Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ILMU TEKNOLOGI PANGAN


UJI ORGANOLEPTIK

Disusun Oleh :
Kelompok C-4
1. Hasna Taufiqah Nur F. (22030116170001)
2. Zulaikhah Atyas Permatasari (22030117140001)
3. Azizah Dynda Fadzilah (22030117140011)
4. Shafira Puspita Damayanti (22030117140013)

Tanggal Praktikum : 20 September 2018

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU GIZI
LABORATORIUM ILMU TEKNOLOGI PANGAN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi
1. Tujuan Praktikum
a. Mengetahui penilaian tentang karakteristik produk
b. Membandingkan produk satu dengan yang lain
2. Pelaksanaan Praktikum
a. Waktu pelaksanaan: Kamis, 20 September 2018
b. Tempat pelaksanaan: Laboratorium Kuliner lantai 1 Departemen Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Uji Organoleptik 1
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut untuk
mengukur tekstur, penampakan, aroma, dan flavor produk pangan. Pengindraan
dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan
(stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat
berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan
benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan, dan sikap terhadap rangsangan
adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai atau
tingkat kesan, kesadaran, dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian
subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran
sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.
Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan),
bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada
waktu alat indra menerima rangsangan, sebelum terjadi kesadaran prosesnya
adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan pada susunan syaraf
sensori atau syaraf penerimaan. Mekanisme pengindraan secara singkat adalah
penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indra, terjadi
reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia, perubahan energi kimia
menjadi energi listrik (impuls) pada sel syaraf, penghantaran energi listrik
(impuls) melalui urat syaraf menuju ke syaraf pusat otak atau sumsum belakang,
terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat, serta hasilnya berupa kesadaran
atau kesan psikologis.
Bagian organ tubuh yang berperan dalam pengindraan adalah mata, telinga,
indra pencicip, indra pembau dan indra perabaan atau sentuhan. Kemampuan alat
indra memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan
berdasarkan jenis kesan, intensitas kesan, luas daerah kesan, lama kesan dan
kesan hedonik. Jenis kesan adalah kesan spesifik yang dikenali misalnya rasa
manis dan asin. Intensitas kesan adalah kondisi yang menggambarkan kuat
lemahnya suatu rangsangan, misalnya kesan mencicip larutan gula 15% dengan
larutan gula 35% memiliki intensitas kesan yang berbeda. Luas daerah kesan
adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indra yang menerima rangsangan.
Misalnya kesan yang ditimbulkan dari mencicip dua tetes larutan gula
memberikan luas daerah kesan yang sangat berbeda dengan kesan yang dihasilkan
karena berkumur larutan gula yang sama. Lama kesan atau kesan sesudah “after
taste” adalah bagaimana suatu zat rangsang menimbulkan kesan yang mudah atau
tidak mudah hilang setelah mengindraan dilakukan. Rasa manis memiliki kesan
sesudah lebih rendah atau lemah dibandingkan dengan rasa pahit. Rangsangan
penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan, yang
disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal beberapa ambang rangsangan,
yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan (recognition
threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan ambang batas (terminal
threshold). Ambang mutlak adalah jumlah benda rangsang terkecil yang sudah
mulai menimbulkan kesan. Ambang pengenalan sudah mulai dikenali jenis
kesannya, ambang pembedaan perbedaan terkecil yang sudah dikenali dan
ambang batas adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih dapat dibedakan
intensitas.
Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan
alat indra memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan
tersebut meliputi kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition),
membedakan (discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan
menyatakan suka atau tidak suka (hedonik). Perbedaan kemampuan tersebut tidak
begitu jelas pada panelis. Sangat sulit untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan
sensori lebih penting dan lebih sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis
sensori memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah
hingga sulit atau dari yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit).

