Abstrak
Dalam pembangunan sebuah gedung, pemilik gedung pasti dihadapkan dengan berbagai alternatif dalam melakukan
pemilihan suatu material, produk ataupun sistem gedung. Selain aspek teknis, biaya pun turut menjadi aspek penting
yang perlu menjadi salah satu pertimbangan. Untuk mengetahui pilihan alternatif yang lebih hemat diperlukan
metode penghitungan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode LCCA (Life Cycle Cost Analysis). LCCA
menghitung keseluruhan biaya mulai dari biaya awal, biaya penggantian, biaya operasional dan pemeliharaan, nilai
sisa, dan biaya lain-lain. Metode LCCA menghitung estimasi biaya pada tahun ke-n dalam nilai saat ini (present
value). Untuk memahami metode LCCA maka pada penulisan ini dilakukan studi kasus yang membandingkan
penggunaan lampu fluoresence (T5) dengan lampu LED. Perbandingan didasarkan pada kesamaan pencapaian
tingkat pencahayaan (lux) kedua jenis lampu. Dari hasil simulasi tingkat pencahayaan dengan software DIALux dan
perhitungan biaya dengan metode LCCA, didapatkan hasil bahwa penggunaan lampu LED lebih hemat dari segi
biaya dibandingkan dengan lampu T5. Persentase penggunaan LED bahkan mencapai minimal 50% penghematan.
Oleh karena itu, lampu LED terbukti lebih hemat secara biaya dibandingkan lampu T5 dan penggunaan metode LCCA
merupakan metode yang cukup efektif untuk membandingkan dua atau lebih alternatif dari segi biaya.
Berdasarkan hasil penelitian “Re-examining the Costs and Value Ratios of Owning and Occupying
Buildings” yang dilakukan oleh Graham Ive, didapatkan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan sebuah
gedung mencapai 1.5x dari biaya konstruksi awal. Ada pula perkiraan lain yang hingga mencapai 5x dari
biaya konstruksi awal. Sementara, pengeluaran terbesar dari seluruh masa waktu pakai gedung terdapat di
pengeluaran upah dan tunjangan untuk karyawan yang bekerja (USDA Forest Service, Technology and
Development, 2013).
Persentase setiap bagian biaya (biaya awal, biaya konstruksi, biaya operasi dan pemeliharaan, dll) terhadap
total biaya dapat berbeda antara satu gedung dengan gedung lainnya. Perbedaan ini terdapat pada keputusan
dalam melakukan pemilihan material, produk atau sistem yang dipilih oleh pemilik gedung. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam keputusan yang diambil dari beberapa alternatif pilihan tersebut adalah
aspek teknologi, aspek ekonomi, aspek estetika, maupun aspek operasi dan pemeliharaannya.
Berdasarkan ASTM E917 “Standard Practice for Measuring Life-Cycle Costs of Buildings and Buildings
Systems”, terdapat beberapa metode evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kinerja sebuah
gedung atau suatu sistem gedung secara ekonomi. Beberapa metode evaluasi yang cukup dikenal
diantaranya adalah LCCA (life cycle cost analysis), benefit-to-cost ratio, internal rate of return, net
benefits, payback, multiattribute decision analysis. Perbedaan metode-metode ini terletak pada pengukuran
dan kesesuaian metode terhadap jenis masalahnya. Pada tulisan ini fokus studi dilakukan dengan
menggunakan metode LCCA. Hal ini dikarenakan metode LCCA dianggap dapat merangkum nilai saat ini
LCC (life cycle costing) merupakan salah satu analisa yang mengukur nilai ekonomi dari sebuah keputusan
dalam suatu proyek infrastruktur, termasuk bangunan gedung. LCC dapat dijelaskan sebagai sebuah
penilaian secara ekonomi dalam menentukan alternatif desain dengan memperhitungkan seluruh biaya
signifikan selama masa pakai gedung yang ditentukan dari masing-masing alternatif, yang dinyatakan
dalam nilai dolar ekuivalen (Kirk & Dell'Isola, 2003). Fuller & Petersen (1996) mendefinisikan LCC
sebagai total biaya diskon dolar dari kepemilikan, operasi, pemeliharaan, dan pembuangan atau penjualan
akhir gedung atau sebuah sistem gedung pada suatu periode waktu. LCC juga dapat dikatakan sebagai
sebuah metode yang digunakan untuk melihat keefektifan biaya sepanjang waktu pemakaian suatu desain
gedung dengan desain yang lainnya (USDA Forest Service, Technology and Development, 2013). Namun
perlu digarisbawahi bahwa hasil perhitungan LCC akan menunjukkan alternatif yang lebih hemat dari segi
biaya, bukan total biaya estimasi biaya selama jangka waktu gedung beroperasi.
