Anda di halaman 1dari 14

AGAR SAMPAI

KE TUJUAN
AKHIR
َّ ‫امالً فَ ِّإ َّن ال‬
‫سفَ َر‬ ِّ ‫الزادَ َك‬ َّ ‫ َو ُخ ِّذ‬،‫ق‬ َ ‫س ِّف ْينَةَ فَ ِّإ َّن اْلبَ ْح َر‬
ٌ ‫ع ِّم ْي‬ َّ ‫ َج ِّد ِّد ال‬،‫يَا أَبَا ذَ ٍّر‬
‫ص اْلعَ َم َل فَ ِّإ َّن النَاقَدَ بَ ِِّص ْي ٌر‬ ِّ ‫ َوأ َ ْخ ِّل‬،ٌ‫لح ْم َل فَ ِّإ َّن العَقَبَةُ َكئ ُ ْود‬ ِّ ْ‫ف ا‬ ِّ ‫ َو َخ ِّف‬،ٌ‫بَ ِّع ْيد‬

"Wahai Abu Dzar, perbaharuilah kapalmu karena laut itu dalam;


ambilah bekal yang cukup karena perjalanannya jauh; ringankan beban
bawaan karena lereng bukit sulit dilalui, dan ikhlaslah beramal karena
Allah Maha Teliti."
1.Perbaharui Kapal ( Perbaharui Niat Dan
Orientasi )
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim disebutkan,

َ ‫ َك ْم ِم ْن‬،‫اآلخ َرة‬
‫ع َم ٍل‬ ِ ‫صي ُْر ِب ُح ْس ِن ال ِنيَّة ِمن أ َ ْع َما ِل‬
ِ َ‫ص ْو َرة أعْما ِل الدّ ْنيا َ َوي‬ُ ‫ص َّو ُر ِب‬ َ ‫َك ْم ِم ْن‬
َ َ ‫ع َم ٍل يَت‬
ُ ‫صيْر ِمن أ َ ْع َما ِل الدُّ ْنيَا ِب‬
‫س ْو ِِ النِيَّة‬ ِ َ‫ص ْو َرة أعْما ِل األخرة ث ُ َّم ي‬ َ َ ‫يَت‬
ُ ‫ص َّو ُر ِب‬

Artinya: “Banyak perbuatan yang tampak sebagai perbuatan duniawi


berubah menjadi perbuatan ukhrawi lantaran niat yang bagus. Banyak
pula perbuatan yang terlihat sebagai perbuatan ukhrawi bergeser
menjadi perbuatan duniawi lantaran niat yang buruk.”
Kesempurnaan keinginan itu tergantung pada kesempurnaan
objek yang yang dinginkan. Sama halnya dengan ketinggian
ilmu itu tergantung dari ketinggian objek yang dikajinya.

Maka hendaklah keinginan dan kehendak hamba hanya


ditujukan kepada hal-hal yang tidak akan punah dan hilang
dan hendaklah cita-citanya diterbangkan menuju Zat Yang
Maha Hidup
( Miftahu Darru as Sa’adah – Ibnul Qayim al Jauzy )
Siapa Yang menjadikan dunia sebagai kehendak, pilihan dan tujuan hidupnya
dengan meninggalkan kepentingan hidup akhirat maka Allah SWT akan
memberikan enam hukuman. Tiga hukuman di dunia dan tiga hukuman di
akhirat. Tiga di dunia adalah :
1. Angan-angan yang tidak ada habisnya,
2. Ketamakan yang luar biasa sehingga tidak meninggalkan sikap qonaah ( Rasa Cukup
) dan
3. Dicabut kelezatan ibadah.

Adapun kerugian di akhirat adalah:


1. Keguncangan pada hari kiamat.
2. Kekerasan dalam Hisab dan
3. Kerugian yang berkepanjangan

( Hasan Al Bishri )
2.Ambilah Bekal Yang Cukup Karena
Perjalanan Kita Jauh
Menurut Syekh Nawawi, yang dimaksud di sini tentu adalah perjalanan
akhirat yang penuh dengan jerih payah melebihi perjalanan dunia yang
fana ini.

