ETIOLOGI
Daftar agen spesifik yang menyebabkan HP adalah sangat banyak, dan paparan
baru dan entitas penyakit terus harus dijelaskan. Kekhasan penyakit dan seringkali
beragam untuk HP dapat dijelaskan dengan lebih sederhana menjadi tiga kategori
utama dari antigen kausal: agen mikroba, protein hewani, dan bahan kimia dengan
berat molekul rendah (Tabel 64-1). Terdapat juga peningkatan agen farmakologis
yang telah terbukti menyebabkan reaksi hipersensitivitas pada paru, tetapi
mekanisme dan sifat reaksi obat ini berbeda dari orang dengan klinis HP klasik dan
seringkali didiagnosis dengan penyakit paru akibat obat (lihat Bab 71).
AGEN MIKROBA
Organisme mikroba, termasuk bakteri dan jamur, adalah organisme yang umum
berada pada lingkungan didalam ruangan. Lingkungan yang hangat dan lembab
sering memberikan kondisi ideal untuk perkembangan dan proliferasi antigen
mikroba, dimana jika tidak sengaja terhirup dapat menyebabkan kerentanan untuk
menderita penyakit paru dan mensensitisasi host.
Paparan antigen jamur juga terlibat dalam beberapa kasus HP. Jamur mampu
menjadi udara (airborne) seperti bentukan spora, fragmen miselium, metabolit dan
substrat yang terdegradasi sebagian, dan racun. Di dalam area interior jamur dapat
tumbuh pada kontainer sampah, tempat penyimpanan makanan, wallpaper, jok
kursi, area dengan kelembaban tinggi seperti tirai shower, tepi jendela, jendela udara
conditioner, ruang bawah tanah yang lembab, dan emisi dari vaporizers pendingin.
Banyak spesies jamur telah dikaitkan dengan kausal dengan HP. Aspergillus spp.
telah dikaitkan dengan HP pada saus kedelai bir; peternak burung; petani; pembuat
kompos, pekerja penggergaji, peternak jamur, pekerja rumah kaca, pekerja yang
kontak dengan tembakau, pekerja penggilingan tebu, pekerja yang kontak dengan
biji-bijian, dan pekerja di tempat pembuatan bir; dan pada mereka yang terpapar
untuk rumput esparto yang telah terkontaminasi yang digunakan dalam produksi tali,
kanvas, sandal, tikar, keranjang, dan pasta kertas. Demikian pula, Penicillium spp.
dapat menyebabkan HP pada pembuat gabus, pembuat keju, pekerja prosesor
gambut, pekerja laboratorium, petani, penyortir bawang dan kentang, pembuat sosis,
dan pemotong pohon. Jamur Alternaria, Cladosporium, Aureobasidium,
Paecilomyces, Fusarium, dan banyak spesies jamur lainnya dikaitkan dengan HP
pada pekerja penggergajian, pemotong pohon, prosesor kayu, pemotong daun sawi
putih, dan pekerja yang kontak dengan kayu dan tanaman lainnya. Terdapat
beberapa laporan kasus pada penggunaan alat musik (trombone and saxophone
player’s lung) yang terkontaminasi dengan spesies jamur yang menyebabkan HP
pada penggunanya. Terdapat kasus HP pada anak kecil dari kontaminasi
Aureobasidium pada budidaya hidroponik dalam ruangan. HP tipe musim panas
(summer-type HP), adalah jenis HP yang paling umum di Jepang, yang disebabkan
oleh kontaminasi musiman pada alat pencetak (terutama Trichosporon asahii, yang
merupakan Trichosporon cutaneum serotipe II) pada rumah dengan lantai kayu yang
berjamur. Paparan jamur domestik terkait dengan pembusukan pada kayu dan
dinding yang lembab di tempat tinggal dalam kota adalah penyebab paling umum
dari HP di Australia. Terdapat beberapa spesies jamur yang diidentifikasi pada
rumah-rumah individu dengan penyakit HP, yang menunjukkan bahwa kepekaan
terhadap paparan mikroba mungkin merupakan kompleks campuran dan
munculnya penyakit tidak selalu disebabkan oleh paparan agen tunggal.
Protein Hewan
Partikulat dari berbagai sumber hewani dapat menyebabkan HP ketika terinhalasi.
