Beberapa alasan tentang perlunya data mining dari sudut pandang komersil
diantaranya adalah :
1. banyaknya volume data yang dihimpun dan disimpan dalam data warehouse,
seperti data web, e-comerce, data transaksi bank
2. kuatnya tekanan kompetitif untuk dapat menyediakan yang lebih baik,
layanan-layanan customisasi dan informasi sedang menjadi produk yang
berarti.
Berdasarkan kedua alasan tersebut data mining saat ini menjadi sebuah
prioritas bagi perusahaan-perusahaan yang telah mengadopsi teknologi data yang
banyak. dengan adanya data maining diharapkan proses analisa menjadi lebih
efisien
Analisis data tanpa menggunakan otomasi dari penggalian data adalah tidak
memungkinkan lagi, kalau
1. data terlalu banyak
2. dimensionalitas data terlalu besar
3. data terlalu kompleks untuk dianalisis manual (misalnya: data time
series, data spatiotemporal, data multimedia, data streams).
B. Mendeteksi Fraud
Pada zaman sekarang ini, dimana semua teknologi sudah membuat pekerjaan
manusia menjadi mudah maka penipuan/penyalahgunaan teknologi kerap terjadi.
Hal tersebut jika terjadi dapat merugikan banyak pihak. Hal yang seharunya
menjadi rahasia perusahaan untuk menganalisis dan memutuskan sebuah langkah
cerdas untuk kemajuan perusahaannya pun tersebar dengan mudah. Dengan
demikian antisipasi terhadap penyalahgunaan dan penipuan tersebut pun gencar
dibuat untuk menjamin kerahasiaan masing-masing perusahaan.
Bagi nasabah, mereka memiliki banyak pilihan dan mereka dapat dengan
mudah berpindah dari satu bank ke bank lainnya dengan membandingkan jenis
penawaran dan juga nilai yang didapatkan. Selain itu, perusahaan juga harus
memberikan pelayanan terbaik karena nasabah dapat bereaksi dengan cepat, lebih
nyata, dan terkadang memiliki resistansi tinggi jika sudah pernah mengalami
permasalahan. Untuk memahami nasabah, perusahaan memerlukan satu paket
teknologi yang mudah digunakan dan terintegrasi untuk membuat dan membagi
wawasan, sehingga dapat dipergunakan untuk menghasilkan keputusan yang lebih
baik.
A. Hukum Perikatan
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak
yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu
peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum
ini yang dinamakan dengan perikatan.
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak)
atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. R.Subekti tidak menggunakan istilah
hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku
III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya-Pokok-Pokok Hukum
Perdata, R. Subekti menulis perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti
yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab di dalam Buku III KUH Perdata
memuat tentang perikatan yang timbul dari :
1. Persetujuan atau perjanjian
2. Perbuatan yang melanggar hukum
3. Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwaarnemiing)
Kedua sumber dari perikatan tersebut diatur dalam buku ketiga KUH Perdata.
Suatu perikatan yang bersumber dari perundang-undangan dapat dibagi kedalam
dua kategori sebagai berikut:
Perikatan semata-mata karena undang-undang, yang terdiri dari :
1. Perikatan yang menimbulkan kewajiban bagi penghuni pekarangan yang
berdampingan (pasal 625 KUH Perdata)
2. Perikatan yang menimbulkan kewajiban mendidik dan memelihara anak
(pasal 104
KUH Perdata)
Perikatan karena undang-undang tetapi lewat perbuatan manusia, yang terdiri
dari :
1. Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad, tort), vide paasl 1354
KUH Perdata
2. Perbuatan Menurut Hukum (rechtmatige daad), terdiri dari :
Perwakilan sukarela (zaakwaarneming), vide pasal 1354 KUH
Perdata.
Pembayaran tidak terutang (pasal 1359 ayat (1) KUH Perdata).
Perikatan wajar (Naturlijke Verbintennissen), vide pasal 1359 ayat
(2) KUH Perdata.
