Anda di halaman 1dari 21

INJEKSI INTRARTIKULAR PADA GENU

Osteoartritis (OA) adalah penyakit pada seluruh sendi yang melibatkan mediator inflamasi,
bukan murni hanya diakibatkan keausan (process of “wear and tear”). Walaupun degradasi
tulang rawan merupakan karakteristik utama pada OA, namun sinovitis, remodeling tulang
subkondral, degenerasi ligamen dan meniskus, dan hipertrofi kapsul sendi juga merupakan
bagian dari patogenesis terjadinya OA.1

Gambar 1. Perbandingan sendi sehat dan sendi yang mengalami OA


Sumber: Gerwin N, Hops C, Lucke A. Intraarticular drug delivery in osteoarthritis. Advanced Drug Delivery
Reviews 58 (2006) 226– 242

Terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam pengobatan osteoartitis yaitu efektivitas
pengobatan anti nyeri dengan waktu jangka panjang dengan efek samping minimal dikarenakan
perjalanan penyakit yang bersifat kronis sehingga memerlukan pengobatan dengan jangka waktu
yang lama. Pengobatan pereda nyeri yang tersedia sekarang seperti Non Steroid Anti
Inflammatory Drug (NSAID) non selektif dan inhibitor siklooksigenase -2 selektif efektif pada
fase pertengahan penyakit namun seringkali gagal seiring dengan kerusakan sendi yang terus
berlanjut. Selain itu NSAID menyebabkan komplikasi gastrointestinal pada sejumlah pasien
sedangkan inhibitor siklooksigenase-2 selektif meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. 2,3

Tidak seperti penyakit sendi lainnya, osteoartritis terbatas secara lokal pada satu atau beberapa
sendi sehingga pengobatan intrartikular lokal dapat diberikan dan mengurangi risiko efek
samping sistemik. Prevalensi osteoartitis banyak ditemukan pada sendi lutut, tangan, kaki dan
kemudian paha. Hal ini menggambarkan bahwa osteoartitis seringkali mengenai sendi yang
mudah diakses dengan injeksi intrartikular. Tujuan utama harus dicapai adalah pengobatan
dengan efek yang lebih lama sehingga bisa mengurangi injeksi tiap tahunnya dikarenakan rasa
nyeri dan risiko infeksi yang terjadi akibat injeksi. 2

Pada OA genu, injeksi intraartikular menggunakan kortikosteroid, viscosupplement, dan produk


turunan darah lebih disukai sebagai modalitas non operasi terakhir, jika modalitas pengobatan
konservatif lainnya tidak efektif. Injeksi intraartikular merupakan salah satu metode yang
4
digunakan klinisi dalam penangan nyeri sendi. Injeksi intrartikular kortikosteroid dapat
mengurangi nyeri jangka pendek dan dapat dianggap sebagai tambahan pengobatan inti untuk
meredakan nyeri sedang sampai berat pada orang dengan OA. Injeksi intraartikular asam
hialuronat mungkin efektif dan mungkin mengurangi nyeri pada OA genu ringan hingga 24
minggu. 1

1. Injeksi Glukokortikoid
Agen
Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) terdapat 5 macam injeksi
kortikosteroid yang dapat digunakan untuk injeksi intraartikular. Koertikosteroid tersebut
adalah metilprednisolon asetat, triamsinolone asetat, betametason asetat, betametason
sodium fosfat, triamsinolone hexacetonide, dan deksametason.1

Farmakokinetik injeksi intrartikular glukokortikoid


Klirens yang cepat steroid yang terlarut dalam cairan sinovial sudah lama diketahui. Efek
samping injeksi intrartikular steroid yang kadang-kadang terjadi meliputi facial flushing.,
gangguan diabetes sementara, hipertensi arterial dan imunosupresi. Hal ini terjadi akibat
efek sistemik setelah injeksi glukokortikoid intartikular.2

Glukokortikoid yang sulit larut terdapat dalam preparat suspensi misalnya rimexolone,
triamcinolone acetonide dan lebih lama berada di sendi dibandingkan glukokortikoid yang
lebih mudah larut. Glukokortikoid larut ini tersedia dalam preparat solusio mislanya
betamethasone hydrogenphosphate. Hal ini diakibatkan oleh molekul yang trelarut
mengalami klirens secara cepat dari sendi lutut sementara partikel padat harus larut terlebih
dahulu untuk mengalami klirens. 2

Durasi aksi glukokortikoid lebih panjang dibandingkan waktu paruhnya dalam cairan
sinovial. Hal ini diakibatkan oleh mekanisme kerjanya. Glukokortikoid yang diinjeksikan
pada ruang sendi dapat melewati membran sel dan terikat pada reseptor. Kompleks hormon
reseptor kemudian bermigrasi ke nucleus yang meregulasi trasnkripsi mediator pro-
inflamasi dan mediator nyeri. Hal ini membuat efek glukokortikoid lebih lama
dibandingkan dengan waktu paruhnya.2