Paparan protein antigen burung, pertama dijelaskan pada tahun 1960, adalah yang
paling penting secara klinis dan baik diakui dan disebut sebagai "bird breeder lung’s"
atau “bird fancier lung’s". Antigen Avian dengan kompleks protein dengan berat
molekul yang tinggi dan rendah ditemukan di bulu, kotoran, serta pada serum
kalkun, ayam, angsa, bebek, burung parkit (Budgerigars), nuri, merpati, merpati,
burung cinta, burung kenari, dan bahkan burung lokal dan sangat imunogenik.
Imunoglobulin, terutama imunoglobulin (Ig) A dan IgG, yang dilepaskan dari bulu
burung, menciptakan debu yang disebut dengan "bloom". Burung yang terbang
seperti merpati dan parkit menghasilkan jumlah terbesar dari bloom, dan jenis
burung yang paling sering dikaitkan dengan terjadinya HP. Pigeon fancier lung’s
(penyakit paru pada peternak burung) juga disebabkan oleh IgG yang disekresikan
pada mucin pada usus merpati. Paparan tertinggi terhadap antigen burung yang
terinhalasi berkaitan pada saat membersihkan kandang burung. Paparan antigen
secara tidak langsung tampaknya juga telah dengan avian HP. Selimut bulu angsa,
comforter (alas bagian atas kasur pegas) dan bantal bulu angsa, bulu yang
digunakan untuk membuat umpan pancing, dan yang digunakan dalam karangan
bunga hias semua telah dikaitkan dengan terjadinya HP. Temuan ini menunjukkan
bahwa induksi antigen burung sangat ampuh dalam menyebabkan imunologi
penyakit paru-paru, dan pencarian faktor resiko harus dilakukan dengan hati-hati
yang meliputi anamnesis pasien yang diduga HP. Antigen ini juga bisa sangat tahan
terhadap degradasi, dan kesamaan antigenic (antigenic similarity) pada berbagai
jenis burung , dan menyarankan untuk menghindari penggunaan semua produk
burung dan bulu untuk pasien dengan bird fancier’s lung. Meskipun telah dilakukan
pembersihan keseluruhan produk material burung dari lingkungan dalam ruangan,
paparan antigen dapat bertahan selama berbulan-bulan sampai tahunan, yang
mungkin menjelaskan kurangnya perbaikan kondisi pada beberapa pasien dengan
HP.
Terdapat beberapa paparan hewan lainnya yang kurang umum terkait dengan
HP. Perawat hewan, termasuk pekerja laboratorium dan pekerja hewan, dapat
mengalami HP dari paparan protein yang terhirup dari serum dan kotoran dari tikus
dan gerbil. Menghirup debu gandum penuh dengan Sitophilus granarius dapat
menyebabkan bentukan HP yang dikenal sebagai "miller’s lung". Sericulturists
terlibat dalam produksi sutra juga bisa mengalami HP dari paparan sekresi larva dan
partikulat kepompong. Pekerja produksi yang terpapar dengan serbuk cangkang
moluska selama pemotongan dan penghalusan dalam membuat berbagai tombol,
juga mungkin dapat mengalami HP.
SENSITISASI KIMIA
HP yang berasal dari paparan inhalasi bahan kimia dengan berat molekul rendah
mungkin kurang umum terjadi dibandingkan dengan penyebab yang lain. Isosianat
digunakan untuk produksi skala besar polimer poliuretan untuk busa fleksibel dan
kaku, sebagai elastomer, perekat, dan pelapis permukaan, dan pelapis kedua pada
bagian cat menjadi semakin diakui sebagai penyebab HP. Asam anhidrida
digunakan dalam plastik, cat, dan epoxy resin telah dikaitkan dengan laporan kasus
sindroma mirip HP (HP-like syndrome). Laporan kasus HP yang langka telah
dilaporkan telah dijelaskan pada paparan pestisida pyrethrum; dari reagen Pauli
(Natrium diazobenzene sulfat) yang digunakan dalam kromatografi; dari tembaga
sulfat dalam campuran Bordeaux digunakan untuk menyemprot kebun anggur; dan
dari enzim phytase yang digunakan sebagai komponen tambahan pakan ternak.
Paparan kimia lain dilaporkan yang menyebabkan HP termasuk formaldehida,
dimetil ftalat, dan styrene, yang digunakan pada pembuatan pebrik perahu.
