Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
ACARA II : PERAGA BENTONIK

LAPORAN

OLEH
YOUNDREE RUDY MANGALUK
D061171507

GOWA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang organisme yang

berukuran mikro yang telah mengalami proses pembatuan(litifikasi). Dalam

pengamatannya, fosil-fosil mikro tersebut membutuhkan bantuan berupa

mikroskop untuk dapat dikenali dengan jelas. Salah satu ordo mikrofosil yang

sangat sering dikenali dan dijumpai yaitu Foraminifera . Foraminifera itu sendiri

terbagi atas dua, yaitu benthonik dan planktonik.

Fosil yang berukuran mikro mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menentukan biostratigrafi suatu daerah. Dari berbagai jenis fosil mikro yang

terdapat pada di permukaan Bumi, Foraminifera merupakan yang paling luas

penyebarannya.

Foraminifera merupakan salah satu ordo dari filum protozoa. Ordo ini

memiliki spesies yang sangat bervariasi, mulai dari yang hidup plantonik sampai

bentonik. Disamping itu pada suatu fosil foraminifera memiliki umur relative dan

kebiasaan hidup tertentu, sehingga ketepatan pendeskripsian fosil foraminifera

tidak boleh meleset.

Karena pentingnya penentuan ciri-ciri fosil foraminifera, pada tanggal 24

september 2018, dilakukanlah pratikum mengenai cara penentuan foraminifera

bentonik pada alat peraga, sebagai pengenalan awal terhadap fosil foraminifera

yang hidup secara bentonik.


1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan praktikum ini antara lain :

1. Praktikan dapat mengetahui spesies bentonik.

2. Praktikan dapat mengetahui bentuk-bentuk test setiap peraga.

3. Praktikan dapat mengetahui lingkungan pengendapan fosil.

1.2.2 Manfaat

Manfaat dari dilaksanakannya praktikum ini agar praktikan mampu

mengenali dan memahami fosil serta mampu mendeskripsi fosil dari segi

taksonomi, dan bagian-bagian tubuh fosil, lingkungan pengendapannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Foraminifera

Foraminifera (disingkat foram) adalah protista bersel tunggal dengan

cangkang. Cangkang foram juga disebut sebagai test karena dalam beberapa

bentuk protoplasma meliputi bagian luar cangkang. Cangkang foraminifera

umumnya dibagi menjadi beberapa kamar yang bertambah selama pertumbuhan,

meskipun bentuk yang paling sederhana adalah tabung terbuka atau bola

berongga. Tergantung pada spesies, cangkang dapat memiliki komposisi senyawa

organik, porcelain dan partikel lainnya disemen bersama-sama, atau kristal kalsit.

Foraminifera ditemukan di semua lingkungan laut, mungkin hidup secara

plantonik atau bentonik. Klasifikasi yang berlaku umum dari foraminifera

didasarkan pada klasifikasi olehLoeblich dan Tappan (1964). Ordo Foraminiferida

(informal foram) masuk Kingdom Protista, subkingdom Protozoa, Filum

Sarcomastigophora, Subfilum Sarcodina, Superclass Rhizopoda, Kelas

Granuloreticulosea. Nama Foraminiferida berasal dari foramen, yang berarti

lubang yang menghubungkan melalui dinding (septa) antara masing-masing ruang

(Brasier.2005).

2.2 Waktu Hidup Foraminifera

Dalam skala waktu geologi, foraminifera ditemukan dari kambrium awal

sampai recent. Bentuk paling awal yang muncul dalam catatan fosil

(allogromiine) memiliki dinding test organik atau tabung aglutinasi sederhana.


Istilah "agglutinasi" mengacu pada test terbentuk dari partikel asing "terrekatkan"

bersama-sama dengan oleh semen.

