Anda di halaman 1dari 6

POTENSI DAN TANTANGAN EKSPLORASI COALBED METHANE

(CBM) DI INDONESIA

I. Pendahuluan
Batubara mengandung gas metana yang dikenal dengan Coalbed Methane (CBM).
Keberadaan energi ini sangat menjanjikan dan sering diartikan sebagai calon bahan bakar
masa depan.
Batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat digunakan untuk
sumber energi. Sumber energi yang terdapat dalam batubara adalah energi panas yang
pemanfaatannya mempunyai cakupan yang sangat luas diantaranyanuntuk bahan bakar,
pembangkit listrik, dan lain sebagainya. Indonesia memiliki potensi lapisan batubara yang
besar, yang dapat dimanfaatkan potensi kandungan gas metana didalamnya. Salah satu gas
yag dapat dimanfaatkan untuk sumber energi adalah CH4 atau metana. Gas metana batubara
merupakan campuran gas hidrokarbon dengan komposisi dominan gas metana (CH4) 90% -
95% dan gas lainnya seperti karbondioksida (CO2) dan nitrogen (N2) dalma jumlah yang
sedikit (Scott, 1993).
CBM dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya terbarukan yang dapat menggantikan
peranan sumberdaya minyak dan gas bumi di Indonesia. Potensi CBM di Indonesia mencapai
453,3 Trillion Cubic Feet (TCF). Potensi sumberdaya ini menyebar di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi. Tetapi potensi terbesar terdapat di cekungan Sumatera dengan
cadangan kurang dari 183 TCF (Permana, 2007).

II. Pembahasan
Jumlah sumberdaya batubara di Indonesia sebesar 90.451,87 juta ton, yang sebagian
besar berupa batubara. Dengan kandungan sebesar itu, diyakini bahwa Indonesia juga
memilikikandungan CBM yang besar. Survei mengenai CBM di Indonesia yang dilakukan
oleh Advances Resources International (ARI) pada tahun 2002 mengahasilkan prediksi
potensi CBM di beberapa cekungan batubara Indonesia. Survei dilakukan atas permintaan
Dirjen Migas dan biaya Asian Development Bank (ADB). Hasil survei diketahui bahwa
potensi CBM di Indonesia sebesar 453 TCF potensial gas in place yang terdapat pada lapisan
batubara pada kedalaman 500-4500 m.
Gambar 1.1 Potensi CBM Indonesia (ARI, 2003)

Indonesia memiliki potensi sumber daya CoalBed Methane (CBM) sekitar 300 hingga
450 Triliun Cubic Feet (TCF). Cadangan CBM sebesar itu tersebar pada sebelas areal
cekungan (basin) batubara di berbagai lokasi di Indonesia, baik di Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi. Program diversifikasi energi antara lain dengan mengembangan
dan memanfaatkan CBM. Ke sebelas basin lokasi CBM itu adalah Sumatera Selatan (183
TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk
kategori high prospective. Basin Tarakan Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5
TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori modarate. Sedang
basin Sulawesi (2,0 TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori low prospective. Cadangan
CBM, berdasarkan Data Bank Dunia, diperkirakan mencapai 453 TSCF dengan konsentrasi
potensi terbesar terletak pada dua pulau yaitu Kalimantan dan Sumatera. Di Kalimanan antara
lain di Kalimantan Timur (Berau 8,4 TSCF , Pasir/Asem 3 TSCF, Tarakan 17,5 TSCF, dan
Kutai 80,4 TSCF), Kalimantan Tengah Kabupaten Barito 101,6 TSCF, dan Sumatera Tengah
52,5 TSCF, Sumatera Selatan 183 TSCF; dan Bengkulu 3,6 TSCF, sisanya terletak di
Jatibarang (Jawa Barat) 0,8 TSCF dan Sulawesi 2 TSCF. Sedangkan berdasar data (ESDM,
2003), potensi cadangan CBM yang berada di Indonesia mencapai 453,3 trillion cubic feet
(TCF) yang berada di Sumatera Selatan.