Meskipun gejala akut dari HP sering dikaitkan dengan intensitas, seringnya paparan
antigen akan memunculkan gejala yang lebih tersembunyi, dengan gejala berbahaya
yang diduga hasil dari paparan tingkat rendah, yang lebih lama, serta kurangnya
data tentang paparan lingkungan yang memberikan sedikit wawasan hubungan
respon terhadap dosis paparan. Wawasan tentang hubungan respon paparan yang
lebih rumit oleh fakta bahwa masa laten antara paparan ke lingkungan antigen dan
timbulnya gejala HP mungkin bervariasi dari beberapa minggu ke tahun.
Faktor risiko lingkungan -- yang meliputi ukuran partikel dan kelarutan; Jenis
antigen dan konsentrasi; durasi paparan, frekuensi, dan intermittency; menggunakan
pelindung pernapasan; dan variabilitas dalam pekerjaan -- dapat memengaruhi
prevalensi penyakit, latency, dan tingkat keparahan. FLD paling umum terjadi pada
akhir musim dingin, ketika jerami yang disimpan digunakan untuk memberi makan
ternak, dan di daerah dengan curah hujan yang tinggi dan kondisi musim dingin
hebat, di mana pakan cenderung menjadi lembab dan karena itu merupakan
substrat yang ideal untuk proliferasi mikroba. Sebuah variasi musiman pada tingkat
antibodi specific telah dijelaskan pada pasien dengan penyakit peternak merpati,
dengan puncak produksi antibodi selama akhir musim panas, ketika paparan
tertinggi dikaitkan dengan musim olahraga (sporting season). Terdapat variabilitas
geografis yang luas pada spektrum kontaminan dalam ruangan, di mana
kelembaban atau lingkungan lembab media pertumbuhan mikroba yang cepat.
Dengan demikian, bentuk umum paling dari HP berkaitan dengan variasi musim dan
geografis.
EPIDEMIOLOGI
PRESENTASI KLINIS
IMUNOPATOGENESIS
Patogenesis HP adalah kompleks dan untuk ketiga klinis fenotipe melibatkan (1)
paparan berulang antigen, (2) sensitisasi imunologi dari host ke antigen, dan (3)
mediasi imun yang menyebabkan kerusakan paru-paru. Dengan gambaran klinis
yang serupa iniini, masing-masing fenotipe menunjukkan klinis yang berbeda. Hal Ini
akan dijelaskan pada materi selanjutnya, dimana mengetahui bahwa gambaran
imunopatologis adalah cara terbaik untuk menjelaskan penyakit subakut.
Dalam HP subakut, keterlibatan yang kuat dari respon imun adaptif tercermin
dalam BAL limfositosis, yang terdiri dari sel CD4+ dan CD8+. Sel perantara inflamasi
hipersensitivitas sel tipe IV, jenis hipersensitivitas tipe lambat yangmelibatkan sel T
CD4+ merangsang sel CD8+ untuk menghancurkan target, adalah inti dari
patogenesis. Akumulasi limfosit interstitial dan peribronchiolar, serta pembentukan
granuloma merupakan temuan yang mendominasi. Perbandingan sel CD4+/CD8+
seringkali rendah, meskipun hal ini tidak selalu terjadi. Apakah hal ini disebabkan
perluasan preferensial atau kelangsungan hidup limfosit CD8+ pada HP, masih
belum jelas. Demikian pula, kontribusi efek sitotoksik limfosit CD8+ terhadap
perubahan patofisiologi dari HP jugamasih belum jelas. Limfosit CD4+ pada HP
terpolarisasi menjadi fenotipe T helper tipe1 (Th1). Sitokin yang disekresi oleh
limfosit Th1 dan makrofag, yang meliputi interferon-γ, tumor necrosis factor-α, dan
interleukin-18, mengawali terjadinya pembentukan granuloma.
FAKTOR HOST
Faktor nongenetik host juga menjadi penentu penyakit yang penting. HP lebih
sering berkembang pada perokok dibandingkan pada perokok. Dibandingkan
dengan mantan perokok dengan yang tidak pernah perokok, peternak merpati yang
merokok memiliki tingkat serum antibodi IgG dan IgA yang lebih rendah untuk
protein merpati; ini menunjukkan bahwa faktor yang terkait dengan merokok
menekan kedua respon sel-T dependen dan sel-T independen untuk antigen yang
terinhalasi. Pada eksperimen Model HP, paparan nikotin dikaitkan dengan
penurunan respon seluler, limfosit, dan jumlah sel total pada BAL, serta terjadinya
inflamasi jaringan paru. Penelitian lain menunjukkan bahwa merokok dapat
menginduksi peningkatan relatif dalam makrofag paru dan menurunkan kadar
limfosit dan sel dendritik, yang mungkin menyebabkan klirens yang lebih efektif dari
antigen dari pada saluran pernapasan terminal.
