanya 87 persen digunakan
dalam berbagai proses industri lainnya, selain pertambangan. Sianida
mengikat enzim penting mengandung besi yang diperlukan bagi sel untuk
menggunakan oksigen dan sebagai akibatnya jaringan sel tidak dapat
mengambil oksigen dari darah. Jika tidak ada pertolongan pertama, maka
jumlah asupan racun sianida karena menghirup gas, atau menelan atau
penyerapan melalui kulit, dapat membunuh dalam hitungan menit
(Government 2008).

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan daripada paper ini adalah untuk
mengetahui pengaruh senyawa sianida pada industri pertambangan emas.

C. Manfaat Penulisan

Penulisan paper ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai


referensi selanjutnya terkait sianida dengan tujuan memperkaya dan
mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai upaya pencegahan pajanan
sianida pada pekerja.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sianida dan Klasifikasinya


Sianida adalah senyawa kimia dari kelompok Siano, yang terdiri dari
3 buah atom karbon yang berikatan dengan nitrogen (C=N), dan dikombinasi
dengan unsur-unsur lain seperti kalium atau hidrogen. Secara spesifik, sianida
adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid (cairan) dan
solid (garam). Kata “sianida” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru”
yang mengacu pada hidrogen sianida yang disebut Blausäure ("blue acid") di
Jerman (Cahyawati et al. 2017). Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun
dan mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di
dalam tubuh (Abadai 2013). Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat
mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit (Utama 2014).
Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam
bentuk gas, padat ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen,
molekular, beberapa ionik, dan ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida
terdapat pada ketela pohon dan kacang koro. Sianida juga sering dijumpai
pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga kacang–kacangan lainnya seperti
kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok,
bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya,
seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan
nitrogen misalnya plastik yang akan melepaskan sianida (Abadai 2013).
Sianida adalah kelompok senyawa yang mengandung gugus siano
(−C≡N) yang terdapat di alam dalam bentuk-bentuk berbeda. Sianida di alam
dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida sederhana, kompleks
sianida dan senyawa turunan sianida (Pitoi 2015).
Sianida bebas adalah penentu ketoksikan senyawa sianida yang
dapat didefinisikan sebagai bentuk molekul (HCN) dan ion (CN‒) dari sianida
yang dibebaskan melalui proses pelarutan dan disosiasi senyawa sianida.
Kedua spesies ini berada dalam kesetimbangan satu sama lain yang

7
bergantung pada pH sehingga konsentrasi HCN dan CN‒ dipengaruhi oleh
pH. Pada pH dibawah 7, keseluruhan sianida berbentuk HCN sedangkan pada
pH diatas 10,5, keseluruhan sianida berbentuk CN‒. Reaksi antara ion sianida
dan air ditunjukkan oleh dalam reaksi di bawah ini (Pitoi 2015):
CN‒ + HOH → HCN + OH‒
Sianida sederhana dapat didefinisikan sebagai garam-garam
anorganik sebagai hasil persenyawaan sianida dengan natrium, kalium,
kalsium, dan magnesium. Sianida sederhana dapat juga didefinisikan sebagai
garam dari HCN yang terlarut dalam larutan menghasilkan kation alkali bebas
dan anion sianida (Pitoi 2015):
NaCN ↔ Na+ + CN‒
Ca(CN)2 ↔ Ca2+ + 2 CN‒
Bentuk sianida sederhana biasanya digunakan dalam leaching emas.
Sianida sederhana dapat larut dalam air dan terionisasi secara cepat dan
sempurna menghasilkan sianida bebas dan ion logam. Kompleks sianida
termasuk kompleks dengan logam kadmium, tembaga, nikel, perak, dan seng.
Kompleks sianida ketika terlarut menghasilkan HCN dalam jumlah yang
sedikit atau bahkan tidak sama sekali tergantung pada stabilitas kompleks
tersebut. Kestabilan kompleks sianida bervariasi dan bergantung pada logam
pusat. Kompleks lemah seperti kompleks dengan sianida dengan seng dan
kadmium mudah terurai menjadi sianida bebas. Kompleks sedang lebih sulit
terurai dibanding kompleks lemah dan meliputi kompleks sianida dengan
tembaga, nikel, dan perak. Sedangkan kompleks kuat seperti kompleks
sianida dengan emas, besi, dan kobalt cenderung sukar terurai menghasilkan
sianida bebas (Pitoi 2015).