Secara garis besar perhitungan LCCA adalah sebagai berikut (ASTM E917-15):
Keterangan :
I = biaya awal (initial cost)
Repl = biaya penggantian (replacement cost), dalam PV (present value)
Res = nilai sisa (residual/salvage value), dalam PV
E = biaya pemakaian energi, dalam PV
W = biaya pemakaian air, dalam PV
OM = biaya operasi dan pemeliharaan, dalam PV
O = biaya lainnya, dalam PV
1. Biaya
Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa LCC adalah biaya awal (initial cost), biaya operasi dan
pemeliharaan, biaya penggantian (replacement cost), nilai sisa (residual/salvage value), biaya tarif
sumber daya alam (listrik, air, gas, bahan bakar), dan biaya-biaya lainnya (seperti pajak, gaji, dan biaya
finansial lainnya). Nilai sisa merupakan nilai sebuah gedung pada masa periode studi LCCA, baik
penjualan gedung yang masih dapat digunakan kembali maupun biaya pembuangan akhir gedung. Nilai
sisa akan bernilai negatif jika terdapat barang yang masih memiliki nilai akhir. Nilai sisa akan bernilai
positif jika pada akhir periode LCC dilakukan pembuangan akhir gedung karena dikeluarkan biaya
untuk demolisi gedung.
2. Waktu
Penentuan periode waktu analisa dapat dilakukan berdasarkan masa pakai gedung yang ditentukan dari
jangka waktu pemakaian paling lama dari suatu material, produk atau sistem dalam gedung. Di sisi lain,
3. Discount rate
Berdasarkan definisi dari Life Cycle Costing for Design Professionals, 2nd Edition, discount rate adalah
tingkat bunga yang menunjukkan nilai uang investor terhadap waktu. Nilai discount rate dapat
dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Discount rate menentukan nilai saat ini (present value) dari biaya
dimasa depan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau, definisi
dari green building atau gedung ramah lingkungan adalah bangunan gedung yang bertanggung jawab
terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien dari sejak perencanaan, pelaksanaan konstruksi,
pemanfaatan, pemeliharaan, sampai dekonstruksi. Gedung yang ramah lingkungan adalah gedung yang
dapat meminimalkan dampak negatif dari penggunaan energi, air, material; limbah padat, cair, dan gas yang
dihasilkan; tanpa berkompromi dengan kesehatan, keamanan dan kenyamanan penghuninya (Nasir, et al.,
2014). Gedung ramah lingkungan mencari keseimbangan antara tanggapan lingkungan, efisiensi sumber
daya dan kepekaan budaya dan komunitas (Kirk & Dell'Isola, 2003). Saat ini, praktik gedung ramah
lingkungan sudah banyak mendapat perhatian khusus. Praktik ini didukung pula dengan mulai
dikembangkannya suatu material, produk maupun sistem gedung yang memiliki konsep ramah lingkungan.
Biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan prinsip gedung ramah lingkungan seringkali dianggap lebih
besar dibandingkan gedung konvensional. Hal ini dikarenakan pemilik modal atau dalam hal ini pemilik
gedung hanya berfokus pada biaya awal. Untuk itu, pada studi ini penulis ingin mengetahui apakah stigma
bahwa gedung ramah lingkungan relatif lebih mahal dari gedung konvensional benar terjadi. Tentunya
lingkup studi tidak hanya memperhitungkan biaya awal namun juga sampai pada biaya operasional bahkan
sampai biaya pembuangan. Sehingga pemilik gedung diharapkan akan mendapat semacam ilustrasi
perbandingan biaya antara material, produk atau sistem yang konvensional dengan material, produk atau
sistem yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, metode LCCA dirasa cukup efektif untuk digunakan untuk
menjawab permasalahan ini.
Studi kasus LCCA yang diambil terkait pada perbandingan perhitungan LCCA penggunaan tipe lampu
fluoresence (T5) yang mewakili produk konvensional dan tipe lampu LED yang mewakili produk ramah
lingkungan dengan. Saat ini lampu LED dianggap ramah lingkungan dikarenakan tidak mengandung
merkuri, kualitas dan kuantitas pencahayaan lebih tinggi serta memiliki waktu masa pakai yang lebih lama.
Dalam analisa perhitungan ini, studi perbedaan antara lampu fluorecence (T5) dengan lampu LED
dilakukan berdasarkan pada daya yang dikonsumsi (watt), tingkat pencahayaan (lux), dan umur lampu.
Untuk mengetahui tingkat iluminansi pencahayaan dari masing-masing spesifikasi lampu, diperlukan
simulasi pencahayaan. Dalam studi kasus ini, software DIAlux digunakan dalam melakukan simulasi
pencahayaan. DIAlux adalah sebuah perangkat lunak yang menghitung dan memvisualisasikan rencana
pencahayaan sistem lampu indoor maupun outdoor sesuai dengan standar internasional, seperti EN12464,
ISO 8995, EN1838, EN13201, dan lain-lain.
Berikut adalah data lampu yang akan digunakan dalam simulasi DIAlux.
Daya lampu Umur lampu Lumen Harga
JenisLampu Tipe Lampu
(watt) (jam) (lm) (Rp)
T5 PHILIPS TBS299 M2 /840 2xTL5-28W/840 HFP 62 24.000 5.200 601.100
LED PHILIPS RC100C LED25S/840 PSU W30L120 50 50.000 5.600 1.350.000
Simulasi ini akan dilakukan pada salah satu lantai pada gedung bertingkat di Jakarta Pusat dengan luas
lantai gedung yang disimulasikan adalah sebesar 1.616 m2.
Setelah mendapatkan hasil simulasi DIAlux, perhitungan LCC dimulai. Berikut adalah data-data yang
dibutuhkan dalam perhitungan analisa lampu hemat energi :
Analisa LCC akan disimulasikan dengan masa pakai gedung selama 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, dan 30
tahun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jangka waktu simulasi terhadap tingkat penghematan
biaya secara keseluruhan. Berikut adalah hasil dari simulasi yang telah dilakukan dengan nilai discount rate
sebesar 6.5%.
5 TAHUN
20 TAHUN
30 TAHUN
Untuk mempermudah pemahaman cara perhitungan, berikut ini uraian penjelasan secara rinci dari
perhitungan masing-masing komponen biaya. Sebagai perwakilan, rincian perhitungan periode waktu 30
tahun diambil sebagai representasi dari keempat perhitungan. Dan semua biaya dihitung dalam bentuk
present value.
Initial cost merupakan biaya pembelian lampu sesuai dengan jumlah unit lampu. Untuk satu titik lampu T5
terdapat 2 unit lampu. Untuk satu titik lampu LED terdapat satu unit lampu. Initial cost untuk kedua lampu
sudah termasuk dengan rumah lampunya.