Setting Tektonik Pembentukan Batubara di Indonesia


Di Indonesia dan wilayah sekitarnya, tedapat beberapa lokasi tumbukan lempeng itu,
baik yang terbentuk di sebelah barat dan selatan Indonesia, maupun yang terjadi di Indonesia
bagian timur (Gambar 1.) Salah satu dari tumbukan lempeng yang terkenal adalah tumbukan
antara lempeng benua Asia dari utara dan lempeng samudera Hindia yang bergerak dari
selatan mendesak ke utara.

Gambar 1. Peta tektonik Indonesia dan wilayah sekitarnya

Akibat tumbukan itu menghasilkan suatu morfologi yang khas, yaitu palung (jurang
laut yang sempit dan dalam), punggungan mlange akibat sesar naik, cekungan-cekungan,
dan jajaran gunung-gunung api atau jalur batuan beku (Gambar 2). Dari model morfologi
yang terbentuk akibat tumbukan ini, yang terpenting dan terkait erat dengan pembentukan
batubara adalah munculnya cekungan-cekungan. Cekungan-cekungan ini dikelompokkan
menjadi cekungan busur muka, cekungan antar pegunungan dan cekungan busur belakang.

Gambar 2. Model tektonik Indonesia bagian barat


CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun
perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan
reservoirnya. Sedangkan gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada yang
bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan
batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana
reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.
Pengertian reservoir batubara masih baru dalam dunia perminyakan di CBM berasal dari
material organik tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia dan fisika (dalam bentuk
panas dan tekanan secara menerus) yang berubah menjadi gambut dan akhirnya terbentuk
batubara. Selama berlangsungnya proses pemendaman dan pematangan, material organik
akan mengeluarkan air, CO2, gas metana dan gas lainnya.
Selain melalui proses kimia, CBM dapat terbentuk dari aktifitas bakteri
metanogenik dalam air yang terperangkap dalam batubara khususnya lignit. CBM
diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar
didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan
memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah
tekanan turun, gas batubara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian
akan mengalir melalui rekahan batubara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur.
Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan
produksi decline) lebih lambat dari gas alam konvensional. CBM mempunyai multi guna
antara lain dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan
baku industri. Eksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan
menguntungkan para penambang batubara, karena gas emisinya telah dimanfaatkan
sehingga lapisan betubara tersebut menjadi aman untuk di tambang, selain itu CBM ini
termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan (Lemigas, ESDM., 2010).
Secara umum, di Indonesia terdapat dua endapan batubara yang dianggap prospek
mengandung keterdapatan adanya CBM. Endapan batubara berumur Miosen dianggap
sebagai endapan yang paling prospektif. Walaupun memiliki kualitas yang rendah, tetapi
endapannya sangat tebal berada pada kedalaman target CBM serta memiliki kandungan
abu yang sangat rendah. Kekurangannya, karena batubara Miosen masih muda, maka
memiliki kandungan moisture yang tinggi, sehingga kemungkinan membutuhkan
penanganan yang khusus dalam proses dewatering ketika ekploitasi CBM nantinya.
Sebaliknya batubara yang berumur Eosen yang memiliki kualitas yang lebih tinggi
dianggap kurang prospektif untuk pengembangan CBM karena ketebalan endapannya tipis
dan terdapat pada kedalaman yang sangat dalam. Walaupun demikian pada beberapa area,
batubara jenis ini kemungkinan juga cukup prospektif mengandung keterdapatan adanya
CBM.
Secara umum, terdapat anggapan bahwa batubara Indonesia terlalu rendah dan
terlalu dangkal untuk bisa mengandung prospektif CBM. Tetapi, dengan adanya
keberhasilan dari eksploitasi CBM batubara peringkat rendah yang berada di Powder River
Basin, Amerika Serikat, maka anggapan ini berhasil dipatahkan. Fakta bahwa batubara
pada kedalaman dangkal yang ditambang secara open pit di Indonesia memiliki arah jurus
yang searah dengan kedalaman cekungan sehingga menjadi gas charged pada kedalaman
target CBM pada areal yang luas. Selain itu, juga adanya gas kick pada beberapa sumur
minyak yang menembus lapisan batubara, membuat para ahli geologi optimis bahwa CBM
yang potensial juga mungkin terdapat pada batubara peringkat rendah yang dimiliki
Indonesia (ESDM., 2003).
Manfaat Pengembangan CBM di Indonesia
Potensi CBM di Indonesia apabila dikembangkan dengan baik dapat berdampak
pada perekonomian bangsa maupun lingkungan. Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan
minyak bumi sebagai sumber energi utama dalam memenuhi kebutuhan energi nasionalnya
karena dua hal. Pertama, beban impor minyak bumi akan terus memberatkan APBN karena
Indonesia telah menjadi negara net-importer minyak bumi. Kedua, rasio cadangan produksi
minyak bumi saat ini menunjukkan cadangannya hanya cukup untuk 18 tahun. Menyadari
kenyataan tersebut, kebijakan pembangunan energi nasional diarahkan untuk diversifikasi
energi dengan beralih dari minyak bumi ke gas bumi dan batubara yang memiliki rasio
cadangan produksi masing-masing hingga 60 dan 240 tahun (ESDM., 2003). Selain itu,
dibandingkan gas alam, CBM memiliki periode produksi lebih lambat. Umumnya produksi
terbesar terjadi pada periode tahun produksi ke 2 hingga ke 7. Sedang lama periode
produksi pada kisaran 10 hingga 20 tahun. Lebih pendek dibandingkan dengan gas alam
yang bisa mencapai 30 hingga 40 tahun.
Potensi CBM di Indonesia memiliki keunggulan teknis untuk dikembangkan,
terutama berada di tempat yang dangkal (500 m-1500m dibawah permukaan). Dengan
biaya pengeboran murah, karena tidak membutuhkan eksplorasi maupun infrastruktur
khusus tetapi bisa menggunakan data dan infrastruktur migas yang sudah ada, sebagai
keuntungan awal sebelum penambangan batubara serta lokasinya yang ada di daratan serta
memiliki pasar yang bagus.
Pada aspek lingkungan, pembakaran CBM menghasilkan emisi CO2 yang jauh
lebih sedikit daripada pembakaran batubara, sehingga berdampak dalam pengurangan efek
pemanasan global yang terjadi. Sebagai contoh, emisi CO2 per unit listrik yang dihasilkan
dari pembakaran batubara sub bituminus adalah 1180 ton per GWH (Giga Watt Hour),
batubara bituminus menghasilkan 600 ton CO2 per GWH, sedangkan hasil pembakaran
CBM hanya menghasilkan 25 ton per GWH. Pembakaran CBM juga bebas sulfur sehingga
tidak menghailkan sulfur oksida yang dikenal bisa mengakibatkan polusi dan hujan asam.

