Gunung Bromo
Kata Pengantar
Syukurlah, akhirnya ebook berjudul Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku
Tengger Gunung Bromo ini selesai.
Sesungguhnya ini merupakan catatan sederhana, yang berisi panduan awal bila
sobat ingin memperdalam sejarah, agama, dan tradisi Suku Tengger. Saya
menulisnya sambil “menjahit sana-sini” dari beberapa sumber, baik buku, blog,
website, maupun brosur biro perjalanan.
Kenapa saya ingin menulis catatan sederhana ini? Karena menurut saya, Bromo
dan Suku Tengger sangat terkenal. Siswa-siswi baik tingkat dasar maupun
menengah juga sering mencari bahan bacaan tentang Suku Tengger. Biro
perjalanan wisata pun rajin mempromosikan daerah ini.
Ketika kita berselancar di internet, banyak sekali tulisan dan foto tentang Suku
Tengger, adat dan agama. Namun catatan-catatan tentang sejarah, agama, dan
tradisi Suku Tengger lebih banyak berserakan dan untuk menjadikannya sebagai
gambar besar di pikiran, kita masih harus menjahitnya satu per satu.
Saya tahu jahitan-jahitan saya ini belum rapi benar dan masih banyak
kekurangannya. Saya ingin terus merevisi dan mengupdate catatan sederhana
saya ini bila ada info-info terbaru yang menurut saya penting untuk diketahui.
Bila sobat memiliki pandangan tentang bagaimana catatan sederhana ini perlu
diperbaiki, atau sobat memiliki bahan-bahan yang bisa memperkayanya, mohon
di-sharing-kan. Terima kasih atas kesediaannya mendownload, membaca dan
mungkin sharing tentang materi ini.
Alpha Savitri
2
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Daftar Isi
Kata Pengantar 2
VII. Lain-lain 16
VIII Penutup 17
Daftar Pustaka 18
3
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Ada banyak makna yang dikandung dari kata Tengger. Secara etimologis,
Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak (Jawa). Bila dikaitkan dengan
adat dan kepercayaan, arti tengger adalah tengering budi luhur. Artinya tanda
bahwa warganya memiliki budi luhur.
Sejarah Tengger dari sisi ilmiah erat kaitannya dengan Prasasti Tengger
bertahun 851 Saka (929 Masehi), diperkuat Prasasti Penanjakan bertahun 1324
Saka (1402 Masehi). Disebutkan sebuah desa bernama Wandalit yang terletak di
pegunungan Tengger dihuni oleh Hulun Hyang (hamba Tuhan = orang-orang
yang taat beragama) yang daerah sekitarnya disebut hila-hila (Suci). Karena
itulah kawasan Tengger merupakan tanah perdikan istimewa yang dibebaskan
dari pembayaran pajak oleh pusat pemerintahan di Majapahit.
4
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Kaum Tengger dikenal taat beribadah dan menjalankan adat istiadat dengan
baik. Tak heran banyak cerita lama, mitos, dan legenda dari daerah ini. Ilmuwan
Asing pun juga menelusuri sejarah Masyarakat Tengger.
Masyarakat Tengger menghayati sesanti “Titi Luri” ((“Titi Luri”, berarti mengikuti
jejak para leluhur atau meneruskan Agama, Kepercayaan dan Adat-istiadat
nenek moyang secara turun temurun).
Jadi Setiap upacara dilakukan tanpa perubahan, persis seperti yang dilaksanakan
oleh para leluhurnya berabad-abad yang lalu
Masyarakat Tengger dikenal jujur, patuh, dan rajin bekerja. Mereka hidup
sederhana, tenteram, dan damai. Tidak terbatas laki-laki, namun wanitapun
juga, yang dewasa maupun anak-anak, semua berkain sarung.
Sementara itu, Kediri juga kacau sebagai akibat situasi politik di Majapahit. Joko
Seger, putra seorang brahmana, mengasingkan diri ke Desa Kedawung sambil
mencari pamannya yang tinggal di dekat Gunung Bromo. Di desa ini, Joko Seger
mendapatkan informasi adanya orang-orang Majapahit yang menetap di
Pananjakan. Joko Seger pun melanjutkan perjalanannya sampai Pananjakan.
