Anda di halaman 1dari 19

A.

Dasar Pemilihan Sediaan Veteriner

Sediaan veteriner adalah sediaan obat yang digunakan dalam kedokteran

hewan atau disebut juga obat veteriner tercantum dalam Indeks Obat Hewan

Indonesia oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) dan Direktorat Jenderal

Peternakan Departemen Pertanian. Obat hewan adalah obat yang khusus dipakai

oleh hewan dan digolongkan ke dalam sediaan biologik, farmasetik dan premix.

Tiap spesies hewan peliharaan mempunyai cirri-ciri khusus beberapa

diantaranya memperbesar variasi penanganan suatu obat. Kebiasaan makan

merupakan dasar yang palin memuaskan untuk mengelompokkan spesies-spesies

secara umum. Spesies herbivore terdiri dari kuda dan hewan-hewan pemamahbiak

(sapi, domba dan kambing), spesies omnivore (babi) dan spesies karnivor (anjing dan

kucing). Cirri-ciri khusus lain yang dapat dianggap berkaitan dengan kebiasaan

makan adalah aktivitas enzim mikrosomal hati dan reaksi pH urine.

Factor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi suatu obat dalam plasma

termasuk ukran takaran, formulasi sediaan obat, rute pemakaian, luasnya distribusi

dan ikatan protein plasma, serta kecepatan eliminasi.

a. Kebiasaan makan
Tiap spesies hewan berbeda kebiasaan makannya. Maka proses

penanganan obatnya akan berbeda pula. Dalam hubungannya dengan fungsi

fisiologik sistem pencernaan merupakan sifat dasar yang membedakan

antara spesies. Ciri khusus lain yang dapat dianggap berkaitan dengan
kebiasaan makan, adalah aktivitas enzim mikrosomal hati dan reaksi pH

urin.Spesies herbivor kelihatannya paling efisien dalam memetabolisme

obat-obat oleh reaksi oksidasi mikrosomal hati.

b. Ikatan protein plasma


Proses-proses translokasi untuk obat sama bagi semua mamalia.

Kelaruran lemak dan derajat ionisasi merupakan sifat-sifatutama suatu

bahan obat yang mengatur translokasinya, yaitu ADME. Plasma darah

berperan penting dalam proses ini. Karena peranan pokok plasma dalam

proses translokasi maka konsentrasi plasma suatu obat biasanya

berhubungan langsung dengan konsentrasi dalam lingkungan dekat tempat

kerja, yaitu konsentrasi biofasik. Akibatnya, profil konsentrasi plasma versus

waktu untuk obat menggambarkan suatu jalan sementara dari saat kerjanya.

Senyawa-senyawa dengan suatu ikatan ester cenderung mengalami

hidrolisis ditengahi oleh pseudocholenterase plasma. Karena aktivitas enzim

enzim ini berbeda-beda antara spesies hewan, senyawa-senyawa yang

dinonaktifkan oleh enzim tersebut dapat diharapkan berbeda dalam reaksi

menurut spesiesnya. Jalur metabolik utama menuju inaktivasi suat senyawa

dapat serupa dalam spesies berbeda, tetapi kecepatan terjadinya reaksi

tersebut sangat tidak dapat diperkirakan.


Namun terdapat beberapa perkecualian tertentu, yang paling tampak

ialah pembentukan lambat konjugasi glukoronida dalam kucing. Senyawa

seperti aspirin dan fenol yang mengalami pembentukan glukoronida akan

tampak relatif lebih toksik dalam kucing, tetapi ini dapat merupakan suatu

manifestasi takaran berlebih, menyebabkan konsentrasi plasma yang sangat

tinggi dari obat tersebut.

c. pH urin
Dalam setiap spesies ph urin bergantung pada diet. Hewan yang

menyusui dan diberi minum susu mengeluarkan urin asam. Pengaruh reaksi

ph urin atau sirkulasi enterohepatik pada kecepatan eksresi suatu obat

sangat bergantung pada peranan mekanisme tersebut terhadap proses

eksresi obat.