Laju absorpsi dan durasi aksi kortikosteroid tergantung dari kelarutan obat. Dari semua
obat yang tersedia, triamcinolone hexacetonide (aristopan) adalah yang paling sulit larut. 3
Absorpsi sistemik dapat terjadi dengan berbagai dosis dan tingkat kelarutan obat. Sebuah
studi menunjukkan methylprednisolone acetate (Depo-Medrol) 40 mg cukup untunk
mensupresi fungsi adrenal sementara yang diketahui dari menurunnya kadar kortisol
hingga 7 hari.3

Mekanisme aksi
Kortikosteroid memiliki efek anti inflamasi dan imunosupresif. Kortikosteroid bertindak
langsung pada reseptor steroid inti dan mengganggu kaskade inflamasi dan imun pada
beberapa tingkatan. Kortikosteroid mengurangi permeabilitas vaskular dan menghambat
akumulasi sel inflamasi, fagositosis, produksi superoksida neutrofil, metaloprotease, dan
aktivator metaloprotease, dan mencegah sintesis dan sekresi beberapa mediator inflamasi
seperti prostaglandin dan leukotrien. 1
Kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin dan mengurangi aktivitas kolagenase
dan enzim lain. 3

Indikasi
Injeksi kortikosteroid intraartikular sering digunakan untuk mengobati kondisi peradangan
akut dan kronis. Terutama selama terjadi OA flare dimana terdapat bukti peradangan dan
efusi sendi, injeksi kortikosteroid intraartikular menurunkan rasa nyeri pada episode akut
dan meningkatkan mobilitas sendi. Ketika pertimbangan mengenai kondrolisis dan OA
flare akan terjadi, injesi kortikosteroid intrartikular jangka pendek direkomendasikan.1

Ketika terapi konvensional gagal mengontrol gejala atau mencegah disabiliats,


kortikosteroid dapat dipertimbangkan. jika terdapat sendi dengan efusi yang luas, tegang
atau nyeri maka harus dilakukan artrosentesis segera dan jika cairan sendi tidak nampak
3
purulen atau terinfeksi, makan dapat diberikan kortikosteroid. Injeksi sendi seringkali
dapat membantu mencegah terjadinya adhesi dan mengkoreksi deformitas fleksi sendi
lutut.3

Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif injeksi intraartikular yaitu/:3
a. Infeksi
Infeksi lokal, terdapat cedera baru pada bagian tubuh yang akan diinjeksi, dan infeksi
menyeluruh dengan kemungkinan bakteriemia merupakan kontraindikasi pemberian
kortikosteroid. Pada pasien dengan infeksi sistemik, jika terapi intratrikular sangat
dibutuhkan, dapat diberikan bila disertai pemberian antibiotik yang tepat.
b. Dalam terapi antikoagulan
Risiko terjadinya perdarahan serius pada pasien yang menerima terapi antikoagulan
harus dinilai setelah penilaian stautus secara umum termasuk waktu protrombin.
c. Diabetes mellitus tidak terkontrol
d. Kerusakan atau deformitas sendi berat
Injeksi kortikosteroid harus dihindari bila terdapat kerusakan atau deformitas sendi yang
berat. Namun injeksi intraartikular masih dapat dilakukan bila terdapat efusi yang besar
dan pasien setuju untuk menghindari aktivitas yang menahan berat tubuh (weight-bearing
activity) selama beberapa minggu setelah prosedur.
e. Obvesitas
Obesitas yang cukup berat hingga membuat penetrasi pada sendi sulit dilakukan.

Efektivitas
Injeksi glukokortikoid digunakan secara luas untuk terapi simtomatik sendi osteoartritis
terutama pada sendi lutut. Dari berbagai uji acak klinis terkontrol daidapatkan bukti bahwa
steroid efektif, namun efektvitasnya dibandingkan plasebo relatif pendek, hanya bertahan
dalam 1-4 minggu.

Gambar 2. Contoh preparat glukokortikoid untuk injeksi intrartikular yang tersedia di


Jerman
Sumber: Gerwin N, Hops C, Lucke A. Intraarticular drug delivery in osteoarthritis. Advanced
Drug Delivery Reviews 58 (2006) 226– 242
Gambar 3. Contoh suspense kortikosteoid yang tersedia untuk injeksi intrartikular
Sumber: Neustadt D. Intra-articular injections for osteoarthritis of the knee. Celveland Clinic
Journal of Medicine. 2006: 73 (10); 897-911

Efek samping
2,3
Efek samping injeksi steroid jarang terjadi. Salah satu efek samping injeksi
koprtikosteroid yang jarang terjadi adalah artitis piogenik dengan insiden 1/3.000 hingga
5
1/50.000. Insidensi infeksi rendah dan sangat berkurang dengan penggunaan
glucocorticoid packaged in pre-filled syringes. Insidensi post-injection flares tidak jelas.
Post-injection flares dimulai dalam 6-12 jam sesudah injeksi dan hilang secara spontan
dalan 1-3 hari. Mekanismenya terjadinya post-injection flares adalah terjadi sinovitis
ringan karena reaksi terhadap suspense steroid yang terkristal.2