B. Fungsi dan Kegunaan Sianida


Sianida umumnya diperdagangkan dalam bentuk senyawa padat
alkali sianida, yang bisa ditemukan dalam senyawa NaCN (sodium sianida)
dan KCN (potassium sianida). Sianida digunakan dalam berbagai bidang,
antara lain; pembasmi hama pada pertanian, pelarut logam dalam proses

8
ekstraksi logam dari batuan mineralnya (misalnya ekstraksi emas
menggunakan sianida), penyepuhan perhiasan yang terbuat dari logam mulia,
sebagai katalis pada industri pembuatan polimer, cat air dan laundry blue
(prussian blue), dan sebagainya. Tidak semua senyawa sianida bersifat racun.
Senyawa-senyawa yang bersifat racun adalah senyawa-senyawa yang bisa
mendissosiasi (melepaskan) ion sianida bebas dari senyawanya (Yulianti
2014).
1. Penggunaan Sianida dalam Industri Penambangan Emas dan Perak
Sianida memiliki peran yang sangat penting dalam ekstraksi
emas berukuran mikro dan nano dari batuan asalnya. Umumnya jenis
sianida yang digunakan dalam proses ekstraksi emas adalah alkali
sianida, yang bisa berupa senyawa NaCN atau KCN.
4 Au (s) + 8 Na+ + 8 CN– + O2 + H2O → 8 Na+ + 4 Au(CN)2– + 4 OH
Dari persamaan reaksi diatas, logam emas larut oleh ion sianida,
membentuk anion kompleks Au(CN)2–. Larutan emas ini selanjutnya
diadsorbsi menggunakan adsorbent karbon aktif atau granular resin anion
yang bisa dipisahkan dari lumpur melalui proses penyaringan partikel
kasar.
2. Penggunaan Sianida dalam Industri Pembuatan Pigmen Warna Prussian
Blue
Prussian Blue atau zat kimia Biru Prusia merupakan pigmen biru
tua dengan rumus kimia yang ideal Fe7(CN)18. Namun untuk lebih
memahami ikatan kimia dalam senyawa kompleksnya. Nama lain dari
Prussian blue bisa juga disebut Berlin Blue atau biru berlin. Prussian
Blue dibuat dari reaksi kimia antara larutan alkali ferro-sianida dan
larutan jenuh besi III klorida. Kombinasi dari ion ferri yang berasal dari
larutan jenuh besi III klorida dan ion ferro sianida membentuk pigmen
warna yang memiliki warna biru tua. Prussian Blue bersifat non-toksik
(tidak beracun) dan justru bisa digunakan sebagai obat. Prussian Blue
digunakan secara luas dalam berbagai bidang. Pengguna terbesar dari
pigmen ini adalah industri cat dan tinta cair, pembiru pakaian putih saat

9
dibilas (laundry blue atau blau). Prussian Blue juga digunakan sebagai
obat bagi beberapa jenis keracunan logam berat, misalnya keracunan
yang disebabkan oleh logam thalium dan isotop radioaktif cesium. Untuk
pengobatan keracunan, Prussian Blue diberikan secara oral.

