Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH BIG DATA TERHADAP PENCEGAHAN DAN

PENDETEKSIAN TRANSAKSI FRAUD

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS KELOMPOK


MATA KULIAH BIG DATA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

NO NIM NAMA
1. 362041006 ANNISA RIZQIETA
2. 361843007 AZMI FARHAN
3. 362032001 IWAN AGUNG NUGROHO
4. 361843005 LUTHFI RIZALDI
5. 362041005 TINTIN SUHARTINI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya kasus fraud yang terjadi di Indonesia, menyebabkan besarnya jumlah
kerugian yang harus diderita oleh negara. Sehingga, pencarian metode yang efektif untuk
mendeteksi fraud tentunya masih menjadi fokus utama banyak pihak hingga saat ini,
terutama pemerintah. Hal ini dilakukan dengan harapan agar kedepannya jumlah tindakan
fraud dapat diminimalisasi, mengingat dampak langsung yang ditimbulkan akibat adanya
tindakan ini. Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan kasus fraud yang cukup
tinggi, terutama kasus korupsi. Bahkan pada tahun 2020, dilaporkan oleh Indonesia
Corruption Watch (ICW), selama tahun 2019 telah terjadi kasus korupsi sebanyak 217 kasus
di Indonesia, dengan total kerugian yang diderita negara sebanyak Rp8,04 triliun (Kompas,
2020).
Banyak pilihan metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi fraud. Namun,
penentuan metode yang memang paling efektif untuk mendeteksi fraud masih dalam proses
pencarian oleh berbagai pihak hingga saat ini. Menurut Hartono (2019) dan Hipgrave (2013)
terdapat salah satu faktor yang dapat meningkatkan proses pendeteksian fraud yaitu
penggunaan big data. Big data dapat digunakan secara langsung untuk mendeteksi fraud
maupun dapat dijadikan alat untuk meningkatkan efektifitas penggunaan metode deteksi
fraud lainnya.
Hal ini dikarenakan, auditor dapat memaksimalkan manfaat data yang sangat
komprehensif, yang terdapat dalam big data dengan menggunakan data analytics tools, yang
kemudian hal ini dapat mempermudah dan mempercepat auditor dalam menganalisis risiko-
risiko fraud yang mungkin akan terjadi dalam suatu organisasi, memudahkan auditor untuk
menganalisis penyebab terjadinya kasus fraud, dan lain sebagainya. Sehingga, pemanfaatkan
big data akan menjadi peluang besar bagi setiap auditor untuk memperlancar dan
mempercepat pekerjaannya dalam mendeteksi fraud.
Big Data merupakan sebuah aset informasi dengan tingkat kompleksitas yang beragam.
Keberadaan big data dapat membantu pembentukan informasi dan merupakan bentuk
penghematan biaya untuk mendapatkan informasi tersebut. Adanya big data membuat
kualitas wawasan terbaru mengenai suatu perusahaan dapat dipelajari, sehingga dalam
merancang ataupun mengambil keputusan kedepan akan semakin berkualitas. 
Banyak departemen dalam perusahaan yang dapat didukung oleh big data, seperti
pemasaran, penjualan, keuangan, dan pengembangan produk. Demikian pula, manajemen
rantai pasokan yang efektif semakin mengandalkan data untuk mendapatkan pengetahuan
tentang pengeluaran, mengidentifikasi tren yang terjadi dalam biaya dan kinerja, dan
mendukung kontrol proses, pemantauan pengadaan, optimalisasi dalam produksi, dan upaya
peningkatan proses. Dengan demikian, big data tampaknya merupakan teknologi yang
muncul yang dapat mengubah manajemen kegiatan rantai pasokan masuk dan meningkatkan
daya saing perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Bagaimana pengaruh big data terhadap pencegahan transaksi fraud?
2. Bagaimana pengaruh big data terhadap pendeteksian fraud?

1.3 Pembatasan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembatasan makalah ini dilakukan untuk
menganalisis pengaruh big data terhadap pencegahan transaksi fraud dalam suatu
perusahaan.

