Disusun oleh :
(Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester ganjil mata pelajaran Bahasa
Indonesia tahun pelajaran 2015/2016 )
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Buku Fiksi dari Sebuah Novel yang Berjudul “CLARA’S
MEDAL”.
1. Tuhan Yang Maha Esa , yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya,
2. Bapak Gumgum Gumilang S. Pd , selaku guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia,
3. Orang tua penyusun, yang telah memberikan dukungan baik secara
moril maupun materil,
4. Seluruh pihak yang telah membantu.
Penyusun
A. IDENTITAS NOVEL
1. Judul Novel : CLARA’S MEDAL
2. Nama Pengarang : Feby Indirani
3. Penyunting : Miranda Harlan, Melvi Yendra
4. Tahun Terbit : 2011
5. Cetakan : Cetakan ke-1 (September 2011)
6. Nama Penerbit : Qanita
7. Tempat Terbit : Jakarta
8. Tebal Buku : viii + 474 Halaman
9. Ukuran Buku : 13 cm x 20 cm
10. Harga : Rp. 20.000,-
11. No ISBN : 978-602-9225-04-4
12. Cover :
a. Bagian Depan
Didominasi oleh warna cream, terdapat foto lima orang peserta
pelatihan FUSI serta terdapat komentar dari Prof. Yohanes Surya,
Ph.D. (Fisikawan Indonesia)
b. Bagian Belakang
Didominasi oleh warna cream, terdapat sinopsis novel dan
dilengkapi dengan beberapa komentar dari para penulis lainnya
seperti Ifa Avianty, Kurnia Effendi dan Windy Ariestanty.
B. Identitas Kepengarangan
Feby Indirani, penulis dan jurnalis. Dia penikmat buku, film, musik dan
percakapan, serta pencinta perjalanan dan petualangan baru. Feby telah
menerbitkan 9 buku fiksi dan nonfiksi. Bukunya, I can (not) Hear meraih
penghargaan Anugerah Pembaca Indonesia 2010 untuk kategori nonfiksi
terbaik dan sempat tampil di program Kick Andy, Metro TV. Feby pernah
mengikuti beberapa program fellowship internasional, di antaranya Australia-
Indonesia Muslim Exchange Program (2006), Asia Journalism Fellowship
(2010), dan International Journalist Program-Germany (2010).
C. Ringkasan
“Kau mau cerita tentang apa yang terjadi di atas tadi?” bisik
Clara tepat di telinganya. Erik tersentak, tidak mengira Clara tiba-tiba
sedekat itu.
“Kok tahu?”
“Sekarang, kalian semua ikut saya.” Pak Tyo lalu mengajak para
peserta ke luar ruangan. Di halaman belakang ternyata sudah ada
tumpukan pasir.
“Perhatikan.”
“Sementara?”
“Mungkin tidak.”
“Kenapa?”
Bukan hanya cerita dalam bentuk soal fisika yang menarik. Bagi
Clara, cerita dalam kehidupan asrama FUSI juga menarik. Pada hari
ketiga misalnya, Clara yang sedang belajar bersama Dimas
menemukan Bambang mondar-mandir di ruang tengah lantai dua.
“Sssttt.... aku sudah tiga hari ndak bisa buang air besar,” bisik
Bambang akhirnya.
Baiklah, nggak semua seperti itu, sih. Tentu tetap ada beberapa
pengecualian. Arief, misalnya. Cowok asal Pamekasan itu termasuk
yang rajin mandi. Mungkin karena dia paling rain shalat, dari mulai
shalat lima waktu sampai shalat sunah juga.
“Hebat.”
“Ah, biasa aja. Dulu aku suka nggak nyenyak tidur. Sering
kebangun malam-malam, terus susah tidur lagi, jadinya shalat.
Akhirnya jadi kebiasaan” jelas Arief.
“Apa?”
“Tidur dia.”
“Tumben.”
*
Keesokan harinya, Clara bertemu Made. Cowok itu kelihatan
sehat, tapi mukanya agak bengkak. Sepertinya karena terlalu banyak
tidur.
“Hai, Ra. Sehat, sih. Tapi kacau nih, beberapa hari ini, setelah
makan siang aku ngantuk terus. Kayak ngga bisa ditahan. Kepala berat
banget, rasanya. Terus udah deh, masuk kamar, taruh kepala, langsung
nggak ingat apa-apa lagi.”
Anehnya, hari itu Made justru bertahan hingga malam hari. Jika
benar apa yang Clara pikirkan, betapa tidak enak membayangkannya.