5
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Joko Seger tersesat dan bertemu Rara Anteng yang segera mengajaknya ke
kediamannya. Sesampai di kediamannya, Rara Anteng dituduh telah berbuat
serong dengan Joko Seger oleh para pinisepuhnya. Joko Seger membela Rara
Anteng dan menyatakan hal itu tidak benar, kemudian melamar gadis itu.
Lamaran diterima. Resi Dadap Putih mengesahkan perkawinan mereka.
Sewindu sudah perkawinan itu namun tak juga mereka dikaruniai anak. Mereka
bertapa 6 tahun dan setiap tahun berganti
arah. Sang Hyang Widi Wasa menanggapi
semedi mereka. Dari puncak Gunung Bromo
keluar semburan cahaya yang kemudian
menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan
Joko Seger. Ada pawisik mereka akan
dikaruniai anak, namun anak terakhir harus
dikorbankan di kawah Gunung Bromo. Sendratari Rara Anteng – Joko Seger
Berikut ini nama-nama 25 anak Joko Seger – Rara Anteng. Mereka dihubungkan
dengan tempat-tempat yang dianggap keramat di Bromo dan sekitarnya.
6
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Sebelum Rara Anteng dinikahi Joko Seger, terdapat Kyai Bima, penjahat sakti
yang naksir. Rara Anteng tidak bisa menolak begitu saja lamaran itu. Ia
menerimanya dengan syarat, Kyai Bima membuatkan lautan di atas gunung dan
selesai dalam waktu semalam.
Kyai Bima menyanggupi persyaratan tersebut dan bekerja keras menggali tanah
untuk membuat lautan dengan menggunakan tempurung (batok) yang bekasnya
sampai sekarang menjadi Gunung Bathok, dan lautan pasir (segara wedhi)
terhampar luas di sekitar puncak Gunung Bromo. Untuk mengairi lautan pasir
tersebut, dibuatnya sumur raksasa, yang bekasnya sekarang menjadi kawah
Gunung Bromo.
Rara Anteng cemas melihat kesaktian dan kenekatan Kyai Bima. Ia segera
mencari akal untuk menggagalkan minat Kyai Bima atas dirinya. Ia pun
7
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Tersebutlah dua orang bernama Mbah Tunggak dan Mbah Tampa. Mereka
bertapa di Gua Purwana, sebelah timur pedukuhan Baledono. Saat tengah
malam mereka melihat benda di angkasa. Benda itu mereka ikuti. Akhirnya
benda itu turun di Tunggul Wulung, kurang lebih 1 km dari Tosari ke arah
Ngadiwono. Benda itu berhasil dipegang, namun lepas dan terbang kembali. Saat
itu benda yang ternyata Baju Antrakusuma tersebut berkata: aku gelem
dienggo, ning rumaten sing apik (aku mau dipakai, tapi pelihara dengan baik).
Kini benda itu tak ada lagi. Konon dijual Dukun Tosari bernama Pak Kamar. Saat
meninggal jasad Pak Kamar hancur membusuk dalam waktu singkat.
8
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Upacara ini sangat terkenal di kalangan wisatawan. Bromo seolah identik dengan
Kasada. Padahal masih banyak upacara penting lain untuk Suku Tengger.
Kesada merupakan hari penting untuk memperingati kemenangan Dharma
melawan Adharma. Upacara ini dilakukan pada tanggal 14 dan 15 bulan Purnama
pada bulan keduabelas. Inilah yang disebut Kasada. Pelaksanaannya di Lautan
Pasir, sisi Utara kaki Gunung Batok, dan upacara pengorbanannya di tepi kawah
Puncak Bromo.
Upacara ini sering disebut sebagai upacara Kurban. Biasanya lima hari sebelum
upacara Yadnya Kasada, diadakan berbagai tontonan seperti; tari-tarian, balapan
kuda di lautan pasir,
jalan santai, pameran.