1.4 Tujuan Dan Manfaat


Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka makalah ini dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui pengaruh big data terhadap pencegahan transaksi fraud.
2. Untuk mengetahui pengaruh big data terhadap pendeteksian fraud.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat atau tidaknya pengaruh big data terhadap pencegahan
dan pendeteksian transaksi fraud.
Sedangkan manfaat dari makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Big Data.
2. Dapat diketahui pengaruh big data terhadap pencegahan dan pendeteksian transaksi
fraud.
BAB II
ISI

2.1 Fraud Dan Jenis Fraud


G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan
“Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu
kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan
kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan
dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan
merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1)
tindakan/the act., (2) Penyembunyian/theconcealment dan (3) konversi/the conversion
Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan
menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi
pengeluaran fiktif.
Fraud merupakan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelakunya, untuk
menipu korbannya, yang kemudian dapat menyebabkan kerugian secara finansial kepada
para korbannya. (Akenbor & Oghoghomeh, 2013). Lebih lanjut lagi Zimbelman et al. (2014)
menyatakan bahwa fraud merupakan suatu tindakan ilegal yang membutuhkan keahlian
tertentu/khusus untuk mendapatkan berbagai bentuk keuntungan dari pihak yang menjadi
korban. Crowe (2011) menyatakan bahwa terdapat 5 faktor utama yang kemudian dapat
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan fraud yaitu pressure (tekanan), opportunity
(kesempatan), rationalization (rasionalisasi), competence (kompetensi) dan arrogance
(arrogansi). Kelima faktor penyebab fraud ini kemudian dapat disebut sebagai fraud
pentagon. Fraud pentagon sebenarnya merupakan bentuk pengembangan dari teori penyebab
fraud sebelumnya yaitu fraud triangle. Ilustrasi perkembangan teori penyebab fraud ini (fraud
pentagon) dapat dilihat pada Gambar 1. Pada fraud pentagon, diketahui telah ditambahkan 2
faktor tambahan lainnya (selain faktor yang sudah dirumuskan dari fraud triangle) yang
diyakini semakin mendorong seseorang untuk melakukan tindakan fraud yaitu faktor
kompetensi dan arogansi (Mohamed et al., 2015; dan Apriliana & Agustina, 2017).
Berkaitan dengan itu Association of Certified Fraud Examinations (ACFE2000), salah
satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan
pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai
berikut :
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud),
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan
investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non
financial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), Penyalahagunaan aset dapat digolongkan
ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta
pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c. Korupsi (Corruption), Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut
ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia.
Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest),
suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

3.2 Big Data


Big Data adalah serangkaian data yang memiliki ukuran sangat besar dan komplek
sehingga akan sulit untuk dianalisis jika menggunakan metode atau tool analisis yang
standar. Karakteristik dari big data adalah 3V: volume, velocity, dan variety. Yang dimaksud
dengan volume adalah ukuran dari data tersebut, Velocity mengacu kepada kecepatan data
untuk diproses, dan Variety adalah variasi dari tipe data.
Big Data Analytics adalah suatu proses menelusuri (inspecting), cleaning,
mentransformasi (transforming), dan modelling big data untuk menemukan (discover) dan
mengkomunikasikan informasi dan patterns, memberikan saran dan mendukung
pengambilan keputusan.  Big data telah digunakan untuk data advanced analytics pada area
bisnis lain, namun dirasakan masih sangat sulit digunakan bagi sebagian (jika tidak semua)
oleh auditor. Penggunaan istilah “Big Data” telah menjadi fenomena saat ini. Auditor
mendefinisikan istilah yang terkait dengan audit :
1. Memberikan contoh manfaat dan hambatan untuk menintegrasikan Big data ke dalam
praktik audit di masa depan.
2. Bagaimana standar professional mungkin perlu diubah untuk mengakomodasi teknologi.
Big data analytic dapat membantu proses audit sesuai dengan standar ISA, seperti
dibawah ini :
1. Mengidentifikasi dan menilai resiko yang terkait dengan keputusan untuk menerima atau
melanjutkan penugasan audit, misalnya, adanya resiko kebangkrutan atau management
fraud (kecurangan manajemen) tingkat tinggi yang terjadi pada entitas/perusahaan yang
diaudit.
2. Mengidentifikasi dan menguji salah saji (misstatement) yang material yang ada pada
laporan keuangan karena adanya fraud, dan menguji fraud atas risiko yang ditemukan.
(ISA 240).
3. Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji (misstatement) yang material melalui
pemahaman terhadap entitas/perusahaan yang di audit dan lingkungannya (ISA 315). Ini
termasuk kegiatan melakukan preliminary prosedur analitis, dan mengevaluasi rancangan
dan implementasi pengendalian internalnya dan menguji efektifitas pengendalian
internal.
4. Melakukan prosedur analitis substantive sebagai respon atas penilaian auditor terhadap
risiko salah saji yang material (ISA 520).
5. Melakukan prosedur analitis ketika mendekati akhir dari proses audit untuk
membantu auditor dalam menentukan kesimpulan yang menyeluruh tentang apakah
laporan keuangan telah konsisten dengan pemahaman auditor terhadap
entitas/perusahaan yang diaudit (ISA 520).