“Gas, ceritain dong. Kayak apa sih rasanya bungee?” pinta Clara
tiba-tiba. “Pengen tahu rasanya? Mmm ... Gini, deh. Coba kamu
pejamkan mata dan dengerin aku.” Dia mendeham.
Bagas menepuk lutut Clara pelan. Gadis itu masih diam sejenak,
menikmati fantasinya, sebelum membuka mata dan mendesis takjub.
15. BAB 15 : Insiden Erik
Tapi, ada juga orang seperti Robby, yang ketika semakin stres
justru jadi semakin iseng dan sering meledek orang. Seperti hari itu,
saat semua orang tengah asyik mengerjakan soal, tiba-tiba terdengar
seruan Robby membahana.
“Ra!”
“Tahu apa?”
Mau tak mau, Clara dan Bagas ikut mendengar percakapan itu
karena si ibu menelepon di dekat mereka dengan suara yang cukup
keras.
Clara dan Bagas lantas kembali ke asrama bersama Pak Tyo dan
Bu Mirna. Mereka berempat pun berjalan ke tempat parkir. Tiba-tiba
Clara merasa kepalanya agak pening, pandangannya mulai mengabur
dan semua menjadi gelap.
16. BAB 16 : Mencurigai Bagas
“Gas?”
“Ya?”
“Boleh nanya?”
“Apa?”
*
Seorang doktor di bidang Fisika. Itu yang semua orang tahu
tentang Prasetyo. Namun, jarang ada yang tahu bahwa pada suatu
ketika dia justru pernah membenci pelajaran ini.
Khrisna, misalnya.
Khrisna terkekeh. “Tahu aja kamu. Aku bosen nih belajar soal
melulu,” ujarnya santai.
Khrisna mengangguk.
“Yaaay!”
“Hei, kalian berdua dari mana saja?” sapa Reno ingin tahu.
Suatu hari, Mama dan Papa sedang tak ada di rumah. Saya
tinggal hanya dengan Thomas. Waktu itu, saya ingat betul. Ketika
sedang lelap dalam tidur siang, bahu saya tiba-tiba diguncang dengan
keras. “Bangun, Meddy, bangun!”
Wajah Thomas yang panik adalah wajah yang kali pertama saya
lihat begitu membuka mata. Saya terbangun kaget. Baru setengah
terjaga, Thomas sudah menarik tangan saya dengan keras, sampai
nyeri rasanya pergelangan tangan saya. Dari jendela, Thomas
mengajak saya mengintip keluar. Waktu itu, di depan rumah kelihatan
puluhan orang berlarian dijalan.
Ah, saya masih terlalu kecil waktu itu. Belum sempat saya
berpikir banyak, seorang lelaki melemparkan sepotong kayu yang
bersulut api ke arah rumah kami. Sepotong kayu itu melayang-layang
ke sebelah kanan jendela tempat kami mengintip. Refleks, Thomas
langsung menarik saya menjauh dari pintu.
Waktu itu, saya rasanya sudah tak bisa berpikir apa-apa. Yang
saya ingat, tangan saya bergerak terus-menerus, kalap dan tak terarah,
berusaha merusak kawat nyamuk itu. Sampai akhirnya saya berhasil
merobeknya. Lubang angin itu pun terbuka.
“Berhasil, Kak!”
Pada hari kerja, area Puncak, Bogor ini tampak cukup lengang.
Bram mengajak Tyo mampir ke sana. Kebetulan dia sedang
menangani program pelatihan untik guru-guru Fisika SD dan SMA.
“Bagaimana Clara?”
“Bagas?”
“Ah, dia bakal baik-baik saja. Aku kenal Clara.”
*
Situasi FUSI saat ini membuat pencarian dana dengan cara
biasanya, yakni dengan mengajukan proposal dan bernegosiasi dengan
funding kemungkinan akan membentur dinding.
“Ra!”
“Sst!”
*
Akhir pekan, seminggu menjelang evaluasi akhir.
“Suit-suit ... “
Ini adalah hari penentuan. Pukul 10 tepat, Pak Tyo dan beberapa
alumni sudah sampai di asrama.
Tanpa terasa, dua hari berlalu. Mestinya sore nanti Sandy dan
Khrisna akan bertolak pulang. Tiba-tiba, terdengar suara berisik
langkah berlari menaiki tangga, susul menyusul dengan dengus napas
yang tak beraturan.
“He? Kenapa Khris? Kok heboh banget?”
“Ra, selamat ya.” Entah sejak kapan ayahnya, yang sedari tadi
mengobrol dengan Pak Tyo, sudah berdiri di samping kursinya.