d. Absorpsi obat
Pada umumnya fisiologi pencernaan dan proses absorpsi obat adalah

serupa pada babi, anjing dan kucing, dan tidak berbeda pada manusia. Perut

sederhana manusia dan anjing dilapisi dengan cardiac, gastric (oxyntic), dan

pylaric. Perut babi dilapisi dengan tipe-tipe mukosa yang sama, tetapi

berbeda dalam mukosa cardiac, dimana kelenjar-kelenjarnya mensekresi

mucus dan ion bikarbonat, meliputi daerah yang lebih besar dari dinding

perut. Mukosa lambung yang sebenarnya mengandung kelenjar-kelenjar

tubular majemuk yang mensekresi asam hidroklorida(sel-sel parietal atau


oksentrik) yang pepsinogen. Reaksi asam kuat isi lambung (rentang ph biasa

adalah 3 sampai 4) apat menonaktifkan obat-obat tertentu, seperti penisilin

G dan eritromisin. Penonaktifan tipe ini biasanya dapat diatasi dengan

modifikasi bentuk sediaan.

Pengosongan lambung merupakan faktor fisiologik terpenting yang

mengendalikan kecepatan absorpsi obat, karena dalam spesies perut

tunggal, usus halus merupakan tempat absorpsi utam. Suatu obat dalam

larutan dapat diharapkan akan diabsorpsi baik. Dalam usus normal, asam

lemah dengan nilai pka di atas 3 dan basa dengan pkb kurang dari 7,8 telah

ditunjukkan diabsorpsi dengan baik. Perubahanperubahan dalam aliran

darah intestinal dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat-obat yang

larut dalam lemak.

e. Volume distribusi
Perbedaan spesies dalam volume distribusi, terutama diantara hewan

monogastrik dan pemamah biak, telah didapatkan terutama diantara dengan

basa-basa organik larut lemak. Setelah pemberian parenteral, obat ini

berdifusi ke cairan dalam rumen, disini terperangkap oleh ionisasi, sebagian

bagian polar dapat berperan pada suatu harga Vd diantara yang didapat

pada hewan-hewan kecil dan spesies pemamah biak. Volume yang besar dan

reaksi ph dari kandungan-kandungan bagian saluran gastrointestinal diman

terjadi pencernaan mikroba dalam spesies herbivor dan karnivor. Jika


menbandingan respons farmakologik terhadap satu takaran tetap takaran

obat dalam spesies berlainan, hendaklah diingat hubungan terbalik diantara

volume distribusi dan konsentrasi obat plasma.

f. Kecepatan eliminasi
Eliminasi obat berdasarkan dengan kinetika orde nol. Waktu paruh

suatu obat dapat berbeda luas di antara spesies hewan, terutama jika

biotransformasi merupakan proses utama eliminasi. Meskipun tidak mungkin

menyusun peringkat spesies berdasarkan waktu paruh obat spesies herbivor,

terutama hewan pemamah biak, kelihatannya mengeliminasi obat-obat yang

mengalami metabolisme hepatik ekstensif, lebih cepat dari spesies karnivor.

Yang paling mengesankan ialah eliminasi cepat salisilat dalam hewan-

hewan pemamah biak dan kuda, dibandingkan dengan waktu paruh yang

panjang dan dose dependent dari obat tersebut pada kucing. Waktu paruh

obat yang dieleminasi oleh eksresi ginjal, terutama hanya filtratnya saja,

dapat lebih pendek pada anjing daripada spesies herbivor dan konsisten

dengan kecepatan yang lebih tinggi dari filtrasi glomerural pada karnivor.

Selain dari kecendrungan ini, satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik

ialah bahwa waktu paruh hendaknya jangan diekstrapolasi dari suatu spesies

ke spesies lainnya.
Waktu paruh mungkin menggambarkan parameter farmakokinetik

yang dihubungkan dengan variasi-variasi terluas diantara spesies dalam

disposisi obat-obat.