2.3 Big Data dalam Pencegahan dan Pendeteksian Fraud


Resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya
kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak
penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia
usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan
pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula
bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul.
Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan.
Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat
mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan
yang mungkin timbul dalam perusahaan. Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan
bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku
seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari
rekan sekerja.
Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu,
baik yang merupakan kondisi/keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang.
Karakterikstik yang bersifat kondisi/situasi tertentu, perilaku/kondisi seseorang personal
tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak
selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di
setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag
tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi
adanya kecurangan.
Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar
penggolongan kecurangan oleh ACFE tersebut di atas.
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui
analisis laporan keuangan sebagai berikut:
a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara
item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan
menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase
hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya
penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17%
mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan.
b. Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentasepersentase perubahan
item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya
kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%.
Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan
pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif,
penggelapan, atau transaksi illegal lainnya.
c. Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam
laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau
pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
2. Asset Misappropriation (Penyalahgunaan aset).
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya.
Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos
tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan
demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi
setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi
melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam
pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut
akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi
akan menunjukkan anomalies/gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut
untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut akan
menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan
mengingatkan/memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya
kecurangan di masa mendatang.
Analytical review
Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau
kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara
pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan
adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan dengan
tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah perbandingan pembelian persediaan
bahan baku dengan tahun sekarang yang mungkin mengindikasikan adanya kecurangan
overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda.
Statistical sampling
Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk
menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode deteksi ini akan efektif jika ada
kecurigaan terhadap satu attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO
BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif.
Vendor or outsider complaints
Komplain/keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang
baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Site visit – observation
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di
lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan
kadangkala akan memberi peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang
mempunyai potensi bermasalah
Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus pencurian dan penggelapan aset,
biasanya terdapat tiga faktor, yaitu:
a. ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan,
b. adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan kecurangan
yang dilakukan,
c. adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan tingkatan integritas
pelakunya, Prepared by Amz 15 Ada tiga elemen dalam struktur pengendalian intern
yang perlu diperhatikan dengan baik, yaitu Lingkungan pengendalian, Sistem
akuntansi, dan prosedur pengendalian
3. Corruption (Korupsi),
Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang
jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke
perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis
terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari
karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi.