2. Persiapan Uji Organoleptik


a. Panelis 1
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam
penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau
kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan
subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan, khususnya jenis panel
terlatih perlu dilakukan tahap-tahap seleksi. Syarat umum untuk menjadi
panelis adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap pekerjaan ini, selain
itu panelis harus dapat menyadiakan waktu khusus untuk penilaian serta
mempunyai kepekaan yang dibutuhkan.
Pemilihan anggota panel perlu dilakukan untuk suatu grup panelis
yang baru atau unutk mempertahankan anggota dalam grup tersebut. Tahap-
tahap seleksi adalah sebagai berikut:
- Wawancara
Wawancara dapat dilaksanakan dengan tanya jawab atau kuesioner yang
bertujuan untuk mengetahui latar belakang calon termasuk kondisi
kesehatannya.
- Tahap Penyaringan
Tahap ini perlu dilakukan untuk mengetahui keseriusan, keterbukaan,
kejujuran, dan rasa percaya diri. Selain itu, dapat dinilai pula tingkat
kepekaan umum dan khusus serta pengetahuan umum calon panelis.
- Tahap Pemilihan
Pada tahap ini, dilakukan beberapa uji sensorik untuk mengetahui
kemampuan seseorang. Dengan uji-uji ini diharapkan dapat terjaring
informasi mengenai kepekaan dan pengetahuan mengenai komoditi bahan
yang diujikan. Metode yang digunakan dalam pemilihan panelis ini dapat
berdasarkan intuisi dan rasional, namun umumnya dilakukan uji
keterandalan panelis melalui analisis sekuensial dengan uji pesangan,
duo-trio dan uji segitiga atau dengan uji rangsanganyang akan diterangkan
lebih lanjut.
- Tahap Latihan
Latihan bertujuan untuk pengenalan lebih lanjut sifat-sifat sensorik suatu
komoditi dan meningkatkan kepekaan serta konsistensi penilaian.
Sebelum tahap latihan dimulai, panelis perlu diberikan instruksi yang jelas
mengenai uji yang akan dilakukan dan larangan yang disyaratkan seperti
larangan untuk merokok, minum minuman keras, menggunakan parfum
dan lainnya. Lama dari intensitas latihan sangat tergantung pada jenis
analisis dan jenis komoditi yang diuji.
- Uji Kemampuan
Setelah mendapat latihan yang cukup baik, panelis diuji kemampuannya
terhadap baku atau standar tertentu dan dilakukan berulang-berulang
sehingga kepekaan dan konsistensinya bertambah baik. Setelah melewati
kelima tahap tersebut di atas maka panelis siap menjadi anggota panelis
terlatih.
b. Laboratorium Uji Organoleptik 2
Secara umum, fasilitas uji sensori harus memenuhi tiga syarat, yaitu
menjadikan kegiatan uji sensori efisien, dapat mengatasi gangguan
konsentrasi panelis yang disebabkan oleh operasional peralatan laboratorium
dan personel laboratorium, serta dapat meminimalisir gangguan antar
responden dalam pelaksanaan evaluasi sensori.
Dalam melakukan uji organoleptik dibutuhkan beberapa ruang yang
terdiri dari ruang penyiapan (dapur), ruang pencicipan (booth area), dan ruang
tunggu atau ruang diskusi. Ruang pencicip mempunyai persyaratan yang lebih
banyak, yaitu ruangan yang terisolasi dan kedap suara sehingga dapat
dihindarkn komunikasi antar panelis, suhu ruang yang cukup sejuk (20 –
25°C) dengan kelembaban 65 – 70 % dan mempunyai sumber cahaya yang
baik dan netral, karena cahaya dapat mempengaruhi warna komoditi yang
diuji. Ruang isolasi dapat dibuat dengan penyekat permanen atau penyekat
sementara. Fasilitas pengujian ini sebaiknya dilengkapi dengan wastafel,
sedangkan ruang tunggu harus cukup nyaman agar anggota panel cukup sabar
untuk menunggu gilirannya. Apabila akan dilakukan uji organoleptik maka
panelis harus mendapat penjelasan umum atau khusus yang dilakukan secara
lisan atau tertulis dan memperoleh format pernyataan yang berisi instruksi dan
respon yang harus diisinya. Selanjutnya, panelis dipersilakan menempati
ruang pencicip untuk kemudian disajikan contoh yang akan diuji.