C. Etiologi Keracunan Sianida


Sianida secara alami terdapat dalam alam, bahan industri, dan rumah
tangga. Inhalasi asap dari hasil kebakaran merupakan penyebab paling umum
dari keracunan sianida di negara barat. Bahan-bahan seperti wol, sutra, dan
polimer sintetik mengandung karbon dan nitrogen juga dapat menghasilkan
gas sianida bila terpapar pada suhu tinggi (Cahyawati et al. 2017).
Sianida banyak digunakan dalam proses industri yang membutuhkan
electroplating dan polishing logam. Garam sianida seperti sianida merkuri,
tembaga sianida, sianida emas, dan sianida perak menghasilkan gas hidrogen
sianida bila dikombinasikan dengan asam, sehingga memungkinkan
terjadinya kecelakaan pada industri atau paparan yang berbahaya. Sianida
juga ditemukan pada insektisida yang digunakan untuk pengasapan/desinfeksi
massal (Cahyawati et al. 2017).
Salah satu sumber iatrogenik sianida adalah pemberian antihipertensi
sodium nitroprusside secara intravena. Proses pelepasan sianida dari
nitroprusside terjadi tanpa bantuan enzim. Di hati, enzim rhodanese kemudian
akan mengkatalisis konversi sianida menjadi tiosianat, yang biasanya
diekskresi melalui ginjal. Keracunan dapat terjadi apabila terdapat kerusakan
dalam metabolisme sianida atau akumulasi tiosianat selama periode
pemberian beberapa hari atau lebih. Pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal, keracunan sianida dapat terjadi karena pasien tidak dapat
mengekskresikan tiosianat pada nilai yang cukup. Pemeriksaan fungsi ginjal
dapat membantu dalam menghindari keracunan pada pasien yang
membutuhkan natrium nitroprusside infus. Monitoring peningkatan serum
cyanhemoglobin atau cyanmethemoglobin yang lebih besar dari 10 mg/dL

10
mengkonfirmasi keracunan tiosianat dan merupakan indikasi untuk
menghentikan terapi (Cahyawati et al. 2017).
Nitril adalah bentuk sianida yang ditemukan dalam pelarut dan
penghilang lem. Asetonitril dan propionitril adalah nitril yang paling sering
ditemui. Dimetabolisme menjadi sianida dalam hati, asetonitril adalah bahan
aktif dalam penghilang kuku buatan dan telah dikaitkan dengan kasus
keracunan sianida (Cahyawati et al. 2017).
Meskipun bukan penyebab umum keracunan, sumber-sumber alam
dapat menyebabkan keracunan sianida ketika dikonsumsi dalam jumlah besar
atau ketika dikemas sebagai obat alternatif (contoh: laetrile). Sianida
terbentuk secara alami dalam amygdalin, (suatu glukosida sianogenik) yang
pada konsentrasi rendah terdapat dalam biji buah (misalnya, biji apel, biji
ceri, almond, dan biji aprikot) dari spesies Prunus (Cahyawati et al. 2017).

D. Patofisiologi Keracunan Sianida


Sianida bersifat sangat letal karena dapat berdifusi dengan cepat
pada jaringan dan berikatan dengan organ target dalam beberapa detik.
Sianida dapat menyebabkan terjadinya hipoksia intraseluler melalui ikatan
yang bersifat ireversibel dengan cytochrome oxidase a3 di dalam
mitokondria. Cytochrome oxidase a3 berperan penting dalam mereduksi
oksigen menjadi air melalui proses oksidasi fosforilasi. Ikatan sianida dengan
ion ferri pada cytochrome oxidase a3 akan mengakibatkan terjadinya
hambatan pada enzim terminal dalam rantai respirasi, rantai transport elektron
dan proses osksidasi forforilasi. Fosforilasi oksidatif merupakan suatu proses
dimana oksigen digunakan untuk produksi adenosine triphosphate (ATP)
(Cahyawati et al. 2017).
Gangguan pada proses ini akan berakibat fatal karenan proses
tersebut penting untuk mensintesis ATP dan berlangsungnya respirasi seluler.
Suplai ATP yang rendah ini mengakibatkan mitokondria tidak mampu untuk
mengekstraksi dan menggunakan oksigen, sehingga walaupun kadar oksigen
dalam darah norml tidak mampu digunakan untuk menghasilkan ATP.