Big data dapat memperluas sumber dan ukuran informasi yang dibutuhkan oleh auditor
dalam rangka mendeteksi fraud. Hal ini kemudian akan mendukung proses analitis, yang
akan berdampak pada peningkatan kualitas hasil pemeriksaan dalam deteksi fraud. Hal ini
selaras dengan agency theory, yang mana big data dapat menjadi sebuah solusi untuk
mengatasi ageny problem (berupa tindakan fraud) yang sering terjadi di berbagai jenis
instansi, terutama di lembaga pemerintahan. Hipgrave (2013) juga menyatakan, ternyata big
data juga dapat mempercepat proses investigasi fraud. Hal ini dikarenakan, big data mampu
meningkatkan hasil visualisasi data, mempercepat penciptaan data dan mempercepat serta
meningkatkan proses komunikasi internal tim yang sedang melakukan pendeteksian fraud.
Hal ini sangat memungkinkan karena big data memiliki data yang terintegrasi. Alibaba
dapat dijadikan sebagai salah satu contoh perusahaan besar di dunia, yang turut membuktikan
manfaat big data untuk mendeteksi dan memerangi fraud, terutama dalam rangka pencegahan
fraud (J. Chen et al., 2015). Selain itu, melalui survei yang dilakukan oleh Ernst & Young
(2014) diketahui bahwa sebesar 72% responden (dari 466 perusahaan yang berpatisipasi
dalam survei) menyatakan bahwa teknologi big data memiliki peran kunci untuk mencegah
dan mendeteksi fraud. Sehingga dapat dilihat bahwa big data memang mampu sebagai alat
yang efisien dan efektif untuk pendeteksian fraud. Penelitian yang dilakukan oleh Tang &
Karim (2019) telah membuktikan bahwa big data memang efektif dan efisien untuk
mendeteksi fraud.
Big data ini memiliki sekumpulan data yang sangat besar, yang mana isi dari big data
tersebut beragam. Katakanlah pada bagian keuangan suatu instansi pemerintahan memiliki
data keuangan pertahun. Jika akan dilakukan audit forensik, tentunya akan menggunakan
data keuangan sebagai landasan mereka dalam melakukan audit. data keuangan pertahuan
tersebut pastinya terdapat data transaksi atau cash-flow dari instansi tersebut selama 365 hari,
dimana perharinya mungkin terdapat transaksi lebih dari 10 kali.
Kita bisa menyebutkan data keuangan sebagai big data, dimana di dalamnya berisikan
siapa, apa dan transaksi apa yang terjadi selama satu tahun. Dari data ini kita akan mencari
transaksi yang dianggap janggal, bisa saja transaksi yang besarnya diatas 10 Juta, 50 Juta,
dsb dengan memerhatikan rata-rata besaran transaksi yang terjadi selama setahun. Dengan
menetapkan kisaran yang menjadi tolak ukur atau batasan transaksi yang akan diaudit, akan
diketahui siapa dan transaksi apa yang dilakukan. Atau bisa juga dengan menetapkan tolak
ukur berupa transaksi yang sering terjadi, baik pelaku transaksi maupun jenis transaksinya.
Contoh lain yang bisa dijadikan sebagai bukti bahwa Big data dapat di
implementasikan dalam mendeteksi adanya fraud adalah pendeteksian transaksi ilegal yang
mengatasnamakan nasabah (pembobolan). Dengan adanya big data yang berisikan history
transaksi nasabah yang dianggap tidak wajar, dapat memudahkan pihak bank dalam
melakuakn verifikasi pelaporan dari nasabah yang melaporkan adanya pembobolan data
ATM mereka. Ini dinilai perlu karena agar memastikan nasabah mempercayakan sepenuhnya
pada pihak bank sehingga permasalahan mereka akan ditanggapi dan diselesaikan masalnya
bersama-sama. Bank yang sudah menerapkan sistem ini adalah Bank BRI.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan sumber yang sudah didapatkan, setelah dilakukan analisis maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Implementasi dari penggunaan Big Data tidak hanya digunakan dalam bidang yang
berkaitan dengan teknologi, tapi bisa juga digunakan dalam bidang finance dan
perbankan, yaitu mendeteksi terjadinya kecurangan / fraud
2. Dengan adanya Big Data, kecurangan / fraud dapat dideteksi dan dapat dicegah karena
adanya data yang lengkap.
3. Kesalahan atau terjadinya fraud di sebuah instansi atau perusahaan dapat dideteksi
dengan menggunakan big data
4. Big data dapat memperluas sumber dan ukuran informasi yang dibutuhkan oleh auditor
dalam rangka mendeteksi fraud. Hal ini selaras dengan agency theory, yang mana big
data dapat menjadi sebuah solusi untuk mengatasi ageny problem (berupa tindakan fraud)
yang sering terjadi di berbagai jenis instansi, terutama di lembaga pemerintahan.
5. Big data juga dapat mempercepat proses investigasi fraud. Hal ini dikarenakan, big data
mampu meningkatkan hasil visualisasi data, mempercepat penciptaan data dan
mempercepat serta meningkatkan proses komunikasi internal tim yang sedang melakukan
pendeteksian fraud.
6. Big data dinilai efektif sebagai pencegah dan pendeteksian fraud karena datanya yang
sangat besar.
Daftar Pustaka

Syahputra, Briyan Efflin dan Akhmad Afnan. Pendeteksian Fraud: Peran Big Data dan Audit
Forensik. Jurnal ASET Vol.12 (2). 2020 Hal. 301-306
Inyada, Olopade, John. Effect of Forensic Audit on Bank Fraud in Nigeria. American
International Journal of Contemporary Research Vol. 9 (2) Hal. 40-45
https://katadata.co.id/hariwidowati/digital/5e9a55126a8d5/bri-manfaatkan-big-data-untuk-cegah-
fraud-hingga-rilis-fintech
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengenal-istilah-fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/

Anda mungkin juga menyukai