Gambar 1. Denah Laboratorium Uji Organoleptik

c. Persiapan Contoh 1
Dalam evaluasi sensori, cara penyediaan contoh sangat perlu mendapat
perhatian. Contoh dalam uji harus disajikan sedemikian rupa sehingga
seragam dalam penampilannya. Bila tidak demikian, panelis akan mudah
dipengaruhi penampilan contoh tersebut meskipun itu tidak termasuk kriteria
yang akan diuji. Penyajian contoh harus memperhatikan beberapa hal seperti
berikut:
- Suhu Contoh
Contoh harus disajikan pada suhu yang seragam, suhu dimana contoh
tersbuut biasa dikonsumsi. Misalkan dalam penyajian contoh sup, maka
contoh tersebut harus disajikan dalam keadaan hangat (40 – 50°C).
Penyajian contoh dengan suhu yang ekstrim, yaitu kondisi dimana suhu
contoh terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan kepekaan
pencicipan berkurang. Selain itu, suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan
mempengaruhi terhadap pengukuran aroma dan flavor.
- Ukuran Contoh
Ukuran contoh untuk uji organoleptik juga harus disajikan dengan ukuran
seragam. Untuk contoh padatan dapat disajikan dalam bentuk kubus,
segiempat atau menurut bentuk asli contoh. Selain itu, contoh harus
disajikan dalam ukuran yang biasa dikonsumsi, misalnya penyajian 5 – 15
gram contoh untuk sekali cicip. Contoh keju cukup disajikan dalam
bentuk kubus seberat kurang lebih satu gram. Untuk contoh air dapat
disajikan contoh berukuran 5 – 15 ml dan tergantung pada jenis
contohnya. Apabila akan diambil contoh dari kemasan tertentu, misalkan
produk minuman kaleng, perlu dilakukan pencampuran dan pengadukan
contoh dari beberapa kaleng
- Kode Penamaan Contoh
Kode penamaan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga panelis tidak
dapat menebak isi contoh tersebut berdasarkan penamaannya. Untuk
pemberian nama biasanya digunakan 3 angka arab atau 3 huruf secara
acak. Pemberian nama secara berurutan biasanya menimbulkan bias,
karena panelis terbawa untuk meberikan penilaian terbaik untuk contoh
yang bernama atau berkode awal (misal 1 dan A) dan memberikan nilai
terendah untuk contoh yang berkode akhir (misal 3 atau C) pada suatu
pemberian nama atau kode sampai 1,2,3 atau A,B,C
- Jumlah Contoh
Pemberian contoh dalam setiap pengujian sangat bergantung pada jenis
uji yang dilakukan. Dalam uji pembedaan, akan disajikan jumlah contoh
yang lebih sedikit dari uji penerimaan. Selain itu, kesulitan faktor yang
akan diuji juga mempengaruhi jumlah contoh yang akan disajikan.
Sebagai contoh, bila akan diuji contoh dengan sifat tertentu sepaerti es
krim (dikonsumsi dalam keadaan beku), maka pemberian contoh untuk
setiap pengujian tidak lebih dari enam contoh, Karena apabila lebih dari
jumlah tersebut, produk es krim sudah meleleh sebelum pengujian. Faktor
lain yang harus dipertimbangkan adalah waktu yang disediakan oleh
panelis dan tingkat persediaan produk.

