Oleh :
Nama : Muhammad Fiqih Ilham A.
NIM : 155060100111029
1. Klasifikasi Aliran
Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe tergantung kriteria
yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau kecepatan mengikuti fungsi
waktu, aliran dibedakan menjadi aliran permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady),
sedangkan berdasarkan fungsi ruang, aliran dibedakan menjadi aliran seragam (uniform) dan
tidak seragam (non-uniform).
Aliran
(flow)
Berubah lambat laun Berubah tiba-tiba Berubah lambat laun Berubah tiba-tiba
(Gradually) (Rapidly) (Gradually) (Rapidly)
Gambar. 1
Klasifikasi aliran pada saluran terbuka
Analisis aliran tidak seragam biasanya bertujuan untuk mengetahui profil aliran di
sepanjang saluran atau sungai. Analisis ini banyak di lakukan di dalam perencanaan perbaikan
sungai atau penanggulangan banjir, terutama di dalam menentukan elevasi puncak tanggul,
daerah genangan, elevasi jembatan dan sebagainya.
Aliran tidak seragam dibedakan dalam dua kelompok berikut ini :
❖ Aliran berubah beraturan (gradually varied flow ):
• Parameter hidraulis (kecepatan ,tampang basah) berubah secara progresif dari
satu tampang ke tampang yang lain
• Kecepatan aliran di sepanjang saluran dapat dipercepat atau diperlambat yang
tergantung pada kondisi saluran
• Contoh : aliran dalam sungai
❖ Aliran berubah cepat (rapidly varied flow)
• Parameter hidraulis berubah secara mendadak dan kadang_kadang juga tidak
continyu (discontinu)
• Contoh :
▪ Perubahan tampang mendadak (saluran irigasi)
▪ Loncat air
▪ Terjunan
▪ Aliran melalui bangunan pelimpah
▪ Pintu air
3. Energi Spesifik
Energi spesifik adalah tinggi tenaga pada sembarang tampang diukur dari dasar saluran,
atau tenaga tiap satuan berat air pada sembarang tampang diukur dari dasar saluran. Jadi yang
dimaksud dengan energi spesifik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
V2
E=h+
2g ( 3-1)
dimana = koefisien Coriolis
= 1 s/d 1,1
Ditinjau saluran yang mempunyai potongan melintang berbetuk persegi dengan kecepatan
seragam, yakni harga = 1. Jika lebar saluran adalah B dan debit saluran Q, sehingga debit
per satuan lebar saluran atau disebut debit satuan adalah q = Q/B, dan V = q/h. Persamaan ( 3-
1) dapat ditulis kembali menjadi:
q2
E=h+
2gh 2 ( 3-2 )
atau
2
(E − h )h 2 = q
2g
( 3-3 )
Untuk debit satuan spesifik tertentu, q, sebelah kanan persamaan ( 3-3) adalah konstan.
Sehingga, persamaannya dapat ditulis dalam bentuk:
Persamaan ini menyatakan hubungan antara energi spesifik E dan kedalaman air h untuk
debit satuan q. Lengkung yang menggambarkan persamaan di atas diplot dalam Gambar 3.
Secara matematis dapat dibuktikan bahwa lengkung E-h mempunyai dua asimptotis : E – h =
0 dan h = 0. Asismptot pertama diwakili oleh garis lurus yang ditarik melewati titik 0,0 dan
membentuk sudut 45o dengan sumbu horisontal; dan asimptot kedua adalah sumbu horisontal.
Sebagaimana dinyatakan dalam Persamaan (3-1) bahwa energi spesifik, E, terdiri dari dua
komponen, kedalaman aliran, h, dan tinggi kecepatan, V2/2g. Untuk debit satuan q, yang
sama, nilai V menurun jika kedalaman, h, meningkat, dengan kata lain menurunkan harga
tinggi kecepatan. Sehingga, dengan mengacu Gambar 3, lengan bagian atas kurva mendekati
garis lurus, E = h, manakala tinggi kecepatan menjadi sangat kecil untuk nilai h yang sangat
besar. Dengan cara yang sama, meningkatnya nilai V akan menurunkan harga h, dan
meningkatkan nilai tinggi kecepatan. Jika h mendekati nol tinggi kecepatan cenderung
menjadi tak terhingga, dan lengan bawah kurva mendekati sumbu horisontal.
