Anda di halaman 1dari 49

KARAKTERISTIK ENDAPAN

BATUBARA

Dr.phil.nat. Agus Haris Widayat, ST., MT.


Bagian-1
GENESA BATUBARA DAN
METANA BATUBARA

Page  2
PENGERTIAN BATUBARA (#1)
Secara fisik dan kimia
– Merupakan batuan sedimen,
– Berasal dari material organik sehingga dikelompokkan
sebagai organic sedimentary rock,
– Dapat dibakar, dan
– Memiliki kandungan utama berupa C, H, O.

Page  3
PENGERTIAN BATUBARA (#2)
 Secara genetik

– Berasal dari tumbuhan,


– Mengalami dua proses utama :
• Penggambutan (peatification),
• Diagenesa atau pembatubaraan (coalification) akibat :
– Peningkatan tekanan dan temperatur (P & T) yang berasosiasi
dengan aktivitas cekungan dan tektonik.

Page  4
Flores (2013)
Lingkungan pengendapan sangat menentukan
kualitas batubara terkait dengan kandungan abu,
sulfur, dan unsur-unsur trace elements.

Lingkungan
pengendapan laut 
batubara umumnya
tinggi kandungan
sulfurnya dan
komposisi abu lebih
banyak tersusun atas
oksida besi.

Lingkungan
pengendapan darat
 kandungan abu
bisa cukup tinggi
yang berasal dari
material klastik.

Page  5
wsgs.uwyo.edu
PENGARUH INPUT AIR LAUT

FeS2  sulfur dalam


pirit

 sulfur dalam ikatan


organik
Page  6
LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Flores (2013)

Page  7
Perubahan

(Moisture, Ash Free)


Komposisi

Specific Energy
Batubara terhadap

Volatile Matter

Reflectance of
Total Carbon
Bed Moisture
Peringkat (Ward., 1984)

(ash free)

Vitrinite
(d.a.f)

(d.a.f)
Peat Penggambutan

Lignite Dehidrasi
Brown
Coal

Sub-Bituminous Bituminisasi

High Volatile
Bituminous
Coal

Medium Volatile Debituminisasi

Low Volatile

Semi Anthracite
Grafitisasi
Anthracite
Page  8
Transformasi Bio-Geo-Kimia Selama Pembatubaraan
1. Penggambutan (peatification)
• Material tumbuhan dalam gambut akan terhumifikasi
• Dimulainya kompaksi material
• Terbentuknya maseral

• Pembentukan metana
biogenik dimulai pada saat
gambut terakumulasi

Page  9
Penggambutan

Flores (2013)

Page  10
KESETIMBANGAN BIO-TEKTONIK

REGRESSIVE TRANSGRESSIVE
ENVIRONMENTS ENVIRONMENTS

SUBSIDENCE EXCEEDING
RATE OF PEAT
PEA ACCUMULATION
T
PEAT ACCUMULATION
EXCEEDING RATE OF SUBSIDENCE

EQUILIBRIUM

LITTLE OR NO PEAT PEAT PRESERVED


PRESERVED BECAUSE OF UNDER
LACK OF COVER DEIMENTARY COVER

Page  11
Transformasi Bio-Geo-Kimia Selama Pembatubaraan
2. Dehidrasi (dehydration)
– Proses terbuangnya air dalam jumlah
besar dengan berkurangnya porositas
karena kompaksi
– Pembentukan cleat batubara
– Batubara menjadi lebih kompak/padat
– Material organik masuk pada
peringkat lignit hingga sub-
bituminous. Kapasitas muat metana
(methane holding capacity) akan
meningkat secara signifikan.
– Memungkinkannya metana biogenik
tersimpan dalam batubara

Page  12
Transformasi Bio-Geo-Kimia Selama Pembatubaraan
3. Bituminisasi (bituminisation)
– Pembentukan hidrokarbon (masuk pada oil window)
– Ditandai dengan mulai munculnya maseral eksudatinit
– Awal dari proses terbentuknya metana termogenik, terjadi sepanjang waktu dari
sub-bituminous A hingga high volatile A bituminous
– Gas holding capacity mencapai maksimum, walaupun mobilisasi bitumen dapat
juga menyumbat pori-pori sehingga mengurangi kapasitasnya.

Page  13
E: Maseral eksudatinit  material dasar hidrokarbon
Transformasi Bio-Geo-Kimia Selama Pembatubaraan
4. Debituminisasi (debituminisation)
– Terjadi proses thermal cracking
– Terjadi migrasi hidrokarbon
– Pembentukan cleat
– Kandungan air pada nilai minimum
– Pembentukan maksimum metana termogenik dan substansi minyak

Page  14
Transformasi Bio-Geo-Kimia Selama Pembatubaraan
5. Grafitisasi (graphitization)
– Material organik disusun hampir semuanya oleh karbon
– Reorientasi lapisan aromatik dari semi-antrasit ke meta antrasit
– Pembentukan metana dapat terus berlangsung hingga rank antrasit.
– Pada saat tahap grafitisasi tercapai, keberadaan metana sangat sedikit
karena lepas dari lapisan batubara

Page  15
Peringkat Batubara

Rank adalah menyatakan


tahap yang telah dicapai
oleh bahan organik dalam
proses pembatubaraan.
Kualitas Batubara 
tergantung pada pemakaian
Semakin tinggi rank maka
gas yang dihasilkan akan
semakin banyak.
Semakin tinggi rank, dry gas
akan semakin tinggi
komposisinya, sedangkan
wet gas akan semakin
sedikit.

