Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alam
termasuk sumber daya mineral logam. Kesadaran akan banyaknya mineral
logam ini mendorong bangsa Indonesia untuk dapat memanfaatkan sumber
daya alam tersebut secara efisien. Dalam pemanfaatanya, tentu saja
menggunakan berbagai metode dan teknologi sehingga dapat diperoleh hasil
yang optimal dengan hasil yang optimal dengan keuntungan yang besar, biaya
produksi yang seminim mungkin serta ramah lingkungan. Ekstraksi adalah
suatu proses pemisahan suatu zat dari suatu campuran atau pemisahan suatu
logam dari sumbernya, yang biasanya berupa bijih. Metalurgi (metallurgy)
adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk memperoleh logam (metal)
melalui proses fisika dan kimia serta mempelajari cara-cara memperbaiki
sifat-sifat fisik dan kimia logam murni maupun paduannya (alloy). Pengolahan
aluminium menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat tidak lepas dari peran
reaksi kimia fisika.
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat tahan terhadap
korosi dan hantaran listrik yang baik. Aluminium sebagai logam yang bernilai
komersial didapatkan dari hasil ekstraksi metalurgi. Pada saat ini Indonesia
telah memiliki pabrik peleburan alumunium satu-satunya dengan cara reduksi
elektrolit yang di kelola oleh PT. Inalum (Indonesia Asahan Alumunium)
dimana bahan baku utamanya adalah alumina (Al2O3). Pemakaian aluminium
diperkirakan pada masa mendatang masih terbuka luas baik sebagai material
utama maupun material pendukung dengan ketersediaan biji aluminium di
bumi yang melimpah. Aluminium dapat dipergunakan untuk peralatan rumah
tangga, material pesawat terbang, otomotif, kapal laut, konstruksi dan lain-
lain. Produk-produk aluminium dihasilkan melalui proses pengecoran
(casting) dan pembentukan (forming). Aluminium hasil pengecoran banyak
dijumpai pada peralatan rumah tangga dan komponen otomotif misalnya velg
(cast wheel), piston, blok mesin dan lain sebagainya. Aluminium hasil
pembentukan diperoleh melalui tempa, rol dan ektrusi misalnya aluminium
profil dan plat yang banyak digunakan dalam kontruksi. Seiring dengan
perkembangan zaman banyak sekali teknologi baru yang bermunculan untuk
menghasilkan aluminium, Salah satu sebabnya adalah karena aluminium
memiliki kegunaan yang sangat banyak. Dengan banyaknya penggunaan
Aluminium dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam rumah tangga maupun
industri, Oleh karena itu kita perlu mempelajari lebih lanjut mengenai
aluminium tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sifat fisik dan sifat kimia Aluminium?


2. Bagaimanakah sistem penambangan bijih Aluminium?
3. Bagaimanakah proses pengolahan dan peleburan bijih Aluminium di
PT.INALUM?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sifat fisik dan sifat kimia Aluminium.


2. Untuk mengetahui sistem penambangan bijih Aluminium?
3. Untuk mengetahui proses pengolahan dan peleburan bijih Aluminium di
PT.INALUM?

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah dapat menambah wawasan
mengenai ekstraksi metalurgi dari logam Aluminium dan aspek aspek yang
mempengaruhinya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisika dan Kimia Aluminium

a. Dasar-Dasar Fisika Aluminium

Unsur Alumunium
Simbol Al
Nomor Atom 13
Massa Atom Relatif 26,98
Konfigurasi Elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p1
Titik Didih (oC) 660,4
Titik Leleh(oC) 2467
Rapatan pada 25oC (gram/cm3) 2,70
Warna Metalik
Energi Ionisasi (kJ/mol) 277,6
Afinitas Elektron (kJ/mol) 42,6
Keelektronegatifan 1,61
Jari-jari Ion 0,51
Jari-jari Atom 1,43
Potensial Elektrode -1,71
Daya Hantar Panas 2,1
Daya Hantar Listrik 38 10-3

