Buku Surianto Rutan PDF
Buku Surianto Rutan PDF
Kata Pengantar i
Surianto
Menata Sumber Daya Warga Binaan Pemasyarakatan/Surianto
Cet. 1—Makassar. CV Sah Media 2018
23 cm x 15,5 cm, 222 Halaman
ISBN 978-602-6928-58-0
Kata Pengantar__iii
Daftar Isi___v
Bab 1 Konsep Rutan Sebagai Sumber Modal
Manusia___1
A. Rutan Sebagai Sumber Modal Manusia___1
B. Sejarah Rumah Tahanan___5
C. Tujuan Rumah Tahanan___6
D. Konsep Modal Manusia___12
E. Modal Manusia dan Rutan___16
Daftar Isi v
E. Permasalahan Pelaksanaan Pidana Penjara
di Indonesia___37
b. Pembinaan Narapidana
Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di
Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam
jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada
sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak
berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak
memadai dengan barang-barang yang diproduksikan
di luar (hasil produksi perusahan).
b) Pembinaan Narapidana
Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di
Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam
jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada
sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak
berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak
memadai dengan barang-barang yang diproduksikan
di luar (hasil produksi perusahan).
5. Tahanan pelajar
Kajian menunjukkan kalau pelajar yang memiliki sejarah
ditahan memiliki tingkat pekerjaan yang lebih rendah dari
pelajar yang tidak pernah ditahan. Hal ini akibat menjadi tahanan
membuat mereka terhalang dalam memperoleh pendidikan,
yang pada gilirannya membuat mereka juga sulit mengikuti jalur
yang semestinya membawa mereka pada pekerjaan. Untuk itu,
sekolah tempat tahanan pelajar harus mendapatkan surat dari
rutan. Rutan bermusyawarah dengan sekolah untuk mencari
cara terbaik agar anak yang ditahan tidak putus sekolah atau
pendidikan. Sebagai contoh, anak-anak ini perlu mendapatkan
buku pelajaran dan memperoleh tugas yang diberikan guru
kepada anak lainnya di kelas. Mereka juga berhak mengikuti
ujian kenaikan kelas atau ujian semester di dalam rutan. Walau
akhirnya mereka naik status jadi terpidana, setidaknya mereka
telah mendapatkan ijasah dari sekolah mereka.
6. Tahanan pengangguran
Tahanan pengangguran menjadi sasaran bagi program
pelatihan yang dilakukan oleh rutan untuk napi, jika
memungkinkan. Jika tidak, mereka perlu mendapatkan mentor
dari rekan tahanan lainnya untuk menjadi seseorang yang
berpengetahuan. Sebagai contoh, jika tahanan lainnya ada
yang berprofesi sebagai perawat, tahanan pengangguran dapat
diajarkan menjadi perawat. Walaupun ketika keluar penjara,
kecakapan ini masih memerlukan dasar pendidikan untuk dapat
bekerja, ia dapat menerapkan keahlian ini dalam menjadi asisten
rumah tangga. Di dalam lapas, mereka dapat menjalankan apa
yang telah diajarkan untuk melayani napi lainnya jika sesuai.
Beraneka
ragam; mulai Berkecakapan
dari semata rendah, tetapi
mencuri tidak sangat
karena rendah; kadang
Kejahatan kesempatan kecakapan
terhadap hak hingga Tinggi 51.6%
tinggi tetapi
milik/barang mencuri tidak diakui
dengan sehingga
perencanaan melakukan
melibatkan kejahatan
berbagai
kecakapan
Pembuat dan
pengedar Pengguna
berkecakapan beraneka ragam;
tinggi, dalam pembuat tidak
Kejahatan Kreativitas
kimia atau diakui tetapi 7.6%
narkoba tinggi
interpersonal cakap; pengedar
dan berpendidikan
kecakapan rendah
menghindar
Kecakapan
baik umum,
termasuk Kecakapan
Penipuan, keuangan, di bidang Kreativitas
penggelapan, maupun 19.0%
administrasi tinggi
dan korupsi interpersonal dan manajemen
tinggi;
tergantung
kasus
Tidak ada
Kejahatan kecakapan
terhadap Beraneka
khusus; Beraneka ragam 1.6%
ketertiban ragam
tergantung
umum kasus
F. Pengangguran di Masyarakat
Masalah lain yang dapat berpengaruh adalah level
pengangguran di masyarakat. Lebih aman bagi pengusaha
untuk merekrut karyawan baru dari pengangguran di
masyarakat umum ketimbang mantan napi. Artinya, masih
banyak pengangguran, kenapa harus memilih mantan napi?
