Prediksi Kebangkrutan Kelompok 10
Prediksi Kebangkrutan Kelompok 10
“PREDIKSI KEBANGKRUTAN”
KELAS V G
OLEH :
FAKULTAS EKONOMI
SINGARAJA
2017
PREDIKSI KEBANGKRUTAN
Rata-rata nilai rasio BT/PO untuk kedua grup tersebut adalah sebagai berikut :
Tidak bangkrut 0,356
Bangkrut 0,473
Kelompok perusahaan yang bangkrut mengeluarkan biaya operasional transportasi
pada setiap satu unit pendapatan operasional yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok yang tidak bangkrut. Sedangkan rasio TIE untuk kedua kelompok tersebut
adalah :
Tidak bangkrut 2,49
Bangkrut -0,26
Nampak perusahaan yang tidak bangkrut mempunyai pendapatan (EBIT) relatif
terhadap biaya bunga yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok perusahaan yang
bengkrut. Perbedaan rasio-rasio BT/PO dan TIE antara kelompok bangkrut dan tidak
bangkrut cukup besar dan tes statistik t student juga menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan pada derajat signifikansi 5%.
Apakah rasio-rasio tersebut bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrutan? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, berikut ini langkah-langkah untuk menganalisis
kemampuan prediksi rasio-rasio tersebut. Yang pertama perlu dilakukan adalah
menentukan titik cut off (pembatas) yang bisa dipakai untuk menentukan batas
perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Rangking perusahaan berdasarkan
rasio-rasio bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Rangking Perusahaan Berdasarkan Rasio BT/PO dan TIE
Perusahaan Rasio Status di 1970
1. Rangking berdasarkan rasio BT/PO
Aan Arbor 0,524 TB
Penn Central 0,485 B
Boston and Maine 0,461 B
Southern Pacific 0,400 TB
Illinois Central 0,388 TB
Norfolk 0,359 TB
Central of Georgia 0,348 TB
Southern Railway 0,314 TB
Cincinnati 0,274 TB
Florida East 0,237 TB
2. Rangking berdasarkan rasio TIE
Southern Railway 3,93 TB
Southern Pacific 3,56 TB
Illinois Central 3,10 TB
Cincinnati 2,91 TB
Florida East 2,82 TB
Norfolk 2,81 TB
Central of Georgia 2,16 TB
Penn Central 0,16 B
Boston and Maine -0,68 B
Ann Arbor -1,37 TB
Titik cut off dihitung dengan cara mencari titik tengah antara rasio yang berurutan
(misal titik 0,5045 merupakan titik tengah antara 0,524 (Aan Arbor) dengan 0,485 (Penn-
Central)). Titik cut off yang menghasilkan kesalahan prediksi paling kecil akan dipilih.
Kesalahan prediksi terdiri dari dua tipe yaitu kesalahan tipe I dan kesalahan Tipe II
seperti berikut ini.
Diprediksi
Bangkrut Tidak Bangkrut
Kenyataan
Berikut ini beberapa titik cut off dan total kesalahan yang dihasilkan.
0,5045 2 1 3
0,4730 1 1 2
0,4305 0 1 1
0,3940 0 2 2
0,3735 0 3 3
Nampak bahwa rasio BT/PO yang lebih besar dari 0,4305 menghasilkan tingkat
kesalahanya yang paling kecil. Teknik pemilihan titik cut off semacam itu mengandung
bahaya bahwa karakteristik spesifik perusahaan-perusahaan dalam sampel akan
mempengaruhi nilai cut off, dan dengan demikian titik cut off tersebut tidak
representative untuk perusahaan-perusahaan lainnya.
Untuk menghindari kemungkinan semacam tersebut, akurasi titik cut off bisa diuji
dengan menggunakan perusahaan-perusahaan di luar sampel (uji validasi). Pengujian
kemamppuan predisi model univariate tersebut dengan menggunakan sampel perusahaan
pada tahun 19X1 bisa dilihat sebagai berikut ini :
Table 13.4 Prediksi Kebangkrutan Pada Tahun 19X1
Disamping pemilihan titik cut off yang meminimalkan biaya semacam diatas, ada
beberapa alternatif teknik pemilihan titik cut off : dengan menggunakan rata-rata atau
nilai median dari rasio-rasio disampel. Rata-rata BT/PO untuk seluruh perusahaan kereta
dalam sampel adalah 0,356. Dengan demikian jika rasio BT/PO > 0,356 perusahaan
diprediksi bangkrut dan begitu juga sebaliknya. Menarik untuk dilihat beberapa jumlah
kesalahan klasifikasi dengan menggunakan angka 0,356 sebagai cut off rate.