E. Contract Fraud
Penipuan (bedrog, fraud, misrepresentation) dalam suatu kontrak terjadi
ketika salah satu pihak dalam kontrak menyajikan informasi yang lain yang tidak
benar, curang, atau dimaksudkan untuk membingungkan pihak lain atau suatu tipu
muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain
dalam kontrak tersebut telah menandatangani kontrak tersebut, padahal tanpa tipu
muslihat tersebut, pihak lain itu tidak akan menandatangani kontrak yang
bersangkutan. Dapat dilihat pada pasal 1328 KUH Perdata.
Tipu muslihat yang dimaksud dalam pasal 1328 KUH Perdata ini haruslah
bersifat substansial. Karena itu, jika seorang penjual terlalu memuji-muji barang
dagangannya padahal kenyataannya barang tersebut tidak seperti yang
dikatakannya. Hal tersebut belum cukup untuk dapat membatalkan kontrak jual
beli tersebut berdasarkan atas pasal 1328 KUH Perdata. Akan tetapi jika penjual
bertindak sedemikian rupa, misalnya dengan sengaja mengatakan barang tersebut
produk luar negri, padahal sebenarnya dia mengetahui bahwa barang tersebut
produk lokal yang mutunya jauh dibawahnya, bahkan dengan memalsukan surat-
menyurat, maka tipu muslihat tersebut sudah dapat dianggap substansial, sehingga
kontrak yang bersangkutan dapat dibatalkan. Hanya saja dari segi pembuktian,
menurut pasal 27 1328 KUH Perdata, suatu penipuan tidaklah boleh
dipersangkakan, melainkan haruslah benar-benar dibuktikan sebagaimana
mestinya.
Dilihat dari segi keterlibatan pihak yang melakukan penipuan, suatu
penipuan dalam kontrak dapat dibagi kedalam :
Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam kontrak dapat
menyebabkan pembatalan kontrak yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut:
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan satu per satu dari syarat-
syarat penipuan dalam kontrak seperti tersebut diatas, yaitu sebagai berikut:
1. Penipuan harus mengenai fakta
Agar suatu penipuan dapat dibatalkan karena alasan tidak tercapainya
kesepakatan kehendak karena adanya penipuan, maka penipuan tersebut biasanya
mengenai fakta. Jadi, ada fakta yang tidak benar dari yang ada dalam kenyataan.
Karena itu, jika seorang pembeli sebuah barang dikatakan bahwa barang,
katakanlah sebuah mobil second hand dalam keadaan bagus, ternyata mobil
tersebut tidak dalam keadaan bagus, maka hal tersebut belum dapat dikatakan
penipuan sehingga dapat membatalkan kontrak. Karena bagus atau tidaknya
sebuah mobil sangat relatif dan itu lebih merupakan sebuah pendapat dari pada
merupakan sebuah fakta. Karena, pendapat yang bersifat iklan atau bahasa
dagang(mere puffing atau trade talk).
Dalam hal jual beli sampai batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi.
Akan tetapi jika pendapat “bagus” tentang mobil tersebut lebih merupakan bagus
secara mekanik, jika ternyata dalam kenyataan tidak demikian halnya, maka hal
tersebut lebih merupakan fakta, bukan lagi hanya pendapat. Disamping itu,
sungguh pun pernyataan tersebut semata-mata pendapat, tetapi andaikan dalam
kasus-kasus tertentu memang pendapat yang lebih ditonjolkan, maka penipuan
juga dianggap telah terjadi. Misalnya jika pendapat itu diberikan oleh yang
dianggap para ahli atau para professional untuk itu.
A. Defenisi Bribery
Suap (bribery) berasal dari kata briberie (Perancis) yang artinya adalah
’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam bahasa Latin
disebut briba, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’ (sepotong roti yang
diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna ’sedekah’
(alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan ’gifts
received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang
diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau
korup).
