Kelompok : Kelompok 11
Nama/NIM : Maria Adinda Jarung/16.9255
Nama/NIM : Raka Suryadi/16.9372
Nama/NIM : Rysma Dezryama Zoelni/16.9406
Program Studi : Statistika Program Diploma III
Proposal 1:
Judul:
Determinan Konsumsi Rokok di Pulau Jawa Tahun 2017
33.88
10.66 11.61
9.09
7.06 5.31 6.48
3.94 2.44 2.97 1.97
1.02 1.85 1.72
Terlihat bahwa rokok dan tembakau menjadi kelompok komoditas tertinggi kedua
setelah makanan dan minuman jadi menurut pengeluaran perkapita sebulan pada
September 2017 yaitu sebesar 11,61 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
masyarakat masih banyak mengonsumsi kelompok komoditas ini. Angka tersebut
seakan dianggap remeh oleh masyarakat. Sebab, sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa rokok merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi.
Merokok menjadi kebiasaan dan gaya hidup di setiap jenjang masyarakat. Salah
satu alasannya adalah karena efek kesehatan dari merokok sering diremehkan.
Alasan lain adalah sifat adiktif pada nikotin yang terkandung di dalam rokok
membuat para perokok sulit untuk berhenti menghisap rokok.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan angka merokok di Indonesia tinggi.
Salah satu faktor tersebut adalah faktor jenis kelamin (Sugiharti dkk, 2015). Jenis
kelamin berpengaruh terhadap konsumsi rokok. Faktanya, jumlah perokok pria di
Indonesia diperkirakan telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, dan
prevalensi perokok pria di Indonesia tercatat kedua tertinggi di dunia (WHO, 2012).
Sedangkan pada perokok perempuan terjadi penurunan jumlah konsumsi rokok.
Dalam buku Fakta Tembakau (2014) ditemukan persentase merokok pada laki-laki
tahun 2013 adalah sebesar 56,7 persen, sementara pada perempuan yaitu sebesar
1,9 persen. Laki-laki memang cenderung lebih besar dalam mengonsumsi rokok
disebabkan karena efek pergaulan, lebih percaya diri, ingin adanya pengakuan
dalam kelompok dan di beberapa tempat merokok berkaitan dengan adat dan
kebiasaan.
Selain faktor jenis kelamin, faktor lain yang ikut menyebabkan tingginya
angka merokok di Indonesia adalah tingkat pendidikan dan lapangan pekerjaan
utama. Menurut Menteri Kesehatan Nila Moeloek, setidaknya lebih dari sepertiga
atau 36,3 persen penduduk remaja usia 13-15 tahun yang notabennya masih
berpendidikan di Sekolah Menengah adalah perokok. Sedangkan untuk lapangan
pekerjaan utama juga berhubungan dengan pendidikan, dimana semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pekerjaan yang diperolehnya yang
akan berpengaruh pada pendapatannya yang diperoleh dan kondisi sosial
ekonominya (Hourton, 1992:10). Hal ini juga berpengaruh pada pola konsumsinya,
pemilihan barang jasa yang akan digunakannya termasuk pilihan terhadap
konsumsi rokok yang dilakukannya. Menurut Riskesdas 2013, proporsi terbesar
perokok aktif setiap hari jika dilihat dari lapangan pekerjaan utama adalah petani,
nelayan dan buruh yaitu sebesar 44,5%. Dalam sehari, masyarakat Indonesia
konsumsi rokok rata-rata sebanyak 12,3 batang.
Sementara itu, fokus pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Pulau
Jawa karena menurut Proyeksi Badan Pusat Statistik Indonesia, terdapat 149 juta
jiwa atau 78 persen penduduk Indonesia terpusat di Pulau Jawa. Dengan 6 Provinsi
dan 118 Kabupaten/Kota di Pulau Jawa menurut Wikipedia, antara lain Provinsi
Banten (8 Kabupaten/Kota), Provinsi DKI Jakarta (6 Kabupaten/Kota), Provinsi
Jawa Barat (27 Kabupaten/Kota), Provinsi Jawa Tengah (35 Kabupaten/Kota),
Provinsi DI Yogyakarta (5 Kabupaten/Kota) dan Provinsi Jawa Timur (38
Kabupaten/Kota). Sehingga diharapkan dapat merepresentatif konsumsi rokok
secara nasional dari hasil penelitian ini dan tidak hanya wilayah yang banyak
mengonsumsi rokok tetapi juga wilayah dengan konsumsi rokok sedikit.
Dengan demikian, hal ini menjadi suatu ketertarikan bagi penyusun untuk
meneliti pengaruh tingkat pendidikan, jenis kelamin, lapangan pekerjaan utama dan
jumlah penduduk terhadap konsumsi rokok di Pulau Jawa tahun 2017.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu
untuk data jumlah penduduk di Pulau Jawa, data tingkat pendidikan (Angka
Partisipasi Sekolah usia 13-15 tahun) dan jenis kelamin diperoleh dari Badan Pusat
Statistik, data lapangan pekerjaan utama (pertanian, industri, perdagangan, jasa-jasa
dan lainnya) dan konsumsi rokok di Pulau Jawa diperoleh dari hasil Susenas 2017
yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik.
Daftar Pustaka
1. Gunawan, Eddy dan Arisna, Puput. (2016). Pengaruh tarif cukai tembakau
dan pesan bergambar bahaya rokok terhadap konsumsi rokok di banda aceh.
Jurnal ekonomi dan kebijakan publik Volume 3 Nomor 2, November 2016.
2. Lian, Tan Yen dan Ulysses Dorotheo. 2016. The Tobacco Control Atlas
ASEAN Region. Thailand: Southeast Asia Tobacco Control Alliance.
3. Liputan6. ( 30 Juli 2018 ). Bos BPS: Merokok Biang Kerok Kemiskinan.
Diunduh dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/3604660/bos-bps-
merokok-biang-kerok-kemiskinan pada tanggal 27 September 2018.
4. Setiawan, Iman. (2014). Analisis Dampak Industri Rokok Terhadap
Perekonomian Nasional Serta Variabel-Variabel Yang Memengaruhi
Konsumsi Rokok Di Indonesia Tahun 2007-2012 [Skripsi]. Sekolah Tinggi
Ilmu Statistik: Jakarta.
5. Surjono, N.D., dan Handayani, P.S. (2013). Dampak Pendapatan Dan Harga
Rokok Terhadap Tingkat Konsumsi Rokok Pada Rumah Tangga Miskin Di
Indonesia. Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013, Halaman 19-34
6. Syarifudin, Andy. (2014). Pengaruh Harga Rokok, Pengeluaran Per Kapita,
Dan Pendidikan Kepala Rumah Tangga Terhadap Pengeluaran Rumah
Tangga Untuk Konsumsi Rokok Di Jawa Barat Tahun 2013 [Skripsi].
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik: Jakarta.
7. Surjono, N.D., dan Handayani, P.S. (2013). Dampak Pendapatan Dan Harga
Rokok Terhadap Tingkat Konsumsi Rokok Pada Rumah Tangga Miskin Di
Indonesia. Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013, Halaman 19-34
ttd ttd
ttd
(RAKA SURYADI)