Arthritis septic setelah injeksi asam hialuronat jarang terjadi. Infeksi dalam setelah injeksi
intrartikular terjadi akibat inokulasi bakteri ketika injeksi, kemudian dari injeksi perkutan
menyebar secara hematogen atau dengan aktivasi infeksi laten oleh injeksi steroid.
Organism paling banyak yang menyebabkan arthritis septic adalah Staphylococcus
aureus,dan kadang-kadang melibatkan organisme lain yaitu coagulase-negative
staphylococci dan bakteri anaerob.
Atrhitis septic merupakan komplikasi potensial serius pada injeksi intraartikular, karena
artritis bakteril dapat menyebabkan mortalitas hingga 15% dan gangguan fungsi sendi
residual hingga 50% pada pasien yang berhasil bertahan hidup. 5

Penelitian-penelitian awal melaporkan adanya kerusakan kartilago akibat injeksi steroid


berlebihan. Sehingga pada tahun 1995, ACR membuat panduan injeksi steroid tidak
boleh diberikan lebih dari 3-4 kali dalam setahun. Namun berdasarkan penelitian yang
lebih baru, risiko degradasi kartilago nampaknya miinimal.2,3

Penelitian-penelitian baru melaporkan kondrolisis terjadi selama osteoarthitritis flares,


digambarkan dengan eksaserbasi nyeri dengan efusi sinovial. Steroid direkomendasikan
untuk penggunaan terapi jangka panjang flares osteoatritis karena efisien dalam
menangani inflamasi flares dan mengurangi efusi.2

Beberapa studi menyebutkan steroid-induced (Charcot-like) arthropathy terjadi setelah


beberapa kali injeksi namun komplikasi ini jarang terjadi. Efek sistemik misalnya
hiperkortisonisme jarang terjadi. Jika didapatkan pasien dengan moon face pada Cushing
Syndrome, bisa disebabkan oleh injeksi yang diberikan terlalu sering. Steroid dapat
menyebabkan hiperglikemia ringan hingga sedang yang bersifat sementara namun jarang
menimbulkan masalah kecuali pada pasien dengan diabetes melitus yang sangat tidak
terkontrol. 3

Insien infeksi, walaupun merupakan komplikasi yang paling serius, namun jarang terjadi.
postinjection flares jarang ditemukan. Postinjection flares bisa disebabkan oleh sinovitis
akibat corticosteroid ester microcrystals. 3

Atrofi lokal kutan atau subkutan pun jarang terjadi. Perubahan kosmetik ini nampak
sebagai area depresi pada tempat injeksi, kadang-kadang berkaitan dengan
depigmentasi.3 Klasifikasi kapsular (periartikular) dapat terlihat pada pemeriksaan
radiologi walaupun kasusnya jarang. Kalsifikasi biasanya hilang secra spontan. 3
Komplikasi lain berupa pasien merasakan hangat dan flushing pada kulit. Reaksi sistem
saraf pusat dan kardiovasklar dapat terjadi bila kortikosteroid dikombinasikan dengan
anestesi lokal.3

Walaupun pasien mendapatkan keuntungan dari pemakaian satu jenis kortikosteroid,


namun tidak ada agen yang superior kecuali triamcinolone hexacetonide karena
merupakan sediaan yang paling sulit larut (least water-soluble). Triamcinolone
hexacetonide 2,5 kali lebih tidak larut dibandingkan yang lain sehingga memiliki durasi
kerja yang paling lama. Penyebaran ke sistemik juga minimal.3

Dosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis yang diberikan dan efek pengobatan adalah
ukuran sendi, volume cairan sinovial, sediaan kortikosteroid yang digunakan, tingkat
keparahan sinovitis, dan apakah pasien beristirahat atau bergerak aktif setelah injeksi.3
Dalam mengestimasi dosis yang diberikan, panduannya adalah:
a. Untuk sendi kecil pada tangan dan kaki, suspensi prednisolone tebutate 2,5 – 10 mg
atau preparat lain yang ekuivalen.
b. Untuk lutut, tumit, dan bahu dosis yang diberikan 20 – 40 mg
c. Untuk pangkal paha 25 – 40 mg
d. Untuk terapi intrabursal 15 – 40 mg

Pasien harus beristirahat atau tirah baring setelah injeksi kortikosteroid dan berjalan
seminimal mungkin selama 3 hari. Setelah itu pasien menggunakan tongkat penyannga
badan (crutches) dengan postur tiga titik (three-point gait) untuk melindungi sendi yang
diinjeksi ketika berjalan selama 2-4 minggu. Tongkat bisa digunakan bila pasien tidak
nyaman dengan tongkat penyangga badan. Hal ini mencegah pasien menggunakan sendi
berlebihan setelah injeksi. Keuntungan lain adalah mengurangi efek sistemik karena
tertundanya absorpsi steroid.3