Hal ini pada gilirannya membawa pada pandangan kalau
mempekerjakan mantan napi akan menghambat pencari kerja
yang bukan mantan napi. Mereka akan dinomor duakan. Hanya
jika di pasar tidak tersedia lagi pengangguran, para pengusaha
mau melirik para mantan napi. Karenanya, sangat penting bagi
para mantan napi memiliki kecakapan tinggi yang tidak dapat
digantikan oleh para pengangguran di masyarakat. Intinya,
mereka tidak memiliki saingan dalam meraih pekerjaan.
Sementara itu, pengangguran di masyarakat juga
memungkinkan mantan napi mendapatkan banyak kontak
dengan pengangguran dan kembali melakukan kejahatan.
b) Bobot 2
• Mengancam dengan lisan.
• Menerobos masuk dan melakukan perampokan.
• Pornografi atau berbuat tidak senonoh di muka
umum.
d) Bobot 5
• Membakar rumah ibadah, rumah, atau gudang.
• Mencuri dan lari, termasuk mencuri kendaraan dan
memiliki barang curian dengan nilai lebih dari Rp 10
juta.
9. Korban perempuan
Sama halnya dengan cedera korban, jenis kelamin korban
laki-laki akan lebih mendorong kekerasan ketimbang perempuan.
Pelaku tindak pidana memiliki tingkat kekerasan rendah
jika korban perempuan karena sejumlah alasan. Pertama, ia
mungkin tidak berani dengan laki-laki sehingga hanya bisa pada
perempuan yang dipersepsi lemah olehnya. Kedua, kekerasan
dengan perempuan umumnya pada kasus KDRT, dan ini
berbeda dengan kasus kekerasan dengan orang di luar keluarga.
Ketiga, pelaku kekerasan umumnya laki-laki dan menganggap
dirinya berkuasa atas perempuan. Sebaliknya, jika korban
laki-laki, ada semacam persaingan yang terus menerus, yang
akhirnya membawa pada kekerasan berulang. Alasan-alasan
di atas membuat penilaian jenis kelamin perempuan bersifat
negatif. Artinya, jika tahanan memiliki korban perempuan, maka
H. Kejahatan Narkoba
Kejahatan narkoba, dalam artian kegiatan memproduksi
dan mengedarkan narkoba, merupakan kejahatan yang memiliki
tingkat kecakapan tinggi. Kegiatan memproduksi narkoba
memerlukan kecakapan dalam bidang kimia sementara kegiatan
menjual narkoba memerlukan kecakapan di bidang interpersonal
agar dapat memasarkan produk tanpa diketahui aparat. Seperti
halnya bidang litbang dan pemasaran di perusahaan biasa,
A. Pembekalan Hidup
Pembekalan hidup tidak lain adalah kegiatan pelatihan
yang dilakukan di dalam tahanan. Sebenarnya, rutan telah
sangat paham kalau banyak dunia industri tidak akan mau
menerima mantan tahanan. Karenanya, untuk pembekalan
hidup, umumnya kegiatan yang dilatihkan adalah kegiatan
yang memungkinkan tahanan berwirausaha. Tergolong
kegiatan ini misalnya membuat paving blok, membuat gitar,
membuat anyaman kursi dari bambu, pembuatan keset,
pertukangan kayu/mebel (kursi, meja, tempat tidur, sangkar
burung, dan lemari), mote, vas bunga, kerajinan bambu, sapu,
menjahit, kerajinan tangan, pengelasan, dan sebagainya.
Di Rutan Pekalongan, bahkan tahanan melakukan kegiatan
ternak lele, yang memungkinkan diperolehnya sejumlah
penghasilan bagi warga tahanan binaan.
Bahkan walaupun tahanan atau napi telah memiliki
kebebasan ekonomi sehingga tidak terbebani untuk mencari
kerja pasca pelepasan, mereka tetap diwajibkan mengikuti
kegiatan bimbingan kerja. Hasil karya ini kemudian digunakan
untuk melayani pesanan dari luar Rutan atau para pegawai
rutan sendiri. Pelatihan sendiri kadang diselenggarakan
dengan kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK)
setempat.