Selain faktor-faktor risiko untuk berkembangnya penyakit, variasi respon
imun yanag disebabkan oleh karakteristik pasien juga penentu penting pada fenotip
klinis dari HP. Meskipun HP lebih sering terjadi pada yang bukan perokok, prognosis
lebih buruk pada pasien dengan HP yang merokok. Pada salah satu studi, perokok
dengan FLD lebih sering mengalami kekambuhan penyakit, memiliki persentase
kapasitas vital lebih rendah, dan memiliki kesintasan (survival rate) 10 tahun yang
lebih rendah dibandingkan dengan pasien bukan perokok dengan FLD. Perokok
lebih mungkin untuk memiliki gejala yang lebih berbahaya dibandingkan dengan
gejala akut, yang dapat menunda identifikasi klinis pasien. Selain status merokok,
usia mungkin memainkan peran dalam fenotipe penyakit, di mana respon imun
berubah dengan usia. Dalam sebuah studi dari gambaran klinis pasien dengan HP
nonakut, mereka yang mengalami perkembangan bentukan fibrosis secara signifikan
lebih tua dibandingkan mereka yang tidak mengalami fibrosis.
HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologis pada HP akut masih kurang dipahami, karena biopsi dalam
kondisi ini umumnya tidak dilakukan. Bila dilakukan, hasil biopsi akan menunjukkan
infiltrat limfositik interstitial, serta bentukan alveolitis neutrofilik dan limfositik. Fokus
dari infiltrat eosinofilik juga bisa diamati. Bentukan granuloma akan terjadi pada
hitungan hari sampai minggu, dan tidak muncul pada onset baru HP akut.
Eksaserbasi akut telah dilaporkan terjadi pada fibrosis kronis HP. Temuab
histopatologi dari biopsi paru-paru yang diperoleh selama eksaserbasi menunjukkan
kerusakan alveolar yang menyebar, yang mirip dengan temuan pada pada
eksaserbasi akut dari fibrosis paru idiopatik. Tidak jelas seberapa sering terjadinya
eksaserbasi di HP yang dikarenakan antigen re-exposure atau komplikasi dari
proses fibrotik yang mendasari.
GAMBARAN KLINIS
FUNGSI PARU
Complete pulmonary function test (PFTS), yang meliputi volume paru, spirometri,
dan kapasitas tersebar untuk karbon monoksida, harus dilakukan pada semua
pasien dengan dugaan HP yang cukup stabil secara klinis untuk dilakukan
pengujian. Meskipun Hasil PFT mungkin normal, seringkali terdapat kelainan yang
terdeteksi, meskipun tidak spesifik untuk HP. Penurunan kapasitas difusi seringkali
terjadi pada semua fenotipe HP dan seringkali disertai dengan perubahan fungsi
paru. Kelainan Paru fungsi pada HP seringkali klasik restrictive. Atau bahkan dapat
ditemukan obstruksi atau gangguan campuran. Respon terhadap bronkodilator
adalah bervariasi, dan HP harus dipertimbangkan pada diagnosis banding pada
pasien bukan perokok dengan obstruksi yang paten atau reversible. Obstruksi pada
HP mungkin lebih sering terjadi pada mereka dengan fibrosis, di mana periairway
fibrosis dapat berkontribusi pada gangguan aliran udara. Hipereaktivitas bronkus
nonspesifik pada pengujian metakolin masihdalam penelitian. Latihan yang
menginduksi penurunan saturasi oksigen arteri adalah tanda awal dari gangguan
fungsional pada pasien dengan penyakit ringan. Pada pasien dengan gangguan
jalan nafas signifikan atau dengan keterlibatan parenkim, kelainan pertukaran gas
dapat secara signifikan terjadi pada saat olahraga atau saat istirahat. Setelah awal
penilaian, harus diikuti dengan serial PFTS untuk menilai respon terapi dan untuk
menuntun keputusan pengobatan sampai pemulihan atau stabilitas fungsi paru
dapat tercapai. Pada HP akut, fungsi paru biasanya normal setelah pulih dari
serangan akut. Pada HP subakut, fungsi paru dapat kembali normal jika kerusakan
permanen belum terjadi. Pada kasus HP fibrosis kronis, fungsi paru-paru mungkin
secara permanen terganggu dan memburuk.