b. Dasar Kimia Bijih Aluminium

Merupakan unsur yang sangat reaktif dan reduktor yang baik


 Bereaksi dengan air dan melepaskan H2 dan alumunium oksida
yang ulet dan menempel pada logam yang melindungi masuknya
air serta oksigen
2 Al(s) + 3 H2O(l)  Al2O3(s) + 3 H2(g)
 Oksida ini dibuat khusus melapis tipis alumunium di anoda dalam
sel elektrolistik  Alumunium anodis.
 Alumunium bersifat amfoter dan dapat larut dalam asam atau basa
encer
2Al(p) + 6 H+(aq)  2 Al+(aq) + 3 H2(g)
2 Al(p) + 2 OH-(aq) + 2 H2O(l)  2 AlO2-(aq) + 3 H2(g)
 Reaksi termit
Sifat afinitas terhadap oksigen dari aluminium yang secara spontan
akan melepaskan sejumlah kalor yang cukup untuk melelhkan
hasil reaksinya
2Al(s) + Fe2O3(s)  Al2O3(c) + 2 Fe(c)
Kalor yang dihasilkan mencapai 3000 oC

2.2 Sistem Penambangan Bauksit (Bijih Aluminium)

Aluminium didapatkan dari bijih bauksit yang ditambang terlebih dahulu.


Pada tahap awal penambangan dilakukan pembersihan lokal (land clearing) dari
tumbuh-tumbuhan yang terdapat di atas endapan bijih bauksit. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam operasi selanjutnya yaitu kegiatan
pengupasan lapisan penutup (overburden). Metode penambangan bijih Aluminium
dapat dilakukan secara tambang terbuka seperti metode penambangan bijih
Aluminium yang dilakukan di PT. Inalum Sumatra Utara.

Untuk melaksanakan kegiatan pengupasan lapisan penutup digunakan


bulldozer, sedangkan untuk penggalian endapan bauksit digunakan alat gali muat
excavator yang selanjutnya dimuatkan ke alat angkut dump truck. Untuk
mengoptimalkan perolehan, bauksit kadar rendah dicampur (mixing) dengan bijih
bauksit kadar tinggi, hal ini dapat berfungsi juga untuk memperpanjang umur
tambang. Untuk menghindari pengotoran dari batuan dasar yang ikut tergali pada
saat penambangan bauksit, maka penggalian dilakukan dengan menyisakan
bauksit setebal 40 - 50 cm di atas batuan dasarnya. Kemajuan penambangan setiap
blok disesuaikan dengan rencana penambangan pada peta tambang.

Penambangan dilakukan dengan menggunakan sistem tambang terbuka


dengan metode penambangan berjenjang yang terbagi dalam beberapa blok,
sehingga untuk kemajuan penambangan setiap blok disesuaikan dengan blok
rencana penambangan pada peta tambang. Dalam pembagian blok, penambangan
direncanakan pada peta eksplorasi dengan skala 1 : 1000. Hal tersebut bertujuan
untuk memperkirakan jumlah tonase bauksit yang akan diperoleh, (Gambar 3.1).
Untuk mengoptimalkan bijih bauksit kadar rendah dilakukan pencampuran
(mixing) dengan bijih bauksit kadar tinggi, hal tersebut dilakukan untuk
memperpanjang umur tambang dan diharapkan hasil yang diperoleh sesuai dengan
persyaratan dari pembeli (konsumen) yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk
menghindari pengotoran dari batuan dasar yang ikut tergali pada saat
penambangan bauksit, maka penggalian dilakukan dengan menyisakan bauksit
setebal 40 - 50 cm di atas batuan dasarnya. Bauksit dapat ditemukan dalam
lapisan mendatar dan tidak terlalu dalam.
Biasanya banyak terdapat di hutan biomas, oleh karena itu
penambangannya biasanya merusak hutan. Endapan bauksit di setiap lokasi
mempunyai kadar yang berbeda-beda, sehingga penambangannya dilakukan
secara selektif dan pencampuran salah satu cara untuk memenuhi persyaratan
ekspor. Aluminium ditambang dari biji bauksit yang banyak terdapat di
permukaan bumi. Bauksit yang ditambang untuk keperluan industri mempunyai
kadar aluminium 40-60%. Setelah ditambang biji bauksit digiling dan
dihancurkan supaya halus dan merata. Kemudian dilakukan proses pemanasan
untuk mengurangi kadar air yang ada. Selanjutnya bauksit mengalami proses
pemurnian dan peleburan.
BAB III