Foraminifera dengan tes keras jarang ditemukan sampai zaman Devon,

selama fusulinids mulai berkembang berpuncak pada test fusulinid kompleks pada

zaman Karbondan Permian; dan punah pada akhir Palaeozoikum. Miliolids

pertama kali muncul pada awal Carboniferous, kemudian pada masa Mesozoikum

rotalinids muncul dan berkembang, dan di zaman Jurassic yang textularinids

muncul. Semua fosil awal foraminifera adalah bentonik, bentuk plantonik mulai

muncul pada masa jura tengah, namun hanya berupa meroplantonik (plantonik

hanya selama tahap akhir dari siklus hidup mereka). Naiknya sea level dan efek

rumah kaca pada kepunahan besar yang terjadi diakhir zaman kapur membuat

foram plantonik banyak yang punah. Ledakan evolusi yang cepat terjadi selama

Paleosenterutama foram plantonik globigerinids dan globorotalids dan juga di

Eosen yaitu foraminifera bentonik besar seperti Nummulites, soritids dan

orbitoids. Orbitoids mati di Miosen, ketika foraminifera besar telah menyusut.

Keragaman bentuk plantonik juga umumnya menurun sejak akhir Kapur dengan

kenaikan singkat selama periode iklim hangat dari Eosen dan Miosen

(Brasier.2005).

2.3 Karakteristik Foraminifera Bentonik

Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup

secara vagil (merambat/merayap) dan sessil (menambat). Alatyang digunakan

untuk merayap pada benthos yang vagile adalahpseudopodia. Terdapat yang

semula sesil dan berkembang menjadi vagil serta hidup sampai kedalaman 3000
meter di bawah permukaanlaut. Material penyusun test merupakan agglutinin,

arenaceous, khitin, dan gampingan.

Foraminifera bentonik tinggal di hampir semua kedalaman laut dan

dibedakan menjadi, bentonik kecil dan besar. Perbedaan antara keduanya

didasarkan pada seberapa rumit struktur internalnya. Untuk lebih jelas mengenai

perbedaan antara dua foraminifera ini perlu dipelajari pada sayatan tipis.

foraminifera bentik dapat hidup vagil atau sessil dan menunjukkan berbagai

struktur yang berbeda yang disesuaikan dengan lingkungan di mana mereka

tinggal. Foraminifera bentonik besar dapat ditemukan di laut tropika yang kaya

akan karbonat dan cenderung ditemukan di zona neritik, sedangkan foramnifera

bentonik kecil ditemukan pada brackish water, dan pada daerah yang rendah

alkalinya (Brasier.2005).

2.4 Siklus Perkembangbiakan

Perkembangan foraminifera dapat berlangsung secara aseksual dan seksual.

Adanya bentuk megalosfeer dan mikrosfeer dalam satu spesies, disebut sebagai

dimorfisme. Hal ini menyebabkan adanya dua bentuk yang berlainan dalam satu

spesies yang sama.


Gambar 2.1 Secara aseksual dan seksual

2.5 Cangkang

Karakter dasar foraminifera adalah adanya cangkang membentuk kamar-

kamar yang dihubungkan oleh pori-pori halus (foramen). Cangkang foraminifera

dapat terbentuk dari zat-zat yang gampingan,silikaan, chitin ataupun aglutin yang

sangat resisten, sehingga golongan ini banyak yang terawetkan sebagai fosil.

Gambar 2.2 Bagian-bagian penyusun pembentuk cangkang

2.6 Bentuk Cangkang

Foraminifera membentuk cangkang atas satu atau beberapa kamar.

Berdasarkan jumlah kamar yang dipunyainya, dapat diketahui berupa

Monotalamus test (uniloculer) yaitu cangkang foraminifera yang terdiri atas satu

kamar atau bentuk cangkang sederhana. Sedangkan yang kedua adalah


Politalamus test (multiloculer) yaitu cangkang foraminifera terdiri atas banyak

kamar (kompleks).