3. Jenis Uji Organoleptik


a. Uji Pembedaan 1, 3
Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan
sifat sensorik atau organoleptik antara dua contoh. Meskipun dalam
penggujian dapat saja sejumlah contoh disajikan bersama, tetapi untuk
melaksanakan pembedaan selalu ada dua contoh yang dapat dipertentangkan.
Untuk mempertentangkan contoh-contoh yang diuji dapat menggunakan
bahan pembanding tetapi dapat pula tanpa bahan pembanding. Jika dalam
pembedaan itu digunakan bahan pembanding maka sifat-sifat organoleptik
yang ingin dibedakan harus sangat jelas dan dipahami para panelis. Uji-uji ini
digunakan untuk menilai pengaruh macam-macam perlakuan modifikasi
proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri atau untuk
mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari
komoditi yang sama.
- Uji Pembedaan Pasangan
Uji pembedaan pasangan yang juga disebut dengan paired
comparation, paired test atau comparation merupakan uji yang sederhana
dan berfungsi untuk menilai ada tidaknya perbedaan antara dua macam
produk. Biasanya produk yang diuji adalah jenis produk baru kemudian
dibandingkan dengan produk terdahulu yang sudah diterima oleh
masyarakat. Dalam penggunaannya uji pembedaan pasangan dapat
memakai produk baku sebagai acuan atau hanya membandingkan dua
contoh produk yang diuji. Sifat atau kriteria contoh disajikan tersebut
harus jelas dan mudah untuk dipahami oleh panelis.
Cara penilaian dengan uji pembedaan pasangan ini adalah panelis
diminta untuk mengisi formulir isian tersebut dengan memberikan angka
1 (satu) apabila terdapat perbedaan dan angka 0 (nol) bila tidak terdapat
perbedaan kriteria penilaian.

Gambar 2. Formulir Uji Pembedaan Pasangan


- Uji Segitiga
Uji pembedaan segitiga atau disebut juga triangle test merupakan uji untuk
mendeteksi perbedaan yang kecil, karenanya uji ini lebih peka
dibandingkan dengan uji pasangan. Dalam uji segitiga disajikan tiga
contoh sekaligus dan tidak dikenal adanya contoh pembanding atau
contoh baku. Penyajian contoh dalam uji segitiga sedapat mungkin harus
dibuat seragam agar tidak terdapat kesalahan atau bias karena pengaruh
penyajian contoh.
Gambar 3. Formulir Uji Segitiga
- Uji Pembeda Duo-Trio
Seperti halnya uji segitiga, uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya perbedaan yang kecil antara dua contoh. Uji ini relatif lebih mudah
karena adanya contoh baku dalam pengujian. Biasanya uji duo-trio
digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun
menilai keseragaman mutu bahan.
Pada uji duo-trio, panelis diminta untuk mengenali contoh yang
berbeda atau contoh yang sama dengan contoh baku. Panelis harus
mengenal contoh baku terlebih dahulu dan kemudian memilih salah satu
dari dua contoh yang lain yang sama dengan contoh baku dan ditandai
dengan angka 0. Peluang untuk memilih benar adalah 0,5.
- Uji Pembanding Ganda
Uji pembanding ganda menggunakan dua contoh baku sebagai
pembanding yaitu pembanding A dan pembanding B. Kedua contoh
pembanding tersebut disuguhkan bersamaan sebelum contoh-contoh yang
diuji diberikan. Uji pembanding ganda terutama digunakan untuk menguji
bau dan sifat bau komoditi. Uji ini dapat ditujukan untuk penentuan
golongan contoh apakah termasuk mutu A atau mutu B, sesuai dengan
penggolongan yang ada. Artinya apabila tidak sama dengan contoh baku
yang ada, misalnya mutu A maka contoh tersebut akan termasuk mutu B.
Hasil uji pembanding ganda yang diperoleh kemudian ditabulasikan
dibandingkan dengan tabel two tailed test. Apabila nilai yang didapat
panelis masih dibawah nilai yang ditunjukkan pada tabel, maka berarti
antara produk contoh dan pembanding tidak berbeda nyata.
- Uji Pembanding Jamak
Dalam uji pembanding jamak digunakan tiga atau lebih contoh
pembanding. Contoh-contoh pembanding itu biasanya mempunyai
kesamaan sifat atau hanya berbeda kecil dalam tingkat. Jadi, contoh itu
tidak homogen, misalnya contoh-contoh baku itu berbeda dalam tingkat
bau atau ketajaman warna. Contoh-contoh pembanding itu tidak perlu
dikenal sebelumnya karena tidak disuguhkan terlebih dahulu. Contoh
pembanding dan contoh uyang diuji bersamaan secara acak.
b. Uji Penerimaan 1
- Uji Kesukaan (Hedonik)
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis diminta tanggapan
pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping
panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya,
mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat – tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka“ dapat
mempunyai skala hedonik sepert: amat sangat suka, sangat suka, suka,
agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu “tidak suka“ dapat mempunyai
skala hedonik seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang
disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka
(neither like nordislike).
Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan
skala yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi
skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data
numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala
hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan.
Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik
terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik
banyak digunakan untuk menilai produk akhir.
Contoh uji hedonik disajikan secara acak dan dalam memberikan
penilaian, panelis tidak mengulang-ulang penilaian atau membanding-
mandingkan contoh yang disajikan sehingga untuk satu panelis yang tidak
terlatih, sebaiknya contoh disajikan satu per satu hingga panelis tidak akan
membanding-bandingkan satu contoh dengan lainnya.