PENGOLAHAN ALUMINIUM

3.1 Pengolahan Aluminium

Pekerjaan pengolahan bahan galian dilakukan untuk mendapatkan


konsentrat atau bijih yang sesuai dengan standar, keinginan atau patokan pasar
dengan ketentuan - ketentuan atau kriteria tertentu. Adapun konsentrat yang
didapatkan dari hasil pengolahan ini berupa Alumina. Logam alumunium sebagai
produk dari industri pertambangan yang berasal dari pengolahan bijih bauksit
melalui standar yang telah kita kenal, yaitu didapat dari proses pengolahan bauksit
menjadi alumina (proses bayer) dan pengolahan alumina menjadi alumunium
(proses Hall-Heroult).

Proses pencucian yang dilakukan bertujuan untuk meliberasi bijih bauksit


terhadap unsur-unsur pengotornya yang pada umumnya berukuran -2 mm yaitu
berupa tanah liat (clay) dan pasir kuarsa. Sehingga hasil dari proses pencucian
tersebut akan mempertinggi kualitas bijih bauksit, yaitu didapatkan kadar alumina
yang lebih tinggi dengan berkurangnya kadar silika, oksida besi, oksida titan dan
mineral-mineral pengotor lainny

Peralatan pencucian yang dapat digunakan adalah ayakan putar (tromol rail
atau rotary grizzly) dan ayakan getar (vibrating screen). Ayakan putar mempunyai
fungsi untuk mencuci bijih bauksit yang masuk melalui hopper (stationary
grizzly), sedangkan ayakan getar berfungsi untuk mencuci bijih bauksit yang
keluar dari ayakan putar. Ayakan getar mempunyai dua tingkat ayakan, dimana
ayakan tingkat pertama (bagian atas) mempunyai lebar lubang bukaan 12,5 mm
dan ayakan tingkat kedua (bagian bawah) mempunyai lebar bukaan 2 mm
sehingga alat ini sering juga disebut dengan system ayakan getar bertingkat
(vibration horizontal double deck screen).

Dengan demikian selama proses pencucian, bijih mengalami tiga tahap proses
pencucian antara lain :

1. Proses penghancuran untuk memperkecil ukuran bijih bauksit yang berasal


dari front penambangan.

2. Proses pembebasan (liberasi) yaitu proses pembebasan bijih bauksit dari


unsur-unsur pengotor.

3. Proses pemisahan (sorting) terhadap bijih bauksit yang berdasarkan pada


perbedaan ukuran dan pemisahan terhadap fraksi yang tidak diinginkan
yaitu yang berukuran -2 mm.

sistematika proses pengolahan bauksit meliputi:


1. Crushing dan Grinding
Recovery (perolehan) Alumina dimulai dengan bauksit melewati
melalui layar untuk menyortir dengan ukuran (sizing-screening). Material
tersebut kemudian dihancurkan untuk menghasilkan bahan yang relatif
seragam ukuran. Bijih tersebut kemudian dimasukkan ke dalam pabrik
penggilingan besar dan dicampur dengan larutan soda kaustik (sodium
hidroksida) pada suhu dan tekanan tinggi. Mill berputar seperti drum besar
sementara batang baja - berguling-guling longgar di dalam gilingan -
menggiling bijih untuk sebuah konsistensi bahkan lebih halus. Proses ini
banyak seperti blender dapur hanya jauh lebih lambat dan jauh lebih besar.
Materi yang akhirnya dibuang dari pabrik disebut lumpur (slurry).Larutaan
yang dihasilkan mengandung larutan natrium alumina dan undissolved
residu bauksit yang mengandung zat besi, silikon, dan titanium. Residu ini
- biasa disebut sebagai "lumpur merah" - secara bertahap tenggelam ke
dasar tangki dan dihapus.

