Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

“ ASKEP NARAPIDANA “

DOSEN PENGAMPU : Ns. Tutur Kardiatun M.KEP

KELOMPOK 7 :

1. Ade Fikrur Rozi ( SR20214057 )


2. HERINAWAN ( SR20214013 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

PRODI S1 NERS REGULER A

SEMESTER GANJIL TAHUN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Askep Narapidana tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawata Kesehatan Jiwa II.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan
makalah ini. Terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan
agar pembaca dapat memberikan sanggahan, kritik, dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada semua pembaca.

Pontianak, 15 Oktober 2022

penulis
1. Ade Fikrur Rozi
2. HERINAWAN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Definisi........................................................................................................................3
B. Etiologi........................................................................................................................3
C. Masalah Kesehatan Narapidana..............................................................................5
D. Klasifikasi Narapidana.............................................................................................7
E. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa pada Narapidana.................................................7
F. Asuhan Keperawatan Pada Narapidana....................................................................9
BAB III....................................................................................................................................14
PENUTUP...............................................................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
kelompoknya.
Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, atau harapan. Kesehatan jiwa
melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu rentang. Kriteria sehat jiwa
yaitu, sikap positif terhadap diri sendiri, berkembang aktualisasi diri dan ketahanan diri,
integrasi, otonomi, persepsi sesuai realitas, dan penguasaan lingkungan (Stuart, 2017).
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh
individu yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan kualitas kehidupan.
Hal ini mencerminkan disfungsi psikobiologis dan bukan sebagai akibat dari
penyimpangan sosial atau konflik dengan masyarakat (Stuart, 2017).
Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa adalah
seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan pikirannya
secara normal.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek
yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas.
Oleh karenanya, yang harus diberantas adalah factor, factor yang dapat menyebabkan
narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau
kewajiban- kewajiban sosial lain yang dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun
2016:26).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi mereka
harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain
itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa,
kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya. Hal
tersebut akan menyebabkan seseorang mendapatkan tekanan karena hidup di dalam
lembaga pemasyarakatan yang mengakibatkan mereka menjadi stres. Jika seseorang
sudah mengalami stres berat, ia akan beresiko untuk membahayakan diri sendiri
maupun orang lain bahkan dapat terjadi percobaan bunuh diri.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian pada narapidana ?
2. Apa faktor penyebab pada narapidana ?
3. Bagaimana klasifikasi pada narapidana ?
4. Apa masalah kesehatan pada narapidana ?
5. Bagaimana penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada narapidana ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pada narapidana
2. Untuk mengetahui faktor penyebab pada narapidana
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada narapidana
4. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada narapidana
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada narapidana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Narapidana adalah orang-orang yang sedang menjalani sanki kurunan atau sanksi
lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut KBBI adalah
orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau
terhukum. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek
yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan atau kehilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas.
Oleh karnanya yang harus diberantas adalah factor yang dapat menyebabkan
narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau
kewajiba-kewajiban social lainnya yang dapat dikarenakan pidana. (Malinda, Anggun
2016 : 26)

B. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga seseorang menjadi narapidana adalah:
1. Faktor ekonomi
a. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan
lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
b. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi
pada umumnya. Maka dari itu perubahanperubahan harga pasar (market
fluctuations) harus diperhatikan.
c. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktuwaktu krisis, pengangguran
dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya
pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak
mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengangguran adalah faktor yang paling penting.

2. Faktor Mental
a. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara
menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan
fakta bahwa norma- norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan
agama dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan
kecenderungan-kecenderungan kriminal.
b. Bacaan dan Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke18, lalu dengan
cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain
dan akhirnya cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya,
penuh dengan 9 kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung
dari bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat
berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat
dipraktekkan oleh si pembaca. Harian- harian yang mengenai bacaan dan
kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari korankoran. Di samping
bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir- akhir ini.

3. Faktor Pribadi
a. Umur
Kecenderungan untuk berbuat anti social bertambah selama masih sekolah
dan memuncak antar umur 20 dan 25 tahun, menurun perlahan-lahan sampai
umur 40 tahun, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada
hari tua. Kurve atau garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang
tergantung dari irama kehidupan manusia.
b. Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
kejahatan dilakukan dengan kekerasan, kejahatan sexs, dan penimbulan
kebakaran. Walaupun alcohol merupakan factor yang kuat masih juga
merupakan tanda Tanya sampai berapa jauh pengaruhnya.
c. Perang
Disamping kemungkinan orang jadi kasar karena perang kepemilikan
senjata menambah bahaya akan terjadinya perbuatan criminal