D. UNSUR INTRINSIK
1. Tema
2. Tokoh
1) Clara 18) Bambang
2) Bu Mirna 19) Sandy
3) Angga 20) Khrisna
4) George 21) Meddy
5) Made 22) Robby
6) Pak Tyo 23) Bima
7) Erik 24) Sofia Irawan
8) Bagas 25) Pak Toro
9) Dimas 26) Purwanto
10) Arief 27) Maria
11) Bram Wibisono 28) Alam
12) Pak Udin 29) Johanis
13) Bu Atik 30) Swastika
14) Pak Asep 31) Prof. Agung
15) Pak Viktor 32) Mappedjandji
16) Finka 33) Thomas
17) Reno
3. Penokohan
a. Clara :
- Sopan
“Clara mengangguk, laluminta izin melihat-lihat ke dalam
rumah.” (halaman 46)
- Peduli terhadap orang lain
“Barangkali hanya Clara yang masih memikirkan Bagas.”
(halaman 14)
- Selalu ingin tahu
“Kenapa sih Pa, air di termos selalu panas?” (halaman 139)
- Sabar
“Clara hanya tetap mencoba bersikap sopan meski dalam hati
ingin menjerit” (halaman 149)
- Pekerja keras
“Padahal, Clara mencapai semua itu dengan kerja kerasnya
sendiri!” (halaman 150)
- Jujur
“Clara melakukan semua ini dengan cara yang
jujur.”(halaman 150)
b. George :
- Taat beribadah
“Dia selalu rajin bangun pagi untuk berdoa...” (halaman 1)
- Tenang
“...sementara yang dibuntuti tampak tenang...” (halaman 7)
- Percaya diri
“Sementara wajah George kelihatan percaya diri.”
- Sabar
“Sa memilih menahan diri meskipun telinga terasa panas.”
c. Angga :
- Suka mencibir
“Angga mencibir.” (halaman 5)
- Percaya diri
“Cowok itu mengakhiri penjelasannya dengan penuh percaya
diri.” (halaman 52)
- Sopan terhadap orang yang lebih tua
“Sendiri aja, Pak, jemputnya? Tanya angga sopan”
- Sinis
“...justru memandang sinis ...” (halaman 207)
d. Bagas :
- Cuek
“...terkenal paling cuek, paling sombong, dan tidak pernah
mau membaur dengan teman-teman yang lain.” (halaman 17)
- Sombong
“...terkenal paling cuek, paling sombong, dan tidak pernah
mau membaur dengan teman-teman yang lain.” (halaman 17)
- Individualis
“...terkenal paling cuek, paling sombong, dan tidak pernah
mau membaur dengan teman-teman yang lain.” (halaman 17)
- Tulus
“Kemarin, dia kelihatan begitu tulus menolong Erik.”
(halaman 296)
- Peduli orang lain
“Bagas membopong Erik ke kamar,”
e. Erik :
- Pemalu
“Cowok itu memang pemalu banget.” (halaman 59)
- Individualis
“...dan ingin menyembunyikan diri”
f. Bu Mirna :
- Ramah
“...sapa Bu Mirna ramah.”(halaman 86)
- Pendiam
“...Bu Mirna yang cenderung pendiam,” (halaman 162)
- Sabar
“... Bu Mirna yang cenderung pendiam, sabar,...” (halaman
162)
- Tegas
“...cetus Mirna tegas.”
g. Pak Tyo :
- Ramah
“Halo, adik-adik! Sekarang kita akan istirahat dan makan
siang,” (halaman 71)
- Optimis
“Matanya berbinar, menyiratkan keyakinan dan optimisme.”
(halaman 102)
- Rendah hati
“saya bukan orang hebat.” (halaman 102-103)
- Ekspresif
“...Pak Tyo selalu lebih berapi-api dan ekspresif,” (halaman
103)
- Egois
“Kamu bisa keluar kapan saja dari FUSI kalau kamu memang
tidak sepakat.” (halaman 136)
- Menghargai orang lain
“Tampak sekali bahwa mereka tetap menghargai satu sama
lain.” (halaman 137)
h. Bram Wibisono :
- Tenang dan Kalem
“sementara ayah Clara cenderung lebih tenang dan kalem.”