Menurut Prof. Dr,
Simanhadi
Widyaprakosa,
akademisi yang
meneliti tengger,
dalam bukunya
Masyarakat Tengger,
Latar Belakang Daerah
Taman Nasional
Bromo , sesajen Pulang Mengambil "Air Suci" dari Gowa
persembahan disebut gunung Widodaren
Ongkek terdiri dari 30
macam buah-buahan dan kue. Ongkek inilah yang akan dibuang di kawah
9
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Gunung Bromo. Bahan pembuatan ongkek diambil dari desa yang selama
setahun tidak memiliki warga yang meninggal.
Upacara Kasada juga dipakai untuk mewisuda calon dukun baru. Disebut Diksa
Widhi. Di samping itu ada pula upacara penyucian umat yang disebut palukatan.
Upacara ini bertujuan untuk kembali ke Satyayoga, yakni kesucian. Upacara Karo
juga merupakan upacara besar. Paling besar setelah Kasada.
Masyarakat Tengger mempercayai, pada Hari Raya Karo inilah Sang Hyang Widhi
Wasa (Tuhan YME) menciptakan “Karo”, yakni dua manusia berjenis lelaki dan
perempuan sebagai leluhurnya, yakni Rara Anteng dan Jaka Seger.
Upacara Karo dilaksanakan 12 hari. Masyarakat Tengger mengenakan pakaian
baru, perabot baru. Makanan dan minuman melimpah pada hari raya mereka.
Antarkeluarga saling mengunjungi.
Alkisah, pada zaman dahulu (diperkirakan abad pertama masehi), ada seorang
pengembara sakti bernama Saka yang baru saja menyelesaikan pelajaran
susastra di padepokan yang dipimpin resi. Dua murid yang menyertainya adalah:
Dora dan Sembada.
Saka dan Sembada meneruskan perjalanan dan sampai ke Pulau Jawa. Di pulau
ini mereka bertemu suami istri yang tua dan tidak memiliki anak. Saka dan
Sembada tinggal bersama mereka dan diangkat sebagai anak. Di Medang tempat
mereka tinggal, terdapat raja raksasa bernama Dewata Cengkar, yang memiliki
kebiasaan buruk, yaitu makan daging manusia setiap hari. Rakyat harus setor
bergiliran padanya.
Tiba giliran orangtua Saka untuk mengirim seorang korban. Sang ibu akan
dikorbankan karena keluarga tersebut tidak memiliki anak. Saka mendengar
10
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Sampai di Medang, Saka diterima patih dan diantar ke Dewata Cengkar. Melihat
pemuda tampan dan sehat, bukan main senangnya Dewata Cengkar. Sebelum
dijadikan korban, Saka meminta agar kedua orangtua angkatnya diberi tanah
seluas ikat kepalanya dan pemberian itu disaksikan rakyat. Permintaan itu
dikabulkan. Maka, digelarlah ikat kepala itu di atas tanah, disaksikan banyak
orang. Saka membuka lipatan ikat kepala. Ternyata lipatan itu tidak ada
habisnya, sampai di tepi laut Selatan. Dewata Cengkar tergiring terus pada
penggelaran lipatan tersebut sampai akhirnya sampai ke sebuah mulut tebing.
Jatuhlah ia.
Sepeninggal Dewata Cengkar, negara Medang dipimpin Saka dengan gelar Aji
Saka. Rakyat hidup bahagia.
Setelah lama ditunggu muridnya tak kunjung muncul, Ajisaka sendiri menuju
Pulau Majesti. Ia melihat kenyataan dua utusannya meninggal dengan bekas
tusukan Pusaka Sarutama. Ajisaka tergerak menciptakan aksara jawa untuk
memperingati pengabdian dua muridnya. Bunyinya:
Hanacaraka: Ada utusan
Datasawala: Saling bertengkar
Padhajayanya: Sama-sama berjaya (kuat dan sakti)
Magabathanga: Mereka menjadi bangkai.
Upacara ini setiap lima tahun sekali. Dalam upacara ini selalu diadakan
penyembelihan binatang ternak yaitu Kerbau. Kepala Kerbau dan kulitnya
diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak ke sanggar
pamujan.
11
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Unan-unan berasal dari istilah tuna alias rugi. Unan-unan berarti melengkapi
kerugian dengan upacara. Apa sih yang dianggap rugi? Ini berhubungan dengan
perhitungan hari orang-orang Tengger. Ada hari-hari yang harus digabungkan
sehingga dianggap rugi.
Air suci itulah yang kemudian ditabur kepada seluruh peserta upacara adat,
sebagai simbol pengusiran kesilauan hidup.
Ritual Unan - Unan ternyata juga bertujuan menyempurnakan para arwah yang
belum sempurna untuk kembali ke alam asalnya.
Ritual Unan - Unan biasanya dilaksanakan serentak di lima desa disekitar lereng
Bromo, yaitu Desa Ngadisari, Jetak, Wonokriti, Wonokerso dan Sukapura.
Upacara Kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut
pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat
kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.
Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tahun saka. Pujan Kawolu
sebagai penutupan megeng. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa,
dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan
bintang.
12
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
V. 6. Upacara Kasanga
Upacara ini jatuh pada bulan sembilan (sanga) tahun saka. Masyarakat
berkeliling desa dengan membunyikan kentongan dan membawa obor. Upacara
diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke rumah kepala desa, untuk
dimantrai oleh pendeta. Selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk
barisan, berjalan mengelilingi desa. Tujuan upacara ini adalah memohon kepada
Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan Masyarakat Tengger.
Upacara tradisi Mayu Banyu dan Mayu Desa dilakukan setiap lima tahun sekali.
Pelaksanaannya selalu dilakukan bertepatan dengan penutupan Hari Raya Karo,
yakni Hari Raya bagi suku Tengger di Gunung Bromo.
Upacara tradisi Mayu Desa masih tetap lestari di Desa Wonokitri, karena warga
tetap setia melaksanakannya, meski biayanya cukup besar bagi sebagian besar
petani di sana. Untuk menyelenggarakan upacara tradisi Mayu Desa di Wonokitri,
setiap kepala keluarga dikenai biaya Rp211.000, sedangkan jumlah KK di Desa
Wonokitri sebanyak 674 keluarga.
Prosesi upacara tradisi Mayu Desa dimulai dari Balai Desa Wonokitri. Seluruh
warga yang dipimpin para Dukun Pandita melakukan kirab keliling desa dengan
membawa berbagai sesaji di dalam banten, serta ancak.
Berbagai sesaji yang telah dibacakan mantera di pura, juga dimakan para umat
yang mengikuti upacara traisi tersebut dan sebagian dibuang ke dasar jurang di
batas desa yang dianggap keramat. Yang menarik selain sesaji, dalam setiap
prosesi upacara juga disajikan tarian tradisional tandak, serta minuman bir.
Upacara tradisi Mayu Desa selain diawali dengan sembahyang di pura, juga
dilakukan upacara di tempat-tempat yang dianggap keramat bagi warga suku
13
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Bagi kaum Tengger, konsep tentang manusia erat kaitannya dengan siklus
kehidupan: kehamilan dan kelahiran, perkawinan serta kematian. Momen-
momen itu selalu dirayakan dengan upacara adat.
Pada saat ibu hamil 7 bulan dirayakan dengan Upacara Sesayut. Kelahiran
disambut dengan upacara untuk memberitahukan tanah tempat kelahiran.
Cuplak Puser (lepas pusar), dirayakan dengan upacara Kekerik dan pada usia
4 tahun ditandai dengan upacara Tugel Kuncung (pemotongan rambut) bagi
anak perempuan dan Tugel Gombok bagi anak laki-laki.
Umumnya pemuda Tengger mencari jodoh atau istri sendiri. Hari perkawinan
tidak lepas dari perhitungan weton (hari kelahiran) calon mempelai seperti dalam
adapt perkawinan Jawa. Jumlah neptu kelahiran mempelai bila dibagi tiga tidak
boleh habis dan yang terbaik bila sisa dua. Tahap selanjutnya apabila kedua
orang tua telah setuju, maka calon mempelai laki-laki sendiri yang datang
melamar, diantar orang tuanya. Dalam lamaran tidak ada barang “peningset”
seperti pada masyarakat Jawa, sebab menurut anggapan mereka, peningset itu
merupakan barang pinjaman atau hutang. Biasanya sebelum hari perkawinan,
pihak keluarga mempelai laki-laki datang lagi ke rumah calon besan dengan
14
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Sambil membaca mantra, tangan kiri dukun memegang tangan kanan wali,
tangan kanannya memegang tangan kanan mempelai laki-laki. Baik mempelai
laki-laki maupun wali disuruh menirukan ucapan dukun. Ada kalanya perkawinan
terpaksa dibatalkan karena sesuatu sebab, misalnya:
Karena hubungan keturunan yang masih dekat, misalnya satu canggah
(neneknya nenek).
Dadung kepuntir. Contoh, A, B dan C masing-masing mempunyai anak laki-
laki dan juga anak perempuan. Mereka bukan keturunan satu canggah.
Tetapi kalau anak laki-laki A kawin mendapat anak perempuan B, anak laki-
laki B kawin dengan anak perempuan C dan anak laki-laki C kawin dengan
anak perempuan A, maka perkawinan semacam ini tidak diperbolehkan.
Papakan Wali. Contohnya, A dan B masing-masing mempunyai anak laki-laki
dan perempuan. Anak laki-laki A kawin mendapat anak perempuan B dan
anak laki-laki B kawin mendapat anak perempuan A. Maka perkawinan
demikian disebut papagan wali dan tidak diijinkan.
Kesandung watang atau kerubuhan gunung, bila akan dilakukan perkawinan
ada keluarga dekat yang meninggal dunia, maka perkawinan harus
dibatalkan.
15
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Upacara ini dimaksudkan untuk memohon ampun kepada Sang Maha Agung agar
arwah almarhum yang masih “Nglambrang” (melayang-layang tak menentu)
segera dapat masuk surga.
Pada upacara entas-entas ini dibuat boneka yang terbuat dari dedaunan, bunga
kenikir dan janur kuning yang menggambarkan jasad almarhum. Boneka
tersebut disebut petra. Petra diberi pakaian dari pakaian asli almarhum yang
dientas. Banyaknya petra yang dientas juga menurut jumlah orang yang
meninggal.
Dukun membacakan mantra pendahuluan selama lebih dari satu jam sambil
membunyikan genta kecil. Di depan dukun ada beberapa anak kecil tidak
memakai baju, dikerudungi kain putih. Jenis kelamin dan jumlah anak-anak
menurut jenis kelamin dan jumlah yang dientas. Selama dukun membaca
mantra, kira-kira baru separuhnya, ibu dukun dibantu beberapa lainnya menanak
nasi dengan api dari buah jarak.
VII. Lain-lain:
Dasar perhitungan yang digunakan untuk tanggal, bulan dan nama hari,
nama bulan bersifat khas dan berlaku khusus bagi masyarakat Hindu di
Tengger. Meskipun sebulan berjumlah 30 hari seperti pada umumnya,
Masyarakat Tengger hanya mengenal tanggal 1 sampai tanggal 15.
Selanjutnya untuk tanggal 16 sampai tanggal 30 disebut panglong 1 sampai
16
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
VIII. Penutup
17
Sejarah, Agama, dan Tradisi Suku Tengger Gunung Bromo
Alpha Savitri
greensavitri@gmail.com
Daftar Pustaka
Sumber Foto-foto:
Cover Sampul:
- Foto Warga Tengger: www.probolinggokab.go.id
- Foto Upacara Agama dan adapt: www bpkp.go.id
Sumber Penulisan:
www.probolinggokab.go.id
www.blog-sejarah.blogspot.com
www.beritabaru.com
www.indosiar.com
18