Anda di halaman 1dari 13

MENUJU BONUS DEMOGRAFI INDONESIA TAHUN 2020-2030

[M.Saichudin][1]
Email : m.saichudin1@gmail.com

ABSTRAK
Bonus Demografi merupakan fenomena kependudukan yang menarik untuk terus
dikaji. Apalagi pada tahun 2020-2030 Indonesia akan dihadiahi oleh bonus demografi ini.
Bonus Demografi dapat memberikan berkah bagi Indonesia dan kesempatan besar untuk
mengubah masa depan Indonesia. Tulisan ini mencoba membahas fenomena demografi di
Indonesia yang akan mendatangkan keuntungan demografi pada tahun 2020 hingga 2030.
Tulisan ini juga menawarkan strategi jangka panjang untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapai bonus demografi tersebut. Strategi tersebut meliputi empat aspek utama yaitu
peningkatan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, penyediaan lapangan kerja yang cukup,
dan konsistensi pemerintah dalam menekan angka fertilitas.
Kata Kunci: Bonus Demografi, fertilitas, penduduk produktif, kesempatan kerja

ABSTRACT
Demographic Bonus is an interesting demographic phenomenon to continue to be
studied. Especially in Indonesia 2020-2030 will be rewarded by this demographic bonus.
Demographic Bonus can provide a blessing for Indonesia and a great opportunity to change
the future of the nation. This report explores the demographic phenomenon in Indonesia,
which will be profitable demographic in 2020 until 2030. It will also offer a long-term
strategy to prepare themselves in the face of the demographic bonus. The strategy includes
four main aspects, namely improving the quality of education, quality health care, the
provision of sufficient employment, and the consistency of the government in reducing
fertility rates.
Keywords : Demographic Bonus, fertility, productive population, employment

