Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HIGIENE INDUSTRI

“Gas Bumi”

Disusun Oleh :

Dilla Syavira M 14.1101.5026

Siti Fatimah EW 14.1101.5068

Hafiz Cahyadi 14.1101.5027

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Dept. Occupational Health and Safety / 2014
Universitas Mulawarman
Samarinda
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Higiene Industri Gas Bumi”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai pada mata kuliah Higiene
Industri.

Penyusun menyadari tidak banyak yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan


makalah ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih atas semua bantuan selama pelaksanaan dan
penyusunan makalah ini. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
tugas ini terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Untuk itu, penyusun berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan dalam pembuatan makalah
selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
penyusun berharap makalah yang telah disusun ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan, dan penyusun mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Samarinda, November 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hal.
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
C. Tujuan.................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Higiene Industri .................................................................................... 3


B. Tujuan Higiene Industri .......................................................................................... 3
C. Ruang Lingkup Higiene Industri ............................................................................. 4
D. Gas Alam .............................................................................................................. 8

BAB III PEMBAHASAN

A. Proses Pengeboran/Eksplorasi Gas Alam ........................................................................ 10


B. Proses Dasar Pencairan Gas Alam ..................................................................................... 10
C. Proses Pengolahan Gas Alam .............................................................................................. 11

BAB IV ANALISIS

A. Proses Pengeboran/Eksplorasi Gas Alam ........................................................................ 13


B. Proses Dasar Pencairan Gas Alam ..................................................................................... 14

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki sejumlah sumber energi fosil, selain minyak bumi yang
telah dieksplorasi dan perproduksi lebih dari puluhan tahun yaitu gas alam. Gas
alam juga menjadi andalan, kini ketika produksi minyak bumi cenderung stagnan,
produksi gas alam terus meningkat. Selain itu tingkat konsumsi masyarakat pada
gas bumi terus meningkat dari tahun ketahun.
Sekarang ini bahan bakar untuk rumah tangga sudah berganti, dari yang
tadinya kayu bakar menjadi minyak tanah, dari minyak tanah berubah lagi menjadi
gas, sekarang sudah banyak digunakan oleh para ibu-ibu rumah tangga,walaupun
masih banyak yang menggunakan bahan bakar kayu serta minyak tanah, tetapi
kebanyakan orang di Indonesia sudah menggunakan bahan bakar gas, karena
lebih mudah dan cepat serta pembakarannya sempurna, tidak menimbulkan
polusi sehingga energi bersih dan ramah lingkungan. Ada beberapa bentuk
konsumsi energi gas alam oleh masyarakat. Selain sebagai bahan bakar rumah
tangga, gas alam hadir dalam bentuk lain yakni gas alam yang dicairkan (LNG).
Dengan cara ini, maka gas alam dapat dengan mudah dipindahkan dan
dimanfaatkan oleh pengguna akhir. Tapi, ada yang membedakan secara prinsip
dengan minyak bumi. Gas alam sulit disimpan sehingga sebelum berproduksi
harus dipastikan terlebih dulu siapa pembelinya. Ketika pembelinya sudah jelas,
proses produksi segera dimulai karena pasar yang dibidik pun sudah kentara.
Indonesia sebagai negara yang terus berkembang memiliki kebutuhan energi
yang juga terus meningkat. Kebutuhan energi tersebut harus terpenuhi dengan
cara yang menjamin ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi. Sehingga
strategi energi nasional berupa bauran energi menjadi pendekatan yang tepat.
Salah satunya adalah mencapai postur bauran energi yang ideal bagi Indonesia
dengan meningkatkan pemakaian gas alam domestik sampai dengan kontribusi
23 persen dari seluruh pasokan energi Indonesia di 2025.

Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Minyak dan Gas Alam
menjelaskan bahwa Gas alam adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang
dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fase gas yang diperoleh
dari penambangan Minyak dan Gas Alam.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum industri Gas Alam ?


2. Bagaimana alur proses industri Gas Alam ?
3. Bagaimana penerapan AREP (Antisipasi, Rekognisi, Evaluasi, dan
Pengendalian) pada industri Gas Alam ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui gambaran umum industri Gas Alam.