A. Bentuk cangkang Monotalamus

Gambar 2.3 Macam-macam bentuk cangkang monotalamus

Gambar 2.3.1 Macam-macam bentuk tubuh monothalamus


Gambar 2.4 Kenampakan langsung pada mikrospkop bentuk cangkang
monothalamus

B. Bentuk cangkang Polythalamus

1. Uniformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan 1 macam susunan


kamar
2. Biformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan 2 macam susunan
kamar. Misal: pada awalnya mempunyai kamar triserial, kemudian
biserial. Contoh: Heterostomella, Cribrostomum
3. Triformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan 3 macam susunan
kamar. Misalnya awalnya biserial kemudian terputar dan akhirnya
uniserial. Contoh: Vulvulina, Semitextularia
4. Multiformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan >3 macam susunan
kamar. (tipe ini jarang dijumpai)
Gambar 2.5 Bentuk cangkang Polythalamus
2.7 Aperture

Aperture bagian penting pada cangkang foraminifera, karena merupakan

lubang pada kamar akhir tempat protoplasma organisme tersebut bergerak

keluar masuk. Berikut ini macam-macam aperture.

a. Primary aperture interiormarginal(aperture utama interior marginal):

1. Primary aperture interiormarginal umbilical: aperture utama

interiomarginal yang terletakpadadaerahpusatputaran (umbilicus).

2. Primary aperture interiormarginal equatorial:aperture utamainteriomargi

nalyang terletakpada equator test.

Cirinyaadalahapabiladarisampingterlihatsimetridandijumpaipadasusunan

planispiral

3. Primary aperture extra umbilical: aperture utamainteriormarginal

yangmemanjangdaripusatkeperi-peri.

b. Secondary aperture(aperture sekunder): lubanglain (tambahan) dari

apertureutamadanberukuranlebihkecil.
c. Accessory aperture(aperture aksesoris): aperture sekunder yang

terletakpadastrukturaksesorisataustrukturtambahan.

Gambar 2.6 Bentuk dan posisi aperture Foraminifera

2.8 Hiasan Atau Ornamentasi

Hiasan dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies. Berdasarkan

letaknya, hiasan dibagi atas beberapa :

a. Suture

1. Bridge: bentuk seperti jembatan

2. Limbate: bentuk suture yang menebal

3. Retral processes: bentuk suture zig-zag

4. Raisced bosses: bentuktonjolan

b. Peri-peri

1 Keel: lapisan tepi yang tipis dan bening

2 Spine: lapisan yang menyerupai duri runcing

c. Permukaan Cangkang

1. Punctuate: berbintik-bintik
2. Smooth: mulus/licin

3. Reticulate: mempunyai sarang lebah

4. Pustulose: tonjolan-tonjolan bulat

5. Cancallate: tonjolan-tonjolanmemanjang

d.Umbilicus

1. Umbilical plug: umbilical yang mempunyai penutup

2. Deeply umbilical: umbilical yang berlubang dalam

3. Open umbilical: umbilical yang terbuka lebar

4. Ventral umbo: umbilicus yang menonjol kepermukaan

e.Aperture

1. Tooth: menyerupai gigi

2. Lip/rim: bentuk bibir aperture yang menebal

3. Bulla: bentuk segienam teratur

4. Tegilla: bentuk segi enam tidak teratur

Gambar 2.7 Hiasan pada Foraminifera


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu:

 Alat tulis menulis

 Kamera

 Penggaris

 Buku referensi

 Sampel peraga

 LKP

 Klasifikasi lingkungan pengendapan

 Chusman

1.2 Tahapan Praktikum

Dalam praktikum ini dilakukan beberapa tahapan dalam mendeskripsi sampel

yaitu :

1. Pertama yang dilakukan yaitu pendeskripsian sampel dimulai dari

taksonomi.

2. Selanjutnya dilakukan pendeskripsian bagian-bagian tubuh fosil.

3. Lalu ditentukan susunan kamar, jumlah kamar, bentuk test, bentuk kamar,

komposisi test, aperture, ornamen, umur geologi dan lingkungan

pengendapan.

4. Selanjutnya penggambaran bentuk fosil dan bagian tubuhnya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Goesella torncherasensis Hototype

Gambar 4.1 Goesella torncherasensis Hototype

Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari banyak

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah empat. Bentuk test dari sampel ini

adalah uniserial. Bentuk kamar sampel ini adalah globular atau membundar.