Persamaan (3-4) adalah berderajad tiga darih h terhadap E. Persamaan ini mungkin
mempunyai tiga akar yang berbeda. Satu diantaranya selalu negatif. Namun, hal ini secara
fisik kedalaman negatif tidak mungkin terjadi, sehingga hanya mempunyai dua nilai h untuk
harga E tertentu. Dua kedalaman, katakan saja h1 dan h2, dinamakan kedalaman selang-seling
(alternate depths). Pada kondisi khusus, dimungkinkan h1 = h2, yaitu pada titik C Gambar 3.
Kedalaman pada titik ini dinamakan kedalaman kritis, hc, dan alirannya dinamakan aliran
kritis.
Untuk memperlihatkan keberadaan akar negatif untuk harga E tertentu pada kurva E-h
untuk harga q tertentu diperlihatkan pada Gambar 3 sebagai garis putus-putus.
h
Garis E = h
Kurva E-h
h1
1
h1
C
h2
2
45o h2
E
h3
3
Gambar 3.
Lengkung energi spesifik untuk debit satuan tertentu.
Kembali ke persamaan (3-3) terlihat bahwa jika harga q naik, maka harga E akan
meningkat untuk harga h tertentu. Dengan kata lain, jika kita menggambar garis sejajar dengan
sumbu-X untuk sembarang harga h, maka kurva E-h untuk q1 akan berpotongan di sebelah
kiri perpotongan q jika q1 < q. Sebaliknya perpotongan dengan q2 akan berada di sebelah
kanan perpotongan q jika q2 > q. Untuk jelasnya lihat Gambar 4.
Sekarang kita perhatikan saluran atau sungai dengan bentuk potongan melintang
sembarang, persamaan (3-1) menjadi persamaan (3-5) dimana V2= Q2/A2 :
Q2
E=h+
2gA 2 ( 3-5 )
untuk memudahkan penurunan rumus, kita asumsikan bahwa distribusi tekanan adalah
hidrostatis, dan kecepatan aliran adalah seragam, sehingga energi spesifik menjadi:
Q2
E = h +
2gA 2
( 3-6 )
q1 < q < q2
hc q2
q
q1
45o
X
Gambar 4.
Kurva energi spesifik untuk debit satuan yang berbeda.
dE
=0
Energi, E, minimum terjadi jika dh . Sehingga dengan mendeferensialkan persamaan
(1-6) terhadap h akan diperoleh:
dE Q 2 dA
=1+
dh 2g A3dh
( 1-7 )
karena dA/dh = T, maka persamaan (3-7) dapat ditulis kembali menjadi:
dE Q 2 2T
=1+ −
dh 2g A 3
atau
Q 2T
1 − =0
gA 3
( 3-8 )
V 2
D
=
2g 2
( 3-9 )
dimana : E = total energi, m
A = luas tampang melintang, m2
T = lebar atas saluran, m
D = kedalaman hidraulik, m.
Persamaan (3-9) menunjukkan bahwa tinggi energi adalah setengah dari kedalaman
hidraulik. Dari persamaan (3-9) dapat diturunkan persamaan bilangan Froude, Fr sebagai:
V
Fr =
gD
( 3-10 )
4. Debit Maksimum
Debit maksimum untuk energi spesifik konstan. Persamaan di tulis sebagai berikut :
𝟏⁄
𝑸 = √𝟐𝒈. 𝑨. (𝑬𝒔 − 𝒚) 𝟐 ( 4-1 )
( 4-2 )
Konbinasi dari persamaan 2-1 dan 2-2 untuk mengeliminasi akan memperoleh bentuk :
Gambar. 5
Hubungan antara kedalaman air dan debit aliran.
Gambar tersebut menunjukan bahwa untuk suatu debit Q akan terdapat dua kedalaman
y1 dan y2 yang mempunyai energi spesifik yang sama. Apabila debit betambah, maka kedua
kedalaman tersebut akan saling mendekati untuk menuju suatu nilai kedalaman kritik YC
dimana debit adalah maksimum
Apabila aliran seragam terjadi pada saluran dengan I0<IC maka aliran disebut subkritik
dan kemirigan dasar disebut landai (mild)
Sebaliknya, apabila aliran seragam terjadi pada saluran dengan I0>IC maka aliran disebut
superkritik dan kemirigan dasar disebut curam.