I. PENDAHULUAN
Pada tahun 2020 hingga 2030 Negara Indonesia akan dihadiahi Bonus Demografi.
Bonus Demografi yang dimaksud yaitu ketika negara Indonesia memiliki jumlah penduduk
usia Produktif dengan jumlah yang melimpah, yaitu sekitar 2/3 dari jumlah penduduk
keseluruhan. Bonus demografi dapat dilihat dengan parameter Dependency Ratio (angka
beban ketergantungan) yang cukup rendah, yaitu mencpai 44. Hal ini berarti bahwa dalam
setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 44 penduduk
tidak produktif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia tahun 2010 menunjukkan
Dependency ratio Indonesia sebesar 50,5. Sementara pada tahun 2015 dependency ratio
memiliki angka lebih kecil yaitu 48,6. Angka dependency ratio ini akan semakin kecil lagi
pada tahun 2020 hingga 2030, yang akan menciptakan bonus demografi untuk Indonesia.
Dengan bonus demografi yang akan diterima Indonesia tahun 2020-2030, maka
peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai. Namun untuk
mewujutkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, hal yang perlu diperhatikan
yaitu bagaimana strategi negara dalam menyiapkan angkatan kerja yang berkualaitas?.
Keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi dipengaruhi oleh kesiapan
pemerintah untuk menyiapkan angkatan kerja yang berkualitas. Kualitas tersebut berkaitan
dengan peingkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kecukupan gizi. Untuk itu upaya
menciptakan angkatan kerja yang berkualitas, perlu dipersiapkan matang-matang. Data BPS
tahun 2014 menunjukkan bahwa dari segi Partisipasi Sekolah penduduk indonesia masih
rendah digolongan umur 19-24 tahun. Angka partisipasi sekolah kelompok umur 19-24 pada
tahun 2013 masih 20,14%. Walau angka ini telah mengalami peningkatan dari tahun-tahun
sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan Angka partisipasi sekolah kelompok umur
dibawahnya yang memiliki rata-rata mencapai diatas 60%, masih menunjukkan kesenjangan
yang besar.
Sementara Data tentang Human Development Index (HDI) yang disajikan United
Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan angka HDI Indonesia masih
menempati urutan ke-111 dari 182 negara (Detiknews, 2014).
Jumlah angkatan kerja yang melimpah pada fase bonus demografi harus dimanfaatkan
secara baik oleh negara Indonesia. Kunci utamanya yaitu dengan mempersiapkan angkatan
kerja yang berkualitas. Hanya dengan angkatan kerja yang berkualitas maka bonus demografi
akan benar-benar memberikan dampak yang positif bagi Indonesia. Dengan angkatan kerja
yang berkualitas akan dapat merespon penawaran kerja dari negara-negara maju. Fenomena
yang terjadi saat ini adalah bahawa negara maju kekurangan penduduk muda, sebagai
kelompok angkatan kerja yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi. Untuk itu peluang
tersebut bisa dimanfaatkan oleh negara-negara yang mendapatkan bonus demografi.
Namun Peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bonus
demografi bisa saja menjadi boomerang bagi Indonesia sendiri. Ketika negara tidak siap
dalam menyongsong bonus demografi pada tahun 2020-2030, maka dapat menimbulkan
permasalahan baru yang tak kalah hebatnya. Ketika Indonesia tidak mampu menyiapkan
angkatan kerja berkualitas, tentu akibat yang terjadi yaitu akan menimbulkan pengangguran
dimana-mana. Pengangguran terjadi ketika angkatan kerja tidak mampu terserap kedalam
lapangan kerja yang sebenarnya tersedia karena tidak memenuhi kualifikasi yang di butuhkan
perusahaan. Dengan begitu, tentu bonus demografi hanya sebagai angin lalu yang tidak
memiliki dampak positif, dan bahkan malah menyebabkan angin ribut ketika tingkat
pengangguran semakin tinggi.
Aspek lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan yaitu bagaimana Negara
Indonesia bisa terus konsisten dalam menekan angka fertilitas (angka kelahiran). Hal ini
menjadi aspek penting karena jika tingkat fertilitas meningkat dan tidak terkendali pada fase
bonus demografi, maka akan menghambat upaya negara dalam mempersiapkan angkatan