Aperture dari sampel ini adalah bundar. Ornamen pada permukaan testnya adalah

smooth.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 1 dengan nomor peraga 11 termasuk

ordo Rotalia, famili Goesellanidae, genus Goesella dan spesies Goesella

torncherasensis Hototype. Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland

(1933), sampel ini diendapkan pada zona IV dengan kedalaman mencapai 300-

1000 meter dan temperatur 5-8 ⁰C.


4.2 Bulimina elegans d’Orbigny

Gambar 4.2 Bulimina elegans d’Orbigny

Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari banyak

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah 15. Bentuk test dari sampel ini adalah

biserial - uniserial. Bentuk kamar sampel ini adalah angular atau menyudut.

Aperture dari sampel ini adalah crescentric. Ornamen pada permukaan testnya

adalah smooth.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 2 dengan nomor peraga 9 termasuk ordo

Rotalia, famili Buliminanidae, genus Bulimina dan spesies Bulimina elegans

d’Orbigny. Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland (1933), sampel

ini diendapkan pada zona II dengan kedalaman mencapai 15-90 meter dan

temperatur 3-16 ⁰C dan zona IV dengan kedalaman mencapai 300-1000 meter dan

temperatur 6-18 ⁰C.


4.3 Bolivina tectiformis Chusman

Gambar 4.3 Bolivina tectiformis Chusman

Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari

banyak kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah 20. Bentuk test dari sampel

ini adalah biserial. Bentuk kamar sampel ini adalah angular yaitu menyudut.

Aperture dari sampel ini adalah bundar. Ornamen pada permukaan testnya adalah

costae.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 3 dengan nomor peraga 29 termasuk

ordo Rotalia, famili Bolivinanidae, genus Bolivina dan spesies Bolivina

tectiformis Chusman. Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland

(1933), sampel ini diendapkan pada zona IV dengan kedalaman mencapai 300-

1000 meter dan temperatur 6-8 ⁰C.


4.4 Ephidium frimbiatulum (Chusman)

Gambar 4.4 Ephidium frimbiatulum (Chusman)

. Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari banyak

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah 15. Bentuk test dari sampel ini adalah

biumblicate. Bentuk kamar sampel ini adalah eyelid. Aperture dari sampel ini

adalah cribate. Ornamen pada permukaan testnya adalah costae, pada suture yaitu

bridge, pada umbilicus yaitu open umbillicus.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 4 dengan nomor peraga 27 termasuk

ordo Rotalia , famili Ephidiumidae, genus Ephidium dan spesies Ephidium

frimbiatulum (Chusman). Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland

(1933), sampel ini diendapkan pada zona I dengan kedalaman mencapai 0-15

meter dan temperatur 0-27 ⁰C dan zona II dengan kedalaman mencapai 15-90

meter dan temperatur 3-16 ⁰C .


4.5 Lagena asperoides Galloway & Morrey

Gambar 4.5 Lagena asperoides Galloway & Morrey

Susunan kamar dari sampel ini adalah Monothalamus yaitu terdiri dari satu

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini hanya satu. Bentuk test dari sampel ini

adalah flash shape atau menyerupai botol. Bentuk kamar sampel ini adalah

spherical. Aperture dari sampel ini adalah bundar. Ornamen pada permukaan

testnya adalah smooth.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 5 dengan nomor peraga 1 termasuk ordo

Rotalia, famili Lagenanidae, genus Lagena dan spesies Lagena asperoides

Galloway & Morrey. Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland

(1933), sampel ini diendapkan pada zona III dengan kedalaman mencapai 90-30

meter dan temperatur 9-13 ⁰C.