2. Digesting
Lumpur yang dipompa ke digester, disini reaksi kimia untuk
membubarkan alumina berlangsung. Dalam digester bubur yang
dimasukkan dalam keadaan - di bawah 50 pound per square inch tekanan -
dipanaskan sampai 300 ° Fahrenheit (145 ° Celcius). Tetap dalam digester
di bawah kondisi dari 30 menit sampai beberapa jam. Soda kaustik
ditambahkan lebih banyak untuk melarutkan senyawa yang mengandung
aluminium dalam bubur. Senyawa yang tidak diinginkan baik tidak larut
dalam soda kaustik, atau bergabung dengan senyawa lain untuk
menciptakan skala pada peralatan yang harus dibersihkan secara berkala.
Proses pencernaan menghasilkan larutan natrium aluminat. Karena semua
ini terjadi dalam pressure cooker, bubur dipompa menjadi serangkaian
"tank flash" untuk mengurangi tekanan dan panas sebelum dipindahkan ke
"tanki pengendap."
2NaOH + Al2O3.3H2O --> 2NaAlO2 + 4H2O

2NaOH + Al2O3.H2O --> 2NaAlO2 + 2H2O

3. Settling
Settling dicapai terutama dengan menggunakan gravitasi, meskipun
beberapa bahan kimia harus ditambahkan untuk membantu proses. Sama
seperti segelas air gula dengan pasir halus tersuspensi di dalamnya akan
terpisah dari waktu ke waktu, begitu juga dengan kotoran dalam bubur,
seperti pasir dan besi dan elemen lainnya jejak yang tidak larut akhirnya
akan mengendap di bawah. Larutan di bagian atas tangki (yang terlihat
seperti kopi) sekarang diarahkan melalui serangkaian filter. Setelah
mencuci untuk memulihkan soda alumina dan kaustik, lumpur merah
sisanya dipompa ke kolam penyimpanan yang besar dimana dikeringkan
dengan penguapan. Alumina dalam larutan masih hangat terdiri dari
partikel-partikel kecil, kristal ditangguhkan. Namun masih ada beberapa,
kotoran padat sangat halus yang harus dibuang. Sama seperti penyaring
kopi menjaga alasan keluar dari cangkir Anda, filter di sini bekerja dengan
cara yang sama. Saringan berukuran raksasa terdiri dari serangkaian
"leaves" - filter kain besar atas rangka baja - dan menghapus banyak dari
zat padat dalam cairan yang tersisa. Bahan tertangkap oleh filter dikenal
sebagai "cake filter" dan dicuci untuk menghilangkan alumina dan soda
kaustik. Minuman keras disaring - natrium aluminat solusi - kemudian
didinginkan dan dipompa ke "precipitator."
Na2CO3 + Ca(OH)2 --> CaCO3 + 2NaOH
4. Presipitasi
Bayangkan sebuah tangki setinggi gedung enam lantai. Sekarang
bayangkan baris demi baris dari tangki disebut precipitator. Natrium
aluminat dari settling dan operasi penyaringan dipompa ke dalam debu.
partikel alumina yang baik (fine) - disebut "kristal benih" (alumina hidrat)
- ditambahkan untuk memulai pengendapan partikel alumina murni
sebagai larutan yang mendingin. Kristal Alumina mulai tumbuh di sekitar
biji, kemudian menetap ke bagian bawah tangki di mana mereka akan
dihapus dan dipindahkan ke "tank penebalan." Akhirnya, disaring lagi
kemudian ditransfer oleh konveyor ke "tanur kalsinasi."