kerja yang berkualitas. Dana untuk mempersiapkan angkatan kerja yang berkualitas dari segi
kesehatan, pendidikan dan kecukupan gizi, juga akan terbagi untuk mengurusi kebutuhan
bayi-bayi yang lahir. Dengan begitu upaya pemerintah untuk memaksimalkan bonus
demografi juga akan terhambat.
Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu aspek yang mempengaruhi
terjadinya bonus demografi yaitu keberhasilan pemerintah dalam menekan angka kelahiran
melalui program keluarga berencanan (KB). Semakin rendahnya tingkat fertilitas berdampak
pada penduduk kelompok umur 0-15 terkendali dan tidak terjadi ledakan kelahiran. Sehingga
sudah pasti dapat diprediksikan pada tahun 2020-2030, struktur penduduk kelompok umur
produktif jauh lebih besar dibanding kelompok umur tidak produktif. Jika dilihat dari
karakteristik kependudukan melalui piramida penduduk maka piramida akan berbentuk
gemuk dibagian tengah, dengan dasar piramida lebih kecil. Bagian tengah piramida yang
membesar menunjukkan bahwa beberapa waktu yang lalu telah terjadi jumlah kelahiran yang
cukup besar, tetapi tingkat kematian bayi menurun sehingga jumlah bayi yang lahir dan tetap
hidup mencapai usia dewasa lebih banyak dari jumlah sebelumnya.
Sesuai dengan paparan diatas maka dapat diambil beberpa rumusan masalah yang akan
dikaji dalam tulisan ini yaitu: Pertama, Bagaimana perubahan komposisi penduduk indonesia
akan menciptakan bonus demografi? Kedua, Bagaimanan strategi pemerintah untuk
meyiapkan diri dalam menyambut fase bonus demografi 2020-2030? Dalam menjawab
rumusan masalah tersebut, tulisan ini akan memberikan sajian data-data yang mendukung dan
menganalisisnya. Sehingga akan didapatkan suatu pembahasan yang komprehensif dan
analitis berkaitan dengan permasalahan demografi di Indonesia.
II. PEMBAHASAN
Penduduk Usia Produktif yang Melimpah sebagai Keuntungan Demografi
Bonus Demografi atau sering juga disebut keuntungan demografi merupakan fase
dimana jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan jumlah
penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke atas). Menurut Dr Sukamdi, MSc, seorang
peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada
(UGM), menyatakan bahwa bonus demografi yang akan diterima Indonesia tahun 2020
sangat menguntungkan. Pada kondisi bonus demografi masyarakat akan memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi dengan dana tabungan yang lebih banyak. Pada fase bonus
demografi tingkat ketergantungan (dependency ratio) penduduk tidak produktif kepada
penduduk produktif cenderung rendah (Kurniawan; dalam Detiknews [online], 2014).
Dependency Ratio Indonesia sejak tahun 1930 hingga tahun 2015 menunjukkan
kecenderungan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dependency ratio yang kecil
berarti beban ketergantungan penduduk usia produktif kepada penduduk produktif semakin
rendah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia tahun 2010 menunjukkan Dependency
ratio Indonesia sebesar 50,5. Sementara pada tahun 2015 dependency ratio memiliki angka
lebih kecil yaitu 48,6. Kecenderungan dependency ratio yang semakin kecil ini akan berlanjut
hingga tahun 2030, dan menciptakan bonus demografi bagi indonesia. Sementara itu
diperkirakan setelah tahun 2030 kecenderungan dependency ratio akan naik kembali karena
jumlah lansia meningkat.
Sementara itu, melimpahnya jumlah penduduk muda di berbagai wilayah provinsi
Indonesia telah mnciptakan bonus demografi. Bonus demografi dibeberapa provinsi di
Indonesia tersebut dapat dilihat dengan parameter Dependency Ratio yang cukup rendah,
yaitu mencapai dibawah 45. Yang berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk usia produktif
(15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 45 penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke
atas). Perhatikan data dependency ratio menurut Provinsi di Indonesia pada tabel 1 berikut.
Tabel.1 Dependency Ratio menurut Provinsi, 2010-2035
Tahun
Provinsi
2010 2015 2020 2025 2030 2035