11
Akibatnya adalah terjadi pergeseran dalam metabolisme dalam sel yaitu dari
aerob menjadi anaerob. Penghentian respirasi aerobik juga menyebabkan
akumulasi oksigen dalam vena. Pada kondisi ini, permasalahnya bukan pada
pengiriman oksigen tetapi pada pengeluaran dan pemanfaatan oksigen di
tingkat sel. Hasil dari metabolisme aerob ini berupa penumpukan asam laktat
yang pada akhirnya akan menimbulkan kondisi metabolik asidosis
(Cahyawati et al. 2017).
Penghambatan pada sitokrom oksidase a3 ini bukan merupakan satu-
satunya mekanisme yang berperan dalam keracunan sianida. Terdapat
beberapa mekanisme lain yang terlibat, diantaranya: penghambatan pada
enzim karbonik anhidrase yang berperan penting untuk memperparah kondisi
metabolik asidosis dan ikatan dengan methemoglobin yang terdapat
konsentrasinya antara 1%-2% dari kadar hemoglobin. Ikatan sianida ini
menyebabkan jenis hemoglobin ini tidak mampu mengangkut oksigen
(Cahyawati et al. 2017).
Sianida atau bahan kimia umumnya masuk ke dalam tubuh melalui
beberapa cara antara lain (Cahyawati et al. 2017):
a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti)
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini. Anak-anak sering
menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh
diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai
lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam
pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah
yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan
terjadi semakin parah.
b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi)
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat
terhirup melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya
partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru.
Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan
hidung dan mungkin dapat tertelan.

12
c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray
Orang yang bekerja dengan zat-zat kimia seperti pestisida dapat
teracuni jika zat kimia tersemprot atau terpercik ke kulit mereka atau jika
pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit merupakan barier
yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun dapat
masuk melalui kulit.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari keracunan sianida yang sebagian besar
merupakan gambaran dari hipoksia intraseluler. Terjadinya tanda-tanda dan
gejala ini biasanya kurang dari 1 menit setelah menghirup dan dalam
beberapa menit setelah konsumsi. Awal manifestasi neurologis termasuk
kecemasan, sakit kepala, dan pusing. Pasien kemungkinan tidak bisa
memfokuskan mata dan terjadi midriasis yang dapat disebabkan oleh
hipoksia. Hipoksia yang terus berlanjut akan berkembang menjadi penurunan
tingkat kesadaran, kejang, dan koma (Cahyawati et al. 2017).
Tanda-tanda awal keracunan sianida pada sistem respirasi antara lain
pernapasan yang cepat dan dalam. Perubahan pada sistem respirasi ini
disebabkan oleh adanya stimulasi pada kemoreseptor perifer dan sentral
dalam batang otak, dalam upaya mengatasi hipoksia jaringan. Sianida juga
memiliki efek pada sistem kardiovaskular, dimana pada awalnya pasen akan
mengalami gejala berupa palpitasi, diaphoresis, pusing, atau kemerahan.
Mereka juga akan megalami peningkatan curah jantung dan tekanan darah
yang disebabkan oleh adanya pengeluaran katekolamin. Dengan demikian,
selama terjadinya keracunan sianida, status hemodinamik pasien menjadi
tidak stabil, karena adanya aritmia ventrikel, bradikardia, blok jantung, henti
jantung, dan kematian (Cahyawati et al. 2017).
Gejala-gejala keracunan ringan termasuk sakit kepala, mual, rasa
logam, mengantuk, pusing, kecemasan, iritasi selaput lendir dan hiperpoea.
Kemudian dyspnoea, bradycardia, hipotensi, aritmia dan periode sianosis dan
ketidaksadaran berkembang. Pada kasus yang berat, koma progresif, kejang

13
dan kolaps kardiovaskular dengan syok dan edema paru dapat terjadi, dengan
hasil yang fatal (Beasley and Glass 1998).