2. Injeksi Asam Hialuronat (Viscosupplementation)


Asam hialuronat merupakan polisakarida glikoaminoglikan yang tersusun dari N-acetyl
glucosamine and glucuronic acid dengan berat molekul yang tinggi 2,3. Asam hialuronat
diproduksi oleh sinoviosit, fibrovblast dan kondrosit, dan merupakan konstituen utama
cairan sinovial dan tulang rawan hialin. 1,2,3

Mekanisme Kerja

Pada tulang rawan artikular, asam hialuronat berikatan dengan rantai aggrecan melalui
ikatan protein membentuk kompleks sam hialuronat – aggrecan. Kompleks ini berinteraksi
dengan air dan serat kolagen tipe II dan membentuk matriks ekstraselular tulang rawan
artikular. Asam hialuronat alamiah memiliki berat molekul 4-10 juta Dalton. Dalam cairan
sendi, konsentrasi tinggi Asam hialuronat (sekitar 0.35g / 100ml) sangat berperan dalam
sifat viskoelastik cairan sendi. Sifat viskoelastik ini penting dalam menjaga homeostasis
sendi. Pada gerakan dengan tingkat geser rendah (low shear rates), asam hialuronat
berperan sebagai cairan kental dan pada laju geser tinggi (high shear rates), asam
hialuronat berperan menjadi material padat elatis. Cairan sendi bertindak sebagai pelumas
pada gerakan dengan intensitas rendah sendi dan sebagai shock absorber elastis untuk
gerakan dengan intensitas tinggi. Asam hialuronat juga berperan sebagai barier yang
membatasi pergerakan molekul besar melalui cairan sendi. Pada sendi yang mengalami
osteoartitis, berat molekul dan konsentrasi HA berkurang.

Konsentrasi asam hialuronat yang rendah bisa disebabkan oleh berkurangnya sintesis asam
hialuronat serta peningkatan cairan sendi. Hal ini mengurangi kemampuan cairan sendi
dalam lubrikasi dan proteksi jaringan artikular serta mengurangi beban sendi sehingga
mempengaruhi perkembangan penyakit.2

Konsep viscosupplementation diterapkan karena injeksi asam ialuronat intrartikuler dapat


membantu memulihkan viskoelastisitas cairan sendi serta terbukti memiliki berbagai aksi
biologis pada sel-sel in vitro. Asam hialuronat mampu menghambat sintesis prostaglandin
E2 yang diinduksi oleh interleukin (IL) -1 pada sel sinovial manusia, dan mempengaruhi
proliferasi, migrasi leukosit dan fagositosis. Efek anti-inflamasi ini diharapkan sebagai
1,2
efek antinociceptive. Beberapa studi menyebutkan bahwa viscosupplementation dapat
mengurangi inflamasi sinovial, proteksi tulang rawan dari erosi, dan meningkatkan
produksi asam hialuronat intraartikular. Asam hialuronat pun memiliki efek analgesik baik
secara langsung maupun tidak langsung. Mekanisme secara langsung adalah melalui
inhibisi nosiseptor dan mengurangi sintesis bradikinin dan substansi P. mekanisme secara
tidak langsung adalah melalui sifat anti inflamasi dari asam hialuronat. 1 Pada percobaan in
vitro, asam hialuronat memiliki efek kondroprotektif, dengan merangsang produksi
inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMP-1)) jaringan oleh kondrosit, menghambat
neutrophil-mediated cartilage degradation serta mengurangi degradasi matriks diinduksi
IL-1 dan chondrocyte cytotoxicity .2

Mekanisme kerja asam hialuronat lain meliputi kontrol permeabilitas sinovial, blokade
inflamasi dengan menghilangkan radikal oksigen bebas, dan inhibisi metaloproteinase
matriks.3

Pada sendi yang mengalami osteoartritis, peradangan sinovial menyebabkan peningkatan


permeabilitas membran sinovial terhadap asam hialuronat. Selain itu, tingkat radikal
bebas, sitokin inflamasi, dan enzim proteolitik yang tinggi pada cairan synovial pada
osteoarthritis merusak fungsi asam hialuronat. Hal ini menyebabkan konsentrasi
asam hialuronat berkurang.
Komposisi cairan sinovial pada sendi normal, sendi yang mengalami osteoartitis, dan
plasma

Sumber: Gerwin N, Hops C, Lucke A. Intraarticular drug delivery in osteoarthritis. Advanced Drug
Delivery Reviews 58 (2006) 226– 242

Preparat asam hialuronat


Asam hialuronat tersedia dalam beberapa sediaan yaitu berupa sediaan hidrogel dalam air
untuk injeksi dan mengandung bahan tambahan misalnya sodium klorida untuk
isotonisasi dan sodium hydrogenfosfat untuk menyesuaikan pH. Kebanyakan sediaan
mengandung asam hialuronat dengan berat molekul yang rendah (0.5–1.5 juta Da) namun
terdapat satu sediaan (Synvisc®) yang mengandung asam hialuronat dengan berat
molekul 6–7 mjuta Da, yang mendekati berat molekul asam hialuronat alamiah.2
Terdapat 4 sediaan asam hialuronat yang disetujui pleh US Food and Drug
Administration (FDA) yaitu 3
• Sodium hyaluronate (Hyalgan)
• Sodium hyaluronate (Supartz)
• Hylan G-F 20 (Synvisc)
• High-molecular-weight hyaluronan (Orthovisc).