5. Kalsinasi
Kalsinasi adalah proses pemanasan untuk menghilangkan air kimia
gabungan dari hidrat alumina. Itu sebabnya, setelah alumina terhidrasi
adalah dikalsinasi, ini disebut alumina sebagai anhidrat. "Anhidrat" berarti
"tanpa air."Dari precipitation, hidrat disaring dan dicuci untuk membasuh
kotoran dan menghilangkan kelembaban. Sebuah sistem konveyor terus
menerus memberikan hidrat ke dalam kiln kalsinasi. Kiln kalsinasi adalah
batu bata-dalam berjajar dan gas-dipecat untuk suhu 2.000 ° F atau 1.100 °
C. Berputar perlahan-lahan (untuk memastikan alumina mengering secara
merata) dan dipasang pada landasan miring yang memungkinkan alumina
untuk bergerak melalui ke pendinginan eqipment. (Metode terbaru
menggunakan metode yang disebut kalsinasi tidur cairan di mana partikel
alumina ditangguhkan atas layar dengan udara panas dan dikalsinasi.)
Hasilnya adalah bubuk putih seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
alumina murni. Kaustik soda dikembalikan ke awal proses dan digunakan
lagi.

Adapun mekanisme dari pengolahan bijih Bauksit menjadi Alumina (proses


Bayer) adalah sebagai berikut :

a. Mereduksi ukuran bijih bauksit yang akan dijadikan feed deangan cara
digerus (grinding). Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan.
Hasil atau produk dari proses penggerusan ini umumnya yang dipakai
sebagai feed pada proses bayer yaitu bijih yang berukuran kurang dari 35
mesh.

b. Melarutkan alumina yang terdapat dalam bijih bauksit dengan larutan soda
api atau “caustic soda”dengan konsentrasi dan temperature tertentu,
dengan menggunakan media uap sebagai pemanas didalam suatu tabung
yang dibuat dari baja yang tehan terhadap tekanan yang timbul akibat
proses pemanasan selama berlangsungnya proses pelaruatan. Suhu
pelarutan sekitar 108osampai 250o dengan konsentrasi soda api 250 sapai
400 gr/liter. Pemilihan temperatu dan konsentrasi serta lamanya waktu
pelarutan tergantung pada sifat-sifat spesifik bijih bauksit yang digunakan
dan berdasarkan perhitungan-perhitungan yang paling ekonomis meliputi
semua rantai proses beserta efek- efeknya untuk dapat menghasilkan
alumina dengan mutu yang memenuhi persyaratan sesuai yang dibutuhkan.
Reaksi yang terjadi pada prosespelarutan adalah:

Bauksit + NaOH NaAlO2 + H2O

Atau
Al2O33H2O + 2NaOH 2NaAlO2 + 4H2O

Sesuai dengan reaksi diatas, diperkirakan sekitar 90% alumina yang ada
dalam bijih beuksit akan larut menjadi NaAlO2. sedangkan rekasi
sampingan yang terjadi sebagai akibat adanya unsure silica reaktif dalam
bijih bauksit adalah:

SiO2 + 2NaOH Na2SiO2

5SiO2 + 6NaAlO2 + 5H2O 3Na2O.3Al2O3.5SiO2.5H2O

c. Proses memisahkan larutan natrium aluminat (NaAlO2) dari benda padat


yang tidak larut dan produk dari reaksi disilikasi. Pemisahan dilkaukan
dengan cara pengendapan, suhu pengendapan dikontrol sekitar 100oC,
dimana alumina masih dalam kondisi kelarutannya. Dari proses
pengendapan ini akan didapat suatu produk berupa larutan natrium
aluminat yang bening.

d. Larutan bening yang didapat, kemudian diproses lagi dengan proses.


Presipitasi dengan cara menambahkan serbuk Al2O3 sebagai inti
pengendapan (seed). Endapan yang etrbentuk merupakan kristal-kristal
dari hidrat alumina dan sebagian teraglomerasi membentuk gumpalan-
gumpalan alumina yang lebih besar dan tidak mudah pecah. Hasil dari
proses presipitasi yang ukurannya dikembalikan lagi kedalam proses
Presipitasi sebagai inti pengendapan. Larutan sisa presipitasi (spent
liquor), dimanfaatkan kembali dengan cara mengembalikannya kedalam
proses pelarutan dengan terlebih dahulu di uapkan kemudian ditambahkan
soda api. Reaksi yang terjadi selama berlangsungnya proses presipitasi
adalah:

2NaAlO2 + 4H2O 2NaOH + Al2O33H2O


e. Hidrat alumina yang didapat dari proses presipitasi sdan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan, selajutnya akan mengalami proses
kalsinasi (pemanggangan) pada suhu sekitar 1.200oC yang bertujuan untuk
mengeluarkan juga mengurangi kadar air dan air kristal yangbterikat
dalam gumpalan-gumpalan alumina. Reaksi-reaksi yang terjadi pada
proses kalsinasi adalah :

Al2O33H2O Al2O3 + 3H2O

Al2O3 yang didapat dari proses diatas adalah alumina yang siap dikirim ke
pabrik peleburan untuk dilebur menjadi aluminium.

BAB IV

EKSTRAKSI BIJIH ALUMINIUM DI PT. INALUM

4.1 Ekstraksi Bijih Aluminium

Bijih alumunium yang lebih dikenal dengan nama bauksit banyak terdapat di
daerah Tropik dan Sub-Tropik, yaitu Afrika, India Barat, Amerika Selatan dan
Australia. Bijih bauksit dimurnikan menjadi alumunium oxide trihydrate
(alumina) kemudian secara elektrolisa direduksi menjadi logam alimunium.
Logam alumunium sebagai produk dari industri pertambangan yang berasal dari
pengolahan bijih bauksit melalui standar yang telah kita kenal, yaitu didapat dari
proses pengolahan bauksit menjadi alumina (proses bayer) dan pengolahan
alumina menjadi alumunium (proses Hall-Heroult).

Setelah mendapatkan Alumina dari proses Bayer maka proses selanjutntya


untuk mendapatkan Aluminium adalah peleburan Alumina. Proses ini didasarkan
pada prinsip elektrolisa lelehan garam alumina pada temperature yang tinggi.
Syarat alumina yang akan dilebur menjadi logam aluminium adalah sebagai
berikut :
a. kadar Al2O3 98,50% - 99,40%

b. kadar SiO2 0,015% - 0,03%

c. kadar Fe2O3 0,015% - 0,03%

d. kadar TiO2 0,001% - 0,003%

Beberapa perlengkapan yang digunakan dalam proses Hall-Heroult


(Berdasarkan PT. Inalum) antara lain :

a. Anoda .karbon yang digunakan di pabrik reduksi merupakan anoda


karbon hasil produksi dari pabrik karbon yang ada di PT. Inalum. Anoda
ini terbuat dari kokas residu hasil penyulingan minyak bumi atau kokas
batubara. Anoda ini dilengkapi dengan tangkai (rodding) untuk
menghubungkan arus dari busbar anoda ke blok anoda karbon. Anoda
yang dipakai pada proses Hall-Heroult adalah karbon. Pemilihan material
karbon sebagai anoda ini perlu dipertimbangkan berdasarkan acuan
literatur sebagai berikut:

1) Konduktivitas listrik tinggi (0,0036-0,0091 Ωcm) agar aliran listrik


dapat mengalir efektif.

2) Daya tahan panas tinggi, titik sublimasi 4.200oC dan titik leleh 3.700oC
pada tekanan 1 atm berguna untuk bekerja pada suhu operasi yang
tinggi (965oC)

3) Konduktivitas panasnya tinggi berguna pada saat proses backing


sehingga pot reduksi cepat mencapai suhu yang tinggi.

4) Ekspansi panas yang rendah (± 0,5 kali tembaga) berguna pada saat
konstruksi perangkaian anoda agar anoda tidak terlepas dari
tangkainya karena pemuaian.
5) Densitas rendah (1,4-1,7 gr/m3) agar partikel karbon yang terlepas
(debu) tidak terendapkan pada katoda sehingga tidak mengotori
produk ingot.

b. Katoda

Katoda merupakan elektroda berkutub negatif. Katoda yang sering


digunakan pada proses Hall-Heroult adalah katoda karbon.