PENCITRAAN (IMAGING)
Biasanya, HP akut dan subakut ditandai dengan peningkatan hitung WBC (white
blood cell) BAL dan BAL limfositosis (30% sampai 70%), seringkali dengan
predominan limfosit CD8+; namun hal ini tidak terjadi pada HP fibrotik. Jumlah
makrofag adalah mirip dengan kelompok kontrol, meskipun persentase mereka
berkurang karena tingginya persentase limfosit. Temuan ini khas meskipun profile
seluler BAL dapat bervariasi, bergantung pada derajat penyakit dan waktu terakhir
paparan antigen. Tampaknya ada sedikit korelasi antara temuan BAL dan kelainan
klinis lainnya, termasuk perubahan radiografi, fungsi paru, dan adanya antibody
pencetus.
Sejumlah kriteria diagnostik untuk HP telah diusulkan, namun tetap tidak ada tes
gold standart atau pendekatan lainnya. Secara luas kriteria meliputi temuan berikut
ini: (1) gejala yang kompatibel dengan HP, (2) bukti paparan antigen yang tepat baik
dari riwayat atau hasil tes antibody, (3) periodisitas gejala yang berhubungan dengan
paparan antigen berulang, (4) temuan pencitraan yang sesuai dengan gambaran HP,
(5) limfositosis pada BAL, dan (6) gambaran histopatologis yang kompatibel dengan
HP. Diagnosis HP dibuat oleh setidaknya keberadaan empat temuan ini, selain untuk
temuan crackles pada pemeriksaan paru-paru, menurunnya kapasitas difusi,
dan/atau hipoksemia, dan ketika kemungkinan penyakit lainnya telah disingkirkan.
Meskipun banyak digunakan, kriteria ini belum divalidasi. Sebuah model prediksi
klinis selanjutnya menemukan gambaran berikut untuk dapat menentukan HP aktif:
(1) paparan antigen yang berpotensi untuk terjadinya HP, (2) tes antibodi positif
terhadap antigen, (3) gejala episodik, (4) gejala onset dalam beberapa jam setelah
paparan antigen, (5) crackles pada pemeriksaan paru-paru, dan (6) hilangnya berat
badan. Model ini dikembangkan dari uji kohort kelompok pasien penyakit paru HP
atau non-HP dan divalidasi dalam follow-up kohort kelompok pasien dengan HP.
Pasien dengan HP fibrotik kronis tidak dimasukkan, dan penerapan model prediksi
ini untuk pasien dengan fenotip ini adalah tidak diketahui. Baru-baru ini, algoritma
yang diterbitkan menekankan pentingnya perubahan CT yang khas untuk HP,
limfositosis pada BAL, dan antibodi positif pada kondisi paparan antigen untuk
mendiagnosa HP tanpa melakukan biopsi paru. Berbagai set usulan kriteria, model,
dan algoritma memiliki kesamaan penekanan pada konstelasi klinis, radiografi, dan
temuan biopsi dalam konteks riwayat terjadinya paparan dalam diagnosis HP (Tabel
64-2). Selain itu, penyakit lain yang memiliki gambaran klinis yang serupa untuk HP
perlu dipertimbangkan dan dikecualikan (Tabel 64-3).
RIWAYAT PAJANAN/PAPARAN
Riwayat menyeluruh dan rinci tetap diperlukan dalam mendiagnosis HP (Tabel 64-
4). Hubungan sementara antara gejala dan aktivitas tertentu dapat diidentifikasi
pada beberapa kasus HP akut dan subakut dan sangat mendukung diagnosis,
meskipun hubungan tersebut seringkali tidak tampak secara klinis. Episode berulang
gangguan pernapasan yang muncul dan munculnya gejala sistemik harus
dipertimbangkan untuk terjadinya HP, serta perlu untuk menentukan pajanan yang
relevan.