Aceh 56,3 54,8 53,6 50,8 47,9 45,8


Sumatera Utara 58,0 56,3 55,3 53,6 51,7 50,8
Sumatera Barat 57,7 55,8 54,8 53,6 51,7 50,6
Riau 54,1 51,5 49,7 48,4 47,1 46,6
Jambi 50,8 47,3 44,5 43,3 42,7 42,7
Sumatera Selatan 51,3 49,7 48,4 47,3 45,8 45,3
Bengkulu 51,3 47,9 46,2 44,9 44,3 44,5
Lampung 51,1 49,5 48,6 47,3 45,6 45,3
Kepulauan Bangka Belitung 48,6 46,2 44,9 44,3 43,3 43,1
Kepulauan Riau 46,8 49,7 46,4 41,8 38,1 37,9
DKI Jakarta 37,4 39,9 42,0 42,2 40,1 39,5
Jawa Barat 49,9 47,7 46,4 46,4 46,2 46,6
Jawa Tengah 49,9 48,1 47,7 48,4 49,9 51,7
DI Yogyakarta 45,8 44,9 45,6 46,8 47,7 48,4
Jawa Timur 46,2 44,3 43,9 44,3 46,2 48,4
Banten 48,6 46,4 45,3 43,9 41,8 41,0
Bali 47,3 45,6 43,3 42,2 43,3 45,8
Nusa Tenggara Barat 55,8 53,8 52,2 50,2 48,6 48,1
Nusa Tenggara Timur 70,6 66,7 63,4 62,1 61,6 61,6
Kalimantan Barat 52,7 50,8 49,7 48,8 47,3 46,6
Kalimantan Tengah 50,4 46,2 43,3 41,4 40,3 39,9
Kalimantan Selatan 49,3 48,6 47,7 46,2 44,7 44,7
Kalimantan Timur 48,6 46,2 44,5 43,7 43,1 43,5
Sulawesi Utara 47,9 46,6 46,4 46,8 47,3 48,4
Sulawesi Tengah 52,7 50,6 49,7 49,5 48,6 48,6
Sulawesi Selatan 56,0 52,9 51,3 50,4 49,5 49,7
Sulawesi Tenggara 63,4 60,5 58,0 54,6 52,7 51,5
Gorontalo 51,7 48,6 47,5 47,7 47,7 47,9
Sulawesi Barat 60,5 56,0 53,8 52,7 51,5 51,1
Maluku 63,1 59,7 58,2 57,5 55,8 54,3
Maluku Utara 61,3 58,5 56,0 53,4 51,5 50,8
Papua Barat 53,6 49,9 47,1 45,3 44,3 43,7
Papua 53,8 47,5 43,7 42,0 41,6 42,2
INDONESIA 50,5 48,6 47,7 47,2 46,9 47,3
Sumber: BPS Indonesia

Bonus Demografi sebenarnya telah dialami oleh beberapa Provinsi di Indonesia sejak
tahun 2010. Beberapa provinsi itu seperti Jakarta, Yogyakarta, Jawatimur dan Kepulaun
Riau. Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa beban ketergantungan di empat provinsi
telah berada pada angka 46 dan 45. Beban ketergantungan yang cukup rendah ini telah
menciptakan jendela peluang untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi diwilayah yang
bersangkutan.
Bonus demografi yang akan terjadi pada tahun 2020 hingga 2030 harus benar-benar di
manfaatkan oleh pemerintah. Kesiapan pemerintah dalam menghadapi bonus demografi tentu
akan mendatangkan keuntungan yang besar. Dengan Bonus demografi berarti Indonesia akan
mendapati kondisi dimana jumlah angkatan kerja yang melimpah-ruah. Angkatan kerja
dengan jumlah yang besar tersebut jika dapat dikelola dengan baik tentu akan mendorong
kemajuan dan pertumbuhan ekonomi negara. Kuncinya terletak pada peningkatan kualitas
angkatan kerja yang berdaya saing pada pasar tenaga kerja global.
Saat ini Indonesia memiliki 67 juta anak muda berumur 10-24 tahun. Mereka inilah
yang akan menjadi pemimpin dan penggerak pembangunan Indonesia pada fase bonus
Demografi tahun 2020-2030. Jumlah anak muda yang melimpah ini juga menjadi incaran
tenaga produktif negara-negara maju yang kekurangan anak muda. Sehingga bisa menjadi
keuntungan yang besar jika Indonesia mampu merespon permintaan pasar tenaga kerja global
(Kompas 29 November 2014, hlm 13).
Jumlah anak muda yang besar telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
yang akan mendapatkan keuntungan demografi selain India dan Thiongkok. Jumlah anak
muda di dunia diperkirakan mencapai 1,8 miliar. Dan dari angka tersebut Indonesia
menempati posisi ketiga setelah India yang memiliki jumlah anak muda 356 juta, dan
Thiongkok yang memiliki jumlah anak muda 269 juta. Jumlah anak muda ini akan sangat
menguntungkan jika strategi pembangunan yang memanfaatkan bonus demografi bisa
dijalankan dengan benar. Dengan investasi yang tepat dari pemerintah, maka jutaan anak
muda akan benar-benar menjadikan berkah demografi. Selain itu juataan anak muda ini jika
mampu dikelola dengan baik tentu akan bisa mengubah masa depan Indonesia menjadi lebih
baik.

Bonus Demografi sebagai Jendela Peluang Pertumbuhan Ekonomi


Bonus demografi yang akan datang pada tahun 2020 hingga 2030, menjadi jendela
peluang (windows opportunity) untuk pertumbuhan ekonomi. Populasi penduduk produktif
yang besar akan bermanfaat sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan
tersedianya penduduk produktif yang siap kerja dengan jumlah yang besar menjadi modal
awal dalam pembangunan ekonomi. Selanjutnya tinggal bagaimana pemerintah Indonesia
mampu menyiapkan angkatan kerja yang berkualitas dan lapangan kerja yang cukup untuk
menampung mereka.
Pemerintah perlu mempersiapkan angkatan kerja yang mampu merespon permintanaan
pasar tenaga kerja dalam kerangka bonus demografi. Dengan angkatan kerja yang terdidik
dan terampil maka berapapun jumlah angkatan kerja yang tersedia akan bisa terserap dalam
pasar tenaga kerja. Namun yang tak bisa dilupakan adalah bagaimanan pemerintah
manambah lapangan kerja untuk menampung mereka. Dengan tersedianya lapangan kerja
yang cukup dan sesuai dengan keahlian pencari kerja, maka populasi anak muda yang besar
akan benar-benar produktif dan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi negara.
Jaminan tersedianya lapangan kerja yang sesuai dengan kahlian pencari kerja, akan
memungkinkan anak-anak muda Indonesia mampu mengembangkan segala potensi yang
dimiliki. Dengan memperluas kesempatan kerja, akan memperluas usaha dan produksi yang
dihasilkan. Sehingga hal tersebut dapat mengerakkan ekonomi negara dan meningkatkan
Income.
Pengelolaan angkatan kerja yang tepat tentu juga akan menjawab permasalahan
pengangguran yang selama ini masing memiliki angka yang cukup tinggi. Tingkat
Pengangguran Terbuka di Indonesia bulan Agustus 2014 masih cukup tinggi yaitu 5,94%.
Angka tersebut lebih tinggi dari tingkat pengangguran terbuka bulan Februari 2014 yang
hanya 5,70%. Untuk itu, dalam kerangka bonus demografi sangat diperlukan kesiapan dan
strategi yang tepat, sehingga jumlah anak muda yang melimpah mampu mendorong
peningkatan ekonomi. Dengan terserapnya jutaan anak muda dalam lapangan kerja selain
mengurangi angka penganguran juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
Bonus demografi menjadi kondisi yang sangat baik bagi suatu negara untuk
meningkatkan pendapatan dan standar hidup masyarakatnya pada posisi yang sejahtera.
Selain itu dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan akan bisa mengakhiri
kemiskinan yang selama ini masih menjadi salah satu problem utama.
Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Pemanfaatan Bonus Demografi
Bonus demografi dapat mendatangkan keuntungan yang besar bagi Indonesia. Dengan
persiapan yang baik dan investasi yang tepat, bonus demografi bisa mengubah masa depan
Indonesia menjadi lebih sejahtera dan maju. Namun keberhasilan dalam memanfaatkan bonus
demografi sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu kualitas pendidikan, kualitas
kesehatan, ketersediaan lapangan kerja, dan konsistensi penurunan angka kelahiran melalui
program KB.
Pada fase bonus demografi jumlah anak muda sangat besar sebagai kelompok
produktif yang telah memasuki usia kerja. Sehingga Pengelolaan ketenagakerjaan yang baik,
menjadi pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan
ketenagakerjaan yang baik dengan mempersiapkan angkatan kerja yang berkualitas, akan
menentukan keberhasilan pemanfaatan bonus demografi. Untuk itu dalam mempersiapkan
angkatan kerja yang berkualitas haruslah dilihat dari aspek kualitas pendidikan, kualitas
kesehatan dan kecukupan gizi.
1. Peningkatan KualitasPendidikan
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam fase bonus demografi yaitu
meningkatnya kebutuhan terhadap pendidikan. Meningkatnya jumlah anak muda pada tahun
2020 hingga 2030, akan berpengaruh pada meningkatnya kebutuhan akan fasilitas
pendidikan. Pendidikan telah menjadi kebutuhan mendasar bagi penduduk yang harus
dipenuhi selain kecukupan gizi dan kesehatan. Dengan kesempatan yang mudah untuk
mengenyam pendidikan, tentu akan dapat menciptakan penduduk yang berkualitas dan
terampil.
Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas anak muda sebagai penduduk produktif
masa mendatang, salah satu usaha yang tepat adalah dengan menyediakan kesempatan
pendidikan seluas-luasnya. Kemudahan akses pendidikan dan didukung oleh prasarana
pendidikan yang lengkap, serta tenaga pendidik yang berkualitas, akan menciptakan
masyarakat yang berkualitas pula. Dengan kesempatan mengenyam pendidikan sampai ke
jenjang yang tinggi, tentu menjadi modal penting untuk menciptakan angkatan kerja yang
berkualitas dan terampil.
Peningkatan kualitas pendidikan menjadi faktor utama keberhasilan perencanaan
ketenagakerjaan. Perencanaan tenaga kerja akan menjamin kebutuhan tenaga kerja, terutama
tenagakerja terdidik yang diperlukan dalam pembangunan (Sumarsono ,2003:25). Dalam
kerangka bonus demografi perencanaan ketenagakerjaan berhubungan eret dengan
pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas.
Pendidikan menjadi aspek penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM). Data tentang Human Development Index (HDI) yang disajikan United
Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa peringkat kualitas SDM
Indonesia cenderung mengalami penurunan dari tahun-ketahun. Pada tahun 1998 HDI
indonesia berada pada posisi 99, dan merosot pada tahun 1999 ke posisi 105. Sementara itu
Pada tahun 2000 HDI Indonesia kembali merosot ke posisi 109 (Irianto, 2001:1). Saat ini
kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih terbilang rendah, dengan angka Human
Development Index (HDI) Indonesia masih menempati urutan ke-111 dari 182 negara. Untuk
itu peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi upaya yang harus di prioritaskan
untuk menghadapi bonus demografi beberapa tahun mendatang.
Jika melihat Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Indonesia, menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan APS di masing-masing kelompok umur, sepanjang tahun 2003 hingga
2013 (Perhatikan Tabel.2). Kenaikan APS dimasing-masing kelompok umur ini bisa
dipengaruhi oleh peningkatan kebutuhan akan pendidikan ketika jumlah penduduk semakin
besar. Peningkatan angka APS ini menunjukkan sesuatu yang baik jika dilihat secara terpisah
dimasing-masing kelompok umur.
Tabel.2 Angka Partisipasi Sekolah ( A P S ) Tahun 2003-2013
Kelompok Tahun series
Umur 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
7-12 96,42 96,77 97,14 97,39 97,64 97,88 97,95 98,02 97,62 98,02 98,42