C. Masalah Kesehatan Narapidana


1. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai
adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena banyak
yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan
pelayanan kesehatan mental.
Mental health atau kesehatan mental merupakan kondisi dimana seseorang
memiliki jiwa yang sehat, dengan kata lain, dapat berfungsi dengan baik. Definisi
kesehatan mental juga diatur dalam undangundang no 3 tahun 1966 dalam pasal 1 (a)
pada bagian penjelasan adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
selaras dengan keadaan orang-orang lain, makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat
yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan
manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.
Kesehatan mental merupakan sebuah konsen ilmu yang mempelajari mental dan
jiwa dengan objek nya adalah manusia sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan
mental. Ada beberapa definisi mengenai kesehatan mental. Alexander Schneuders
mengatakan bahwa dalam Semiun (2006:23) “ilmu kesehatan mental adalah ilmu
yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan
bertujuan untuk mencapai dan memelihata kesejahteraan psikologis organisme
manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri”
(Schneiders, 1965). Adapun kriteria dari kesehatan mental menurut Alexander
Schneiders dalam personality Dynamics and mental health (1965) adalah sebagai
berikut :
a. Efisiensi Mental
b. Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan Tingkah Laku
c. Integrasi motif-motif serta pengendalian konflik dan frustasi
d. Perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang positif dan sehat
e. Ketenangan atau kedamaian pikiran
f. Sikap-sikap yang sehat
g. Konsep diri yang sehat
h. Identitas ego yang adekuat
i. Hubungan yang adekuat dengan kenyataan (Mellyani, Budiarti. 2015 hal 20-21)

2. Kesehatan Fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakir
menular seperti :
1. HIV-AIDS
Angka kejadian HIV diantara narapidana diperkirakan 6 kali lebih tinggi dari
pada populasi umum. Tingginya angka infeksi ini berkaitan dengan perilaku yang
beresiko seperti penggunaan obat-obatan terlarang, seksual intercourse yang tidak
aman dan pemakaian tattoo. Pendekatan yang dilakukan untuk menekan angka
kejadian yaitu dengan dilakukannya program pendidikan kesehatan mengenai HIV
dan AIDS.
2. Hepatitis
Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obatan lewat suntikan, imigran dari
daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi. National Commision on
Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan skrining pada
semua tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan.
NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan
mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan penyakit.
3. Tuberkolosis
Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang
memepengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang menangani
tuberculosis yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di
lembaga pemasyarakatan yaitu: a) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan
tahanan b) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang
sesuai c) Monitoring dan evaluasi skrining.

D. Klasifikasi Narapidana
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada
lembaga permasyarakatan yaitu :
1. Wanita
Masalah kesehatan yang ada misalnya, tahanan wanita yang dalam keadaan
hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain, korban penganiyayaan dan
kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang.
2. Remaja
Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan seperti kekerasan
seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh diri. Disini perawat
harus memantau tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada
bahwa pada usia ini rentan terkena masalah kesehatan.

E. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa pada Narapidana


1. Pzikoterapi
Terapi ini untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita
lain, perawat, dan dokter agar maksudnya supaya ia tidak 13 mengasingkan diri
karena bila ia menarik diri dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. (Maramis,
2005 hal. 231).
2. Keperawatan
Pada pelaksanna keperawatan yang paling relevan dilakukan pada individu
dengan gangguan konsep diri yaitu Harga Diri Rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi. TAK ini merupakan terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternative penyelesaian masalah. (Keliat dan Akemat, 2005)
3. Terapi Kerja (Okupasi)
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang
untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini difokuskan pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri tidak bergantung
pada orang lain. (Riyadi dan Purwanto, 2009).
a. Terapi Kerja Narapidana pada Laki-laki
1) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang dianggap
dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi secara psikologis dan
menjadi lebih terlatih secara emosional. Binatang yang dilatih tidak hanya
binatang peliharaan, namun juga binatang yang ditinggalkan atau dibuang
oleh pemiliknya. Diharapkan nantinya binatangbinatang ini juga dapat
berguna di masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan pelatihan
untuk dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya.
2) Bidang Kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai 14 pelatihan
memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang mendapatkan pekerjaan
sederhana seperti membuka kaleng, banyak pula yang mendapatkan pelatihan
memasak secara khusus, mulai dari membuat menu hingga menyusun
anggaran. Beberapa penjara juga bekerja sama dengan restoran lokal untuk
memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di dapur, mereka tidak
perlu banyak berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin memandang
negatif.
3) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada
mantan penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan pengetahuan
mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan narapidana
memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih mengerti mengenai tindak
kejahatan. Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat memberikan
konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang bermasalah
berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang mereka terima.

b. Terapi Kerja Narapidana pada Anak


1) Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal baginya
setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di berikan latihan
kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan oleh lembaga
pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja dan jenis pekerjaan yang
akan diberikan kepada narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat
Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa latihan kerja di bidang pertanian,
Perkebunan, Pengelasan, Penjahitan dan lain sebagainya. 15.

c. Terapi Kerja Narapidana pada Perempuan


Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB Sleman
dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan pendekatan
perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan rekreatif. Pembinaan hard
skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan keterampilan dan kemandirian melalui
bimbingan kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada naraidana
perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan kayu, kerajinan sapu,
las listrik, batik tulis, kerajinan sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan
souvenir.