6. Formula Aliran
Gambar. 6(1)
Gambar. 6(2)
Beberapa formula aliran untuk saluran terbuka
Dalam menganalisis aliran berubah lambat laun, kedalaman kritis, hcr pegang peranan
sangat penting. Pada saat kedalaman air mendekati kedalaman kritis (h = hcr), penyebut pada
pers (7-13) mendekati nol dan nilai dh/dx menjadi tak terhingga. Kemiringan muka air menjadi
sangat terjal. Kondisi ini dapat terlihat pada loncatan air atau pada kejadian dimana air dari
saluran landai memasuki saluran terjal atau danau.
Bergantung pada kemiringan dasar saluran, kondisi permukaan, geometri penampang
melintang, dan debit, saluran terbuka dapat diklasifikasikan kedalam lima macam.
Pengelompokan ini berdasarkan kondisi aliran di saluran yang diindikasikan oleh posisi relatif
kedalaman normal, hN, dan kedalaman kritis, hc, yang dihitung untuk tiap-tiap saluran.
Kriterianya adalah sbb.:
➢ Saluran datar (Horizontal channel ) : So = 0 dan hN
➢ Saluran landai (Mild channel) : So < Sc dan hN > hc
➢ Saluran kritis (Critical channel) : So = Sc dan hN = hc
➢ Saluran terjal (Steep channel) : So > Sc dan hN < hc.
➢ Saluran menanjak (Adverse channel) : So < 0
Selanjutnya, klasifikasi kurva profil muka air tergantung pada kedalaman air aktual dan
hubungannya dengan kedalaman normal dan kedalaman kritis. Ratio antara h/hcr dan h/hN
dapat dipakai untuk analisis selanjutnya, dimana h adalah kedalaman aktual yang terjadi pada
sembarang titik yang ditinjau.
Persamaan (7-13) merupakan persamaan perubahan kedalaman sepanjang aliran, yang
dapat kita tulis dalam bentuk lain menjadi:
dh h3 − h 3
= So n
dx h3 − h 3
c ( 7-24 )
Profil garis muka air (flow profile) dapat dibedakan menjadi 2 macam bentuk:
▪ Air balik (backwater), jika kedalaman air, h, bertambah searah aliran (dh/dx > 0).
▪ Air menurun (drawdown), jika kedalaman air, h, berkurang searah aliran (dh/dx < 0).
Apabila garis yang merupakan tempat kedudukan kedalaman air normal disebut sebagai
“NORMAL DEPTH LINE” (NDL) dan garis yang merupakan tempat kedudukan kedalaman
air kritis disebut sebagai “CRITICAL DEPTH LINE’ (CDL), maka untuk suatu saluran
dengan debit (Q) tertentu, NDL dan CDL akan membagi kedalaman air dalam saluran menjadi
3 daerah (zone) yaitu:
a) Daerah 1 : ruang di atas NDL dan CDL.
b) Daerah 2 : ruang antara NDL dan CDL, dan
c) Daerah 3 : ruang dibawah NDL dan CDL.
Gambar 7.
Pembagian Daerah pada Aliran Arah Vertikal
Ditinjau persamaan (8-14) maka profil muka air yang terjadi dapat kita dianalisis sebagai
berikut:
Terjadi di zone 1
Aliran subkritis : + = +
+
Terjadi di zone 3
Terjadi di zone 2
Aliran subkritis : − = −
+
Drawdown
Terjadi di zone 2
Aliran superkritis : + = −
−
Gambar 8.
Klasifikasi aliran berubah lambat laun
Profil Muka Air Untuk Berbagai Kemiringan Dasar Saluran
Karakteristik profil muka air untuk berbagai macam kemiringan dasar saluran secara
ringkas diberikan dalam Tabel. Gambaran profil muka air untuk tiap-tiap jenis kemiringan
dasar saluran diberikan pada sub-bagian berikut.
Tabel. Karakteristik kurva profil muka air untuk bermacam-macam kemiringan dasar saluran
Hubungan h
Kemiringan Notasi terhadap hN dan Jenis lengkung
Jenis aliran
Saluran hc secara umum
1 2 3 1 2 3
h > hN >
Mendatar Nihil Nihil Nihil
hc
(Horizontal)
H2 hN > h > hc Muka air surut Sub kritis
Io = 0
H3 hN > hc > h Air balik Super kritis
Landai h > hN >
M1 Air balik Sub kritis
(Mild slope) hc
0 < Io < Ic M2 hN > h > hc Muka air surut Sub kritis
M3 hN > hc > h Air balik Super kritis
Kritis C1 h > hc = hN Air balik Sub kritis
(Critical Sejajar dasar Seragam
C2 hc = h = hN
slope) saluran kritis
Io = Ic > 0 C3 hc = hN > h Air balik Super kritis
Terjal S1 h > hc > hN Air balik Sub kritis
(Steepslope) S2 hc > h > h Muka air surut Super kritis
So > Sc > 0 S3 hc > hN > h Air balik Super kritis
Menanjak h > (hN )* >
Nihil Nihil Nihil
(Adverse hc
slope) A2 (hN )* > h > hc Muka air surut Sub kritis
So < 0 (hN )* > hc >
A3 Air balik Super kritis
h
Gambar 9.