Gambar 4. Formulir Uji Hedonik


- Uji Mutu Hedonik
Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka
atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk.
Kesan baik – buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa
ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu
hedonik lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu
hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik,
seperti empuk atau keras untuk daging, pulen atau keras untuk nasi,
renyah, dan liat untuk mentimun. Rentang skala hedonik berkisar dari baik
sampai buruk. Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat
mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari
rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar skala. Skala
hedonik untuk uji mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua.
Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik, data penilaian
dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya dapat dianalisis
statistik untuk interprestasinya.
4. Analisa Bahan
a. Kopi Instan
Kopi instan adalah produk kopi berbentuk serbuk atau granula atau
flake yang diperoleh dari proses pemisahan biji kopi tanpa dicampur dengan
bahan lain, disangrai, digiling, diekstrak dengan air, dikeringkan dengan
proses spray drying (dengan atau tanpa aglomerasi) atau freeze drying atau
fluized bed drying menjadi produk yang mudah larut dalam air. Kopi instan
yang telah dikurangi kandungan kafeinnya melalui proses ekstraksi tertentu
disebut kopi instan dekafein. Kopi instan yang beredar dipasaran Indonesia
merupakan jenis kopi robusta karena memiliki rendemen hasil ekstraksi dan
body yang lebih tinggi, namun aroma dan citarasanya lebih rendah
dibandingkan kopi arabika.4
Komponen flavour dan citarasa kopi dipengaruhi lamanya proses
penyangraian. Hal ini dikarenakan selama penyangraian komponen prekusor
yang dilepas tidak selalu sama. Berdasarkan suhu yang digunakan
penyangraian kopi yang dibedakan atas tiga golongan yaitu light roast,
medium roast, dan dark roast. Penyangraian ringan (light roast) memiliki
tingkat acidity yang tinggi, penyangraian sedang ( medium roast) memiliki
body yang lebih tebal serta rasa, aroma, dan acidity yang lebih seimbang
disbanding tipe light roast, sedangkan penyangraian berat (dark roast)
memiliki body yang tebal dengan acidity rendah.5
BAB II