Suap (bribery) juga merupakan suatu tindakan yang tidak etis karena
tindakan ini tidak mempunyai nilai moral baik menurut konteks pribadi dengan
lingkungan maupun dalam konteks profesional dan dapat berdampak negatif
dalam suatu kehidupan, karena dapat mencederai tegaknya hukum yang berlaku,
menimbulkan ancaman stabilitas ekonomi, merusak nilai-nilai etika, lembaga-
lembaga, nilai-nilai demokrasi, kompetisi bisnis yang jujur dan keadilan.
Transaksi suap ditandai oleh keterlibatan paling tidak dua orang di mana
paling sedikit salah seorang bertindak atas kewenangan mewakili perusahaan atau
sebagai agen dari perusahaan. Bila agen dari perusahaan tidak melaporkan atau
menyerahkan dana atau barang yang diterima dari pihak yang bertransaksi kepada
prinsipal, maka yang bersangkutan melakukan tindakan yang tidak transparan,
tidak wajar dan tidak syah. Perusahaan sebagai prinsipal dapat menganggap telah
terjadi pelanggaran kepercayaan maupun wewenang. Baik pihak pemberi maupun
pihak penerima suap terlibat dalam tindakan suap. Pihak pemberi dianggap
berupaya mempengaruhi pihak penerima untuk melakukan tindakan tidak etis
yaitu menyalah-gunakan wewenangnya. Pihak penerima melakukan tindakan
tidak etis karena tidak memberikannya pada prinsipal dan diambil sebagai hak
miliknya sendiri.
Suap merupakan tindakan yang bukan saja tidak mengikuti kaidah etika
bisnis tetapi juga memiliki implikasi hukum, khususnya bila suap dilakukan pada
pegawai negeri atau pejabat negara sebagaimana tertuang dalam naskah Undang-
undang 20/2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Suap merupakan salah satu bentuk korupsi yang hadir di Indonesia dan
sudah berada pada taraf yang parah. Suap tidak hanya terjadi dalam hubungan
pelaku bisnis dengan instansi pemerintah, tetapi juga dalam hubungan antar-
pelaku bisnis sendiri, dan dalam kehidupan sehari-hari. Efek suap dan korupsi
terlihat dalam kondisi makro perekonomian Indonesia .Dampak berupa
kebocoran dalam arus dana perekonomian Indonesia tinggi karena sifat
perekonomiannya menjadi ekonomi mencari ‘rente’ (rentseeking). Dana yang
seharusnya diperuntukkan untuk baik kesejahteraan masyarakat maupun
peningkatan kegiatan ekonomi, khususnya bisnis di Indonesia, hilang dan menjadi
milik pribadi. Seperti terlihat dalam bagan gambar bagan 1. Dalam bagan 1
tersebut terlihat bahwa kebocoran dana berupa korupsi tidak hanya terjadi dalam
sektor pemerintah atau birokrasi pemerintah saja, tetapi juga dapat terjadi dalam
transaksi antar-bisnis atau “bisnis-to-bisnis”, maupun bisnis dengan pemerintah.
Seperti terlihat dalam bagan 1, kebocoran arus dana yang berkaitan dengan
kegiatan bisnis dapat terjadi di empat titik:
1. Dana pemerintah untuk pemasokan barang dan jasa serta proyek yang
dialirkan ke bisnis.
2. Dana bisnis untuk pembayaran pajak, perolehan berbagai izin dan
ketentuan lain dari pemerintah.
3. Dana masyarakat untuk investasi yang mengalir ke bisnis dapat dikenakan
‘markup’.
4. Dana yang mengalir untuk transaksi antar-bisnis.
Efek suap yang utama adalah timbulnya ekonomi biaya tinggi dan
berakibat makin tingginya tingkat harga barang dan jasa karena harus menutup
biaya yang tidak langsung berkaitan dengan proses produksi barang dan jasa.
Konsumen dirugikan.Suap meningkatkan ketidak-pastian karena persaingan
pasar menjadi tidak sehat. Keberhasilan bergantung pada kekuatan dan
kesanggupan menyisihkan dana untuk suap, bukan peningkatan kualitas produk
dan jasa.