Moore (2012)
Page  16
Kompaksi dalam Pembentukan Batubara

Gambut yang cukup tebal membentuk


lapisan batubara yang jauh lebih tipis
selama proses kompaksi.

Diagenesis Catagenesis Metagenesis


Page  17
GAMBUT (PEAT)

Page  18
LIGNIT

Page  19
SUB-BITUMINOUS DAN ANTRASIT

Page  20
Bagian-2
GEOLOGI BATUBARA

Page  21
Page  22
Batubara dunia tersebar di benua besar karena relatif mempunyai
sejarah geologi (tektonik) yang stabil.
Cekungan Batubara di Indonesia

Batubara sebagian besar diendapkan di cekungan-cekungan Sumatra dan


Kalimantan karena mempunyai sejarah kesetimbangan bio-tektonik yang
relatif lebih stabil di banding cekungan daerah lain di Indonesia.
Urutan basin yang mempunyai sumberdaya batubara besar ke kecil:
Page  23 Cekungan Sumatera Selatan, Kutai, Barito, ...dst...
Type Subtype Cross section Frequency

Depositional
Due to differenciated Variasi Ketebalan
Common
rate of coal accumulation Batubara
Due to synsedimetary
Common
bassin morphology
Beberapa
Due to synsedimetary
terminologi umum
Common
subsidence (splitting)
(splitting) untuk geometri
batubara:
Due to synsedimetary
Rather rare • Parting
erosion (wash out)
• Splitting
Due to synsedimetary • Wash out
Rare
faulting

Due to synsedimetary Parting  sisipan


Rare
karst batuan klastik tipis
yang umumnya
Erosional Common penyebarannya
Post luas pada lapisan
depositional
Tectonic Rather rare
batubara

Page  24
VARIASI KETEBALAN LAPISAN BATUBARA
Clay band (parting)

Page  25
Pelatihan Singkat
Pelatihan Eksplorasi
Singkat Eksplorasidan
dan Evaluasi Batubara,
Evaluasi Batubara, Jakarta
Bandung, 21-23
20-22 Januari
Agustus 2009.
2008.
25
Parting dan Patahan

Page  26
Splitting karena Patahan

Thomas (2002)

Page  27
Parting, Splitting, dan Patahan

Page  28
Penipisan Batubara Akibat Washout

Batupasir

Gambut atau batubara pada zaman dahulu mengalami


erosi oleh sungai sehingga terisi endapan pasir yang
Page  29 kemudian membatu menjadi batupasir.
Ketidakselarasan

Intrusi batuan beku menyebabkan efek seretan (dragging) pada


lapisan batubara. Peringkat batubara di sekitar intrusi akan naik
Page  30
karena adanya tekanan dan temperatur yang lebih tinggi.
Clay band (parting)

Page  31
Pelatihan Singkat
Pelatihan Eksplorasi
Singkat Eksplorasidan
dan Evaluasi Batubara,
Evaluasi Batubara, Jakarta
Bandung, 21-23
20-22 Januari
Agustus 2009.
2008.
31
Cekungan Batubara di Indonesia dan Potensinya

Page  32
Bagian-3
METANA BATUBARA

Page  33
GAS DALAM BATUBARA
 Coalbed methane (CBM) adalah gas metana yang terbentuk melalui
reaksi biokimia maupun geokimia selama proses pembatubaraan
berlangsung.
 Istilah lain yang juga dipakai adalah coal seam gas (CSG), coal seam
methane (CSM), coal seam natural gas (CSNG).
 Gas dalam batubara tidak murni berupa metana, tetapi merupakan
campuran dengan gas-gas lain seperti CO2, N2, H2S, C2, C3, dst.
Komposisi gas metana umumnya 95-97%.

C2: etana C3: propana C4: butana


C1: metana

Page  34
C5: pentana
TIPE GAS BATUBARA

 Terdapat dua jenis metana primer dalam batubara yaitu metana biogenik
dan termogenik.
 Gas dalam batubara dapat mempunyai komposisi yang bervariasi, yaitu
jumlah metana relatif terhadap gas-gas lain, atau sering diacu sebagai
kualitas CBM.
 Dari sisi praktikal terdapat data bahwa jumlah gas biogenik umumnya
selalu di bawah dari gas termogenik.
 Kandungan gas umumnya jarang lebih dari 4 – 6 m3/t pada sistem yang
mengandung metana biogenik.
 Batubara peringkat tinggi dapat mencapai kandungan gas metana lebih
dari 20 m3/t.