METODE

A. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Gelas plastik kecil 42 buah
b. Bahan
1. Kopi Luwak “White Koffie” 5 bungkus
2. Top Coffe “White Coffe Instant” 5 bungkus
B. CARA KERJA
a. Menyiapkan sampel bahan
b. Menuangkan bahan ke dalam sampel plastik yang sudah diberi label
c. Menyajikan sampel kepada panelis sesuai dengan ujinya
d. Meminta panelis melakukan penilaian melalui formulir penilaian
e. Melakukan rekap kuisioner
BAB III
HASIL PENGAMATAN
A. Hasil Pengamatan Pengujian Organoleptik dengan Uji Pembanding Ganda
No Nama Panelis Pembanding A Pembanding B
301 405 301 405 301 405 301 405
Rasa Aroma Rasa Aroma
1 Annisa D.F 1 0 1 0 0 1 0 1
2 Vistha 0 0 0 0 1 1 1 1
3 Putri 1 0 0 0 0 1 1 1
4 Gita 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Shafira 0 1 1 1 1 0 0 0
6 Dini 1 1 0 1 1 1 1 0
7 Puspitaloka 0 0 0 1 0 0 1 0
8 Epifaniga 1 1 0 1 1 1 1 1
9 Putu 1 0 1 0 0 1 0 1
10 Siti Roi 0 0 0 0 1 1 1 1
11 Rosa 1 0 0 1 0 1 1 0
12 Firda 1 1 0 1 1 0 1 0
13 Adinda M 0 1 0 1 1 0 1 0
14 Zsa Zsa 0 1 0 1 1 0 1 0
15 Shesilia 0 1 0 1 1 1 1 1
16 Fayza 1 0 0 1 1 1 1 1
17 Ninggartama 1 0 0 1 1 0 1 0
18 Azizah Dynda 1 0 1 0 0 1 0 1
19 Hasna 1 0 1 0 0 1 0 1
20 Laura 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Pembanding A = 301 = Top Coffee “White Coffee Instant”
Pembanding B = 405 = Luwak “White Koffie”

B. Dokumentasi

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3


Top White Coffee sebagai Luwak White Coffee Air direbus
301 dan Pembanding A sebagai 405 dan
pembanding B

Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6


Top White Coffee dilarutkan Luwak White Coffee dilarutkan Sampel 301 dituang
Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9
Sampel 405 dituang Pembanding A disajikan Pembanding B disajikan

Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12


Panelis melakukan uji Panelis mengisi form Melakukan penyatuan data
Pembanding ganda
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Fungsi Bahan

Kopi

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji
tanaman kopi6.Kopi diperoleh dari buah tanaman kopi (coffea sp) yang termasuk dalam
familia Rubiacea.Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern
dengan skala yang cukup besar.Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang
relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa
pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut dalam air seduhan. Hasilnya
dipak dalam bungkus yang rapi dengan menggunakan kertas alumunium foil, agar
terjamin kualitasnya, serta dipasarkan ke berbagai daerah yang lebih luas.7

Kopi luwak merupakan kopi dengan harga jual tertinggi di dunia. Proses
terbentuknya dan rasanya yang sangat unik menjadi alasan utama tingginya harga jual
kopi jenis ini. Pada dasarnya, kopi ini merupakan kopi jenis arabika. Biji kopi ini
kemudian dimakan oleh luwak atau sejenis musang. Akan tetapi, tidak semua bagian biji
kopi ini dapat dicerna oleh hewan ini. Bagian dalam biji ini kemudian akan keluar
bersama kotorannya. Karena telah bertahan lama di dalam saluran pencernaan luwak,
biji kopi ini telah mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami di dalam perutnya
yang memberikan cita rasa tambahan yang unik.6

White Coffee atau Kopi Putih dibuat dari biji kopi yang digongseng (roasted) tidak
sampai matang, sehingga akan menghasilkan biji kopi yang berwarna lebih terang dan
aroma berbeda dari pada biji kopi umumnya yang digongseng sampai matang yang
biasanya akan menghasilkan biji kopi berwarna coklat gelap dan aroma khas kopi. Biji
kopi putih ini juga lebih keras dari biji kopi yang digongseng matang sehingga
membutuhkan grinder khusus untuk menggilingnya, dan karena berasal dari biji kopi
yang digongseng tidak sampai matang maka kopi putih diduga mengandung kafein lebih
tinggi dari pada kopi biasa.6

Kopi putih instan pertama kali diperkenalkan oleh PT. Javaprima Abadi, Semarang
dengan merek Luwak White Koffie.Luwak White Koffie yang menyatakan bahwa kopi
putih diproduksi dengan mesin berteknologi cold drying dari Jepang yaitu melalui proses
pembekuan atau pendinginan hingga -40 derajat Celcius yang mampu menghilangkan
asam gastrik penyebab nyeri lambung hingga 80% namun kafein masih tetap bisa
dipertahankan 100%.8