Pemilihan sediaan berdasarkan kriteria tertentu

 Tipe kulit
Dalam memformulasi suatu obat untuk pemakaian topical atau

sistemik, dapat dihrapkan perbedaan-perbedaan diantara spesies karena

sifat dasar kulit dari hewan-hewan yang berlainan. Manusia dan kuda

memiliki kelenjar-kelenjar keringat yang berkembang sempurna dan

efektif. Sapi, babi, domba dan kucing tidak memiliki kemampuan

berkeringat sebanyak-banyaknya. Domba, kambing dan sapi meneteskan

banyak bahan-bahan lipoid dari kelenjar-kelenjar sebaseus untuk

melindungi kulitnya. Babi mempunyai suatu lapisan ekstensif keratin, yang

harus dipertimbangkan jika merancang sediaan dermatologik.

 Endokrinologi
Pengetahuan endokrinologi suatu spesies hewan akan penting

dalam formulasi pengendalian estrus untuk sinkronisasi perkembangiakan

dan proses kelahiran, meningkatkan kecepatan dan keuntungan efisisensi

makanan, kelahiran kembar pada ternak sapi dan domba atau produksi

susu atau mencegah hipokalsemia atau estrus. Variasi spesies dalam


fungsi endokrin digambarkan oleh periode estrus yang berbeda-beda.

Misalnya sapi 14-18 jam, kambing 24-35 jam, babi 2-3 hari.

 Pernafasan
Kebanyakn obat-obat diabsorpsi dari saluran pernafasan,

kecepatan dan luasnya tergantung pada obat, ukuran partikel semprotan,

serta volme dan kecepatan penarikan nafas. Meskipun anatomi dan

fisiologi sistempernafasan pada umumnya sama pada hewan piaraan,

system avian (dalam burung) berbeda dalam beberapa aspek. Paru burung

lebh kecil dan terikat pada tulang rusuk. Kecepatan pernafasan burung

dapat berubah-ubah dari 46 sampai 380 pernafasan/menit dibandingkan

dengan kira-kira 12/menit untuk kuda, dan 30/menit untuk sapi.

 Perilaku
Perbedaan-perbedaan perilaku turunan di dalam suatu spesies

dapat juga menimbulkan permasalahan dalam pemilihan obat. Kucing

merupakan “groomers” terus-menerus, kemungkinan setiap obat yang

dipakaikan secara topical akan dicernakan. Juga desinfektan dan bahan-

bahan kimia yang dipakaikan pada kurungan-kurungan, kotak-kotak dan

lantai-lantai terpungut pada cakar kucing dan akhirnya dicernakan. Karena

itu suatu desinfektan yang dipandang aman untuk pemakaian sekitar

anjing dapat mengganggu jka digunakan dekat kucing.

 Perbandingan spesies memakai konsep-konsep farmakokinetik


Farmakokinetik merupakan studi dan karakterisasi dari waktu jalan

absorpsi obat, distribusi, metabolism, ekskresi, dan hubungan proses

tersebut dengan intensitas serta lamanya terapeutik juga efek-efek yang

merugikan dari obat.

Ikatan protein plasma dapat mempunyai efek nyata pada distribusi

dan aktivitas suatu obat serta dapat mempengaruhi kecepatan dimana

obat dieliminasi dari tubuh. Pengaruh ikatan protein padawaktu paruh

tergantung pada atau hanya pada fraksi bebas yang tidak terikat dari obat

tersirkulasi atau tidak yang tersedia untuk eliminasi (dalam hali ini

metabolisme).
g. Perbedaan – perbedaan pada spesies

Meskipun suatu formula obat dapat mengandung batas-batas tertentu

jumlah sama bahan aktif fisiologik, perbedaan kadar darah atau efektivitas terapetik

dapat terjadi jika obat ini diberikan kepada:

 Hewan – hewan yang berlainan dan spesies sama


 Hewan yang sama memamkai obat lot berbeda dari pabrik yang sama atau
berbeda.