PENGUJIAN ANTIBODI
Secara umum, uji presipitasi dan tes antibodi lainnya tidak sensitif dan spesifik untuk
HP. Ketika menunjukkan hasil positif, tes antibodi dapat membantu dalam
mengkonfirmasi diagnosis pada bird breeder’s lung dan dalam keadaan lain di mana
diduga antigen telah diidentifikasi. Dalam sebuah studi di Perancis di mana panel
antigen yang mengandung agen mikroba umum lokal diuji pada pasien dengan HP
dan dibandingkan dengan petani kontrol yang sehat, sensitivitas dan spesifisitas
yang cukup baik. Namun demikian, uji antibodi tidak dianjurkan sebagai alat skrining
karena pada populasi yang terpapar, positif hasil tes memiliki spesifisitas yang
rendah untuk menyebabkan timbulnya penyakit. Temuan antibodi spesifik pencetus
IgG menunjukkan paparan yang cukup untuk menghasilkan respon imun humoral,
tetapi tidak terkait dengan penyakit. Dalam serangkaian besar pengujian HP pasien
peternak burung, di mana 92% memiliki serum antibodi IgG positif, 87% dari kontrol
juga terpapar dengan burung tapi tidak berkembang sebagai HP, juga memiliki uji
presipitan positif. Uji yang lebih sensitif seperti Immunosorbent Assay enzyme linked
dan electrosyneresis untuk mendeteksi antibody spesifik IgG dapat menyebabkan
kebingungan karena menurunnya spesifisitas. Namun demikian, mungkin terdapat
hasil negatif palsu, dan uji presipitin negatif yang tidak boleh digunakan untuk
mengecualikan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh standar antigen
yang buruk, kontrol kualitas yang kurang tepat, teknik imunologi yang sensitif, pilihan
antigen yang salah, atau underconcentrated sera. Selain tes parameter ini, serum
presipitin mungkin hilang dari waktu ke waktu setelah paparan berhenti atau
mungkin tidak terdeteksi pada pasien dengan tingkat paparan antigen yang rendah.
Pada kasus paparan yang kompleks bioaerosol mikroba, penyakit mungkin bukan
merupakan reaksi terhadap satu organisme saja tetapi reaksi kumulatif untuk
sejumlah antigen di udara, yang mungkin tidak tercermin di tersedia pada panel
antigen laboratorium. Oleh karena itu, meskipun deteksi serum antibody
menggunakan alat yang canggih, tantangan dalam penggunaannya dan interpretasi
masih tetap ada.Selain itu, skin test kulit untuk kedua reaksi hipersensitif tipe cepat
dan lambat tidak membantu dalam diagnosis HP.
BAL adalah media yang aman dan sensitif untuk menentukan kehadiran alveolitis
pada pasien dengan HP. Pada pasien yang bukan perokok dengan bukti radiografis
dalam proses peradangan aktif, kurangnya bentukan limfositosis BAL menunjukkan
tidak adanya HP. Bahkan pada sebagian besar fibrotik HP, hitung jenis relatif dan
absolut limfosit masih sering meningkat, meskipun jumlahnya hanya sedikit
meningkat pada akut dibandingkan dengan subakut. Meskipun BAL limfositosis
adalah temuan yang sensitif pada HP, pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Serupa
dengan pembentukan precipitating antibody (antibodi pengendap), individu yang
terpapar antigen HP dapat mengalami alveolitis limfositik tetapi tanpa memiliki gejala
atau kelainan klinis lainnya. Selain itu, limfositosis dapat bertahan selama bertahun-
tahun meskipun paparan antigen telah dihindari, dan meskipun terjadi perbaikan
pada parameter klinis yang lain, menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan alat
dalam menilai perjalanan serta progresivitas penyakit atau untuk menilai manfaat
menghindari antigen bagi pasien.
BIOPSI PARU
UJI INHALASI
Pada HP akut, gejala demam, menggigil, dan batuk biasanya hilang dalam beberapa
hari setelah paparan berhenti. Rasa tidak enak badan, kelelahan, dan dyspnea
dapat bertahan selama beberapa minggu. Perbaikan pada kapasitas vital paru dan
kapasitas difusi karbon monoksida biasanya terjadi dalam beberapa minggu pertama
setelah serangan akut, tetapi kelainan ringan pada fungsi paru sering bertahan
selama beberapa bulan. Secara umum, recovery dari HP akut diharapkan dapat
terjadi dengan menghindari paparan antigen yang dikaitkan dengan outcome jangka
panjang yang baikbagi pasien. Beberapa pasien, setelah pulih dari HP akut, tetap
tidak mengalami gangguan paru meskipun terpapar antigen berulang. Sebaliknya,
penyakit ini dapat berkembang meskipun telah dilakukan penghindaran ataun
pencegahan dari paparan. Meskipun jarang terjadi, gejala berkelanjutan dan/atau
munculnya penyakit paru progresif dilaporkan terjadi setelah serangan akut berulang
atau bahkan setelah serangan pertama.