Profil muka air pada kurva H (saluran horizontal)
• Saluran landai (Mild channel), 0 < So < Scr
Gambar 10.
Profil muka air pada kurva M (Mild slope)
Gambar 11.
Profil muka air pada kurva C (Critical slope)
Gambar 12.
Profil muka air untuk kurva S (Steep slope)
• Saluran menanjak (Adverse channel)
Gambar 13.
Profil muka air untuk kurva A (adverse slope)
Metoda tahapan langsung adalah cara yang mudah dan simpel untuk menghitung profil
muka air pada aliran tidak permanen. Metoda ini dikembangkan dari persamaan energi:
V2 V2
z1 + h1 + 1 = z 2 + h 2 + 2 + h f
2g 2g ( 7-25 )
dimana:
z = ketinggian dasar saluran dari garis referensi.
h = kedalaman air dari dasar saluran.
V = kecepatan rata-rata.
g = percepatan gravitasi.
hf = kehilangan energi karena gesekan dasar saluran.
Prosedur perhitungannya dimulai dengan kedalaman yang diketahui h1, yang diperoleh
dari hubungan kedalaman – debit (discharge rating curve), kemudian ambil (asumsikan)
kedalaman berikutnya h2, baik di hulu atau di hilirnya tergantung pada jenis aliran subkritis
atau superkritis, dan hitung jarak X antara kedua kedalaman tersebut dengan persamaan (7-
18). Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, direkomendasikan untuk mengambil harga
h2 sedekat mungkin dengan h1, sehingga harga X yang diperoleh tidak terlalu jauh. Untuk
lebih jelasnya berikut diberikan contoh perhitungannya.
Loncatan hidrolis terjadi ketika aliran superkritis bertemu dengan aliran subkritis pada
kedalaman yang cukup.
Secara umum, loncatan hidrolis digunakan untuk menentukan desain peredam energi.
y1 1
= − 1 + 1 + 8F2
2
y2 2
Panjang loncatan hidrolis merupakan jarak horisontal awal loncatan sampai penampang
dimana kedalaman air mendatar mengalami gulungan ombak dengan kedalaman air maksimum
Karena profil muka air sangat datar ke arah akhir loncatan, banyak terjadi kesalahan dalam
penentuan panjang loncatan (Lj)
Secara teoritis, panjang loncatan dapat dihitung dengan persamaan berikut
Lj = 5 − 6,9( y2 − y1 )
Klasifikasi Loncatan
a). Loncatan berombak (undular jump) 1,0 < F1 < 1,7
Muka air berombak sangat kecil di permukaan. Sequent depth ratio sangat kecil E2/E1
=0
b). Loncatan lemah (weak jump) 1,7 < F1 < 2,5
Terbentuk gulungan ombak pada permukaan loncatan, tetapi permukaan di hilir tetap
halus. Secara keseluruhan kecepatannya seragam dan kehilangan energi kecil.
c). Loncatan berisolasi (oscillating jump) 2,5 < F1 < 4,5
Terdapat semburan berosilasi menyertai dasar loncatan bergerak ke permukaan dan
kembali tanpa periode tertentu. Setiap osilasi menghasilkan gelombang tak teratur yang
besar bergerak jauh ke hilir
d). Loncatan mantap(steady jump) 4,5 < F1 < 9
Ujung-ujung permukaan hilir akan bergulung dan titik dimana kecepatan semburannya
tinggi cenderung memisahkan diri dari aliran, pada lncatan yang terjadi tidak
dipengaruhi oleh kedalaman air bawah. Loncatan hidrolisnya sangat seimbang , dengan
efektifitas peredaman energi 45 %- 70%
e). Loncatan kuat (strong/ choppy jump) F1 > 9
Kecepatan semburan tinggi akan memisahkan hempasan gelombang gulung dari
permukaan loncatan, menimbulkan gelmbang hilir. Gerakan loncatan jarang terjadi
tetapi efektifitas peredamannya mencapai 85%
Gambar 15.
Klasifikasi Loncatan Hidraulis