Perbedaan – perbedaan dalam spesies ini pada umumnya dapat dihubungkan


dengan:

 Perbedaan fisiologik antara hewan-hewan yang diberi takaran


 Perbedaan anatar batch obat dan atau formulasi

Watson dalam suatu tinjauan factor-faktor yang mempengaruhi

bioavailabilitas obat-obat antimikroba yang diberikan melalui mulut pada hewan-

hewan kecil menyarankan, tak mustahil bahwa penyelidikan lebih lanjut akan

menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan bioavailabilitas diantara sediaan-

sediaan obat veteriner adalah biasa seperti yang terdapat pada obat-obat yang

digunakan untuk manusia.

a. Efek-efek fisikokimia

Banyak faktor-faktor fisikokimia dapat menambah variasi-variasi pada

spesies dalam respon terhadap obat. Factor-faktor ini dapat juga

meneybabkan anomalia-anomalia yang nyata antara spesies.


Habit Kristal obat, polimorfisme, garam spesifik yang digunakan,

keadaan solvasi atau hidrasi, eksipien dan anjuran, variasi-variasi pengolahan

dan pembentukan kompleks, semuanya dapat mengubah kecepatan dan luas

absorpsi dan dengan demikian mengubah respons terhadap obat.

b. Pertimbangan fisiologik
1. Sensitivitas obat
Sensitivitas tidak biasa terhadap efek-efek suatu obat, biasanya

menyarankan suatu definisi enzim yang bertanggungjawab untuk

menonaktifkan senyawa tersebut. Karena itu variasi-variasi fisiologik

antar spesies dapat dikurangi menjadi faktor-faktor yang dapat

mengubah penanganan obat-obat pada masing-masing hewan. Factor-

faktor ini meliputi umur dan kelamin hewan, kondisi fisiologik (perti

kehamilan, dehidrasi, kegemukan), interaksi-interaksi obat, dan keadaan

penyakit (seperti demam, uremia, diarrhea, dan gagal jantung kongestif).

Factor-faktor ini dapat mengubah aktivitas baik intensitas atau lamanya

respons oba tersebut.

2. Umur
Hewan baru lahir lebih peka terhadap efek toksik, banyak

depresan dan stimulansia system saraf pusat. Factor yang mungkin

berperan ialah kemungkinan tidak berkembangnya barier darah otak

pada kelahiran. Konsentrasi albumin plasma yang rendah, ikatan obat

pada protein plasma yang lebih sedikit, kekurangan yang nyata dalam
proses eliminasi obat (metabolism hati dan ekskresi ginjal) merupakan

sifat-sifat istimewa periode neonatal. Kandungan air dalam jaringan juga

lebih tinggi pada hewan neonat daripada hewan dewasa. Karena itu obat

dapat didistribusi lebih luas dan dieliminasi lebih lambat pada hewan

yang baru lahir daripada hewan-hewan dewasa dalam spesies yang sama.

3. Jenis kelamin (seks)


Sebagai suatu sumber variasi availabilitas sistemik, distribusi dan

kecepatan eliminasi obat-obat, pada umumnya jenis kelmain suatu

hewan tidak penting.perbedaan-perbedaan jenis kelamin terhadap waktu

paruh, hanya sejumlah kevil obat yang telah dilaporkan dalam suatu

spesies tertentu. Contohnya guaifenesin (gliserol guaiakolat) mempunyai

waktu paruh lebih singkat pada kuda betina yang masih muda (t 1/2= 59,6

± 4,8 menit) daripada kuda jantan (t1/2= 84,4 ± 7,9 menit). Berlawanan

dengan hewan-hewan piaraan, perbedaan kelamin pada kecepatan

metabolism obat cukup mencolok pada tikus. Yang betina tidur lebih

lama setelah diberi heksobarbital, dan metabolism obat lebih lambat.

4. Kehamilan
Kondisi fisiologik seperti kehamilan dan dehidrasi dapat

mempengaruhi kinetika disposisi suatu obat. Perubahan yang dihasilkan

ialah dalam taraf distribusi yang mempengaruhi konsentrasi obat dalam

plasma. Karena sebagian besar obat menembus barier plasenta, paling


tidak sampai beberapa tingkat efeknya pada janin harus selalu

dipertimbangkan.

5. Interaksi obat in vivo


Interaksi obat dapat menghasilkan peningkatan, pengurangan

atau tidak ada efekny apada intensitas kerja bahan terapeutik utama.