Selain sediaan-sedaiaan di atas, terdapat sediaan yang berasal dari proses fermentasi oleh
bakteri yang tersedia di Eropa. Salah satu produk tersebut adalah Euflexxa, belakangan
telah diakui oleh Amerika, memiliki berat molekul tinggi (2.4–3.6 Da). Eflexxa terutama
bermanfaat pada pasien yang alergi terhadap produk yang berasal dari unggas.3

Tidak seperi aplikasi injeksi glukokortikoid, dosis regimen asam hialuronat berbeda
untuk masing-masing sediaan. Untuk sediaan Synvisc injeksi direkomendasikan hingga 3
kali injeksi dengan interval seminggu. Pengurangan siklus tidak direkomendasikan
sebelum waktu 4 minggu setelah injeksi terakhir dan tidak lebih dari 6 injeksi dalam 6
bulan. Untuk sediaan asam hialuronat dengan berat molekul rendah, direkomendasikan
sebanyak 5 kali injeksi dengan interval seminggu.2

Efekivitas asam hialuronat


Berbagai studi menyebutkan asam hialuronat leboih efektif dibandinhkan placebo.
Sebuah studi meta analisis melibatkan 20 uji terkontrol mengkonfirmasi asam hialuronat
kurang efektif pada pasien tua (>65 tahun) dan pasien dengan penyakit tahap akhir.

Asam hialuronat bertinddak sebagai slow acting symptomatic drug dengan onset
efektivitas 2 -5 minggu setelah injeksi dan mengurangi nyeri dalam jangka waktu panjang
yang dapat bertahan hingga 6-12 bulan. Tergantung dari sediaan asm hialuronat,
pemberian 3-5 kali setiap minggu biasanya direkomendasikan. Siklus terapi baru
biasanya diberikan ketika gejala muncul kembali. 2

Efek samping
Injeksi intraartikular asam hialuronat merupakan pengobatan yang paling bisa ditoleransi
pada pasien dengan osteoartritis lutut. Insidensi efek samping injeksi asam hialuronat
dilaporkan sebanyak 1% hingga 3%. Insidensi efek samping setelah injeksi lokal rendah.
Efek samping yang paling signifikan adalah reaksi lokal pada sendi yang bersifat
sementara pada lutut meliputi nyeri, hangat, dan pembengkaakan yang dapat bertahan
2,5
selama 1 hingga 2 hari.. Reaksi lokal akut severe acute inflammatory reaction (SAIR)
atau pseudoseptic reactiondilaporkan terjadi pada 2% hingga 8% pasien yang menerima
preparat cross-linked hylan G-F 20.3

Injeksi asam hialuronat intraartikular aman diberikan pada pasien dengan osteoarthritis
genu. Efek samping yang signifikan adalah reaksi lokal sementara pada sendi yang
diinjeksi dengan angka kejadian sekitar 2% hingga 4%.1

3. Pletelet Rich Plasma

Agen
Pletelet Rich Plasma (PRP) mengandung trombosit empat sampai lima kali lebih tinggi
dibandingkan dengan darah normal.
Pembuatan PRP
Sebanyak 30-60 ml darah diambil dari pasien kemudian disentrifuge. Jumlah PRP kira-kira
sebanyak 10% dari volume darah. Ketika 60 ml darah diambil dari pasien, diperkirakan
sebanyak 6 ml PRP akan terbentuk. Konsentrasi 3-5 kali lipat dari baseline platelet
merupakan dosis terapeutik (nilai dasar konsentrasi 200 x 103/μL dipekatkan menjadi 1,000
x 103/μL in PRP). Prosedur preparat PRP terdiri dari 2 kali sentrifugasi. Sentrifuge
pertama akan memisahkan lapisan sel darah merah, dan sentrifuge kedua akan memekatkan
lapisan platelet. 8

PRP hasil sentrifugasi disimpan pada suhu ruangan hingga dibutuhkan. PRP dimasukkan
ke dalam syringe 10 ml. Seebanyak 1000 IU powdered bovine thrombin dicampurkan
dengan kasium klorida 10%. Campuran trombin dan klasium klorida diaspirasi ke syringe
1 ml. Kedua syringe dimasukkan ke dalam mixing applicator. Pada ujung applicator, kedua
preparat dicampurkan untuk mengantivasi PRP. Dalam 5-30 detik, terbentuk gel karena
netralisasi sitrat dan thrombin mengaktivasi polimerisasi fibrin dan degranulasi platelet. 9