Belum ada marker fungsional atau biokimia yang tersedia untuk memprediksi
resolusi atau progresivitas dari HP. BAL limfositosis dapat bertahan selama
bertahun-tahun setelah penghilangan dan penghindaran dari paparan dan meskipun
terjadi pemulihan klinis. Usia saat diagnosis, durasi paparan antigen setelah
timbulnya gejala, dan total tahun paparan sebelum diagnosis memiliki nilai prediktif
pada kemungkinan pemulihan dari penyakit paru peternak merpati. Pasien dengan
penyakit fibrotik memiliki prognosis yang secara signifikan lebih buruk dibandingkan
dengan mereka dengan nonfibrotik HP. Jenis fitur fibrotik di HP juga dapat
berkorelasi dengan prognosis; seringkali pneumonia interstitial dan NSIP fibrotik
berhubungan dengan survival rate yang lebih buruk dibandingkan dengan NSIP
seluler dan pola fibrotik lainnya. Kerusakan alveolar terdifusi dapat mempersulit
jalannya HP. serupa dengan fibrosis paru idiopatik, peristiwa tersebut pada HP
sering dianggap sebagai "eksaserbasi" penyakit dan berkaitan dengan buruknya
prognosis.
PENGOBATAN
PENGHINDARAN ANTIGEN
Penelusuran yang dilakukan pada lokasi pekerjaan atau lingkungan rumah terkait
dengan kebersihan industri mungkin membantu pada kasus di mana riwayat
paparan tidak diketahui dengan pasti, terutama ketika penyakit makin progresif.
Pemeriksaan tempat tinggal pasien membutuhkan keterampilan dalam menilai
sumber-sumber intrusi kelembaban dan kontaminasi mikroba, termasuk tentang
bagaimana mereka menangani sistem udara. Rekomendasi untuk menghilangkan
perabot yang terkontaminasi dinilai kurang efektif, meskipun upaya-upaya tersebut
sering disarankan pada pasien. Pasien yang terkena sering menanyakan tentang
perlunya sampling. Namun, pengambilan sampel kuantitatif bioaerosol untuk antigen
mikroba dalam ruangan memakan waktu, biaya, dan membutuhkan ahli limbah
industri yang berpengalaman, serta analisis laboratorium. Bahkan ketika telah
dilakukan dengan benar, hasil yang diperoleh seringkali sulit untuk memperoleh
penjelasan yang tepat. Hasil negatif berarti antigen tersebut tidak menjadi penyebab
penyakit atau paparan.
Dalam kasus penyakit paru akibat humidifer rumah dan bak air panas,
pencegahan dari sumber yang terkontaminasi biasanya secara langsung dapat
menghilangkan paparan berkelanjutan. Namun, pada penyakit yang diderita oleh
peternak buruk, membuang/menghindarkan pasien saja dari burung tidaklah cukup,
dan upaya yang lebih komprehensif untuk menghilangkan residu bulu dan kotoran
adalah penting. Antigen burung dapat ditemukan di rumah-rumah tanpa burung jika
kotoran burung liar berada luar rumah dan melekat pada sepatu. Menghindari
paparan dengan menghilangkan antigen dari lingkungan mungkin sangat sulit. Pada
lima rumah yang diteliti secara bertahap setelah penghilangan burung, tingkat
antigen yang diukur dengan penghambatan enzim-linked immunosorbent assay
secara bertahap menurun meskipun pengendalian lingkungan, termasuk
penghapusan burung dan pembersihan karpet, dengan tingkat antigen tinggi masih
terdeteksi pada 18 bulan di satu rumah.
Ketika penghapusan antigen tersebut tidak layak atau agen etiologi tidak
diidentifikasi, menghindari paparan mungkin dicapai dengan mencegah individu
untuk kontak dengan kemungkinan antigen yang ada pada lingkungannya.
Pendekatan ini mungkin sederhana dan tepat untuk proses pemulihan pasien.