III. Kesimpulan
Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya, salah satunya adalah
sumber eenergi seperti minyak bumi dan batubara. Kandungan batubara yang melimpah
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif selain minyak bumi. Batubara yang
dimanfaatkannya adalah salah satunya gas metana atau Coalbed Methane (CBM).
Kandungan CBM ini sangat besar, yaitu sekitar 453 TCF. Dengan keberadaan potensi
CBM yang besar di Indonesia maka di perlukan pengembangan potensi CBM oleh
pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam peningkatan kesejahteraan dan keberlanjutan
masa depan bahan bakar di Indonesia. Pemerintah harus melakukan penelitian lebih lanjut
dan meningkatkan sosialisasi CBM sebagai bahan bakar yang efektif dan ramah lingkugan
kepada masayarakat. Dan diharapkan pemerintah dapat mempublikasikan potensi CBM
Indonesia di dunia Internasional sehingga pengembangan pengetahuan teknologi terbaru
dari CBM diperoleh dalam meningkaatkan perekonomian bangsa yang dapat
mendatangkan investor asing ataupun dalam negeri guna bekerjasama dalam penambangan
dan peningkatan produksi Coalbed Methane (CBM) di Indonesia.

Referensi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2002. Rekaman Kegiatan dan Pengembangan
Geologi 2001. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Hal. 101 124
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2003. Rekaman Kegiatan dan Pengembangan
Geologi 2002. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Hal. 282
284.
Permana, A.K. 2007. Coal Characteristics of Sarolangun Pauh Region: Implication for
Coalbed Methane Potential. Bandung: Jurnal Sumber Daya Geologi Vol. 18 No. 6
Hal. 351 360.
Nuriman, Fauzu and Hutama D.C. 2012. Analisis Potensi Cbm Sebagai Energi Masa Depan
Di Indonesia. Semarang: Jurnal Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai