Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Droshopilla Melanogaster

Salah satu spesies dari Drosophila adalah Drosophila melanogaster.


Menurut Borror (1992) sistematika Drosophila melanogaster adalah sebagai
berikut.

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila

Species : D. Melanogaster

Gambar 1. Struktur tubuh lalat


2.2 Morfologi Droshopilla Melanogaster

Drosophila melanogaster sebagai salah satu serangga yang memiliki


peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu genetika serta dijadikan
model organisme diploid di laboratorium karena ukuran kecil, mempunyai siklus
hidup pendek, jumlah keturunan yang dihasilkan sangat banyak, murah biaya serta
perawatannya. Drosophilla melanogaster selama ini telah mengalami mutasi
genetik sehingga dikenal dengan berbagai macam strain, menurut Morgan dkk
telah berhasil menemukan 85 macam strain yang menyimpang dari tipe normal
(wild type). (Robert, 2002).
Menurut Ashburner dan Thompson (1978), lalat buah wild type memiliki
karakteristik berupa: warna tubuhnya kuning kecoklatan dan memiliki cincin
berwarna hitam di tubuh bagian abdomen, ukurannya relatif kecil (kurang lebih 3
sampai 5 milimeter), urat tepi sayap mempunyai dua bagian yang terinteruptus
dekat dengan tubuhnya, memiliki arista/sungut yang pada umumnya berupa bulu
dan memiliki 7-12 percabangan, Crossvein posterior umumnya lurus dan tidak
melengkung. Mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah,
terdapat mata oseli pada bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibanding
mata majemuk, thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih sedangkan
abdomen bersegmen lima dan bergaris hitam, sayap panjang melebihi abdomen
dengan warna transparan dan posisi bermula dari thorax, Terdapat mata oceli pada
bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibanding mata majemuk, thorax
berbulu-bulu dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmen lima dan
bergaris hitam, sayap panjang, berwarna transparan, dan posisi bermula dari
thorax.
Menurut Flymove (2016), terdapat perbedaan ciri pada lalat buah jantan
dan betina yaitu kuran jantan lebih kecil dan betinanya lebih besar, jantan
memiliki 5 segmen abdomen dan 7 segmen abdomen dimiliki oleh betina, ujung
abdomen jantan berwarna kehitaman dan betinanya lebih putih dan terang,
terdapat struktur unik pada foreleg jantan yaitu sexcomb dan tidak pada betina,
ukuran sayap jantannya lebih pendek dan betina relatif lebih panjang, betina
memiliki spermateka.

Gambar 2. Perbedaan ciri Drosophila jantan dan betina (Ashburner, 1989)


Menurut Ashburner dan Thompson (1978), Drosophila melanogaster
siklus hidup terpendek lalat buah berlangsung selama 7 hari yaitu pada suhu 28 °C.
Pada suhu 30 °C (panas) umur lalat yaitu 11. Dibawah kondisi suhu 25 °C
perkembangannya 8,5 hari, dibawah 18 °C perkembangan lalat memakan waktu
19 hari, dan dibawah 12 °C mencapai 50 hari.
Lalat buah betina mampu melakukan kopulasi setelah 8 jam menetas dari
fase larva instar tiga (Pitnick, 1996). Fase hidup lalat buah diawali dari telur yang
dihasilkan dari kopulasi jantan dan betina. Telur berbentuk oval, rata dibagian
lateral, ukurannya 0,5 mm (Ashburner dan Thompson, 1978). Fase telur
berlangsung selama satu hari.
Lalat buah mengalami fase larva yang terbagi menjadi instar I, instar II,
dan instar III. Menurut Ashburner dan Thompson (1978), larva instar I (1 mm)
memiliki 3 segmen thoraks dan delapan segmen abdomen, berlangsung selama 24
jam, dan dapat berlangsung 15 jam pada suhu kamar. Larva instar II (2-3 mm)
berlangsung selama kurang lebih 24 jam dan kemudian berubah menjadi larva
instar III (3-5 mm) yang berlangsung 24 jam pula. Tingkat motilitas larva instar
naik dari I, II, dan III.
Setelah berubah menjadi prepupa warna yang semula putih berubah
menjadi coklat muda, bersifat tak motil, dan menyukai tempat yang kering.
Prepupa berubah menjadi pupa yang warnanya lebih gelap. Tahap tersebut
berlangsung berturut-turut 24 jam. Kemudian 2-3 hari setelahnya pupa menetas
menjadi lalat dewasa atau imago yang motil dan dapat terbang setelah beberapa
jam (Ashburner dan Thompson, 1978).
Menurut Bonilla et al., (1995), faktor yang mempengaruhi siklus hidup
Drosophila melanogaster adalah melatonin. Melatonin merupakan suatu hormon
pengatur metabolisme dan jam biologis. Serta terdapat faktor lain yang
mempengaruhi siklus hidup lalat yaitu suhu, nutrisi, intensitas cahaya, densitas
medium, medium.
Gambar 2.5 Siklus Hidup Drosophila melanogaster (Silvia, 2003).

2.3 Pindah Silang (Crossing Over)

Pindah silang atau crossing over merupakan pertukaran material genetik


antara kromatid homolog (Pai, 1992). T.H Morgan pertama kali mengajukan
kejadian pindah silang untuk menjelaskan terjadinya kombinasi rekombinan dari
faktor-faktor yang disimpulkan saling terpaut berdasarkan data genetik (Corebima,
2003). Hipotesis yang diajukannya yaitu pautan merupakan akibat dari kenyataaan
tentang letak faktor-faktor tersebut yang memang berada pada kromosom yang
sama; kejadian pindah silang dapat diamati secara sitologis (Corebima, 2003).
Menurut F Jannsens didalam Rothwell dalam Corebima (2003),
menyatakan bahwa kromosom-kromosom yang berpasangan di saat profase
meiosis sering memperlihatkan konfigurasi yang terlihat menyilang. Konfigurasi
menyilang itu dikemukakan pada Amphibia (Gardner et al., dalam Corebima,
2003). Tiap silangan itu diinterpretasikan sebagai suatu chiasma (Rothwell,
1983 dalam Corebima, 2003).
Dalam hal ini, chiasma mempunyai arti bahwa telah terjadi suatu
pemutusan dan penyambungan kembali, yang diikuti oleh suatu pertukaran
resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen (satu kromatid bersifat
paternal, sedangkan yang lain bersifat maternal). Campbell (2002) menjelaskan
bahwa pindah silang terjadi selama profase meiosis I. Ketika kromosom homolog
pertama kali muncul bersama sebagai pasangan selama profase I, suatu
perlengkapan protein yang dinamakan kompleks sinaptonemal (synaptonemal
complex) menggabungkan kromosom sehingga terikat kuat satu dengan yang
lainnya, fungsinya mirip sebuah resleting. Pemasangan berlangsung secara cermat,
penataan yang homolog satu sama lain gen demi gen. Peristiwa pindah silang
mengakibatkan gen sealel bertukar tempat.
Peristiwa pindah silang ini terjadi ketika meiosis I yaitu pada saat
kromosom itu mengganda menjadi 2 kromatid dan yang homolog bergandeng
pada bidang ekuator. Ketika sudah terjadi persilangan antara kromatid kromosom
homolog, maka pada anafase I bagian kromosom yang bersilang tidak kembali ke
induk melainkan melekat pada kromosom satunya (Yatim, 1983). Gardner (1984)
menyatakan bahwa peristiwa pindah silang terjadi selama sinapsis dari
kromosom-kromosom homolog pada zygoten dan pachyten dari profase meiosis I.
Gardner (1984) juga menyatakan bahwa karena replikasi kromosom berlangsung
selama interfase, maka pindah silang itu terjadi pada tahap tetrad pascareplikasi
pada saat tiap kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk empat
kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog. Pindah silang terjadi antara
keempat kromatid itu tetapi yang terjadi antara kedua kromosom sesaudara (dari
satu kromosom) jarang dapat dideteksi.

Gambar 2.6 Perisiwa Crossing Over (Tamarin, 2001)


“Pindah silang juga mencakup kromatid-kromatid sesaudara (dua kromatid
dari satu kromsosom), tetapi pindah silang tersebut seacara genetik jarang dapat
dideteksi karena kromatid-kromatid sesaudara biasanya identik”. Peristiwa
pindah silang yang secara genetik mudah dideteksi adalah yang berlangsung
antara dua kromatid bukan sesaudara (non-sister chromatids).
Terjadinya pindah silang ditandai dengan adanya synaptonemal complex
dan terbentuknya chiasma. Individu betina dapat terjadi pindah silang karena
terbentuk synaptonemal kompleks yang merupakan prasyarat terjadinya pindah
silang. Menurut Campbell (2002) synaptonemal complex adalah sebuah apparatus
protein yang mempunyai fungsi untuk membawa kromosom pada ikatan yang
kuat. Struktur apparatus protein tersebut merupakan struktur gabungan dari RNA
dan protein untuk memperkuat chiasma.
Protein synaptonemal complex (SC) merupakan struktur yang rumit yang
terbentuk diantara kromosom homolog selama pembelahan mieosis tahap profase
I, dimana SC memediasi interaksi pasangan kromosom homolog (Homolog
pairing) dan memulai pertukaran genetik. Pada Drosophila melanogaster, protein
c(3)G membentuk filamen transfer (FTs) dari sinaptonemal complex. Terminal N
dari c(3)G homodimer terletak pada element sentral dari SC, dimana terminal c
dari c(3)G menghubungkan TFs dengan kromosom melalui asosiasi dengan
elemen aksial/elemen lateral (Aes/Les) dari SC. Protein yang disebut Corona juga
dibutuhkan untuk pembentukan dari SC. Corona dibutuhkan untuk peletakkan
yang tepat dari protein c(3)G SC. Tidak adanya Corona menyebabkan kegagalan
polimerasi c(3)G dan pembentukan wilayah central dari SC. Gen c(2)M juga
mengkode SC, adanya mutasi pada gen c(2)M akan menghasilkan pembentukan
SC yang tidak sempurna (Hawley, 2004).
Gambar 2.7 Pemetaan kromosom (Bruce, 1985)
2.4 Faktor Pindah Silang

Menurut Gardner (1991) faktor yang menjadi penyebab terjadinya pindah


silang adalah sebagai berikut:
1. Lokus yang tersusun pada kromosom tersusun secara linier pada deretnya.
2. Dua alel dari gen heterozigot menempati posisi yang cocok pada kromosom
yang homolog.
3. Terjadinya pemutusan setiap kromosom homolog dari dua kromosom yang
homolog sehingga terjadi pertukaran posisi.
4. Pindah silang terjadi pada tahap profase I pada tahap meiosis tepatnya pada
fase pachiten selama sinapsis dari kromosom homolog.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya pindah silang adalah
faktor hormonal dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Umur
2. Suhu
3. Radiasi
4. Kation-kation Ca2+ dan Mg2+
5. Adanya efek sitoplasma, dan
6. Jenis kelamin.
Peristiwa pindah silang terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat.
Dengan terjadinya pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua
macam gamet memiliki gen-gen yang sama dengan gen-gen yang dimiliki induk
(parental), maka dinamakan gamet-gamet tipe parental. Dua gamet lainnya
merupakan gamet-gamet baru, yang terjadi akibat adanya pindah silang.
Gamet-gamet ini dinamakan gamet-gamet rekombinasi. Gamet-gamet tipe
parental dibentuk jauh lebih banyak dibandingkan dengan gamet-gamet tipe
rekombinasi.
2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua tempat. Jika
pindah silang ganda (dalam bahasa Inggris :´double crossingover´)
berlangsung di antara dua buah gen yang terangkai, maka terjadinya pindah
silang ganda itu tidak akan tampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet yang
dibentuk hanya dari tipe parental saja atau dari tipe rekombinansi saja atau
tipe parental dan tipe rekombinasi akibat pindah silang tunggal. Akan tetapi,
misalkan di antara gen A dan B masih ada gen ke tiga, misalnya gen C, maka
terjadinya pindah silang ganda antara gen A dan B akan nampak (Suryo, 2010).

2.5 Pemetaan kromosom

Peta kromosom adalah gambar skema sebuah kromosom yang dinyatakan


sebagai sebuah garis lurus dimana diperlihatkan lokus setiap gen yang terletak
pada kromosom itu. Jarak antara satu gen dengan gen lainnya yang berangkai
pada sebuah kromosom dinyatakan dengan Unit Peta dan 1 Unit Peta (map unit) =
1% Pindah Silang. Selain dinyatakan dengan Unit Peta (Map Unit), maka jarak
antara gen-gen yang berangkai dinyatakan pula dengan Unit Morgan untuk
mengenang Morgan yang menemukan adanya gen-gen yang berangkai. Satu Unit
Morgan menggambarkan 100% pindah silang, maka 1% pindah silang = 1
centimorgan (1cM) = 1 Unit Peta (Map Unit). Sentromer dari kromosom
biasanya dianggap sebagai pangkal, maka diberi tanda 0 (angka 0). Pada lokus
setiap gen dibubuhkan angka yang menunjukkan jarak antara gen itu dengan
sentromer atau jarak antara satu gen dengan gen yang lain.
Misal :
1) Pindah silang gen a – b = 5%, artinya jarak antara gen a – b adalah 5 Unit
Peta atau 5 cM.
2) Pindah silang gen a – b = 10 %, berarti jarak a – b = 10 unit
3) Pindah silang gen a – c = 9 %, berarti jarak a – c = 9 unit
4) Pindah silang gen c – d = 13 %, berarti jarak c – d = 13 unit

Jarak antara gen satu dengan gen lainnya yang berangkai disebut Jarak
Peta. Adapun peta kromosom tanpa menunjukkan letak sentromer disebut Peta
Relatif. Untuk membuat peta kromosom harus menggunakan individu trihibrid
yang berangkai yang diujisilang. Umumnya pembuatan peta kromosom banyak
dilakukan pada organisme-organisme yang cepat menghasilkan keturunan, mudah
dipelihara, dan memiliki jumlah kromsom sedikit, misalnya pada lalat Drosophila
melanogaster.

2.6 Kerangka Konseptual

Persilangan Drosophila melanogaster strain ♀bcl >< ♂N dan ♀bvg ><


♂N yang akan digunakan untuk pemetaan kromosom, kerangka konseptual
sebagai berikut.

Kromosom adalah struktur nukleoprotein yang membawa informasi genetik. Kromosom


diartikan sebagai molekul asam nukleat yang mengandung sejumlah gen. Setiap kromosom
mengandung ratusan atau ribuan gen.

Gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama dan cenderung diwariskan
berasama-sama dalam persilangan genetik disebut sebagai gen-gen tertaut.
Pindah silang (crossing over) merupakan fenomena dimana terjadi pemutusan dan
penyambungan kembali yang diikuti oleh pertukaran resiprok antara kedua kromatid di
dalam bentukan bivalen. Peristiwa pindah silang ini terjadi pertukaran bagian-bagian
antara kromosom homolog dalam satu lokus yang menyebabkan munculnya tipe yang
bukan tipe parental atau disebut dengan tipe rekombinan.

Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat. Dengan terjadinya
pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet.

Gamet parental Gamet rekombinan

Gamet-gamet tipe parental dibentuk jauh lebih banyak dibandingkan dengan gamet-gamet
tipe rekombinasi.

Selama meiosis gen dapat berpindah secara bebas. Hal ini hanya berlaku apabila letak gen
di dalam kromosom yang berbeda lokus. Untuk gen yang berada dalam satu lokus akan
menyebabkan penyimpangan Hukum Mendel.

Terbentuknya individu rekombinan ini menyebabkan terjadinya penyimpangan rasio hasil


persilangan (F2) pada Hukum Mendel II.

Menentukan jarak gen dan gen tengah.


Peta kromosom

Menghitung koefisien koinsiden dan koefisien interferensi

2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
1.7.1 Dapat menentukan jarak antara dua gen pada persilangan D. melanogaster
strain ♂bcl >< ♀N.
1.7.2 Dapat menentukan jarak antara tiga gen pada persilangan D. melanogaster
strain ♂bvg >< ♀N.
DAFTAR PUSTAKA

Alberts, Bruce., Dennis Bray., Julian Lewis., Martin Raff., Keith Roberts, James
D. Watson. 2002. Molecular Biology of The Cell, Third Edition. Hal.
352- 354, Garland Publishing Inc., New York.
Ashburner, M danJ.N Thompson. 1978. The Laboratory Culture Of Drosophila -
The Genetics and Biology of Drosophila. 2A. Academic Press

Ashburner Michael. 1989. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA :


Coldspring Harbor Laboratory Press.
Bonilla, P., T. Hirai, H. Naito and M. Tsuchiya. 1995. Physiological response to
salinity in rice plant. Induced salt-tolerance by low NaCl pretreatment.
Japan J. Crop Sci. 64:266-272.Silvia Triana. 2003. Pengaruh Pemberian
Berbagai Konsentrasi Formaldehida Terhadap Perkembangan
Larva Drosophila. Bandung: Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran.
Borror, Joyce Donald. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta :
UGM Press
Burian R. 1985. On conceptual change in biology. In David Depew dan Bruce
Weber (eds.). Evolution at acrossroad. (Cambrigde, MA: MIT
Press,1985).pp.21-24.

Campbell (2002) Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2002). Biologi.
Jilid 1. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2003). Biologi. Jilid 2. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., dkk. 2008. Biologi Edisi kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga
Corebima, AD. 2013. Genetika Mendel. Cetakan ketiga. Surabaya: Airlangga
University Press
Gardner, E. J. 1984. Principles of Genetics. New York: John Willey and Soons,
Inc

Gardner, E.J. dkk. 1991. Priciples of Genetics. John Wiley dan Sons, New York.
Hawley, T. S., dan Hawley, R. G., (2004). Flow Cytometry Protocols. Humana
Press, Inc.
Pai, c. A. 1992. Dasar-Dasar Genetika, Edisi kedua. Terjemahan Apandi,M.
Jakarta: Erlangga.
Pitnick,S. 1996.
Investmen in testes and the cost of making long sperm in Drosophila.

American Naturalist. 148: 57 – 80. doi:10.1086/285911.


Rothwell, N. V. 1983. Understanding Genetics. Edisi 3. New York: Oxford
ingleton, R. W. 1962. Elementary Genetics. New York: D. Van Nostrand
Company, Inc.

Suryo. 2008. Genetika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Tamarin, R.H. 2001. Principles of Genetics, Seventh editions. The McGraw-Hill
Companies.
Yatim, W. 1983. Genetika. Edisi Ketiga. Bandung: Tarsito. hal : 24

Anda mungkin juga menyukai