F. Ketoksikan Sianida
Tingkat ketoksikan sianida ditentukan jenis, konsentrasi dan
pengaruhnya terhadap organisme hidup (U.S. Department of Health and
Human Services PHS 2006). Ketoksikan sianida umumnya berhubungan
dengan pembentukan kompleks dengan logam yang berperan sebagai
kofaktor enzim. Sebagai contoh, sianida berikatan dengan enzim yang
mengandung logam yang berperan dalam respirasi sehingga proses respirasi
terganggu. Enzim Fe(III) sitokrom-oksidase adalah salah satu contoh enzim
dalam proses respirasi yang dihambat oleh sianida (Pitoi 2015).
Sianida dalam bentuk hidrogen sianida (HCN) dapat menyebabkan
kematian yang sangat cepat jika dihirup dalam konsentrasi tertentu. ASTDR
(2006) mencatat bahwa konsentrasi HCN yang fatal bagi manusia jika dihirup
selama 10 menit adalah 546 ppm. Beberapa gangguan pada sistem
pernapasan, jantung, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah
berhubungan dengan paparan terhadap sianida pada manusia dalam
konsentrasi tertentu telah terdeteksi (U.S. Department of Health and Human
Services PHS 2006).
Selain itu, sistem saraf juga menjadi sasaran utama sianida. Paparan
HCN secara lama dalam konsentrasi tinggi dapat menstimulasi sistem saraf
pusat yang kemudian diikuti oleh depresi, kejang-kejang, lumpuh dan
kematian. HCN dapat terserap cepat ke dalam tubuh dan terbawa hingga ke
dalam plasma (U.S. Department of Health and Human Services PHS 2006).
Garam sianida dan larutan sianida memiliki tingkat ketoksikan yang
lebih rendah dibandingkan HCN karena masuk ke tubuh hanya melalui mulut.
Namun demikian, ketoksikannya dapat dianggap sebanding dengan HCN
karena mudah menghasilkan HCN. Kompleks sianida kurang toksik bila
dibandingkan dengan sianida bebas. Sianida sederhana secara cepat dapat
membebaskan sianida bebas dan menjadi sangat toksik, sedangkan kompleks

14
sianida yang stabil tidak bersifat toksik selama tidak terurai menjadi sianida
bebas. Ketoksikan kompleks sianida bervariasi tergantung kemampuannya
untuk membebaskan sianida bebas (Pitoi 2015).

G. Penanganan Keracunan Sianida


Penanganan pasien keracunan sianida membutuhkan penegakan
diagnosis yang cepat dan tepat, selain itu diperlukan keputusan klinis yang
cepat untuk mengurangi risiko morbiditas dan mortilitas pada pasien. Tingkat
risiko pasien sangat dipengaruhi oleh dosis dan durasi paparan sianida pada
pasien. Pada prinsipnya manajemen terapi keracunan sianida bisa mengikuti
langkah-langkah berikut (Cahyawati et al. 2017):
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi disesuaikan dengan jalur paparan, secara umum
bisa dikategorikan sebagai berikut:
1) Inhalasi: pindahkan pasien ke lokasi yang bebas dari asap paparan
dan tanggalkan pakaian pasien.

2) Mata dan kulit: tanggalkan pakaian yang terkontaminasi, cuci kulit


yang terpapar dengan sabun dan atau air, irigasi mata yang terpapar
dengan air atau salin, lepaskan lensa kontak.

3) Saluran pencernaan: jangan menginduksi emesis, arang aktif bisa


diberikan bila pasien dalam keadaan sadar dan masih dalam waktu 1
jam sejak terpapar sianida. Isolat emesis bisa diberikan untuk
membantu pengeluaran hidrogen sianida.

b. Bantuan hidup dasar dan bantuan pertama pada penyakit jantung


(Basic Life Support (BLS)/Advanced Cardiac Life Support (ACLS)
Menurut American Hearth Association Guidelines tahun 2005
dalam (Cahyawati et al. 2017), tindakan BLS ini dapat disingkat dengan
teknik ABC yaitu airway (membebaskan jalan nafas), breathing
(memberikan nafas buatan), dan circulation (pijat jantung pada kondisi
syok). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari

15
kerusakan yang ireversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan
berhenti selama 3-4 menit.
Pada kasus keracunan sianida di mana terjadi penurunan
utilisasi, pemberian oksigen 100% pada pasien dengan masker
nonrebreather atau tube endotrakeal bisa membantu. Hal ini bisa
membantu efektifitas penggunaan antidot dengan mekanisme kompetisi
dengan sianida ke sisi ikatan sitokrom oksidase.
c. Terapi antidot
Salah satu kunci keberhasilan terapi keracunan sianida adalah
penggunaan antidot sesegera mungkin dengan pengalaman empiris tanpa
harus mengetahui kondisi kesehatan detail pasien terlebih dahulu. Di
Amerika ada dua antidot yang telah disetujui oleh FDA yaitu kit antidot
sianida yang sudah digunakan selama puluhan tahun serta
hidroxokobalamin yang disetujui pada tahun 2006.
Pemilihan antidot yang akan digunakan membutuhkan
pertimbangan klinis dari tenaga kesehatan terkait dengan keuntungan,
kontraindikasi dan efek samping antidot yang juga disesuaikan dengan
kondisi klinis pasien. Hidroxokobalamin sendiri di luar Amerika sudah
digunakan lebih dari 30 tahun karena lebih aman untuk digunakan pada
pasien hamil, yang memiliki riwayat hipotensi, dan pasien yang terpapar
sianida melalui jalur inhalasi. Di samping itu, efek sampingnya relatif
lebih kecil dan lebih mudah diaplikasikan untuk kondisi prehospitalisasi.
Berikut data tentang risiko efek samping dan pertimbangan untuk
memilih antidot pada kasus keracunan sianida.
d. Terapi pendukung
Terapi pendukung yang bisa dilakukan pada pasien adalah
dengan:
1) Memonitor fungsi jantung, pernafasan dan kardiovaskuler pasien di
ruang ICU.

16
2) Melakukan uji laboratorium untuk memonitor kadar gas dalam darah
arteri, kadar laktat dalam serum, tes darah lengkap, kadar gula darah,
kadar sianida dalam darah dan kadar elektrolit.

3) Monitoring dan terapi aritmia.

4) Monitoring dan terapi efek samping penggunaan antidot.

17
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam kegiatan pertambangan emas terdapat proses produksi yaitu


dimulai dari proses penambangan hingga pada tahap pemurnian emas, walau ada
yang tidak melakukan proses pemurnian emas. Dalam proses produksi digunakan
bahan berbahaya (limbah B3), limbah bahan berbahaya dan beracun yang sangat
ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada
umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat
beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu limbah
berbahaya yang digunakan dalam proses penambangan emas adalah sianida.
Sianida secara alami terbentuk dalam ikatan yang dihasilkan oleh reaksi biokimia.
Banyak spesies tumbuhan yang terdiri atas senyawa organik yang mengandung
sianida dalam bentuk cyanogenic glycosides. Contohnya sianida yang terdapat
pada tanaman seperti selada, jagung, ubi, kedelai, dan almond, selain tanaman
sianida juga terdapat dalam asap rokok. Persenyawaan sianida berupa gas sangat
mudah diserap oleh paru-paru dan penyerapan melalui kulit umumnya lambat.
Serangan sianida berjalan cepat, gejala yang timbul umumnya: lemah, sakit
kepala, pandangan kabur, dan kadang-kadang pingsan.
Dalam dunia pertambangan, masih saja ada orang ataupun sekelompok
orang yang melaksanakan usaha pertambangan yang dalam operasinya tidak
memiliki izin hukum yang berlaku. Proses penambangan emas oleh para
penambang liar tersebut kerap kali tidak memperhatikan bahaya daripada proses
penambangan liar yang mereka lakukan, apalagi bersangkutan dengan bahan
berbahaya dan beracun.
Pada proses penambangan emas para penambang liar melakukan
rangkaian proses yang dimulai dari proses pengambilan bijih emas, pengolahan
bijih emas, hingga proses pemurnian emas. Penggunaan sianida pada proses
penambangan emas oleh para penambangan liar digunakan pada saat proses
pengolahan biji emasnya (pengolahan menggunakan tong).