Namun, konsekuensi sosial dan kendala ekonomi individu mungkin menghalangi
pantangan ketat dari paparan, misalnya pada pasien yang memang pekerjaannya
adalah beternak burung. Ketika antigen menghindari kontak dengan paparan antigen
cenderung tidak dapat dilakukan, perlu dilakukan follow up fungsi paru, pencitraan
dada, dan menilai gejala yang sangat penting untuk menilai respon pengobatan dan
untuk mengarahkan upaya mengurangi paparan antigen yang sedang berlangsung.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Untuk serangan akut HP, kortikosteroid sistemik sering diresepkan, meskipun uji
klinis terkontrol masih sedikit. Pada kasus di mana kelainan fungsi paru adalah
minimal, status klinis stabil, dan pemulihan spontan yang terjadi dengan eliminasi
paparan, kortikosteroid mungkin tidak perlu diresepkan. Karena kurangnya penelitian
terkait pengobatan yang diberikan dan efek samping kortikosteroid sistemik,
penilaian klinis dan panduan tindak lanjut harus disertakan dalam manajemen
pasien. Penggunaan kortikosteroid pada HP akut belum terbukti mampu mengubah
outcome jangka panjang. Namun, prednison sering diberikan dalam kasus yang
lebih berat, biasanya dimulai pada 60 mg/hari, ditambah oksigen tambahan untuk
kasus hipoksemia dan langkah-langkah pendukung lainnya yang sesuai. Prednison
biasanya dilanjutkan selama 4 sampai 6 minggu sampai ada adalah perbaikan
gejala dan fungsional yang signifikan. Jika ada perbaikan obyektif, pemurunan dosis
bertahap sampai batas minimum dan mempertahankan dosis harus dilakukan; jika
tidak membaik, kortikosteroid harus diturunkan bertahap dan dihentikan.
Untuk kasus subakut dan fibrotik kronis HP, hanya sedikit penelitian yang
mempelajari efek kortikosteroid pada perjalanan penyakit Dalam sebuah studi dari
peternak merpati dengan HP, tidak ada perbedaan hasil klinis signifikan antara
pasien yang diobati dengan kortikosteroid dan yang tidak; rerata (mean) waktu untuk
perbaikan atau normalisasi fungsi paru setelah pengobatan dan eliminasi dari
paparan adalah 3,4 bulan. Pada pasien dengan HP subakut, pemberian 3 sampai 6
bulan prednisone setiap hari dengan tappering perlahan mungkin perlu diberikan
untuk remisi penyakit. Namun, pada mereka dengan keluhan inflamasi HP progresif
atau terus-menerus, pengobatan kortikosteroid berkelanjutan mungkin dapat
diperlukan. Pada pasien yang diduga memiliki stadium akhir fibrotik kronis HP, dapat
diberikan terapi singkat (2 sampai 3 bulan) prednisone dengan pretreatment dan
posttreatment PFTS untuk menilai komponen penyakit yang dapat diobati. Meskipun
bersifat empiris, inhalasi kortikosteroid dan β-agonis dapat membantu pasien
dengan HP dengan gejala sesak dan batuk dan dengan keterbatasan aliran udara
pada uji fungsi paru. Imunosupresif nonsteroid seperti mycophenolate mofetil dan
azathioprine telah digunakan pada pasien dengan HP refraktori, namun effcacy dari
penggunaannya belum dinilai dalam uji klinis, serta laporan respon klinis dari terapi
sangatlah kurang. Pemberian terapi antimycobacterial umumnya tidak diperlukan
pada pasien dengan penyakit paru akibat selang air panas (hot tub lung).
Transplantasi paru-paru mungkin menjadi pilihan terakhir pada pasien dengan HP
fibrotik berat.
PENCEGAHAN
Poin kunci
■ Hipersensitivitas pneumonitis (HP) adalah sindrom kompleks yang disebabkan
oleh reaksi imunologi pada berbagai varietas antigen yang terinhalasi, temuan klinis,
derajat penyakit, serta riwayat penyakit yang berbeda-beda.
■ Faktor genetik dan host seperti status perokok berperan dalam menentukan risiko
individu untuk penyakit.
■ Sebuah indeks kecurigaan yang tinggi untuk diagnosis HP pada pasien dengan
presentasi klinis yang sesuai, harus meliputi riwayat paparan komprehensif yang
berfokus pada antigen mikroba, burung, dan dan kimia dengan berat molekul
rendah.
■ Tidak ada tes gold standat untuk HP; riwayat paparan, uji klinis, radiografi dan
temuan fisiologis membantu menegakkan diagnosis.
■ Meskipun prognosis untuk pemulihan mungkin sangat baik dengan diagnosis dini
penyakit dan eliminasi paparan, pasien dengan manifestasi fibrotik atau
emphysematous kronis HP sering memiliki prognosis yang buruk.