2. Untuk mengetahui alur proses industri Gas Alam.
3. Untuk mengetahui penerapan AREP (Antisipasi, Rekognisi, Evaluasi, dan
Pengendalian) pada industri Gas Alam.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Higiene Industri


Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
(1998), higene industri adalah ilmu tentang antisipiasi, rekognisi/pengenalan,
evaluasi dan pengendalian kondisi tempat kerja yang dapat menyebabkan tenaga
kerja mengalami kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja. Higene industri
menggunakan metode pemantauan dan analisis lingkungan untuk mendeteksi
luasnya tenaga kerja yang terpapar. Higene industri juga menggunakan
pendekatan teknik, pendekatan administratif dan metode lain seperti penggunaan
alat pelindung diri, desain cara kerja yang aman untuk mencegah paparan
berbagai bahaya di tempat kerja. Di Indonesia, Higene industri didefinisikan
sebagai spesialisasi dalam ilmu higene beserta prakteknya yang dengan
mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan
kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang
hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut
serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu
perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja (Suma’mur, 1999). Sedangkan
menurut UU no. 14 tahun 1969 Higene perusahaan adalah Lapangan kesehatan
yang ditunjukan kepada pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan
tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan
tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat ntuk
pencegahan penyakit baik akibat kerja maupun umum serta menetapkan syarat-
syarat kesehatan perumahan tenaga kerja.

B. Tujuan Higiene Industri


Menurut Suma’mur (1999) tujuan utama penyelenggaraan higene
perusahan dan kesehatan kerja adalah : Sebagai alat untuk mencapai derajat
kesehatan tenaga kerja yang tinggi, dan sebagai alat untuk meningkatkan
produktivitas. Sementara itu terdapat beberapa perbedaan antara praktek
kesehatan masyarakat dan praktek higene industri walaupun keduanya terdapat
dalam area yang sama yaitu bidang kesehatan. Perbedaan itu antara lain sebagai
berikut:

3
HIGIENE INDUSTRI KESEHATAN MASYARAKAT
1. Tujuan utama masyarakat 1. Masyarakat umum sebagai
pekerja sasaran utama
2. Mengurus golongan karyawan 2. Mengurusi masyarakat yang
yang mudah didekati sukar dicapai
3. Ditandai efektifnya pre- 3. Sulit pemeriksaan periodik
employment dan periodic 4. Lingkungan umum merupakan
screening problem pokok
4. Yang dihadapi lingkungan kerja 5. Tujuan utama kesehatan
5. Tujuan utama produktifitas masyarakat
6. Dibiayai perusahaan/masyarakat 6. Dibiayai pemerintah
pekerja 7. Perkembangan cepat setelah
7. Perkembangan pesat setelah kemajuan ilmu tentang jasad
revolusi industri renik
8. Perundang-undangan dalam 8. Perundang-undangan kesehatan
lingkup ketenagakerjaan

C. Ruang Lingkup Higiene Industri

Ruang lingkup hygiene industry merupakan sekuen atau urutan langkah


atau metode dalam implementasi HI, dimana urutan tidak bisa dibolak balik dan
merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama aktivitas industri berjalan).
Ruang lingkup hygiene industry terdiri dari :
1. Antisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya
dan risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan
higiene industri di tempat kerja. Adapun tujuan dari antisipasi adalah :
a. Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul
menjadi bahaya dan risiko yang nyata.
b. Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan
atau suatu area dimasuki.
c. Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.
Langkah-langkah dalam antisipasi yaitu:
1) Pengumpulan Informasi