13-15 81,01 83,49 84,02 84,08 84,65 84,89 85,47 86,24 87,99 89,76 90,81

16-18 50,97 53,48 53,86 53,92 55,49 55,50 55,16 56,01 57,95 61,49 63,84

19-24 11,71 12,07 12,23 11,38 13,08 13,29 12,72 13,77 14,82 16,05 20,14
Sumber: BPS Indonesia
Namun jika dilihat perbandingan Angka Pertisipasi Sekolah diantara kelompok umur
memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Dimana terlihat bahwa Angka Partisipasi
Sekolah cenderung semakin kecil pada kelompok umur yang tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa walaupun Angka Partisipasi Sekolah dimasing-masing kelompok umur meningkat dari
tahun ketahun, namun jika Angka Partisipasi Sekolah tersebut di bandingkan dinatara
kelmpok umur masih menunjukkan angka yang sangat timpang.
Kecenderungan Angka Partisipasi Sekolah yang semakin kecil pada kelompok umur
yang tinggi menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan. Semakin kecilnya Angka
Partisipasi Sekolah pada kelompok umur yang tinggi, berarti penduduk yang berhasil
menempuh pendidikan tinggi masih relatif kecil. Angka partisipasi sekolah yang relatif kecil
pada kelompok umur 19-24 tahun dipengaruhi beberapa faktor seperti: kemiskinan, biaya
pendidikan yang mahal, rendahnya motivasi sekolah di jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
dan lain sebagainya.
Pada fase bonus demografi angka partisipasi sekolah harus ditingkatkan, khususnya
Angka Partisipasi Sekolah pada kelompok umur 16-18 dan 19-24 tahun. Langkah yang bisa
dilakukan yaitu dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menempuh
pendidikan. Dengan pendidikan murah dan bantuan biaya pendidikan bagi golongan miskin
dapat memacu naiknya angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah yang tinggi pada
kelompok umur 19-24 akan menciptakan angkatan kerja yang berkualitas dan terampil.
Jenjang pendidikan yang tinggi sebagai bekal utama menghadapai persaingan tenaga kerja.
Faktor utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan terletak pada tersedianya sarana
dan prasarana pendidikan yang lengkap dan memadai. Selain itu dengan jumlah tenaga
pendidik yang memadai dan berkualitas menjadi salah satu aspek penting yang tidak bisa
dilupakan. Pemerintah juga harus memperhatikan pengembangan dibidang sains dan
teknologi penunjang pendidikan. Hanya dengan peningkatan dan perbaikan diberbagi unsur
penting dalam pendidikan, akan menjadi kunci utama peningkatan kualitas pendidikan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan formal tidaklah menjadi satu-satunya
penentu keberhasilan untuk menciptakan angkatan kerja yang berkulaitas. Oleh karena itu,
pemerintah juga harus mengupayakan dan mengembangkan pendidikan non-ijazah yang
menekankan pada pengembangan ketrampilan. Dengan pengembangan ketrampilan melalui
pendidikan non-formal bisa menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan tenaga kerja
yang berkualitas. Pendidikan non-ijazah bisa menjadi solusi dari keterbatasan pendidikan
formal, dan tepat untuk mewadahi anak-anak muda yang tidak cocok dengan pendidikan
formal.
2. Peningkatan Kualitas Kesehatan
Kealitas kesehatan menjadi aspek penting yang perlu ditingkatkan untuk menyambut
bonus demografi. Peningkatan kualitaas kesehatan akan menjadikan angkatan kerja
berkualitas selain berkualitas dalam segi pendidikan. Dengan menyediakan layanan kesehatan
yang baik dan bermutu menjadi kunci utama peningkatan kualitas kesehatan tersebut.
Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi diprioritaskan kepada
penduduk usia 0-18 tahun. Prioritas ini di pilih karena penduduk usia 0-18 tahun berada pada
usia perkembangan. Dengan peningkatan kesehatan yang diprioritaskan pada penduduk usia
emas tersebut, maka nantinya diharapkan akan menciptakan anak-anak muda yang
berkualitas.
3. Konsistensi dalam Penurunan angka fertilitas
Konsistensi penurunan angka fertilitas yang baik akan membuat investasi pendidikan
dan kesehatan menjadi semakin optimal. Penurunan fertilitas akan menurunkan proporsi
anak-anak, dan akan menjaga populasi anak-anak tetap pada angka yang kecil. Dengan begitu
beban ketergantungan dalam fase demografi akan tetap bisa ditekan. Konsistensi penurunan
fertilitas ini perlu dipertahankan hingga tahun 2030. Sehingga kesempatan emas pada fase
demografi akan benar-benar bisa dimanfaatkan dengan baik.
Konsisitensi penurunan angka fertilitas berarti akan semakin memudahkan pemerintah
untuk fokus dalam program peningkatan kualitas anak muda. Penurunan angka kelahiran
akan mengurangi anggaran untuk kesehatan dan kebutuhan gizi bayi-bayi yang lahir.
Sehingga anggaran yang dimiliki pemerintah sebagian besar bisa digunakan untuk investasi
dalam peningkatan kualitas anak muda.
Penuruanan angka fertilitas dalam kerangka bonus demografi memang tidak bisa
dilepaskan dari keberhasilan program keluarga berencana (KB). Meningkatnya partisipasi KB
telah berhasil menurunkan angka fertilitas secara signifikan. Data BPS nasional menunjukan
bahwa presentase perempuan usia 15-49 tahun yang telah menikah dan ikut KB memiliki
proporsi yang cukup besar. Data tahun 2000 hingga 2013 memperlihatkan partisipasi KB
menjacapi 50% lebih dimasisng masing tahun. Data tersebut juga menunjukkan
kecenderungan meningkat dari taun ketahun.
Tabel.4 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang Sedang
Menggunakan/Memakai Alat KB Menurut & Angka Fertilitas Total 1971, 1980, 1985, 1990,
1991, 1994, 1997, 1998, 1999, 2000, 2002, 2007, 2010 dan 2012
Partisipasi Angka Fertilitas Total
KB Tahun (AFT) Tahun 1971-
2000-2013 2012
Tahun % Tahun %
2000 54,35 1971 5,61
2001 52,54 1980 4,68
2002 54,19 1985 4,06
2003 54,54 1990 3,33
2004 56,71 1991 3,02
2005 57,89 1994 2,85
2006 57,91 1997 2,34
2007 57,43 1998 2,65
2008 56,62 1999 2,59
2009 60,63 2000 2,27
2010 60,94 2002
2011 61,34 2007 2,60
2012 62,43 2010 2,41
2013 62,50 2012 2,60
Sumber:BPS Nasional Indonesia
Meningkatnya Partisipasi KB hingga mencapai 62,43% pada tahun 2013 secara
langsung berdampak pada menurnnya angka fertilitas. Sejak tahun 1971 hingga 2012 Angka
fertilitas total/TFR (Total Fertility Rate) menunjukkan kecenderungan semakin menurun.
Sampai tahun 2012 angka fertilitas total berada pada angka yang cukup kecil, yaitu 2.60.
Bahkan pada tahun 2000 angka fertilitas total berada pada angka terkecil yang pernah dicapai
Indonesia yaitu 2.27.
Keberhasilan program keluarga berencana dalam menekan angka kelahiran perlu
dipertahankan. Dengan konsisitensi menurunkan angka kelahiran melalui program KB, akan
menjadi salah satu faktor penting penentu keberhasilan pemanfaatan bonus demografi.
4. Ketersediaan Lapangan Kerja
Ketersediaan lapangan kerja yang cukup pada fase bonus demografi menjadi aspek
penting yang tak bisa diabaikan. Jaminan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan
keahlian angkatan kerja akan membuat anak-anak muda bisa mengembangkan potensinya,
dan menjadi sumbangangan tanaga yang produktif bagi pengembangan ekonomi negara.
Dengan tersedianya lapangan kerja yang besar akan mampu menampung jumlah angkatan
kerja yang besar, dan tidak akan menjadikan jutaan anak muda menganggur.
Tabel.3 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986–
2013
Tingkat
Tingkat
Angkatan Partisipasi
Bekerja Pengangguran Pengangguran
Kerja Angkatan
Tahun Terbuka - TPT
Kerja - TPAK