Penggantian suatu obat oleh obat lainnya dari tempat ikatan albumin

menyebabkan suatu peningkatan percentage (fraksi) obat bebas, obat

tidak terikat dalam plasma. Tetapi ini hanya menyebabkan suatu

penngkatan sementara pada konsentrasi obat sehingga suatu

peningkatan efek farmakologi yang signifikan secara klinik tidak mungkin,

kecuali obat penggani tersebut juga mengurangi eliminasi. Mekanisme

eliminasi yang terganggu dan distribusi yang berubah berperan pada efek

obat.

6. Keadaan-keadaan penyakit
Distribusi obat mungkin akan dipengaruhi bila keadaan sakit

seperti demam, uremia, diarrhea dll. Pada hewan dengan fungsi ginjal

terganggu, kecepatan eliminasi obat yang dikeluarkan terutama melalui

ekskresi ginjal dapat berkurang banyak. Kecuali jika takaran atau dosisnya

dirubah sesuai dengan berkurangnya kecepatan eliminasi obat.

Berkurangnya ikatan pada albumin plasma dalam hewan uremik akan

meningkatkan lebih lanjut potensial toksik obat tersebut.


B. Pengunaan Sediaan Solid

Selain dasar umum penggunaan obat pada veteriner , bentuk sediaanpun

menjadi salah satu pertimbangan untuk pemberiaan obat kepada hewan , dari

bentuk sediaan yang memudahkan , stabilitas , kepraktisan penggunaan, dan lainnya

. Maka penggunaan obat sediaan solid ini menjadi salah satu yang terbaik yang

dapat digunakan pada penggunaan obat pada hewan.

Bentuk sediaan Solid yang digunakan pada hewan dapat digunakan untuk

pemakaian dalam maupun luar tubuh. Banyak sediaan obat hewan yang

mengandung obat yang sama dengan sediaan obat untuk manusia.Sediaan solid

digunakan karena kelebihan-kelebihan nya , diantaranya solid adalah bentuk sediaan

yang stabil , mudah digunakan , dapat menutupi bau dan rasa yang pahit ( pada

sediaan capsul ) , ataupun dapat digunawan dengan banyak kandungan zat aktif (

misal penambahan vitamin atau supplemen pada sediaan premix ).

Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi obat hewan harus

kompatibel (dapat tercampurkan) dengan bahan obat utama (zat aktif) dan bahan

tambahan yang lain. elama penyimpanan, sediaan obat hewan harus tetap dalam

keadaan yang stabil, tidak menampakkan perubahan warna, bau, rasa,timbulnya

kristal pada permukaan tablet dan kaplet, atau memisahnya air dan minyak pada

sediaan krim dan emulsi. Adapun beberapa bentuk sediaan solid adalah sebagai

berikut :
a. Tablet dan Bolus

Sediaan obat padat seperti tablet kompresi jarang digunakan pada hewan

karena proses administrasi obat akan terganggu oleh sifat hewan, sehingga

pemberian sediaan padat melalui oral akan menghabiskan waktu, berbahaya, tidak

memiliki kepastian apakah obat tersebut ditelan oleh hewan karena kebiasaan

hewan yang suka mengunyah dan mengeluarkannya kembali.

Pemberian obat didasarkan pada berat badan hewan atau luas permukaan

tubuh. Jumlah dosis yang diberikan pada hewan mamalia besar (Contoh : Sapi dan

Kuda) dinyatakan dalam mg atau g tablet per lb (KgBB). Obat seperti sulfonamida

yang diberikan dengan dosis 15mg/150 lb, maka apabila berat sapi 750lb dibutuhkan

75mg sulfonamida.

Beberapa contoh formulasi obat hewan yang tersedia dalam bentuk tablet

atau bolus :

- Petazole – 300

- LEAV – Fin

- Petazole – 1500

- Lamisole – 300

Tablet lamisole – 300 mengandung levamisole HCl BP 300MG yang efektif

dalam menangani cacing yang terdapat pada saluran cerna maupun cacing pada

paru – paru yang menyerang domba, hewan ternak, dan Unggas.


Bolus merupakan sediaan obat berukuran sangat besar dengan dosis besar

dengan berat antara 3 hingga 16 g (gram) atau lebih. Bolus berbentuk seperti capsul

(silindris) karena bolus yang berbentuk bulat akan susah saat dicerna oleh hewan.