Kebanyakan metode sediaan PRP menggunakan kalsium dan bovine thrombin. Penggunaan
bovine thrombine ini sayangnya berhubungan dengan pembentukan antibodi terhadap
faktor pembekuan V, XI, and trombin sehingga dapat menyebabkan koagulopati yang
mengancam nyawa. Untuk mengatasi hal tersebut, disarankan untuk memakai thrombin
yang berasal dari manusia (human plasma thrombin ). Amable et al menggunakan human
plasma thrombin sebanyak 25 IU/ml yang dicampur dengan atau 20 mM CaCl2 untuk
mengantivasi PRP.9,10

Mekanisme Kerja
Konsentrat platelet diaktifkan dengan menambahkan klasium klorida yang menyebabkan
terbentuknya gel platelet dan pelepasan faktor pertumbuhan dan molekul bioaktif. Oleh
karena itu platelet berkontribusi pada proses penyembuhan dengan menyalurkan faktor
pertumbuhan spektrum luas (insulin-like growth factor, transforming growth factor b-I,
platelet derived growth factor, dan faktor lainnya) dan molekul aktif lainnya (sitokin,
kemokin, metabolit asam arakhidonat, protein matriks ekstraselular, nukleotid, asam
askorbat) ke lokasi luka. Faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap peran dari PRP yaitu
meliputi kondrogenesis, remodeling tulang, proliferasi,
angiogenesis,antiinflamasi,koagulasi, dan diferensiasi sel.1

Berbagai studi menyebutkan bahwa PRP menjanjikan dalam meredakan nyeri,


meningkatkan fungsi lutut dan kualitas hidup. Namun tidak terdapat data mengenai PRP
akan meregresi osteoft atau meregenerasi kartilago dan meniskus pada pasien dengan
kerusakan tulang dan tulang rawan ireversibel. Hasil yang lebih menjanjikan didapat pada
pasien usia muda dan kasus osteoarthritis ringan. 1

Studi terbaru menunjukkan bahwa injeksi intraartikular dengan platelet rich plasma
menjanjikan dalam menghilangkan rasa sakit, meningkatkan fungsi lutut dan kualitas
hidup, terutama pada pasien muda, dan dalam kasus OA ringan.1

4. Pengobatan lain
Anestesi lokal misalnya lidokain digunakan oleh klinisi untuk injeksi intrartikular baik
sebagai obat tunggal maupun dikombinasikan dengan glukokortikoid. Lidokain sendiri
memiliki efek anti-inflamasi ringan dan memiliki waktu paruh yang pendek yaitu sekitar
1,5 jam. Ketika mengkombinasikan lidokain dengan glukokortikoid, efek segera dari
anestesi lokal yang meredakan gejala sementara dapat membantu mengkonfirmasi bahwa
jarum ditempatkan pada lokasi yang benar. Nyeri reda hanya semnetara sehingga injeksi
dengan lidokain tidak digunakan sebagai terapi tunggal.2

Untuk NSAID phenylbutazone dan tenoxicam memberikan keuntungan ketika diujikan


pada pasien dengan osteoatritis lutut namun indoprofen tidak terbukti efektif.

Morfin intraartikular meredakan nyeri lebih lama dibandingkan dengan morfin yang
diberikan secara intravena pada sebuah studi. Selain itu pada sebuah studi melaporkab 5-
HT blocker tropisteron memberikan keuntungan dalam penangan osteoartitis.2

5. Perbandingan Kortikosteroid, Asam Hialuronat, dan PRP


Ulasan yang dibuat oleh Cochrane membandingkan injeksi intrartikular asam hialuronat
dengan kortikosteroid, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada 4 minggu setelah
injeksi namun injeksi asam hialuronat lebih efektif pada 5-13 minggu post injeksi. Hal ini
didukung oleh meta analisis uji acak terkontrol yang melaporkan pada 2 minggu pertama,
kortikosteroid lebih efektif dalam meredakan nyeri, namun pada minggu ke-4 efektivitas
keduanya sama dan pada minggu ke-8 asam hialutonat lebih efektif hingga penilaian pada
minggu ke-26. 1

Kon et al melakukan penelitian yang membandingkan injeksi PRP dengan asam hialuronat
pada 150 pasien dengan kesimpulan PRP memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
asam hialuronat dalam mengurangi nyeri dan gejalan serta memperbaiki fungsi sendi
hingga 6 bulan. Pada studi ini PRP menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan asam
hialuronat pada pasien usia muda dengan osteoartitis awal atau dengan kerusakan kartilago.
Namun PRP dan asam hialuronat memberikan hasil yang sama pada pasien dengan usia
diatas 50 tahun dan dengan osteoarthritis lanjut.1