(Juta
(Juta Orang) (Juta Orang) (%) (%)
Orang)
Februari 105,80 94,95 10,85 68,02 10,26
2005
November 105,86 93,96 11,90 66,79 11,24
Februari 106,28 95,18 11,10 66,74 10,45
2006
Agustus 106,39 95,46 10,93 66,16 10,28
Februari 108,13 97,58 10,55 66,60 9,75
2007
Agustus 109,94 99,93 10,01 66,99 9,11
Februari 111,48 102,05 9,43 67,33 8,46
2008
Agustus 111,95 102,55 9,39 67,18 8,39
Februari 113,74 104,49 9,26 67,60 8,14
2009
Agustus 113,83 104,87 8,96 67,23 7,87
Februari 116,00 107,41 8,59 67,83 7,41
2010
Agustus 116,53 108,21 8,32 67,72 7,14
Februari 119,40 111,28 8,12 69,96 6,80
2011
Agustus 117,37 109,67 7,70 68,34 6,56
Februari 120,41 112,80 7,61 69,66 6,32
2012
Agustus 118,05 110,81 7,24 67,88 6,14
Februari 121,19 114,02 7,17 69,21 5,92
2013
Agustus 118,19 110,80 7,39 66,90 6,25

max 94,85 88,82 6,03 67,22 6,36


1967-1999
min 67,20 65,38 1,82 65,60 2,55

max 103,97 93,72 10,25 68,60 9,86


1999-2004
min 94,85 88,82 5,81 67,22 6,08

max 121,19 114,02 11,90 69,96 11,24


2004-2013
min 103,97 93,72 7,17 66,16 5,92
Sumber: Sakernas, BPS

Jumlah angkatan kerja yang terus meningkat membutuhkan peningkatan lapangan


kerja. Peningkatan lapangan kerja akan memperluaas kesempatan kerja dan akan mengurangi
pengangguran. Perluasan kesempatan kerja harus dilihat berdasarkan keseimbangan distribusi
penyerapan kerja antar sektor perekonomian. Sehingga investasi yang dipilih untuk
memperluas kesempatan kerja diprioritaskan pada sektor yang belum berkembang. Dengan
penambahan lapangan kerja pada sektor tersebut akan meningkatkan produktifitas
perekonomian.
Penciptaan kesempatan kerja atau lapangan kerja menjadi aspek penting dalam
perencanaan tanaga kerja. Ketika perencanaan tenaga kerja telah diupayakan dengan baik
melalui peningkatan kualitas angkatan kerja, maka penciptaan kesempatan kerja juga harus
dilakukan untuk mendukungnya. Menurut Suroto (1992) perencanaan penciptaan
kesempatan kerja dan perencanaan persedian tenaga kerja merupakan dua aspek yang saling
berkaitan satu sama lain, dan menjadi satu pasang komponen yang harus cocok (Suroto,
1992:399). Dalam kerangka bonus demografi, dua aspek perencanaan tenaga kerja tersebut
sangat penting dalam keberhasilan pembangunan bangsa.
Strategi pengelolaan bonus demografi
Berdasarkan dari paparan data dan analisis yang telah disajikan sebelumnya, maka
dapat disusun beberapa strategi untuk menghadapi bonus demografi tahun 2020-2030.
Rancangan strategi ini berupa suatu intervensi sosial melalui berbegai kebijakan pemerintah.
Intervensi sosial dalam bentuk kebijakan pemerintah ini bertujuan untuk memperbaiki dan
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki, baik individu, kelompok maupun negara.
Intervensi yang dapat dilakukan setidaknya meliputi empat aspek penting yaitu disektor
pendidikan, sektor kesehatan, ketenagakerjaan dan program Keluarga Berencana.
Empat aspek penting yang terdiri dari kualitas pendidikan, kualitas kesehatan,
ketenagakerjaan dan program keluarga berencana tersebut menjadi kunci utama keberhasilan
pembangunan pada fase bonus demografi. Untuk itu, berbagai intervensi yang tepat pada
empat sektor ini menjadi prioritas utama dalam menghadapi dan menyambut bonus
demografi tahun 2020 hingga 2030. Berikut ini beberapa strategi dalam bentuk kebijakan
yang bisa dijalankan pemerintah untuk menghadapi bonus demografi:
1. Strategi dibidang Pendidikan:
a. Peningkatan kualitas pendidikan melalui wajib belajar 12 tahun (sampai tingkat SMA/SMK).
b. Tidak hanya sampai tingkat SMA, dalam jangka panjang bisa ditingakatkan secara konsisten
kesempatan sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.
c. Untuk mendukung keberhasilan wajib belajar 12 tahun, dan sampai jenjang perguruan tinggi,
maka diperlukan berbagai program bantuan biaya pendidikan (Beasiswa). Dengan beasiswa
prestasi dan beasiswa keluarga miskin dapat meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah sampai