Kategori dalam pemilihan karbon berdasarkanbahan baku dan proses


pembuatannya harus memiliki spesifikasi sebagai berikut :

1) Katoda amorphus bahan baku antrasit, suhu pemanggangan 1.200oC.

2) Katoda semigrafit bahan baku grafit, suhu pemanggangan 1.200oC.

3) Katoda semigrafit bahan baku semigrafit, suhu pemanggangan


2.300oC.

4) Katoda semigrafit bahan baku kokas, terintegrasi hingga suhu 3.000oC.

c. Elektrolit

Elektrolit yang dipakai dibagian reduksi PT. Inalum pada proses


Hall-Heroult adalah lelehan kryolite (Na3AlF6). Lelehan ini dipilih karena
kemampuannya melautkan berbagai jenis oksida dengan baik. Kelarutan
alumina dalam kryolite (bath) dipengaruhi oleh suhu lelehan kryolite.
Pada suhu ± 960oC alumina melarut dalam lelehan kryolite murni
sebanyak 11% dari beratnya. Kelarutan alumina juga dapat dipengaruhi
oleh zat tambahan (aditif) dalam kryolite.

d. Bath

Bath adalah cairan yang mengandung 70-90% kryolite (Na3AlF6) dan


komponen lainnya seperti alumina dan alumunium fluorida. Dalam satu
pot reduksi alumunium dibutuhkan 12 ton bath. Karena hanya berfungsi
sebagai elektrolit, kehilangan kryolite di pot reduksi selama produksi
relatif kecil yaitu sekitar 0,2 kg/ton alumunium yang umumnya terjadi
karena penguapan.

Bath ini memiliki sifat yang menguntungkan untuk operasi


peleburan. Sifat-sifat tersebut antara lain sebagai berikut :

1) Mampu melarutkan alumina dengan baik

2) Konduktivitas tinggi

3) Tegangan dekomposisi lebih tinggi dai alumina

4) Titik lelehnya relatif rendah

5) Tidak bereaksi dengan alumina dan karbon

6) Cukup encer sebagai pelarut

7) Tekanan uap rendah

TABEL

KOMPOSISI BATH

Komponen Kandungan (%)


AlF3 (Alumunium Florida) 7-9

CaF2 (Kalsium Florida) 3-4

Al2O3 (Alumina) 1-8

Na3AlF6 (Kryolite) 79-90

e. Alumunium Fluorida (AlF3)

Penggunaan Alumunium Fluorida (AlF3) didalam proses peleburan


antara lain dapat menurunkan nilai liquidus temperatur, daya serap logam
dam cairan, tegangan permukaan, kekentalan dan berat jenis serta dapat
meningkatkan keasaman bath. Sedangkan efek yang tidak diinginkan dari
penambahan AlF3 ini adalah dapat menurunkan daya larut alumina,
konduktivitas listrik serta tekanan uap.

f. Soda Abu

Pemakaian soda abu pada pot reduksi hanya pada saat transisi saja,
yaitu untuk memperkuat struktur lapisan karbon pada katoda dan dinding
samping sehingga tidak mudah tererosi baik oleh bath maupun metal
alumunium. Pemakaian soda abu juga membantu mempercepat
terbentuknya lapisan kerak di dinding samping pot. Lapisan kerak ini
fungsinya sebagai penahan erosi bath.

g. Energi Listrik

Energi listrik merupakan faktor penting pada peleburan alumunium


khususnya di bagian reduksi. Energi listrik yang digunakan merupakan
energi listrik arus searah (DC) untuk melangsungkan proses elektrolisis
sekaligus menghasilkan panas untuk melelehkan kryolite dan untuk
mengoperasikan alat-alat atau sistem pemrosesan lainnya pada pabrik
reduksi.

Proses Hall-Heroult didasarkan pada prinsip elektrolisa lelehan garam


alumina pada temperatur tinggi (2.050oC). Lelehan garam alumina merupakan
campuran alumina (Al2O3) dengan kryolite (Na3AlF6) dengan titik leleh
1.010oC. Bejana yang diperlukan dalam proses peleburan alumunium dengan
proses Hall-Heroult disebut bejana sel elektrolisa rectangular yang
mempunyai dua elektroda, yaitu anoda (elektroda positif) dan katoda
(elektroda negatif).