Walau begitu, keterbatasan modal membuat produksi
kadang tidak berlanjut atau tidak reguler. Hal ini yang kadang
memunculkan kurangnya harapan dari para tahanan untuk
bekerja setelah lepas dari lapas kecuali sabung ayam atau togel
C. Program Tahunan
Program tahunan Rutan yang pasti diselenggarakan
adalah kegiatan memperingati hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Indonesia. Kegiatan ini ditujukan untuk
mempererat tali silaturahmi, sekaligus sebagai hiburan
maupun mengembangkan potensi tahanan. Lewat lomba-
lomba yang diadakan para tahanan belajar bekerjasama dalam
satu kelompok kecil. Lomba-lomba yang diselenggarakan
juga tidak jauh berbeda dengan di luar tahanan, seperti adu
panco, balap karung, tarik tambang, dan makan kerupuk.
Kegiatan serupa diselenggarakan pada Hari Bhakti
Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam waktu cukup
lama, biasanya selama seminggu di akhir bulan April.
Kegiatan lain yang menarik adalah pemilihan lurah,
ketua RW, dan ketua RT bagi tahanan. Hal ini dilakukan
misalnya oleh Rutan Rangkasbitung. Kegiatan semacam
ini memungkinkan rutan memiliki semacam keteraturan
tersendiri yang memungkinkan tata kelola dilakukan secara
partisipatif.
D. Program Pendidikan
Program pendidikan di Rutan umumnya masih sangat
sederhana. Program ini hanya berbentuk kegiatan belajar
seperti Kejar Paket A. Kejar Paket A yang menghasilkan
ijazah setara SD. Saat ini, tidak ada sekolah yang dibangun di
dalam lingkungan rutan dan lapas. Hal ini patut disayangkan
karena sekolah-sekolah dengan program penyetaran yang
lebih tinggi dari Paket A sangat diperlukan. Mayoritas napi
dan tahanan di Indonesia berpendidikan hanya lulusan SD. Di
Rutan Bangli misalnya, 70% tahanan dan napi hanya lulusan
SD.
Untuk memasukkan pengetahuan dari luar, tahanan
diberikan kesempatan mendapatkan informasi dari koran,
majalah, televisi, radio, dan sebagainya. Selain itu, terdapat
kegiatan pembinaan kesadaran hukum. Kegiatan ini umumnya
diselenggarakan dengan melibatkan Polri, Kejaksaan, atau
Pengadilan atau Kepala Rutan dan petugas pemasyarakatan.
Penyadaran hukum bertujuan bagi tahanan untuk menjadi
warga negara yang baik dan taat hukum.
F. Kegiatan Seni
Menikmati, menghayati dan merasakan suatu objek
atau karya seni lebih tepat lagi dengan mencermati karya
seni dengan mengerti dan peka terhadap segi-segi estetiknya,
sehingga mampu menikmati dan memaknai karya-
karyaKegiatan seni biasanya diselenggarakan dalam bentuk
pengembangan paduan suara. Selain itu, beberapa tahanan
dapat menghabiskan waktu di rutan dengan menggambar atau
G. Jadwal Kegiatan
Secara umum, jadwal kegiatan reguler pada suatu
rutan atau lapas mengambil bentuk seperti pada Tabel 4. Jika
diamati, jadwal kegiatan ini telah sangat mewakili jadwal
kegiatan seperti umumnya di suatu Pesantren.
No Waktu Kegiatan
5 11.00-11.45 Istirahat
11 16.30-17.00 Istirahat
SOSIOLOGI KRIMINALITAS
A. Definisi Kriminalitas
Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang
melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku
kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang
dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh,
perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir,
teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan
tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh
seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab
ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang
tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku
tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan
dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau
narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa
pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan
sebagai kejahatan:
1. Struktural Fungsional
Struktural fungsional melihat penyimpangan terjadi
pembentukan normal dan nilai-nilai yang dipaksakan oleh
institusi dalam masyarakat. Penyimpangan dalam hal
ini tidak lah terjadi secara alamiah namun terjadi ketika
pemaksaan atas seperangkat aturan main tidak sepenuhnya
diterima oleh orang atau sekelompok orang, dengan demikian
penyimpangan secara sederhana dapat dikatakan sebagai
ketidaknormalan secara aturan, nilai, atau hukum. Salah satu
3. Power-Conflict
Satu hal yang harus diperjelas, meskipun teori ini
didasarkan atas pandangan Marx, namun Marx sendiri tidak
pernah menulis tentang perilaku menyimpang. Teori ini
melihat adanya manifestasi power dalam suatu institusi yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan, di mana institusi
tersebut memiliki kemampuan untuk mengubah norma,
status, kesejahteraan dan lain sebagainya yang kemudian
berkonflik dengan individu. Meskipun Marx secara pribadi
tidak menulis mengenai perilaku menyimpang, namun Marx
1. Sisi Perbuatannya
Dilihat dari sisi perbuatannya, kriminalitas dapat
dikelompokkan lagi ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Cara Perbuatan itu dilakukan, kelompok ini dapat
dibagi menjadi:
• Perbuatan dilakukan dengan cara si korban
mengetahui baik perbuatannya maupun pelakunya.