18
Bijih emas yang telah diolah menggunakan glundungan akan menjadi
lumpur, dan lumpur tersebut akan mengalami pengolahan yang sama hingga 5-10
kali pengolahan, karena lumpur tersebut masih mengandung emas walaupun
kadarnya semakin kecil dari pertama kali diolah. Sebagai contoh, ketika bijih
emas pertama kali diolah emas yang dihasilkan memiliki kadar 50%, setelah
pengolahan kedua hasilnya akan berkadar 20%, selanjutnya 16%, lalu menjadi
10%, 4%, sampai kadarnya menjadi 0%. Lumpur yang akan diolah menggunakan
tong diblender hingga halus agar mempermudah, mempercepat, dan
memaksimalkan hasil emas yang akan diperoleh. Lumpur tersebut diblender
selama kurang lebih satu hari agar hasilnya maksimal. Setelah selesai di blender,
lumpur tersebut disaring menggunakan kawat screen agar sampah yang terdapat
dalam lumpur tersebut tidak ikut terbawa. Setelah itu lumpur tersebut dimasukkan
ke dalam tong ditambah dengan apu yang berfungsi untuk mengatur pH lumpur
tersebut. Lumpur dan apu diputar didalam tong, setelah diputar dimasukkan costic
yang berfungsi sebagai pencuci atau peningkat nilai pH, kemudian diputar
kembali selama beberapa jam. Setelah itu dimasukkan sianida yang berfungsi
sebagai pemberat logam.
Kita ketahui bahwa sianida adalah senyawa kimia yang mengandung
(C=N), setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun.
Sianida memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat.
Contohnya adalah HCN (hidrogen sianida) dan KCN (kalium sianida). Paparan
hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera
setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. sianida sangat mudah
masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang
korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan
dalam saluran pencernaan. Sianida juga dapat dengan mudah masuk ke dalam
aliran darah.
Berdasarkan pada proses pengolahan penambangan emas pada tong yang
menggunakan sianida sebagai pembersih dan pemberat logam didalam proses
pengolahan tersebut, kita bisa tahu begitu banyaknya sianida yang digunakan
sehingga betapa besarnya bahaya terpapar B3 tersebut.

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sianida adalah senyawa kimia dari kelompok Siano, yang terdiri dari 3
buah atom karbon yang berikatan dengan nitrogen (C=N), dan
dikombinasi dengan unsur-unsur lain seperti kalium atau hidrogen.
2. Sianida digunakan dalam berbagai bidang, antara lain; pembasmi hama
pada pertanian, pelarut logam dalam proses ekstraksi logam dari batuan
mineralnya (misalnya ekstraksi emas menggunakan sianida), penyepuhan
perhiasan yang terbuat dari logam mulia, sebagai katalis pada industri
pembuatan polimer, cat air dan laundry blue (prussian blue), dan
sebagainya.
3. Sianida secara alami terdapat dalam alam, bahan industri, dan rumah
tangga. Sianida banyak digunakan dalam proses industri yang
membutuhkan electroplating dan polishing logam. Garam sianida seperti
sianida merkuri, tembaga sianida, sianida emas, dan sianida perak
menghasilkan gas hidrogen sianida bila dikombinasikan dengan asam,
sehingga memungkinkan terjadinya kecelakaan pada industri atau
paparan yang berbahaya. Sianida juga ditemukan pada insektisida yang
digunakan untuk pengasapan/desinfeksi massal.
4. Sianida atau bahan kimia umumnya masuk ke dalam tubuh melalui
beberapa cara yakni; melalui mulut karena tertelan (ingesti); melalui
paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi); dan
melalui kulit yang terkena cairan atau spray.
5. Gejala-gejala keracunan ringan akibat sianida termasuk sakit kepala,
mual, rasa logam, mengantuk, pusing, kecemasan, iritasi selaput lendir
dan hiperpoea. Kemudian dyspnoea, bradycardia, hipotensi, aritmia dan
periode sianosis dan ketidaksadaran berkembang. Pada kasus yang berat,
koma progresif, kejang dan kolaps kardiovaskular dengan syok dan
edema paru dapat terjadi, dengan hasil yang fatal.