4
2) Melalui studi literature
3) Mempelajari hasil penelitian
4) Dokumen-dokumen perusahaan
5) Survey lapangan
6) Analisis dan diskusi
7) Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
8) Pembuatan Hasil
Yang dihasilkan dari melakukan antisipasi adalah daftar potensi
bahaya dan risiko yang dapat dikelompokkan:
a) Berdasarkan lokasi atau unit
b) Berdasarkan kelompok pekerja
c) Berdasarkan jenis potensi bahaya
d) Berdasarkan tahapan proses produksi dll
2. Rekognisi
Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu
bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu
metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan
bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita melakukan
pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang
konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat,
dll .
Adapun tujuan dari rekognisi adalah :
a. Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan,
efek, severity, pola pajanan, besaran).
b. Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko
c. Mengetahui pekerja yang berisiko.
3. Evaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian
lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan
terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku,
sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada
atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan
lingkungannya, serta sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.
5
Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :
a. Untuk mengetahui tingkat risiko.
b. Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
c. Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
d. Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
e. Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
f. Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
4. Pengendalian
Pengendalian faktor–faktor lingkungan kerja sesungguhnya
dimaksudkan untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap
sehat dan aman atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma
keselamatan, sehingga tenaga kerja terbebas dari ancaman gangguan
kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat
kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja.
Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
a. Eliminasi
Eliminasi merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya
serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi
bahaya.
b. Substitusi
Subtitusi merupakan modifikasi proses untuk mengurangi
penyebaran debu atau asap, dan mengurangi bahaya, pengendalian
bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses
untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang
diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi
bahayanya.
c. Isolasi
Isolasi merupakan menghapus sumber paparan bahaya dari
lingkungan pekerja dengan menempatkannya di tempat lain atau
menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan
sentralisasi kontrol kamar.
d. Engineering Control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor
lingkungan kerja selain pekerja dengan menghilangkan semua bahaya-
6
bahaya yang ditimbulkan., mengurangi sumber bahaya dengan
mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya, proses kerja
ditempatkan terpisah, dan menempatan ventilasi local/umum.
e. Administrasi Control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi
pekerja dengan lingkungan kerja. Pengaturan schedule kerja atau
meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya.
f. Alat Pelindung Diri (APD)
Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian.
Jenis-jenis alat pelindung diri alat pelindung diri diklasifikasikan
berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena risiko dari
bahaya:
1) Mata
Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis
powder, proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles,
goggle, faceshield, welding shield.
2) Telinga
Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
APD: ear plug, ear muff.
3) Kepala
Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut
terlilit benda berputar. APD: helmet.
4) Pernapasan
Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen
defiency). APD: respirator, breathing apparatus.
5) Tubuh
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan
kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi
benda tajam, dust terkontaminasi. APD: boiler suits, chemical suits,
vest, apron, full body suit, jacket.
6) Tangan dan Lengan
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda
berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan
(gloves).
7
7) Kaki
Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh,
cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes,
safety boots, legging, spat.
D. Gas Alam

Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Minyak dan Gas Alam
menjelaskan bahwa Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon
yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fase gas yang
diperoleh dari penambangan Minyak dan Gas Alam .
UU 22/2001 dengan tegas menekankan prioritas pemanfaatan gas alam
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sesuai amanat UU 22/2001,
Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Alam (BP MIGAS) dan Badan
Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Alam (BPH MIGAS) telah dibentuk,
masing-masing berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 42/2002 dan Peraturan
Pemerintah No. 67/2002. Perusahaan pertambangan minyak dan gas alam
negara (PERTAMINA) yang dalam UU sebelumnya, yaitu UU No. 8/1971
bertindak sebagai “pemain, pengatur, dan pemegang Kuasa Pertambangan”
dengan UU 22/2001 dan Keputusan Presiden No. 57/2002 telah diubah menjadi
sebuah perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT Persero). BPH MIGAS
khususnya, mendapat tugas untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam
negeri dan melakukan sejumlah pengaturan di bidang gas bumi. Walau beberapa
hal telah dilakukan, namun demikian, bagaimana strategi atau langkah-langkah
untuk mewujudkan tujuan peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri
belum dijabarkan secara jelas atau rinci.
Di Indonesia, produksi gas dilakukan wilayah-wilayah utama Kalimantan
Timur dan Aceh. Gas yang diproduksi kemudian juga dikilang wilayah tersebut
menjadi LNG dan LPG, untuk kemudian diekspor. Gas juga diproduksi di
lapangan-lapangan yang lebih kecil di Jawa Barat dan Jawa Timur, dan melalui
jalur pipa dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar/bahan baku
pembangkitan litsrik, industri dan gas kota di Jawa. Pada awal pengembangannya
pada periode 1980-an, gas bumi Indonesia lebih banyak digunakan untuk eskpor
dalam bentuk LNG, dengan tujuan Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Ekspor
gas bumi belakangan dilakukan melalui pipa ke Singapura dan Malaysia.