Pemakaian bolus pada hewan dibantu dengan menggunakan alat balling gun. Balling

gun terdiri dari suatu barrel dan penekan yang dapat menahan satu atau lebih bolus.

Tabung yang terdapat pada balling gun dimasukkan kedalam mulut hewan hingga

pada bagian bawah belakang lidah kemudian tekan bagian penekan sehingga secara

refleks hewan akan menelan bolus yang diletakkan didalam tabung balling gun.

Formulasi sediaan bolus yaitu dengan dosis zat utama atau zat khasiat yang

sangat tinggi dibandingkan zat tambahannya. Zat tambahan yang digunakan yaitu

berupa diluent, zat pengikat, dan adjuvant lain yang dibutuhkan. Pada hewan

ruminansia seperti hewan ternak atau domba, digunakan konsep long – acting

boluses yang dapat bertahan pada saluran cerna hingga lebih dari 12 jam (bahkan
melebihi hitungan hari atau minggu). Hal ini dikarenakan sediaan padat akan

bertahan pada bagian ruminoreticular yang merupakan suatu bagian pada saluran

cerna ruminansia. Untuk mendapatkan long acting boluses, maka faktor densitas

bolus harus berkisar antara 1,5 hingga 8 dan hal ini dapat dicapai dengan

penambahan besi (iron), clay, sodium sulfat dihidrat, serta dikalsium sulfat kedalam

formulasi.

b. Kapsul

Sediaan obat hewan berupa kapsul pada umumnya sering diberikan pada

hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, untuk hewan ternak pada formulasi

sediaan kapsul ditambahkan vitamin atau suplemen. Sedian – sediaan yang berupa

kapsul pada umumnya itu sediaan nutrasetikal, vitamin dan mineral, dan

antimikroba.

Kapsul gelatin yang diberikan pada manusia dapat digunakan untuk hewan

ukuran kecil (Contoh : anjing dan kucing), dengan ukuran kapsul nomor 000 atau

nomor 00). Selain kapsul tersebut, terdapat kapsul dengan ukuran besar nomor 13 (

2- 3 g) hingga nomor 7 (14 – 24 g) dan terdapat beberapa kapsul yang

menambahkan perasa makanan seperti rasa daging pada bagian shells atau

pembungkus kapsul yang bertujuan agar anjing dan kucing mudah untuk

mengonsumsinya.
Rumacin TM merupakan kapsul antimikroba dan antijamur untuk hewan

ternak yang mengandung 6 g niasin B, vitamin, dan enzim pencernaan.

c. Serbuk / Granul

Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,

ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. Karena mempunyai luas

permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut dari pada

bentuk sediaan yang dipadatkan. Anak-anak atau orang dewasa yang sukar menelan

kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk. Obat yang

terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul dalam ukuran yang lazim,

dapat dibuat dalam bentuk serbuk. Sebelum digunakan, biasanya serbuk oral dapat

dicampur dengan air minum.

d. Supositoria

Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang

diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan

setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan

dasar supositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi,

minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul

dan ester asam lemakpolietilen glikol.

e. Sediaan Premix

meliputi imbuhan makanan hewan dan pelengkap makanan hewan yang

dicampurkan pada makanan hewan atau minuman hewan. Yang dimaksud

pelengkap makanan hewan (feed supplement) adalah suatu zat yang secara alami

sudah terkandung dalam makanan hewan tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan

melalui pemberian bersama makanan hewan, misalnya vitamin, mineral dan asam

amino. Yang dimaksud imbuhan makanan hewan (feed additive) adalah suatu zat

yang secara alami tidak terdapat pada makanan hewan dan tujuan pemakaiannya

terutama sebagai pemacu pertumbuhan. Suatu zat baru dapat dipergunakan sebagai

feed additive setelah melalui pengkajian ilmiah, misalnya antibiotika tertentu,

antara lain basitrasina, virginiamisina dan flavomisina. Sediaan premix umumnya

digunakan pada untuk unggas , babi , dan ternak ruminansia.

Anda mungkin juga menyukai