20
6. Ketoksikan sianida umumnya berhubungan dengan pembentukan
kompleks dengan logam yang berperan sebagai kofaktor enzim. Sebagai
contoh, sianida berikatan dengan enzim yang mengandung logam yang
berperan dalam respirasi sehingga proses respirasi terganggu. Enzim
Fe(III) sitokrom-oksidase adalah salah satu contoh enzim dalam proses
respirasi yang dihambat oleh sianida.
7. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari
tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan; segera
menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam
ruangan maka segera keluar dari ruangan; jika tempat yang menjadi
sumber berada diluar ruangan, maka sebaiknya tetap berada di dalam
ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas
maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang; cepat buka dan
jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi oleh sianida.
Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat dan
rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-
anak; dan segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan
sabun dan air yang banyak.

B. Saran
1. Pada penggunaan bahan-bahan berbahaya sebaiknya segera dihentikan,
mengingat akan bahaya dan kerugian yang akan timbul suatu saat nanti.
2. Oleh pada pihak berwenang/hukum/pemerintah setempat sebaiknya
sering memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat/masyarakat
pekerja agar mereka tahu bagaimana dampak yang terjadi akibat
penggunaan bahan kimia berbahaya.
3. Berdasarkan gejala penyakit-penyakit yang disebabkan oleh penggunaan
bahan kimia berbahaya seperti pada sianida, dan bahan kimia berbahaya
lainnya, kiranya agar pemerintah maupun pihak-pihak terkait sudah
seharusnya mempersiapkan cara pengobatan dan biayanya dikemudian
hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abadai, Agung. 2013. “Transport Dan Efek Sianida Terhadap Tubuh.”

Beasley, D. M. G., and W. I. Glass. 1998. “Cyanide Poisoning: Pathophysiology


and Treatment Recommendations.” Occupational Medicine 48(7): 427–31.
https://academic.oup.com/occmed/article
lookup/doi/10.1093/occmed/48.7.427.

BPLHD. 2014. Rencana Strategis BPLHD Provinsi Jawa Barat. Bandung.

Cahyawati, Putu Nita et al. 2017. “Keracunan Akut Sianida.” 1(1): 80–87.

Government, Australian. 2008. Pengelolaan Sianida.

International Labour Organization. 2013. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Keselamatan Dan Kesehatan Sarana Untuk Produktivitas. www.ilo.org.

Pitoi, M M. 2015. “Sianida: Klasifikasi, Toksisitas, Degradasi, Analisis (Studi


Pustaka).” Jurnal Mipa Unsrat Online (Vol 4, No 1 (2015)): 1–4.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo/article/view/6893.

Polii, Bobby J, and Desmi N Sonya. 2002. “Pendugaan Kandungan Merkuri Dan
Sianida Di Daerah Aliran Sungai (das) Buyat Minahasa.” Ekoton 2(1): 31–37.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/EKOTON/article/view/260.

Sumual, Herry. 2009. “Karakterisasi Limbah Tambang Emas Rakyat Dimembe


Kabupaten Minahasa Utara.”

U.S. Department of Health and Human Services PHS. 2006. “Toxicological


Profile for Cyanide.” US Department of Health and Human Services (July):
298.

Utama, Harry wahyudhy. 2014. “Keracunan Sianida.”

World Health Organization. 2017. World Health Organization World Health


Statistics 2017 : Monitoring Health for The SDGs.

22
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255336/1/9789241565486-
eng.pdf?ua=1.

Yulianti, Irma. 2014. “Faktor Kimia Di Tempat Kerja.”

23

Anda mungkin juga menyukai