Anda di halaman 1dari 3

1.

Tujuan
2. Untuk mengetahui dan memahami formulasi pada sediaan Suspensi antasida dengan
zat aktif Magnesium Hydoxida (Mg(OH)2).
3. Untuk mengetahui dan memahami cara dan hasil evaluasi pada sediaan Suspensi
antasida dengan zat aktif Magnesium Hydoxida (Mg(OH)2).

4. Pada sediaan ini, dipilih Bentuk suspensi antasida karena mulai kerjanya lebih cepat
dibandingkan bentuk sediaan tablet (Farmakologi dan Terapi hal. 505).
5. Selain itu Bentuk sediaan larutan suspensi dipilih karena bahan obat yang digunakan
Praktis tidak larut air. Sedangkan Obat yang dibuat diinginkan dalam saluran cerna
yang harus dalam bentuk partikel halus. Hal ini berdasarkan dengan Indikasi dari zat
aktif MgOH yaitu Bekerja dengan menekan asam lambung sehingga mengurangi efek
destruktif asalm lambung dan mengurangi aktifitas preteolitik dari pepsin (Toman,
2000).
6. Antasida lebih efektif bila diberikan dibentuk suspensi, karena tidak mengalami
pengeringan selama pembuatan, sehingga dapat mengurangi daya netralisasinya
seperti pada sediaan tablet. Untuk itu pada sediaan ini dipilih sediaan suspensi
antasida (OOP). Golongan antasida terdiri atas aluminium, magnesium, kalsium
karbonat, dan natrium bikarbonat. Mekanisme kerja antasida yaitu menetralisis atau
mendapar sejumlah asam tetapi tidak melalui efek langsung, atau menurunkan
tekanan esophageal bawah (LES). Antasida yg bekerja dengan cara menghambat
aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada kondisi asam, enzim ini diketahui juga
berperan dalam menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan manusia.
Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung untuk
membentuk air dan garam, dengan demikian menghilangkan keasaman lambung
(Ubaidah, dkk, 2010).
7. Magnesium hidroksida memiliki daya netralisasi kuat, cepat dan banyak digunakan
dalam sediaan terhadap gangguan lambung bersama alumunium hidroksida, karbonat,
dimetikon, dan alginate. Dosis yang digunakan 1-2 tablet dikunyah 4 kali sehari dan
sebelum tidur atau bila
8. diperlukan dan sediaan suspensi 5 mL, 3-4 kali sehari. Contoh obatnya adalah
Alumunium hidroksida dan Magnesium hidroksi, Antasida DOEN, Decamag,
Hufamag, Magasida, Mylanta, Promag, dan Stopmag, serta Waisan (Tjay dan
Rahardja, 2007).
9. Antasida yang mengandung magnesium relatif tidak larut air sehingga bekerja lebih
lama bila berada dalam lambung dan sebagian besar tujuan pemberian antasida
tercapai. Akan tetapi preparat2 Magensium dapat menyebabkan diare dan berbahaya
pada pasien dengan fungsi ginjal yang kurang di sebabkan oleh ketidakmampuan
pasien mengeskresi senua magnesium yg mungkin diabsorbsi (asam lambung
mengubah magnesium hidroksida yg tidak larut menjadi magnesium klorida yg larut
dalam air dan sebagian di absorbsi). Maka dari itu untuk penggunaan pengobatan
pada kondisi ulseraktif, suatu kombinasi magnesium hidroksida dan aluminium
hidroksida sering digunakan kaserana zat terakhir mempunyai efek konstipasi yg
menentang efek diare dari MgOH (Ansel, 2011).
10. Bahan aktif aluminium hidroksida dipilih karena memiliki daya menetralkan asam
lambung lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Alumunium ini juga bersifat
sebagai demulsen dan absorben. Dan juga absorbsi makanan setelah pemberian
alumunium dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Efek samping pada
antasida yang mengandung Al(OH)3 yaitu konstipasi (Ubaidah, dkk, 2010).
11. Kombinasi Aluminium hydroxide dan Magnesium hydroxide merupakan antasida
yang bekerja menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin, sehingga rasa
nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu,
efek laksatif dari Magnesium hydroxide akan mengurangi efek konstipasi dari
Aluminium hidroksida. kombinasi alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida
dapat menghasilkan efek non sistemik dengan masa kerja panjang. Antasida non
sistemik hampir tidak diabsorbsi di dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis
metabolik. Kombinasi ini diharapkan dapat mengurangi efek samping dari obat
(Fater)
12. Perlu diketayhui sediaan yang kita buat harus aman secara fisiologis maupun
psikologis, dan dapat meminimalisir suatu efek samping sehingga tidak lebih toksik
dari bahan aktif yang akan diformulasi. Bahan sediaan farmasi merupakan suatu
senyawa kimia yang mempunyai karakteristik fisika, kimia yang berhubungan dengan
efek farmakologis, perubahan sedikit saja pada karakteristik tersebut dapat
menyebabkan perubahan farmakokinetik, farmakodinamik suatu senyawa. Sediaan
dalam taraf aman apabila kadar bahan aktif dalam batas yang telah ditetapkan
(Ubaidah, dkk, 2010).
 Magnesium Hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam
mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 100,5% Mg(OH)2
 Gel Alumunium Hidroksida adalah suspense dari alumunium gidroksida
bentuk amorf, sebagian hidroksida disubstitusi dengan karbonat. Mengandung
alumunium hidroksida setara dengan tidak kurang dari 90% dan tidak lebih
dari 110% Al(OH)3 dari jumlah yang tertera pada etiket.
13. Pada sediaan ini dibuat 60 ml karena Pemakaian obat antasid selama 4 hari
memerlukan 60mL dan juga sediaan ini dpt Memudahkan pasien dalam penggunaan
karena tidak terlalu banyak ketentuan. Dalam kehidupan nyata, penggunaan obat
antasid kebanyakan berumur 12 tahun ke atas. Sehingga tingkat komersialnya lebih
besar karena tingkat konsumen lebih banyak.
Adapun Dosis Al(OH)ɜ menurut Pharmaceuti+++++++cal Dosage Forms Dispers
System Volume 2 halaman 128 : Dalam sediaan 5mL mengandung 225mg
Aluminium hidroxid. Dosis Al(OH)ɜ menurut Martindle halaman 2 : Dalam sediaan
15mL mengandung 500-1000 gram Al(OH)ɜ, hal tersebut sesuai dengan rentang dosis
zat aktif pada pustaka Pharmaceutiacal Dosage Forms Dispers System Volume 2.
Dosis Mg(OH)2 menurut Pharmaceutiacal Dosage Forms Dispers System Volume 2
halaman 128 : Dalam sediaan 5mL mengandung 200mg. Dosis Mg(OH)2 menurut
Martindle halaman 82 : Dalam sediaan 15mL mengandung 500-750mg Mg(OH)2, hal
tersebut sesuai dengan literatur yang ada.

Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.esia.

Bolton, S., & Bon, C., 2010, Pharmaceutical Dosage Form: Dysperse System,5th Ed., 439-440, CRC
Press, Boca Raton.

Anda mungkin juga menyukai