ُ ‫يَا لَ ْيتَنِي قَدَّ ْم‬


‫ت ِل َحيَاتِي‬

“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh)


untuk hidupku ini.” ( Al Fajr : 24 )
3. Ringankan Beban Bawaan Karena Lereng
Bukit Sulit Dilalui
Dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda,
َ َ‫اإل ْسالَ ِم َو ُر ِزقَ ْال َكف‬
ِِ ‫اف َوقَنِ ََ ِب‬ َ ‫قَ ْد أ َ ْفلَ َح َم ْن ُه ِد‬
ِ ‫ى ِإلَى‬
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi
rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.”
(HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
‫ض‬ِ ‫ع ْن َكثْ َرةِ ْالعَ َر‬
َ ‫ْس ْال ِغنَى‬
َ ‫ « لَي‬-‫صلى هللا عليِ وسلم‬- ‫اَّلل‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبى ُه َري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ َ
» ‫َولَ ِك َّن ْال ِغنَى ِغنَى النَّ ْف ِس‬
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki
banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu
merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no.
2373, Ibnu Majah no. 4137).
Dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika menjelaskan hadits dalam Shahih Bukhari,
‫كثيرا ممن وسَ هللا عليِ فى المال يكون فقير النفس ال يقنَ بما أعطى‬
ً ‫ ألن‬،‫يريد ليس حقيقة الغنى عن كثرة متاع الدنيا‬
‫ وإنما حقيقة‬،َ‫ فكأنِ فقير من المال؛ لشدة شرهِ وحرصِ على الجم‬،ِ‫ وال يبالى من أين يأتي‬،‫فهو يجتهد دائبًا فى الزيادة‬
ِ‫ ولم يحرص على الزيادة في‬،ِ‫ الذى استغنى صاحبِ بالقليل وقنَ ب‬،‫الغنى غنى النفس‬
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa
banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup
(alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari
manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup
dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus
mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa
cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus
menambah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
‫ْس لَُِ ِغنًى‬
َ ‫لزيَادَةِ لَ ْم يَ ْست َ ْغ ِن ِب َما َمعَُِ فَلَي‬ َ َ‫َم ْن َكان‬
ّ ِ ‫طا ِلبًا ِل‬
”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas
apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140)
ُ ‫الص َّحةُ ِل َم ِن اتَّقَى َخي ٌْر ِم َن ْال ِغنَى َو ِط‬
‫يب النَّ ْف ِس ِم َن النِّعَ ِم‬ َ ْ ‫الَ بَأ‬
ّ ِ ‫س ِب ْال ِغنَى ِل َم ِن اتَّقَى َو‬
”Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi
orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia
adalah bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4:
69, shahih kata Syaikh Al Albani).
4. dan ikhlaslah beramal karena Allah Maha
Teliti
• Barangsiapa yang tidak benar dipermulaan kehendaknya, Niscaya ia
tidak akan selamat pada kesudahannya

• “ Berbahagialah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia


meninggalkannya. Berbahagialah orang yang membangun
kuburannya sebelum ia dimasukan ke dalamnya, dan berbahagialah
orang yang ridah bertemu dengan Robb-Nya sebelum ia dipanggil
menghadap-Nya “ ( Yahya Bin Muadz ar Razi )
َ ‫ض َو ََل ُ ْغ ِّويَنَّ ُه ْم أ َ ْج َم ِّع‬
‫ين‬ ِّ ‫ب ِّب َما أ َ ْغ َو ْيت َ ِّني ََل ُ َز ِّينَ َّن لَ ُه ْم ِّفي ْاَل َ ْر‬
ِّ ‫ قَا َل َر‬.)39(

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan


bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik
(perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya,

َ ‫ِّإ ََّّل ِّعبَاد ََك ِّم ْن ُه ُم ا ْل ُم ْخلَ ِِّص‬


(40). ‫ين‬
kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".
( Al Hijr : 39-40 )
“Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan
kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.”

Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Jika ilmu bermanfaat tanpa


amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika
ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela
orang-orang munafik.” ( Ibnul Qayim al Jauzy )
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang
temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad
dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat
seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan
terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan
niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”

Anda mungkin juga menyukai