4.6 Siphonodasaria paucistriata (Galloway & Morrey)

Gambar 4.6 Siphonodasaria paucistriata (Galloway & Morrey)

Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari banyak

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah 12. Bentuk test dari sampel ini adalah

conical. Bentuk kamar sampel ini adalah globular. Aperture dari sampel ini

adalah bundar. Ornamen pada permukaan testnya adalah costae.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 6 dengan nomor peraga 4 termasuk ordo

Rotalia, famili Siphonodasarianidae, genus Siphonodasaria dan spesies

Siphonodasaria paucistriata (Galloway & Morrey). Menurut klasifikasi

lingkungan pengendapan Natland (1933), sampel ini diendapkan pada zona II

dengan kedalaman mencapai 15-90 meter dan temperatur 3-16 ⁰C dan zona III

dengan kedalaman mencapai 90-300 meter dan temperatur 9-13 ⁰C.


4.7 Dentalina mucronata Neugeboren

Gambar 4.7 Dentalina mucronata Neugeboren

Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari banyak

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah 10. Bentuk test dari sampel ini adalah

uniserial. Bentuk kamar sampel ini adalah tabular. Aperture dari sampel ini

adalah bundar. Ornamen pada permukaan testnya adalah smooth, pada aperture

adalah lip, pada umbilicus yaitu open umbillicus dan peri-perinya yaitu bridge.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 7 dengan nomor peraga 8 termasuk ordo

Rotalia, famili Dentalinanidae, genus Dentalina dan spesies Dentalina mucronata

Neugeboren. Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland (1933),

sampel ini diendapkan pada zona II-III dengan kedalaman mencapai 15-300 meter

dan temperatur 3-13 ⁰C.


4.8 Textularia flintii Chusman

Gambar 4.8 Textularia flintii Chusman

Susunan kamar dari sampel ini adalah Polythalamus yaitu terdiri dari banyak

kamar. Jumlah kamar dari sampel ini adalah 15. Bentuk test dari sampel ini adalah

biserial. Bentuk kamar sampel ini adalah angular. Aperture dari sampel ini adalah

crescentric. Ornamen pada permukaan testnya adalah smooth.

Secara taksonomi, sampel nomor urut 8 dengan nomor peraga 2 termasuk ordo

Rotalia, famili Textularianidae, genus Textularia dan spesies Textularia flintii

Chusman. Menurut klasifikasi lingkungan pengendapan Natland (1933), sampel

ini diendapkan pada pada zona II dengan kedalaman mencapai 15-90 meter dan

temperatur 3-16 ⁰C.


BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Spesies fosil bentonik terdiri dari Siphonodasaria paucistriata

(Galloway&Morrey), Ephidium frimbiatul CUSHMAN,

Goesellatorncheras ensishototype CUSHMAN, Bolivinatecti formis

CUSHMAN, Textularia flintii CHUSMAN, Dentalina mucronata

neugeboren CUSHMAN, Lagena asperoides Galloway CUSHMAN,

Buliminaelegansd orbigny CUSHMAN.

2. Adapun bentuk-bentuk fosil dari foraminifera bentonik yaitu seperti

Cancellate, Discoidal, Biumbulicate, Biconvex, Flaring,Spiroconvex,

Umbuliconvex, Lenticular, Biumbulicate, Fusiform, Tabular, Bifurcating,

Radiate, Arborescent, irregular, Hemissperical, Zigzag, Conical, Spherical.

3. Lingkungan pengendapan fosil ini terdapat pada zona 3 pada kedalaman

90-300 meter.

5.2 Saran

.1. Sebaiknya disediakan alat pembersih dan selalu dijaga kebersihan lab.

2. Sebaiknya asisten mendampingi praktikan saat melakukan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Howard dan Martin D. Brasier.2005. Microfossils : Second

Edition.Blackwell publishing : United Kingdom.

Rahardjo, W. 1982. Mikropaleontologi : Diktat Kuliah Laboratorium

Mikropaleontologi. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.

Tim Asistem Laboratorium Mikropaleontologi Teknik Geologi UNHAS. 2018.

Penuntun Praktikum Mikropaleontologi. Universitas Hasanuddin : Gowa

Anda mungkin juga menyukai