TRAVEL EXSPENSE
Dan biaya yang biasanya dikeluarkan untuk perjalanan dinas ini tidaklah
sedikit,dan semua biaya itu adalah berasal dari uang rakyat yang dikumpulkan
melalui pajak. Karena itu setiap perjalanan dinas yang dilakukan haruslah sesuai
dengan prinsip-prinsip penggunaan keuangan. Sering kita temui banyak karywan
yang melakukan perjalanan dinas menyalahgunakan biaya yang telah diberikan
perusahaan. Salah satu contoh banyak pegawai yang memilih penginapan ataupun
wisma bahkan menumpang dirumah teman ataupun saudara demi menghemat
biaya. Dan semua itu dilakukan demi bsa membawa uang pulang. Ada juga yang
mengurang waktu perjalanan dinas nya. Oleh karena itu sistem lumpsum
pendanaan untuk perjalanaan dinas ini sering diselewengkan banyak karyawan
yang melakukan perjalanan dinas demi dana “saving”
Penerapan at cost berlaku hanya untuk beberapa aspek seperti biaya pulang-
pergi, biaya penginapan dan sebagainya. Namun untuk biaya makan dan uang
saku tidak diterapkan sistem at cost.
sistem ini demi efisiensi anggaran dan menghindari aksi tipu-tipu dalam
penggunaan anggaran perjalanan dinas. dengan sistem lumpsum penyelewengan
besar, misalnya, tiket harusnya eksekutif, tapi realisasinya ekonomi, demikian
juga biaya hotel, kenyataanya bisa lebih rendah dari anggarannya.
Jika selama ini ada pegawai yang titip beberapa SPPD (Surat Perintah
Perjalanan Dinas) dan yang berangkat satu atau dua orang saja untuk membawa
sekian lembar SPPD ketempat yang dituju, maka dengan system at cost tersebut
sangat tidak mungkin dilakukan, karena SPPD bias cair jika dilengkapi bukti
perjalanan, seperti tiket pesawat dan tiket hotel. Artinya, dengan cara at cost
SPPD fiktif sangat tidak mungkin dilakukan, berbeda jika system lumpsum, di
mana hanya bukti SPPD dan cap tanda tangan daerah tujuan.
Biaya Perjalanan Dinas yang diberikan sebagai berikut:
1. Uang Harian yang meliputi uang makan, uang saku, dan transport lokal
2. Biaya transport pegawai
3. Biaya penginapan
4. Uang representative/harian
5. Sewa kendaraan dalam kota
Sebagaimana penjelasan di atas, untuk uang harian/representasi ini juga
diberikan secara lupmsum dan tidak perlu bukti pengeluaran, sementara
penggunaan yang lainnya harus ada bukti kwitansi/tiket. Dalam Peraturan Menteri
Keuangan tentang standar biaya perjalanan dinas, batas tertinggi biaya penginapan
tersebut dibedakan antara provinsi dan kelas kamar hotelnya. Bagi pegawai yang
melakukan perjalanan dinas bersamaan dalam satu group tetapi berbeda tingkat
perjalanan dinas, dapat menginap pada hotel yang sama tetapi harus tetap
memperhatikan plafond anggaran untuk masing-masing tingkatan. Pemberian
uang penginapan ini dilakukan secara at cost, yaitu sesuai dengan bukti yang
dikeluarkan.
Dengan asumsi bahwa sarapan pagi akan diperoleh dari hotel tempat
menginap maka uang tersebut praktis dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
makan siang dan makan malam ditambah keperluan pribadi dan transport lokal
setelah berada di tempat tujuan. Tetapi mungkin saja ada yang sangat konsumtif
sehingga uang harian tersebut tidak mencukupi, sehingga pegawai yang
bersangkutan harus mengeluarkan kocek pribadinya. Oleh karena itulah mengapa
untuk uang harian ini diberikan secara lumpsum, karena setiap orang tidak sama
pola konsumsinya. Jadi keputusan diserahkan kepada mereka yang melaksanakan
perjalanan dinas, apakah mau berhemat atau menghabiskan uang harian yang
diperolehnya.