“Gas Bumi”
Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Higiene Industri Gas Bumi”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai pada mata kuliah Higiene
Industri.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
penyusun berharap makalah yang telah disusun ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan, dan penyusun mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV ANALISIS
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki sejumlah sumber energi fosil, selain minyak bumi yang
telah dieksplorasi dan perproduksi lebih dari puluhan tahun yaitu gas alam. Gas
alam juga menjadi andalan, kini ketika produksi minyak bumi cenderung stagnan,
produksi gas alam terus meningkat. Selain itu tingkat konsumsi masyarakat pada
gas bumi terus meningkat dari tahun ketahun.
Sekarang ini bahan bakar untuk rumah tangga sudah berganti, dari yang
tadinya kayu bakar menjadi minyak tanah, dari minyak tanah berubah lagi menjadi
gas, sekarang sudah banyak digunakan oleh para ibu-ibu rumah tangga,walaupun
masih banyak yang menggunakan bahan bakar kayu serta minyak tanah, tetapi
kebanyakan orang di Indonesia sudah menggunakan bahan bakar gas, karena
lebih mudah dan cepat serta pembakarannya sempurna, tidak menimbulkan
polusi sehingga energi bersih dan ramah lingkungan. Ada beberapa bentuk
konsumsi energi gas alam oleh masyarakat. Selain sebagai bahan bakar rumah
tangga, gas alam hadir dalam bentuk lain yakni gas alam yang dicairkan (LNG).
Dengan cara ini, maka gas alam dapat dengan mudah dipindahkan dan
dimanfaatkan oleh pengguna akhir. Tapi, ada yang membedakan secara prinsip
dengan minyak bumi. Gas alam sulit disimpan sehingga sebelum berproduksi
harus dipastikan terlebih dulu siapa pembelinya. Ketika pembelinya sudah jelas,
proses produksi segera dimulai karena pasar yang dibidik pun sudah kentara.
Indonesia sebagai negara yang terus berkembang memiliki kebutuhan energi
yang juga terus meningkat. Kebutuhan energi tersebut harus terpenuhi dengan
cara yang menjamin ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi. Sehingga
strategi energi nasional berupa bauran energi menjadi pendekatan yang tepat.
Salah satunya adalah mencapai postur bauran energi yang ideal bagi Indonesia
dengan meningkatkan pemakaian gas alam domestik sampai dengan kontribusi
23 persen dari seluruh pasokan energi Indonesia di 2025.
Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Minyak dan Gas Alam
menjelaskan bahwa Gas alam adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang
dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fase gas yang diperoleh
dari penambangan Minyak dan Gas Alam.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
HIGIENE INDUSTRI KESEHATAN MASYARAKAT
1. Tujuan utama masyarakat 1. Masyarakat umum sebagai
pekerja sasaran utama
2. Mengurus golongan karyawan 2. Mengurusi masyarakat yang
yang mudah didekati sukar dicapai
3. Ditandai efektifnya pre- 3. Sulit pemeriksaan periodik
employment dan periodic 4. Lingkungan umum merupakan
screening problem pokok
4. Yang dihadapi lingkungan kerja 5. Tujuan utama kesehatan
5. Tujuan utama produktifitas masyarakat
6. Dibiayai perusahaan/masyarakat 6. Dibiayai pemerintah
pekerja 7. Perkembangan cepat setelah
7. Perkembangan pesat setelah kemajuan ilmu tentang jasad
revolusi industri renik
8. Perundang-undangan dalam 8. Perundang-undangan kesehatan
lingkup ketenagakerjaan
4
2) Melalui studi literature
3) Mempelajari hasil penelitian
4) Dokumen-dokumen perusahaan
5) Survey lapangan
6) Analisis dan diskusi
7) Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
8) Pembuatan Hasil
Yang dihasilkan dari melakukan antisipasi adalah daftar potensi
bahaya dan risiko yang dapat dikelompokkan:
a) Berdasarkan lokasi atau unit
b) Berdasarkan kelompok pekerja
c) Berdasarkan jenis potensi bahaya
d) Berdasarkan tahapan proses produksi dll
2. Rekognisi
Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu
bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu
metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan
bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita melakukan
pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang
konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat,
dll .
Adapun tujuan dari rekognisi adalah :
a. Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan,
efek, severity, pola pajanan, besaran).
b. Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko
c. Mengetahui pekerja yang berisiko.
3. Evaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian
lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan
terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku,
sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada
atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan
lingkungannya, serta sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.
5
Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :
a. Untuk mengetahui tingkat risiko.
b. Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
c. Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
d. Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
e. Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
f. Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
4. Pengendalian
Pengendalian faktor–faktor lingkungan kerja sesungguhnya
dimaksudkan untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap
sehat dan aman atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma
keselamatan, sehingga tenaga kerja terbebas dari ancaman gangguan
kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat
kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja.
Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
a. Eliminasi
Eliminasi merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya
serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi
bahaya.
b. Substitusi
Subtitusi merupakan modifikasi proses untuk mengurangi
penyebaran debu atau asap, dan mengurangi bahaya, pengendalian
bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses
untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang
diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi
bahayanya.
c. Isolasi
Isolasi merupakan menghapus sumber paparan bahaya dari
lingkungan pekerja dengan menempatkannya di tempat lain atau
menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan
sentralisasi kontrol kamar.
d. Engineering Control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor
lingkungan kerja selain pekerja dengan menghilangkan semua bahaya-
6
bahaya yang ditimbulkan., mengurangi sumber bahaya dengan
mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya, proses kerja
ditempatkan terpisah, dan menempatan ventilasi local/umum.
e. Administrasi Control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi
pekerja dengan lingkungan kerja. Pengaturan schedule kerja atau
meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya.
f. Alat Pelindung Diri (APD)
Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian.
Jenis-jenis alat pelindung diri alat pelindung diri diklasifikasikan
berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena risiko dari
bahaya:
1) Mata
Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis
powder, proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles,
goggle, faceshield, welding shield.
2) Telinga
Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
APD: ear plug, ear muff.
3) Kepala
Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut
terlilit benda berputar. APD: helmet.
4) Pernapasan
Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen
defiency). APD: respirator, breathing apparatus.
5) Tubuh
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan
kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi
benda tajam, dust terkontaminasi. APD: boiler suits, chemical suits,
vest, apron, full body suit, jacket.
6) Tangan dan Lengan
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda
berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan
(gloves).
7
7) Kaki
Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh,
cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes,
safety boots, legging, spat.
D. Gas Alam
Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Minyak dan Gas Alam
menjelaskan bahwa Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon
yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fase gas yang
diperoleh dari penambangan Minyak dan Gas Alam .
UU 22/2001 dengan tegas menekankan prioritas pemanfaatan gas alam
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sesuai amanat UU 22/2001,
Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Alam (BP MIGAS) dan Badan
Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Alam (BPH MIGAS) telah dibentuk,
masing-masing berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 42/2002 dan Peraturan
Pemerintah No. 67/2002. Perusahaan pertambangan minyak dan gas alam
negara (PERTAMINA) yang dalam UU sebelumnya, yaitu UU No. 8/1971
bertindak sebagai “pemain, pengatur, dan pemegang Kuasa Pertambangan”
dengan UU 22/2001 dan Keputusan Presiden No. 57/2002 telah diubah menjadi
sebuah perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT Persero). BPH MIGAS
khususnya, mendapat tugas untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam
negeri dan melakukan sejumlah pengaturan di bidang gas bumi. Walau beberapa
hal telah dilakukan, namun demikian, bagaimana strategi atau langkah-langkah
untuk mewujudkan tujuan peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri
belum dijabarkan secara jelas atau rinci.
Di Indonesia, produksi gas dilakukan wilayah-wilayah utama Kalimantan
Timur dan Aceh. Gas yang diproduksi kemudian juga dikilang wilayah tersebut
menjadi LNG dan LPG, untuk kemudian diekspor. Gas juga diproduksi di
lapangan-lapangan yang lebih kecil di Jawa Barat dan Jawa Timur, dan melalui
jalur pipa dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar/bahan baku
pembangkitan litsrik, industri dan gas kota di Jawa. Pada awal pengembangannya
pada periode 1980-an, gas bumi Indonesia lebih banyak digunakan untuk eskpor
dalam bentuk LNG, dengan tujuan Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Ekspor
gas bumi belakangan dilakukan melalui pipa ke Singapura dan Malaysia.
8
Peningkatan penggunaan gas bumi di dalam negeri terjadi karena peningkatan
permintaan gas bumi oleh pembangkit tenaga listrik, industri dan PT PGN.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
menuju ke tahap prosesnya masing-masing, yaitu: metana akan didinginkan
pada MHE hingga membentuk cair, butana dan propana juga akan menuju
MHE sebagai pendingin gas yang akan dicairkan, butana dan propana akan
diolah sebagai LPG, sedangkan pentana biasanya akan dijadikan sebagai
kondensat dan dikirim ke upsteam untuk diolah kembali sehingga dapat
menghasilkan bahan bakar hidrokarbon berat.
4. Proses Pencairan
Pada tahap ini gas akan didinginkan hingga mencapai suhu dimana gas
tersebut akan mengalami pengembunan serta menaikkan tekanan gas untuk
mempermudah proses pengembunannya/pencairan. Untuk mendinginkan gas
alam menjadi LNG diperlukan suhu sekitar -160°C atau sering disebut dengan
Cryogenic Temperature.
Proses treating dan dehidrasi perlu dilakukan sebelum gas
alam tersebut memasuki proses pencairan supaya zat-zat yang tidak
diinginkan tidak ikut terbawa ke dalam proses pencairan, karena apabila zat
tersebut terikut maka dapat mengganggu proses pencairan gas alam.
C. Proses Pengolahan Gas Alam (LNG)
Untuk pengolahan gas alam mentah dari non-associated gas diolah
menjadi gas jual. Hasil pengolahan gas alam mentah dapat berupa :
1) Gas alam kondensat
2) Sulfur
3) Etana
4) Gas alam cair (NGL): propana, butana dan C5 + (istilah yang umum
digunakan untuk pentana ditambah dengan molekul hidrokarbon yang lebih
tinggi).
11
dan CO2). Proses yang dipakai pada umumnya adalah Amine
Treating yang biasa disebut Amine Plant.
3. Proses berikutnya adalah untuk menghilangkan uap air dengan
menggunakan proses penyerapan dalam trietilen glikol cair (TEG).
Proses berikutnya adalah untuk mengubah menjadi fase gas alam cair
(NGL) yang merupakan proses paling kompleks dan menggunakan
pabrik pengolahan gas modern.
12
BAB IV
ANALISIS
APD :
13
Memberikan dan
melakukan pengawasan
penggunaan APD pada
para pekerja khususnya alat
pelindung telinga.
14
Proses Fraksinasi
Proses Pencairan
15
Tabel 3. Analisis Penerapan AREC Pada Proses Pengolahan Gas Alam (LNG)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
Berdasarkan dari pembahasan diatas darik kesimpulan,
17
DAFTAR PUSTAKA
Prabawa, Wisnu. 2017. Ketahanan Energi dari Gas Bumi. Jakarta: Departemen SKK
Migas.
18