Tidak menjadi masalah apakah si korban sadar
bahwa itu adalah suatu tindak pidana atau bukan.
Misalnya dalam hal penganiayaan, penghinaan,
perampokan, penipuan, dan delik seksual. Di
samping itu terdapat pula delik yang dilakukan
sedemikian rupa sehingga si korban tidak
mengetahui baik perbuatannya maupun maupun
pelakunya pada saat perbuatan itu dilakukan seperti
penggelapan, penadahan, pencurian, pemalsuan,
dan peracunan
• Perbuatan dilakukan dengan menggunakan sarana
seperti bahan kimia, perlengkapan, dan sebaginya
atau tanpa sarana
D. Penyebab Kejahatan
Pada umumnya penyebab kejahatan terdapat tiga
kelompok pendapat yaitu:
1. Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena
pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku
• Anak tunggal
Anak tunggal kebanyakan dimanjakan dan
diperlakukan over protective
Tidak adanya saudara menyulitkan anak untuk
menyesuaikan diri sebagai anggota suatu kelompok
7. Residivis
Kebanyakan resedivis melakukan kejahatan pada waktu
masih muda. Lebih dari 50% residivis pernah melakukan
kejahatan pertama kali pada usia muda. Mereka yang baru
mulai menjadi kriminal pada usia dewasa, kemungkinan
melakukan residivis lebih kecil karena waktu untuk
melakukan residivis relative pendek, pola watak pada
masa dewasa telah mantap, kriminalitas yang dilakukan
dan diketahui orang tidak jarang hanya merupakan
masalah kondisi yang kebetulan dan bukannya kondisi
yang berulang.
2. Relativisme Kejahatan
Mempelajari kejahatan haruslah menyadari bahwa
pengetahuan kita tentang batasan dan kondisi kejahatan
di dalam masyarakat mempunyai sifat relatif. Relativisme
kejahatan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, yakni
adanya ketertinggalan hukum karena perubahan nilai
sosial dan perkembangan perilaku masyarakat, adanya
perbedaan pendekatan tentang kejahatan --di mana di satu
sisi memakai pendekatan legal dan di sisi lain memakai
pendekatan moral-- serta adanya relativisme dilihat dari
sisi kuantitas kejahatan.
C. Korban Kejahatan
1. Kedudukan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
Hingga dewasa ini masih belum banyak perhatian
dan studi terhadap korban kejahatan. Dalam literatur,
perhatian tentang korban mulai berkembang pada akhir
tahun 1970-an. Sementara itu perkembangan pemikiran
dalam peradilan pidana juga lebih banyak mengedepankan
masalah hak-hak pelaku kejahatan Schafer dalam
bukunya Victimology: The Victim and His Criminal
mengembangkan konsep yang juga memposisikan korban
sebagai pihak yang juga harus menanggung kesalahan
dalam konteks terjadinya kejahatan. Banyak viktimisasi
yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan. Sangat
mudah memahami mengapa para pelacur, homoseksual
2. Risiko Viktimisasi
Adanya kejahatan di dalam masyarakat antara
lain menimbulkan gejala fear of crime dari anggota
masyarakat. Fear of Crime sendiri diartikan sebagai
kondisi ketakutan dari anggota masyarakat yang potensial
menjadi korban kejahatan atau merasa dirinya rentan
dalam hal dikenai ancaman kejahatan atau kejahatan. Jadi
sebenarnya fear of crime itu sangat perseptual, tergantung
bagaimana individu yang bersangkutan mengukur
kerentanan dirinya untuk menjadi korban kejahatan.
Analisis risiko menjadi penting dalam memahami
hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya
suatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan
hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya
membawa pelaku kejahatan kepada korban.
Analisis risiko juga penting dalam hal memahami
hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya
suatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan
hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya
membawa pelaku kejahatan kepada korban. Namun
3. Teori Label
Munculnya teori Labeling menandai mulai
digunakannya metode baru untuk mengukur atau
menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran
kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial
yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan.
Konsep teori labeling menekankan pada dua hal, pertama,
menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana
orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari
label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan
yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.