Karena proses ini didasarkan pada proses elektrolisa maka dalam bejana
ini diperlukan suatu media yang dapat menyalurkan arus listrik untuk
keperluan tersebut. Oleh karena itu dipasanglah batang-batang baja yang
dipasang pada dasar bejana tersebut. Arus listrik yang dialirkan akan
menyebabkan kedua elektroda saling berinteraksi. Interaksi ini disebabkan
karena adanya beda potensial yang dimiliki kedua elektroda tersebut akibat
aliran arus listrik yang dialirkan.

Reaksi dasar yang terjadi pada sel elektrolisa adalah sebagai berikut :

Katoda : 4Al2O3 8Al + 6O2

Anoda : 7C + 6O2 5CO2 + 2CO

___________________________________

4Al2O3 + 7C 8Al + 5CO2 + 2CO

Pada reaksi diatas dapat kita lihat bahwa produk setelah reksi adalah
logam aluminium, gas CO dan gas CO2. logam aluminium yang didapat dari
proses ini akan terendapkan pada dasar bejana elektrolisa, hal ini disebabkan
karena beret jenis logam aluminium lebih besar dri pada berat jenis larutan
campuran alumina dan kryolit. Logam aluminium produk dari reaksi ini akan
memiliki presentase (kadar) aluminium sekitar 99,70% dan siap untuk
dipasarkan. Pemasaran logam ini biasanya dalam bentuk balok-balok
aluminium atau lebih dikenal dengan nama “aluminium ingot”.

Untuk keperluan yang sifatnya langsung, logam aluminium yang


didapat dari pross elektrolisa tidak perlu lagi dimurnikan, misalnya untuk
keperluan dunia rekayasa dan elektronika. Sedangkan untuk keperluan yang
sifatnya khusus, misalnya untuk keperluan industri, pengepakan, makanan
atau industri obat-obatan, maka aluminium ini harus diproses lagi. Proses
ulang ini disebut “refinery”, dari proses ini akan didapatkan suatu produk
logam aluminium dengan kadar 99,9%.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Aluminium sebagai produk yang bernilai komersial didapatkan dari


pengolahan bijih Bauksit. Bijih Bauksit dari lokasi tambang terlebih dahulu
dilakukan pengecilan ukuran (reduksi) untuk memudahkan pada proses
selanjutnya. Pengolahan bijih Bauksit ini dibedakan dalam dua proses yaitu
Proses Bayer, yaitu proses pengolahan bijih Bauksit untuk mendapatkan Alumina
(Al2O3) dan proses Hall – Heroult yaitu proses peleburan Alumina untuk
mendapatkan Aluminium. Adapun Syarat alumina yang akan dilebur menjadi
logam aluminium adalah sebagai berikut :

1. kadar Al2O3 98,50% - 99,40%


2. kadar SiO2 0,015% - 0,03%

3. kadar Fe2O3 0,015% - 0,03%

4. kadar TiO2 0,001% - 0,003%

Aluminium yang didapat dari proses peleburan ini memiliki kadar sekitar
99,70%.

5.2 Saran

Dengan penulisan makalah ini semoga dapat bermanfaat untuk menambah


wawasan penulis maupun pembaca terutama mengenai peleburan logam
aluminium.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Aluminium, dari [[http://webmineral.com/data/Aluminum.shtml]]


diunduh pada tanggal 20 Oktober 2018

Christoph Schmitz, Josef Domagala, Petra Haag.2006. Handbook of aluminium


recycling: fundamentals, mechanical preparation, metallurgical
processing, plant design. Vulkan-Verlag GmbH.

Clark Jim. 2004. http://Reaksi-reaksi Kimia Unsur-unsur Periode 3 _ Chem-Is-


Try.Org _ Situs Kimia Indonesia _.htm (Diakses pada tanggal 20 Oktober
2018)

Anda mungkin juga menyukai