tingkat SMA/SMK, dan juga sampai jenjang perguruan tinggi.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan seperti fasilitas laboratorium yang lengkap,
fasilitas multimedia, gedung sekolah dan lain sebaginya. Dengan fasilitas yang lengkap tentu
akan mendukung kegiatan belajar siswa dan mamacu peningkatan prestasi.
e. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar/Guru/Dosen.
f. Menambah alokasi dana untuk anggaran pendidikan
2. Strategi dibidang Kesehatan
a. Meningkatkan anggaran untuk Kesehatan
b. Meningkatkan kualitas tenaga medis seperti Dokter, Bidan, Perawat dsb.
c. Meningkatkan saranan dan prasaranan kesehatan seperti: pembangunan fasilitas kesehatan di
daerah yang belum memiliki, manambah kelengkapan fasilitas kesehatan, fasilitas Rawat
inap, penambahan Rumah sakit milik pemerintah sebagai pemberi layanan kesehatan gratis,
dan lain sebaginya.
d. Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi diperioritaskan kepada
penduduk usia 0-18 tahun (usia emas). Program riil bagi penduduk usia emas ini (usia
perkembangan) meliputi penggalakan program “asi eksklusif”, pemberian makanan bergizi,
imunisasi, dan lain sebagainya.
e. Selain ditujukan untuk penduduk usia 0-18, layanan kesehatan juga ditujukan kepada
penduduk usi 19-21 tahun, karena sebagi penduduk yang akan memasuki dunia kerja.
Sehingga kualitas keseatan penduduk usia ini perlu diperhatikan sebagi syarat kesiapan dalam
memasuki dunia kerja.
3. Strategi dibidang Ketenagakerjaan
a. Menekan angka pengangguran dengan memberikan kesempatan kerja yang luas melaui
penyediaan lapangan kerja yang banyak
b. Penyediaan dan penambahan lapangan kerja disesuaikan dengan kemampuan para pencari
kerja.
c. Pengembangan UMKM sebagai sektor informal yang lebih fleksibel dalam penyerapan
lapangan kerja
d. Menciptakan angkatan kerja yang berkualitas melalui pendidikan dan pelatihan-pelatihan,
untuk bisa bersaing di dunia internasional.
4. Strategi dibidang Keluarga Berencana untuk menekan angka fertilitas
a. Meningkatkan aseptor KB
b. Mendorong dan meningkatkan Aseptor KB laki-laki.
c. Penyuluhan untuk kesehatan reproduksi dan pernikahan dini
d. Disusun UU mengenai batas usia minimum pernikahan

III. PENUTUP
Kesimpualan
Komposisi penduduk Indonesia yang memiliki Karekteristik Penduduk muda yang
besar, telah mendatangkan keuntungan demografi. Keuntungan demografi atau yang sering
disebut sebagai bonus demografi merupakan fase dimana jumlah penduduk usia produktif
memiliki proporsi yang besar dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif.
Kecendurangan ini terlihat dari angka dependency ratio yang terus menglami penurunan dari
tahun-ketahun. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia sekarang ini menjadi tantangan
besar untuk masa depan dan perubahan Indonesia.
Bonus demografi yang menghampiri Indonesia bisa berdampak positif, ataupun
sebaliknya dapat menciptakan dampak negatif jika strategi pengelolaannya salah. Untuk
menjadikan bonus demografi menguntukngkan bagi Indonesia perlu strategi yang tepat.
Strategi tersebut meliputi empat aspek utama yaitu peningkatan kualitas pendidikan, kualitas
kesehatan, penyediaan lapangan kerja yang cukup, dan konsistensi pemerintah dalam
menekan angka fertilitas.
PUSTAKA
Sumarsono, Sony. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Suroto, 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Moh.Yasin, dkk. 2004. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Irianto, Yusuf. 2001. Isu-isu Strategis Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jawatimur:
Insan Cendikia
Kurniawan, Bagus. 2014, ‘2020 Indonesia Alami Bonus Demografi’, Detiknews, [Online],
diakses 01 Desember 2014, yang ada di :
http://news.detik.com/read/2014/06/12/225936/2606875/10/2020-indonesia-
alami-bonus-demografi
Republika, 2014, ‘BKKBN: Masalah Bonus Demografi Sangat Serius’, Surat Kabar
Republika, [Online], diakses 01 Desember 2014, yang ada di :
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/11/27/nfp38b-bkkbn-
masalah-bonus-demografi-sangat-serius

Anda mungkin juga menyukai