Page  35
GAS METANA BIOGENIK DAN TERMOGENIK

Moore (2012)

Page  36
PEMBENTUKAN GAS BIOGENIK

Page  37
PEMBENTUKAN GAS
BIOGENIK

Pembentukan metana
biogenik terus berlangsung
selama mikroba dapat hidup
dalam sistem selama
pembatubaraan. Dengan
semakin tingginya temperatur
selama diagenesis, mikroba
akan mati (> 55o C) dan
produksi gas biogenik akan
terhenti.

Foto SEM memperlihatkan


mikroba metanogenik.

Page  38
PEMBENTUKAN GAS TERMOGENIK
 Gas termogenik mulai terbentuk pada Rr 0,5 – 0,6% (high volatile
bituminous).
 Evolusi gas terjadi karena faktor-faktor waktu, temperatur, dan tekanan.
 Faktor-faktor tersebut menyebabkan devolatilisasi dan produksi beberapa
gas seperti metana, karbon dioksida, nitrogen, H2S, etana, propana, dll.
 Volume dan tipe (komposisi) gas yang terbentuk tergantung dari peringkat
batubara (Rr).
 Volume gas termogenik yang terbentuk jauh lebih besar dari gas biogenik
karena:
– Kapasitas muat yang lebih besar karena kandungan air lebih sedikit
– Devolatilisasi batubara secara kinematik akan memproduksi gas lebih
banyak daripada proses biogenik.

Page  39
PEMBENTUKAN GAS TERMOGENIK

Tipe/komposisi
gas yang
terbentuk
tergantung dari
peringkat batubara
(Rr).

Page  40
PENGARUH RANK PADA KAPASITAS MUAT GAS

Secara umum dengan naiknya


rank maka gas holding
capacity akan naik juga. Rank
tertentu tidak secara tepat
terkorelasi dengan gas
holding capacity tertentu,
korelasi tersebut akan
berbeda dari lapisan batubara
satu dengan lapisan yang
lainnya.

Page  41
PENGARUH KANDUNGAN MINERAL/ABU

Page  42
PENGARUH KANDUNGAN MINERAL/ABU

 Semakin tinggi kandungan mineral/abu dalam batubara


maka:
– Luas permukaan material anorganik lebih kecil daripada bahan organik.
– Kapasitas muat gas akan semakin kecil karena luas permukaan lebih
kecil.
– Adsorpsi gas metana dalam batubara akan berkurang karena material
anorganik merupakan material non-adsorben bagi gas-gas batubara.
– Kapasitas muat gas juga akan semakin kecil karena keberadaan
material anorganik yang non-adsorben tersebut.
 Genesa mineral yang bersifat epigenetik atau diagenetik
akan semakin membatasi kapasitas muat gas dalam
batubara

Page  43
Kandungan Air vs Gas Holding Capacity

Kandungan air sangat


mempengaruhi kapasitas
muat gas.

Pada banyak kasus


kandungan air akan
berkurang dengan
bertambahnya kedalaman.
Hal ini yang umumnya
mempengaruhi kapasitas
muat gas yang lebih tinggi
pada lapisan yang lebih
dalam.

Air lebih mudah ter-adsorpsi di permukaan partikel batubara dari pada gas.

Page  44
Kandungan Air vs Gas Holding Capacity

Pada lignit, walaupun mempunyai porositas yang besar dan


pada tahap itu juga mulai dibentuk gas metana biogenik,
tidak mengandung gas metana yang signifikan karena
adsorpsi gas metana kurang kompetitif terhadap adsorpsi
air dalam porositas batubara.

Selain itu, pembentukan gas metana biogenik pada tahap


awal juga terjadi pada kedalaman yang dangkal yang
mempunyai tekanan rendah sehingga menjadi salah satu
faktor terlepasnya gas metana ke atmosfer.

Page  45
Pengaruh Komposisi Maseral

Page  46
Coalbed Methane

Metana dapat diambil dari seam batubara dengan


teknologi khusus untuk dimanfaatkan sebagai bahan
Page  47
bakar.
Coal Mine Methane (CMM)

Gas metana dapat diambil sebelum, selama, dan sesudah


penambangan batubara underground. Metana harus diambil
dari area penambangan bawah tanah untuk mencegah
terjadinya ledakan tambang. Apabila ekonomis, metana yang
diambil dapat diolah lebih lanjut untuk menjadi bahan bakar.
Page  48
Adsorption Isotherms Gas Metana

Flores (2013)

Batubara Indonesia mempunyai kapasitas maksimal penyimpanan gas metana


yang lebih besar daripada batubara lain pada grafik di atas karena batubara
Indonesia umumnya mempunyai kandungan maseral vitrinit lebih banyak. Namun
umumnya jumlah gas metana dalam batubara Indonesia belum sampai pada
kapasitas penyimpanan maksimal karena umur batubara yang relatif muda.

Gas metana batubara di Indonesia mempunyai potensi untuk


pemanfaatan sebagai bahan bakar, sekaligus mempunyai potensi
Page  49
sebagai bahaya pada tambang batubara bawah tanah.

Anda mungkin juga menyukai