8
Peningkatan penggunaan gas bumi di dalam negeri terjadi karena peningkatan
permintaan gas bumi oleh pembangkit tenaga listrik, industri dan PT PGN.

9
BAB III
PEMBAHASAN

A. Proses Pengeboran/Eksplorasi Gas Alam


Proses ini dilakukan oleh ahli geologis. Cara modern yang digunakan oleh
geologis dalam mencari minyak dan gas bumi
Proses ini bertujuan untuk mencari tempat yang memiliki kandungan gas/
minyak bumi. Dengan menggunakan gelombang akustik (acoustic waves) yang
merambat ke lapisan tanah. Gelombang ini direfleksikan dan ditangkap lagi oleh
sensor. Dari proses perambatan gelombang ini akan diolah dan terlihatlah
lapisan-lapisan tanah untuk diolah manakah lapisan yang berpotensi
mengandung gas/oil. Lama proses pengeboran dapat menghabiskan waktu satu
hingga empat bulan.
B. Proses Dasar Pencairan Gas Alam
Pencairan gas alam terdiri dari berbagai macam proses, mulai dari
pemurnian/pembersihan hingga proses pencairan Proses dasar pencairan gas
alam menjadi LNG adalah sebagai berikut:
1. Proses Treating (pembersihan)
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan fraksi berat serta impuritis
lainnya, seperti O2 dan gas-gas berat (mercury dan sulfur) serta metal-metal
berbahaya seperti air raksa dengan memakai solvent sebagai pelarut atau
penyerap.
2. Proses Dehydration (Penghilangan Air)
Proses ini sering juga disebut sebagai pengeringan, yaitu proses
penghilangan uap air dengan menggunakan molecular sieve adsorbtion.
Seperti yang kita ketahui, air akan mudah membeku pada suhu 0°C
sedangkan temperatur yang digunakan untuk mencairkan gas jauh dibawah
suhu tersebut. Oleh karena itu air tersebut perlu dihilangkan karena dapat
menyumbat pipa dan alat lainnya saat mengalami pembekuan.
3. Proses Fraksinasi
Selanjutnya gas akan dipisahkan sesuai dengan komponen
penyusunnya pada proses fraksinasi. Biasanya komponen penyusun yang
dipisahkan terdiri dari metana, propana, etana, butana serta pentana. Setelah
unsur-unsur senyawa tersebut terpisah, maka komponen tersebut akan

10
menuju ke tahap prosesnya masing-masing, yaitu: metana akan didinginkan
pada MHE hingga membentuk cair, butana dan propana juga akan menuju
MHE sebagai pendingin gas yang akan dicairkan, butana dan propana akan
diolah sebagai LPG, sedangkan pentana biasanya akan dijadikan sebagai
kondensat dan dikirim ke upsteam untuk diolah kembali sehingga dapat
menghasilkan bahan bakar hidrokarbon berat.
4. Proses Pencairan
Pada tahap ini gas akan didinginkan hingga mencapai suhu dimana gas
tersebut akan mengalami pengembunan serta menaikkan tekanan gas untuk
mempermudah proses pengembunannya/pencairan. Untuk mendinginkan gas
alam menjadi LNG diperlukan suhu sekitar -160°C atau sering disebut dengan
Cryogenic Temperature.
Proses treating dan dehidrasi perlu dilakukan sebelum gas
alam tersebut memasuki proses pencairan supaya zat-zat yang tidak
diinginkan tidak ikut terbawa ke dalam proses pencairan, karena apabila zat
tersebut terikut maka dapat mengganggu proses pencairan gas alam.
C. Proses Pengolahan Gas Alam (LNG)
Untuk pengolahan gas alam mentah dari non-associated gas diolah
menjadi gas jual. Hasil pengolahan gas alam mentah dapat berupa :
1) Gas alam kondensat
2) Sulfur
3) Etana
4) Gas alam cair (NGL): propana, butana dan C5 + (istilah yang umum
digunakan untuk pentana ditambah dengan molekul hidrokarbon yang lebih
tinggi).

Proses pengolahan gas alam antara lain :


1. Gas alam mentah berasal dari beberapa sumur yang berdekatan,
dikumpulkan dan proses pengolahan pertama yang terjadi adalah
proses menghilangkan kandungan air dan gas alam kondensat. Hasil
kondensasi biasanya dialirkan kilang minyak dan air dibuang sebagai waste
water.
2. Gas alam mentah kemudian dialirkan ke pabrik pengolahan di mana
pemurnian awal biasanya menghilangkan kandungan asam (H2S

11
dan CO2). Proses yang dipakai pada umumnya adalah Amine
Treating yang biasa disebut Amine Plant.
3. Proses berikutnya adalah untuk menghilangkan uap air dengan
menggunakan proses penyerapan dalam trietilen glikol cair (TEG).
Proses berikutnya adalah untuk mengubah menjadi fase gas alam cair
(NGL) yang merupakan proses paling kompleks dan menggunakan
pabrik pengolahan gas modern.

12
BAB IV
ANALISIS

A. Proses Pengeboran/Eksplorasi Gas Alam


Tabel 1. Analisis Penerapan AREC Pada Proses Pengeboran/Eksplorasi Gas
Alam

No. ANTISIPASI REKOGNISI EVALUASI PENGENDALIAN


1. Dry Hole Agar tidak terjadi Dari hasil studi Melakukan pengeboran
kesalahan pada saat tersebut kemudian ulang.
pengeboran dilakukan survei
dilakukan studi seismik dengan
geologi dan geofisika. tujuan untuk
Studi tersebut merekonstruksi
masing-masing keadaan bawah
memiliki tujuan untuk tanah menjadi
memahami struktur gambar 2D hingga
dan susunan batuan 3D.
dilapisan bawah
permukaan, serta
untuk mengetahui
sifat fisik batuan
mulai dari permukaan
hingga kedalaman
beberapa kilometer
didalam tanah.
2. Ergonomi Untuk faktor Hasil pengukuran Subtitusi : dengan
(Manual ergonomi dilakukan dari metode OWAS mengganti proses
Handling) penilaian postur dibandingkan manual dengan
tubuh saat bekerja dengan menggunakan alat bantu
misalnya dengan tabel penilaian mesin sehingga menurangi
metode OWAS. evaluasi sikap tubuh manual handling dalam
saat bekerja untuk proses ini.
mengetahui tindakan
apa yang harus APD :
diambil sebagai menggunakan
dasar dari kontroling APD standar
atau pengendalian. seperti safety
shoes, gloves, masker
sebagai
alat pelindung diri
bagi pekerja.
3. Kebisingan Melakukan Membandingkan Administrasi Control:
pengukuran intensitas hasil pengukuran 1. Memasang tanda atau
kebisingan dari mesin dengan NAB yang rambu area wajb APD (alat
pengeboran. ada pada peraturan pelindung
(permenaker no 13 telinga) .
tahun 2011) sebagai 2. Mengatur shift
dasar melakukan kerja/rotasi jika memiliki
pengendalian. pekerja
yang memadai.

APD :

13
Memberikan dan
melakukan pengawasan
penggunaan APD pada
para pekerja khususnya alat
pelindung telinga.

B. Proses Dasar Pencairan Gas Alam


Tabel 2. Analisis Penerapan AREC Pada Proses Dasar Pencairan Gas Alam

Proses Treating (pembersihan)


No. ANTISIPASI REKOGNISI EVALUASI PENGENDALIAN
1. Polusi udara Copper sweetening proses Copper upaya dilakukan untuk
dan doctor treating, sweetening dan menyingkirkan senyawa
yaitu proses doctor treating sulfur dari minyak bumi,
penghilangan pengolahan, bau antara lain menggunakan
pengotor yang dapat yang kurang sedap, proses oksidasi, adsorpsi
menimbulkan bau atau produk selektif, ekstraksi,
yang tidak sedap. samping hydrotreating
pembakaran berupa
gas buang yang
beracun (sulfur
dioksida, SO2) dan
menimbulkan polusi
udara serta hujan
asam.

Proses Dehydration (Penghilangan Air)

No. ANTISIPASI REKOGNISI EVALUASI PENGENDALIAN


1. Iklim kerja proses adsorpsi dan Dari Memberikan dan
( suhu proses regenerasi proses adsorpsi dan melakukan pengawasan
ruangan) uap air tersebut akan proses regenerasi penggunaan APD pada
terkondensasi dan Sekitar 5 sampai para pekerja khususnya
melekat keluar kolom dengan 15% dari saat proses adsorpsi dan
menuju unit proses aliran gas bumi proses regenerasi
unit proses berikutnya kering di alirkan
(unit pencairan gas ke heateruntuk di
bumi ) hasil kan dengan
temperature 400 –
6000 C

14
Proses Fraksinasi

No. ANTISIPASI REKOGNISI EVALUASI PENGENDALIAN


1. Iklim kerja Menggunakan feed Sebelum gas Isolasi :
( suhu diolah menjadi menghapus sumber
gas betemperatur -
ruangan) LNG, feed gas
2800c dan paparan bahaya dari
dipisah menjadi
menggunakan metana, etana, lingkungan pekerja
propana, butana, dengan
reboiler dengan
dan hydrocarbon
steam bertekanan 50 berat berdasarkan menempatkannya di
psig dan temperatur fraksinya. Metana tempat lain atau
akan dialirkan
1500C. menuju cryogenic menjauhkan lokasi kerja
exchanger (5E-1), yang berbahaya dari
sebagian etana
akan diinjeksikan pekerja lainnya, dan
menuju feed gas sentralisasi kontrol
untuk menaikkan
HHV dari LNG dan kamar.
bagian etana
lainnya akan
disimpan untuk
cadangan make-
up multi
component
refrigerant (MCR),
sedangkan
propana dan
butana akan diolah
menjadi LPG dan
sebagian untuk
cadangan make-
up MCR.

Proses Pencairan

No. ANTISIPASI REKOGNISI EVALUASI PENGENDALIAN


1. Iklim kerja Cryogenic Proses Cryogenic Engineering control
( suhu Temperature, Temperature di perlukan suhu :
ruangan) yaitu untuk -1600c untuk mempermudah proses kerja
mendinginkan proses ditempatkan
gas alam menjadi pengembunannya/pencairanya
terpisah, dan
LNG
menempatan
ventilasi
local/umum.

C. Proses Pengolahan Gas Alam (LNG)

15
Tabel 3. Analisis Penerapan AREC Pada Proses Pengolahan Gas Alam (LNG)

No. ANTISIPASI REKOGNISI EVALUASI PENGENDALIAN


1. Dry Hole Bahan gas alam Dari proses mereka Memberikan dan
mentah yang berada dalam tahap melakukan pengawasan
diekstrak dari sumur cair pada tekanan penggunaan APD pada
bor tergantung dari bawah tanah, para pekerja khususnya
jenis, kedalaman, dan molekul akan saat pengolahan
keadaan geologi menjadi gas saat
daerah tekanan atmosfer
normal.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

16
Berdasarkan dari pembahasan diatas darik kesimpulan,

17
DAFTAR PUSTAKA

M, Ramdan, Iwan. 2013. Higiene Industri. Samarinda: CV. Bimotry Bulaksumur


Visual.

Nugroho, Hanan. 2004. Pengembangan Industri Hilir Gas Bumi di Indonesia:


Tantangan dan Gagasan. Jakarta: Perencanaan Pembangunan No. IX/04.

Prabawa, Wisnu. 2017. Ketahanan Energi dari Gas Bumi. Jakarta: Departemen SKK
Migas.

Wijanarko, Anondho. 2014. Keselamatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia.

https://id.wikipedia.org/wiki/Badak_NGL (diakses pada 05 November 2017).

18

Anda mungkin juga menyukai