B. Proses Pembuatan

Proses pengujian ini, pertama kopi yang akan diuji diseduh terlebih dahulu dengan
air panas. Kopi yang akan diuji ada dua yaitu, Kopi Luwak “White Koffie” yang diberi
kode 405 dan Top Coffee “White Coffee Instant” yang diberi kode 301. Setelah diseduh,
kopi dimasukin kedalam wadah plastik yang telah disipakan. Uji yang kami lakukan
adalah uji pembanding ganda, maka kami menyiapkan dua pembanding yaitu
pembandinga A yang merupakan Top Coffee “White Coffee Instant” dan pembanding
B yang merupakan Kopi Luwak “White Koffie”. Pada uji ini kami menggunakan 20
panelis, setelah panelis selasai dengan uji ini kami merekap hasil panelis.
C. Karakteristik

1. Warna

Adanya perbedaan warna pada Kopi Luwak “White Koffie” dengan Top Coffee
“White Coffee Instant”. Kopi Luwak “White Koffie” memiliki warna yang lebih
muda daripada Top Coffee “White Coffee Instant”.

2. Aroma

Adanya perbedaan aroma pada Kopi Luwak “White Koffie” dengan Top Coffee
“White Coffee Instant”. Berdasarkan hasil pengamatan panelis, pembanding A
dengan kopi kode 301 memiliki aroma yang berbeda dibandingkan kopi kode 405
dan pembanding B memiliki aroma yang berbeda pada kopi kode 405 dibandingkan
dengan kopi kode 301, padahal pembanding A adalah kopi kode 301 dan sebaliknya.
Hal tersebut mungki terjadi karena faktor panelis yang tidak terlatih dan tempat
pengujian tercampur aduk dengan uji lainnya.

3. Rasa

Adanya perbedaan rasa pada Kopi Luwak “White Koffie” dengan Top Coffee
“White Coffee Instant”. Berdasarkan hasil pengamatan panelis, pembanding A
dengan kopi kode 301 memiliki rasa yang sama dibandingkan kopi kode 405 dan
pembanding B memiliki rasa yang sama pada kopi kode 405 dibandingkan dengan
kopi kode 301. Pembanding A yang merupakan kopi kode 301 dan pembanding B
yang merupakan kopi kode 405, dalam hal rasa panelis berhasil
mengidentifikasinya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kepekaan panelis.
D. Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji organoleptik adalah syarat tempat


pengujiannya ini tidak sesuai dengan syarat seharusnya laboratorium organoleptik,
sehingga panelis tidak fokus pada saat menguji. Faktor selanjutnya adalah jenis panelis
pada saat pengujian ini adalah panelis yang tidak terlatih sehingga panelis tidak berhasil
membedakan pembanding dengan kopi aslinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Susilawati, P. Penanganan Mutu Fisis Pengujian Organoleptik. Semarang: Program


Studi Ilmu Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang. 2013
2. Arbi, Armein Syukri. Pengenalan Evaluasi Sensori. Tangerang Selatan: Program
Studi Ilmu Teknologi Pangan Universitas Terbuka. 2015
3. Yolanda, Gita et al. Pengawasan Mutu Uji Pembanding Ganda dan Jamak. Bogor:
Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. 2013
4. Anonim. Kopi Instan. Badan Standarisasi Nasional. 2014
5. Fauzi, Mukhammad; Yuli Witono; Ayu Pradita. Karakteristik Organoleptik Hasil
Blending dari Berbagai Tingkat Sangrai Kopi Luwak In Vitro. Prosiding Seminar
Nasional APTA. Jember: 2016.

6. Repository. Efektifitas Sales Promotion Terhadap Perilaku Konsumen dalam


Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Kopi Merk White Coffee (Studi Kasus
PT.Old Town White Coffee Cabang Emporium Pluit Mall). Universitas Bina
Nusantara. 2011

7. Handoko,Y. Pengertian Kopi. Universitas Muria Kudus. 2014

8. Kurniawan,A. Pengaruh Media Iklan Televisi Terhadap Brand Awareness Kopi


Luwak White Koffie. Universitas Kristen Maranatha. 2015

Anda mungkin juga menyukai