Kesimpulan yang didapat berdasarkan literatur terkini menunjukkan bahwa injeksi


intrartikular aman dan memberikan dampak positif untuk kepuasan pasien. Pilihan
kortikosteroid masuk akal digunakan pada sinovitis akut dan persisten pada pasien yang
tidak bisa dioperasi. Kortikosteroid efektif bila digunakan pada jangka pendek. Asam
hialuronat lebih dipilih pada pasien obesitas yang lebih dari 60 tahun serta paisen dengan
malalignment berat. PRP diberikan pada pasien dibawah 60 tahun dengan osteosrtitis
ringan dan indeks massa tubuh <30, dan pasien dengan malalignment yang tidak berat.
Bukti penelitian menunjukkan injeksi asam hialuronat intraartikular aman dan dapat efektif
serta dapat meredakan nyeri ringan pada osteoartitis genu hingga 24 minggu. Namun
harganya tidak murah dan harus diinformasikan pada pasien.1

6. Teknik Injeksi Intraartikular

Injeksi intra-artikular merupakan prosedur terapi OA yang sering dilakukan. Prosedur ini
dapat dilakukan pada pasien rawat jalan, merupakan prosedur yang relatif mudah dan
menguntungkan karena obat dapat langsung diberikan pada sendi. Berbagai lokasi injeksi
telah diajukan meliputi superolateral, superomedial, anteromedial, anterolateral, lateral
mid-patella,dan medial mid-patella. Berbagai studi menyebutkan akurasi injeksi
intraartikular pada lokasi anterolateral sebanyak 71-85% dan lateral mid-patella sebanyak
76-93%. Tingkat akurasi anteromedial dan medial mid-patellar lebih rendah yaitu 73-75%
di anteromedial dan 56% pada medial mid patellar. Jelas bahwa aspek teknis akan
mempengaruhi hasil pengobatan intraartikular. Injeksi pada intra sinovial dan bantalan
lemak dapat menyebabkan timbulnya nyeri, perdarahan dalam sendi, memar, dan kerusakan
saraf.6 Untuk memecahkan masalah tersebut, beberapa studi melaporkan adanya
peningkatan akurasi dengan menggunakan perlengkapan dan teknik tambahan misalnya
pada fluoroskopi dengan kontras namun hal ini terlalu rumit dan mahal untuk digunakan.
Injeksi pada lutut osteoartitik berbeda dibandingkan dengan lutut normal karena adanya
perubahan alignment tibiofemoral dan patella, penebalan kulit dan jaringan luka pada orang
tua dan pasien obese, serta perubahan pada sinovium dan bantalan lemak. Sendi lutut
merupakan sendi yang paling mudah untuk dilakukan injeksi karena lokasinya superfisial
dan rmemiliki ruang sendi yang relatif besar.6

Hal yang paling ditakuti dalam penggunaan injeksi intraartikular adalah risiko infeksi.
Teknik sterilitas yang baik dan menghindari injeksi melalui kulit yang mengalami inflamasi
penting dalan menghindari infeksi sendi. Penggunaan bahan dan desinfektan yang masih
baru dapat mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Insidensi sepsis dapat dikurangi dengan
menggunakan preparat glukokortikoid atau asam hialuronat dalam preparat suntikan steril
(sterile pre-filled syringes ) yang sudah disiapkan sehingga pemindahan obat dari ampul
atau vial ke suntikan tidak diperlukan.2

Pertimbangan teknis injeksi intrartikular


Walaupun injeksi intrartikular telah diterapkan secara luas, beberapa studi menemukan
bahwa hampir sepertiga prosedur injeksi pada lutut tidak akurat akibat penempatan jarum
yang tidak tepat. Usaha menggunakan radiografi atau ultrasound dalam meningkatkan
akurasi belum diadaptasi secara luas pada kebanyakan sendi perifer seperti lutut, tangan,
dan bahu. 2
Aspisrasi cairan sinovial direkomendasikan untuk dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan akurasi injeksi dan mendapatkan cairan sinovial untuk tujuan diagnostik.
Aspirasi cairan sendi pada efusi sendi dapat mengurangi dilusi obat yang akan diinjeksikan
dan juga mengurangi rasa nyeri.2

Berdasarkan studi klinis pada artritis, istirahat 24 jam post injeksi direkomendasikan untuk
meningkatkan respon terapi.2 Aktivitas dibatasi setelah injeksi diberikan untuk menunda
tersebarnya steroid ke sirkulasi sistemik dan meminimalisir efek sistemik yang dapat
terjadi.3

Persiapan Pasien
Pakaian dilepaskan dari sendi yang akan dilakukan injeksi. Pasien ditempatkan dalam
posisi terlentang dan lutut dalam posisi ekstensi. absorbent pad ditempatkan di bawah lutut.7