(halaman 103)
- Optimis
“Papa selalu optimis...” (halaman 113)
- Ramah
“...tanya Papa sambil tersenyum lebar.” (halaman 114)
- Menghargai orang lain
“Tampak sekali bahwa mereka tetap menghargai satu sama
lain.” (halaman 137)
- Penyayang
“Mau ke mana, Tuan Putri? kata ayahnya di belakang setir,”
(halaman 438)
i. Arief :
- Rajin
“... yang rajin mandi.” (halaman 167)
- Taat beribadah
“...dia yang paling rajin shalat,” (halaman 167)
j. Made :
- Humoris
“Pada saat-saat senggang, pertanyaan-pertanyaan seru
memang sering muncul dari Made.” (halaman 193)
k. Meddy :
- Optimis
“Aku percaya, ...” (halaman 359)
4. Latar
a. Tempat
1) Asrama
“Asrama ini cukup lapang.” (halaman 46)
2) Ruang komputer
“Dia buru-buru naik ke ruang komputer...” (halaman 29)
3) Ruang tengah
“Ketika semua orang sudah berkumpul di ruang tengah...”
(halaman 73)
4) Ruang belajar
“Seluruh peserta diminta berkumpul di ruang belajar...”
(halaman 91)
5) Halaman belakang
“Di halaman belakang ternyata sudah ada tumpukan pasir.
(halaman 95)
6) Tangga asrama
“Malamnya, di tangga asrama ... (halaman 404)
7) Rumah sakit
“Ktika sampai di rumah sakit,...” (halaman 281)
8) Panti asuhan
“Khrisna kembali mengajak Clara ke Panti Asuhan Sinar
Kasih.” (halaman 344)
9) Pulau Ayer
“Clara akan menghabiskan malam, hanya bersama ayahnya,
di Pulau Ayer.” (halaman 440)
b. Waktu :
1) Pagi hari
“Saat itu baru pukul 06.30.” (halaman 1)
2) Siang hari
“selamat siang semua.” (halaman 73)
3) Malam hari
“Malamnya ,...” (halaman 32)
4) Dini hari
“jam di ruang tengah sudah menunjukkan pukul 02.00 dini
hari.” (halaman 168)
5) Sore hari
“Waktu itu sore hari,...” (halaman 264)
c. Suasana
1) Gundah
“...sahutnya sambil berusaha tersenyum, menutupi
perasaannya yang gundah.” (halaman 16)
2) Tenang
“Meskipun tampak tenag di permukaan, ...” (halaman 27)
3) Hening
“Suasana jadi sempat hening karena kedatangan Bagas...”
(halaman 87)
4) Tegang
“Aura ruangan jadi terasa tegang.” (halaman 94-95)
5) Bahagia
“Sebelum akhirnya terpekik girang ...” (halaman 431)
5. Alur / Plot
Alur pada novel berjudul Clara’s Medal yaitu alur maju mundur (alur
campuran).
6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang
orang ketiga serba tahu, hal tersebut dapat kita ketahui dengan melihat
adanya kata ganti (dia) dalam novel ini.
7. Amanat
Amanat yang dapat diambil dari novel ini diantaranya yaitu :
a. Jangan menilai seseorang yang belum kita kenal betul, karena
bisa saja penilaian yang kita berikan itu salah.
b. Kita harus saling membantu dengan sesama, terutama jika yang
membutuhkan bantuan adalah teman kita sendiri.
c. Walaupun kita bersaing dengan teman dalam hal prestasi, tapi hal
itu bukanlah suatu alasan untuk tidak berteman baik dengan
mereka.
d. Belajarlah untuk bersabar dalam menghadapi segala cobaan,
karena kesabaran dapat menghasilkan sesuatu yang baik.
e. Jika kita mau berusaha untuk mewujudkan impian kita, maka kita
pasti dapat mewujudkannya.
E. Unsur Ekstrinsik
1. Agama
Didalam novel ini diceritakan ada beberapa peserta pelatihan FUSI
diantaranya yaitu Arief , George, dan sebagian yang lain yang tetap
taat beribadah tepat pada waktunya meski mereka disibukkan dengan
program pelatihan untuk mempersiapkan kemampuan mereka dalam
mengikuti Olimpiade. Prestasi mereka pun sangat baik. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk mencapai suatu tujuan maupun impian
yang kita miliki tidak hanya dicapai dengan belajar saja, tetapi juga
harus diimbangi dengan doa agar hasil yang didapat lebih baik lagi.
2. Sosial
Nilai sosial yang terkandung dalam novel ini dapat dilihat dari adanya
kepedulian antar sesama peserta pelatihan FUSI, semuanya akan
saling membantu satu sama lain.
3. Budaya
Dalam novel ini terdapat pula nilai budaya, karena para peserta
pelatihan berasal dari daerah yang berbeda-beda di seluruh Indonesia
sehingga mereka bisa saling berbagi informasi mengenai kebudayaan
maupun sejarah daerah masing-masing.