Jika beberapa variable dipakai untuk memprediksi, ada kemungkinan hasil yang
saling bertentangan akan diperoleh. Untuk mengatasi kelemahan semacam itu metedo
prediksi multivariate (prediksi berganda secara simultan) bisa digunakan. Contoh metode
tersebut adalah model deskriminan untuk memprediksi kebangkrutan.
(1). Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return
yang lebih rendah.
(2). Penggunaan Hutang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih
tinggi.
(3). Perlindungan terhadap biaya tetap (Fixed payment coverage). Perusahaan yang
bangkrut mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap yang lebih kecil.
(4). Fluktuasi return saham. Perusahan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang
lebih rendah dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi.
Prediksi pada tabel 13.6 hanya berlaku untuk satu tahun sebelum kebangkrutan.
Menarik dilihat prediksi untuk beberapa tahun sebelum kebangkrutan.
Skor Z yang rendah berarti semakin besar kemungkinan untuk bangkrut. Koefisien
negative variable X1 (rasio BT/PO) enandakan adanya hubungan negative antara variable
tersebut dengan skor Zi. Semakin tinggi nilai X1, semakin rendah nilai Zi, dan semakin
tinggi kemungkinan kebangkrutan. Nilai koefisien positif pada variable X2, menandakan
bahwa semakin tinggi rasio TIE, semakin tinggi nilai skror Zi, dan semakin kecil
kemungkinan kebangkrutan. Misalkan kita menggunakan data perusahaan kereta api
Penn-Cental dengan rasio BT/Po = 0,485 dan rasio TIE = 0,16, skor Z bisa dihitung
sebagai berikut ini :
= -1,527
Variabel yang digunakan di atas secara ekslusif berasal dari dalam perusahaan seperti
profitabilitas atau likuiditas. Selain itu digunakan pula variabel eksternal seperti tingkat
bunga, kondisi perekonomian, atau perubahan tingkat pengangguran yang bisa
digunakan oleh analis multivariate.
F. BUKTI-BUKTI INTERNAL
Model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa negara. Altman
(1983,1984) telah melakukan survei ke beberapa negara untuk membahas apakah ada
kesamaan rasio keuangan yang dipakai untuk prediksi kebangkrutan semua negara.
Sehingga nilai Zi disajikan dan dicari dengan persamaan diskriminan berikut ini :
Keterangan :
X5 = penjualan/total asset
Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak
bangkrut menunjukkan nilai-nilai kelima variabel tersebut sebagai berikut ini :
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go
public dan dengan demikian tidak mempunyai nilai pasar. Untuk beberapa seperti
Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Oleh karena
itu, Altman mengembangkan model alternatif dalam menghitung nilai Zi, yaitu :
Keterangan :
X5 = penjualan/total asset
Model di atas memiliki kemampuan prediksi yang cukup baik juga (94% benar atau
62 benar dari total sampel 66), sedangkan yang asli (95% benar atau 63 benar dari 66
total sampel).
X5 = penjualan/total asset
Sampel yang dipilih selama ini juga membuat kesulitan untuk menarik kesimpulan
terhadap populasi secara keseluruhan. Sampel yang baik tentunya sampel yang mewakili
populasi secara keseluruhan. Selain itu lamanya usia bisnis nampaknya berpengaruh
besar terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis.
Retail
Pakaian anak dan bayi 227
Barang-barang sports 116
Pakaian dewasa laki-laki 112
Makanan dan minuman (restoran) 65
Departemen Store 34
Meskipun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti yang dibicarakan di atas,
tetapi klau penelitian kebangkrutan dinilai dari sumbangannya terhadap pengambilan
keputusan akan terasa bahwa penelitian kebangkrutan memberikan sumbangan yang cukup
substansial. Karena keputusan akan lebih baik dengan adanya informasi kebangkrutan ini.
Alam, Ditiro. 2015. Analisis Metode Springate (S-Score) sebagai Alat untuk Memprediksi
Kebangkrutan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Property dan Real Estate yang
Listing di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2011-2013). Jurnal Administrasi Bisnis
(JAB) Vol. 21 No. 1 April 2015
Citrawati, Etta. dan Made Gede Wirakusuma. 2014. Analisis Financial Distress dengan
Metode Z- Score Altman, Springate, Zmijewski. E-Journal Akuntansi Universitas
Udayana 6.3
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim. 2009. Analisis Laporan Keuangan . Yogyakarta:
STIM YKPN
Yoseph. 2011. Analisis Kebangkrutan dengan Metode Z- Score Altman, Springate, Zmijewski
pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk periode 2005-2009. Jurnal ilmiah Akuntansi
No.4