Prosedur Injeksi Intraartikular7


1. Pasien terlentang di atas meja dengan lutut dalam posisi ekstensi (beberapa dokter lebih
memilih lutut ditekuk sampai 90 derajat). Beberapa dokter lebih memilih pendekatan
medial untuk effusi kecil, namun pendekatan lateral yang akan dibahas sini. Lutut
diperiksa untuk menentukan jumlah cairan sendi dan untuk memeriksa apakah terdapat
selulitis atau patologi lain di sendi atau jaringan sekitarnya.
2. Aspek superior lateral patela dipalpasi yang teraba. Kulit ditandai dengan pena, salah
satu jari di atas dan satu jari di atas dan satu jari lateral dari lokasi untuk akses
langsung pada sinovium.
3. Kulit dibersihkan dengan povidone iodine. Pakai sarung tangan, meskipun tidak
terdapat konsensus apakah sarung tangan steril harus digunakan. Jarum dengan ukuran
21-gauge, dipasangkan pada syringe berukuran 5-20 mL, tergantung pada jumlah cairan
sendi yang diperkirakan untuk diaspirasi.
4. Kulit diregangkan dan jarum dimasukkan. Beberapa dokter memberikan lidokain
(Xylocaine) ke dalam kulit, namun peregangan saraf nyeri di kulit dengan tangan yang
tidak dominan juga dapat mengurangi ketidaknyamanan ketika jarum disuntikkan.
Jarum diarahkan pada sudut 45 derajat di distal dan 45 miring di bawah patella.
5. Setelah jarum dimasukkan sedalam 1-1,5 inci, lakukan aspirasi, dan
jarum suntik harus dipenuhi cairan sendi. Tangan yang tidak dominan digunakan untuk
menekan sisi sendi berlawanan atau patela dapat membantu dalam arthrocentesis.
6. Setelah jarum suntik terisi, hemostat ditempatkan pada hub jarum supaya jarum stabil,
jarum suntik dapat dilepas dan cairan dapat diperiksa. Jangan menyentuh ujung jarum
yang saat melepas jarum suntik. Sebuah syringe yang diisi kortikosteroid
dapat dipasangkan pada jarum.
7. Untuk injeksi, misalnya digunakan obat gunakan betametason, gunakan betametason 1
ml dicampur dengan 2-5 ml lidokain 1%. Setelah injeksi, jarum suntik ditarik.
8. Kulit dibersihkan, dan perban diaplikasikan di atas lokasi injeksi. Pasien diperingatkan
untuk menghindari aktivitas berat.

Gambar 2. Lokasi insersi jarum , 1 cm diatas dan 1 cm lateral dari aspek superior patella. Jarum
dimiringkan dengan sudut 45 derajat.
Sumber: Zuber TJ. Knee Joint Aspiration and Injection. American Family Physician. 2002: 66 (8).
DAFTAR PUSTAKA

1. Egemen Ayhan, Hayrettin Kesmezacar, Isik Akgun. Intraarticular injections


corticosteroid, hyaluronic acid, platelet rich plasma) for the knee osteoarthritis. World J
Orthop 2014 July 18; 5(3): 351-361
2. Gerwin N, Hops C, Lucke A. Intraarticular drug delivery in osteoarthritis. Advanced
Drug Delivery Reviews 58 (2006) 226– 242
3. Neustadt D. Intra-articular injections for osteoarthritis of the knee. Celveland Clinic
Journal of Medicine. 2006: 73 (10); 897-911.
4. Lavelle W, Lavelle ED. Lavelle L. Intra-Articular Injections. Anesthesiology Clin 25
(2007) 853–862
5. Shemesh S, Heller S, Salai M, Velkes S. Septic Arthritis of the Knee Following
Intraarticular Injections in Elderly Patients: Report of Six Patients. IMAJ. 2011: 13
6. ButarbutarJ, Tatang Y, Haariyanto H, Tehupeory E, Ppontoh LA. ,Distance
between parapatellar portal and intra- berbeda bila dibandingkan dengan lutut
normal karena adanya perubahan articular space for needle positioning in knee
osteoarthritis. Med J Indones. 2013:22(2); 83-86
7. Zuber TJ. Knee Joint Aspiration and Injection. American Family Physician. 2002: 66 (8).
8. Health Policy Advisory Committee on Technology. Platelet-rich plasma for the treatment
of knee osteoarthritis. Brisbane: Royal Brisbane Women’s Hospital; 2013
9. Amable PR, Carias RBV, Teixeira MVT, Pacheco IC, Amaral RJFC, Granjeiro JM, et al.
Platelet-rich plasma preparation for regenerative medicine: optimization and
quantification of cytokines and growth factors. Amable et al. Stem Cell Research &
Therapy. 2013: 4 (67); 1-13
10. Smith RG, Gassman CJ, Campbell MS. Platelet rich plasma : properties and clinical
applications. The Journal of Lancaster General Hospital .2007 :. 2(2); 76-81.

Anda mungkin juga menyukai