Besar replacement cost sama dengan initial cost. Nilai faktor biaya antara T5 dan LED berbeda karena
perbedaan umur lampu T5 dan LED. Berdasarkan data umur lampu, umur lampu T5 adalah 7 tahun dan
LED adalah 14 tahun, dengan waktu pemakaian per harinya adalah 10 jam. Nilai faktor replacement cost
didapatkan dari selisih nilai antara tahun ke-n yang ditentukan dikurangi dengan nilai tahun ke-(sesuai umur
lampu). Prinsip perhitungan nilainya adalah nilai pada tahun penggantian dimasa depan (future value)
dibagi sama rata ke dalam nilai tahunan (annual value) kemudian ditarik ke nilai saat ini (present value).
Contohnya, untuk lampu T5 dengan umur lampu selama 7 tahun, maka nilai faktor biaya pada tahun ke-30
adalah nilai penggantian pada tahun ke-36 dibagi rata menjadi nilai tahunan pada tahun ke-29 sampai ke-
34 kemudian nilai tahunan ditahun ke-30 itu ditarik ke dalam nilai saat ini (present value).
Residual cost adalah nilai sisa lampu pada tahun ke-n dari initial cost-nya, yang dihitung dengan
menggunakan metode depresiasi linier. Nilai faktor untuk residual cost didapatkan dari nilai pada tahun ke-
n yang ditarik ke dalam nilai saat ini (present value).
Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan estimasi biaya berdasarkan hasil perhitungan antara lampu T5
dan lampu LED.
Rp1,400,000,000
Total Perhitungan LCCA
Rp1,200,000,000
Rp1,000,000,000
Rp800,000,000
Rp600,000,000
Rp400,000,000
Rp200,000,000
Rp-
0 5 10 15 20 25 30 35
Tahun
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa penggunaan lampu LED lebih hemat dari segi biaya
dibandingkan dengan penggunaan lampu T5. Biaya awal penggunaan lampu LED memang lebih besar
dibandingkan lampu T5. Namun, biaya untuk replacement dan maintenance lampu LED lebih kecil
dibandingkan lampu T5 dan biaya residual lampu LED lebih besar dibandingkan lampu T5. Persentase
penghematan penggunaan lampu LED dapat diperoleh minimal sebesar 50% pada semua jangka waktu
simulasi. Persentase penghematan pada tahun kelima merupakan persentase paling kecil dibandingkan pada
tahun lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun kelima belum terdapat biaya replacement.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan LCC yang telah dilakukan maka terbukti bahwa penggunaan lampu LED
lebih hemat secara biaya bahkan lebih dari 50% dibandingkan dengan penggunaan lampu T5. Oleh karena
itu, perhitungan LCC dapat digunakan untuk memperkirakan alternatif barang/sistem yang lebih hemat
biaya karena perhitungan LCC menghitung keseluruhan biaya mulai dari biaya awal, biaya penggantian,
biaya operasional dan pemeliharaan, nilai sisa, dan biaya lain-lain.
Referensi
ASTM International. (2015). ASTM E917 : Standard Practice for Measuring Life-Cycle Costs of
Buildings and Buildings Systems. United States: ASTM.
Department of Education & Early Development. (1999). Life Cycle Cost Analysis Handbook. Alaska:
Alaska Department of Education and Early Development.
Fuller, S. K., & Petersen, S. R. (1996). NIST Handbook 135 : Life Cycle Costing Manual fot The Federal
Energy Management Program. Washington: U.S. Goverment Printing Office.
Kirk, S. J., & Dell'Isola, A. J. (2003). Sustainability/LEED and Life Cycle Costing - Their Role in Value
Based Design Decision Making. LEED.
Nasir, R. Y., Danusastro, Y., Fitria, D., Fauzianty, V., Aryani, Y., Widyanareswari, A., . . . Padmadinata,
A. (2014). Panduan Teknik Perangkat Penilaian Bangunan Hijau untuk Bangunan Baru versi
1.2. Jakarta: Green Building Council Indonesia.
USDA Forest Service, Technology and Development. (2013, September 26). Life-Cycle Cost Analysis for
Buildings Is Easier Than You Thought. Herwin van http://www.fs.fed.us/t-
d/pubs/htmlpubs/htm08732839/page01.htm