F. Asuhan Keperawatan Pada Narapidana


1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Tanggal dirawat
5) Tanggal pengkajian
6) Nomor rekam medis
b. Faktor predisposisi
1) Genetik
2) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter.
3) Teori virus dan infeksi.
c. Faktor presipitasi
1) Biologis
2) Sosial kutural
3) Psikologis
d. Penilaian terhadap stress
e. Sumber koping
1) Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang konstan
4) Bergerak menuju prestasi kerja
f. Mekanisme koping
1) Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
2) Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada narapidana


Harga Diri Rendah

3. Tanda dan Gejala


a. Mayor
1) Subjektif
a) Menilai diri negatif (missal; mengungkapkan tidak berguna, tidaktertolong)
b) Merasa malu/bersalah
c) Merasa tidak mampu melakukan apapun
d) Meremehkan kemampuan mengatasi sulit
e) Merasa tidak memiliki kelebihan
2) Objektif
a) Berjalan meunduk
b) Postur tubuh menunduk
c) Kontak mata kurang
d) Lesu dan tidak bergairah
e) Berbicara pelan dan lirih
f) Pasif

b. Minor
1) Subjektif
a) Merasa sulit konsentrasi
b) Mengatakan Sulit tidur
c) Mengungkapkan keputusasaan
d) Merasa tidak berarti
e) Mengungkapkan Enggan mencoba hal baru
f) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
g) Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
2) Objektif
a) Perilaku tidak asertif
b) Mencari penguatan secara berlebihan
c) Bergantung pada pendapat orang lain
d) Sulit membuat keputusan
e) Seringkali mencari penegasan
f) Menghindari orang lain
g) Lebih senang menyendiri
h) Mengkritik orang lain

4. Diagnosis Medis Terkait


Skizofrenia dan Depresi Berat

5. Tujuan Asuhan Keperawatan


a. Kognitif
1) Pasien mampu mengenal aspek positif yang masih dimiliki
2) Pasien mampu meningkatkan rasa percaya diri
3) Memimiliki motivasi
b. Psikomotor
1) Pasien mampu melakukan kemampuan positif yang telah dilatih
2) Pasien berperilaku aktif

c. Afektif
1) Merasa bahagia
2) Merasa bersemangat
3) Merasa percaya diri kembali

6. Tindakan keperawatan
a. Tindakan mandiri
1) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
2) Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3) Bantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4) Latih kemampuan yang dipilih pasien

b. Edukasi Pasien dan keluarga


1) Menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta akibat harga diri
rendah
2) Mendiskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki
sebelum dan setelah sakit
3) Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah dan berikan pujian
4) Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien
serta beri pujian

7. Tindakan Kolaborasi
a. Melakukan komunikasi dengan pendekatan ISBAR
b. Memberikan psikofarmaka sesuai advice
c. Kolaborasi pengawasan efek samping obat

8. Discharge Planning
a. menjelaskan rencana persiapan pasca rawat di rumah untuk memandirikan Pasien
b. menjelaskan rencana tindak lanjut pengobatan
c. melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan

9. Evaluasi
a. Penurunan tanda dan gejala
b. Peningkatan kemampuan Pasien mengendalikan halusinasi
c. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat Pasien

10. Rencana Tindak Lanjut


a. Rujuk Pasien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis
keperawatan jiwa
b. Rujuk Pasien dan keluarga ke case manager di fasilitas pelayanan kesehatan Primer
di Puskesmas, pelayanan kesehatan sekunder dan tersier di Rumah Sakit
c. Rujuk Pasien dan keluarga ke kelompok pendukung, kader kesehatan jiwa,
kelompok swabantu dan fasilitas rehabilitasi psikososial yang tersedia di
masyarakat
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi mereka
harus tetap mengikuti aturanaturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain
itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa,
kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah faktor
ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang muncul pada
narapidana yang berada di lapas yaitu kesehatan mental dan fisik. Kebanyakan masalah
kesehatan terjadi pada narapidana wanita dan remaja karena adanya koping tidak
efektif. Penatalaksanaan pada narapidana yang mengalami gangguan jiwa yaitu terapi
psikoterapi, keperawatan, terapi kerja.

B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah
keperawatan khusunya pada narapidana harus memiliki pengetahuan yang luas dan
tindakan yang dilakukan harus rasional sesuai gejala penyakit dan asuhan keperawatan
hendaknya diberikan secara komprehensif, biopsikososial cultural dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarti, Mellyani. 2015.” Gangguan Kepribadian Antisosial pada Narapidana” dalam


Social Work Jurnal Vol 7 No. 2 (Hal 20-21). Jakarta : Erlangga Kanisius.

Epriliawati, M., Setiati, S., & Rumende, C. (2016). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Workshop Keperawatan Jiwa Ke-X, Depok 23 Agustus 2016, 83.

Keliat, BA. Dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok.
Cetakan I. Jakarta: EGC.
Malinda, Anggun. 2016.Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana.Yogyakarta :
Graha Ilmu
Maramis. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.
Nurul Baety Tsani.2019. “Implementasi Deteksi Tepi Canny Dengan Transformasi
Powerlaw Dalam Mendeteksi Stadium Kanker Serviks” dalam Information
Technology Journal of UMUS Vol.01, No. 01 (Hlm. 22-23).Cirebon: Teknik
Informatika STIKOM Poltek.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai