Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kelompok : Asal – Usul Suku Tengger

Suku Tengger, Keturunan Para Pengungsi Majapahit

Bagi orang Indonesia, Gunung Bromo merupakan sebuah tempat wisata yang
ikonik. Gunung aktif dengan tinggi 2.392 meter, dikelilingi oleh hamparan pasir, serta
pemandangan matahari terbit yang spektakular membuat Gunung Bromo memiliki daya
tarik tersendiri bagi sejumlah wisatawan lokal maupun mancanegara. Jadi tidak salah
apabila Gunung Bromo menjadi destinasi wisata unggulan yang dimiliki oleh Indonesia.

Namun tidak lengkap rasanya apabila membahas Gunung Bromo tanpa


mengenal penduduk asli yang hidup di sekitarnya, Suku Tengger. Berbeda dengan
penduduk di Jawa Timur kebanyakan, Suku Tengger memiliki kepercayaan, bahasa,
serta kebudayaan yang unik dan kontras. Tradisi yang berkembang di kalangan Suku
Tengger berkaitan erat dengan Gunung Bromo. Bisa dikatakan, antara Gunung Bromo
dengan Suku Tengger memiliki sebuah ikatan mistis yang saling menghidupi satu sama
lain.

1|Page
Asal-Usul Hingga Legenda Roro Anteng dan Joko Seger

Terdapat beberapa pandangan yang menjelaskan tentang asal-usul dari nama


“Tengger”. Pendapat pertama mengatakan bahwa istilah “Tengger” berarti pegunungan
yang notabene menjadi tempat tinggal mereka. Pandangan berikutnya menyatakan
bahwa istilah “Tengger” berasal dari kalimat Tenggering Budi Luhur yang berarti budi
pekerti yang luhur, menggambarkan watak Suku Tengger yang seharusnya. Hingga
pandangan terakhir mengatakan bahwa nama “Tengger” merupakan kata gabungan
dari nama Roro Anteng dan Joko Seger, nama leluhur Suku Tengger.

Para Pendeta (Dukun) Tengger pada abad ke-19

2|Page
Di dalam bukunya yang berjudul Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam,
Robert W. Hefner menjelaskan bahwa orang-orang Suku Tengger merupakan
keturunan dari para pengungsi Kerajaan Majapahit. Pada abad ke-16, Kerajaan
Majapahit yang mulai melemah mengalami serangan dari kerajaan Islam yang dipimpin
oleh Raden Patah. Menyelamatkan diri dari invasi, sebagian masyarakat Majapahit
mengungsi menuju Pulau Bali. Sebagian lainnya memilih untuk menempati sebuah
kawasan pegunungan di Jawa Timur, mengisolasi diri dari pengaruh luar. Orang-orang
inilah yang kelak dinamakan sebagai Suku Tengger.

Di kalangan Suku Tengger sendiri, berkembang sebuah legenda yang


menceritakan tentang sejarah leluhur mereka. Tersebutlah Roro Anteng, putri
pembesar Kerajaan Majapahit, dan Joko Seger yang merupakan putra dari seorang
brahmana. Roro Anteng dan Joko Seger kemudian menikah dan mereka turut menjadi
pengungsi di Pegunungan Tengger. Di sanalah kemudian mereka menjadi pemimpin
dengan gelar Purbawisesa Mangkurat Ing Tengger. Keturunan dari Roro Anteng dan
Joko Seger inilah yang kelak menjadi Suku Tengger di Jawa Timur.

Kondisi Sosial Suku Tengger yang Unik

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, para leluhur Suku Tengger


mengungsi dan terisolasi di Pegunungan Tengger. Kondisi mereka yang tidak tersentuh
oleh peradaban luar selama bertahun-tahun itulah yang kemudian berdampak pada
kondisi sosial Suku Tengger.

Dua orang pria Tengger yang mengendarai kuda di Lautan Pasir Gunung Bromo

3|Page
Berbeda dengan peradaban Jawa lainnya yang telah didominasi oleh ajaran
Islam, Suku Tengger masih mempertahankan kepercayaan para leluhurnya dari
Majapahit. Para leluhur Suku Tengger menganut aliran kepercayaan Siwa-Budha yang
kemudian berkembang menjadi agama Hindu seperti yang dipegang oleh Suku
Tengger kini.

Soal bahasa pun juga demikian. Suku Tengger memiliki dialek yang berbeda
dengan Bahasa Jawa yang berkembang di era modern. Mereka masih menggunakan
dialek Bahasa Kawi dan terdapat beberapa kosakata Jawa Kuno yang sudah tidak lagi
digunakan oleh penutur Bahasa Jawa lainnya. Hal inilah yang menyebabkan orang-
orang Suku Jawa mengalami kesulitan dalam memahami Bahasa Tengger.

Bocah-bocah Suku Tengger

Tidak hanya itu, Suku Tengger juga memiliki sistem penanggalan tersendiri di samping
penanggalan Masehi. Mereka menggunakan sistem penanggalan Tahun Saka yang
mengadopsi dari sistem penanggalan Hindu. Karena itulah, sistem penanggalan Suku Tengger
mirip dengan penanggalan tradisional Jawa maupun Bali. Dalam satu tahun, terdapat dua belas
bulan. Nama-nama bulan tersebut antara lain Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem,
Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasadasa, Dhesta, dan Kasadha. Dalam satu bulan terdapat tiga

4|Page
puluh hari. Sistem penanggalan inilah yang berguna untuk menentukan pelaksanaan upacara-
upacara adat Suku Tengger.

Upacara Yadnya Kasada

Selain unik, Suku Tengger juga dikenal kaya akan tradisi dan serangkaian
upacara-upacara adat. Salah satu upacara yang terkenal adalah Yadnya Kasada.
Upacara ini dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Kasadha. Di dalam upacara Yadnya
Kasada, masyarakat Suku Tengger berdoa kepada Tuhan serta menyerahkan kurban
berupa hewan ternak dan hasil tani seperti sayuran dan buah-buahan menuju kawah
Gunung Bromo. Upacara tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan dan berkah.
Selain itu, Yadnya Kasada juga menjadi ajang peringatan bagi Suku Tengger untuk
mengenang pengorbanan Raden Kusuma, putra bungsu Roro Anteng dan Joko Seger.

Upacara Yadnya Kasada

Menurut legenda setempat, Roro Anteng dan Joko Seger bertapa di Gunung Bromo
memohon keturunan kepada Tuhan. Mereka juga berjanji akan mengorbankan anak
bungsunya ke Gunung Bromo jika mereka dikaruniai keturunan. Doa mereka akhirnya
dikabulkan dan mereka memiliki 25 anak. Namun Raden Kusuma sebagai putra bungsu
tak kunjung dikorbankan. Hal inilah yang membuat Gunung Bromo murka hingga
kerelaan Raden Kusuma untuk mengorbankan diri mampu meredakan amarah Gunung
Bromo.

Kini, Yadnya Kasada menjadi upacara adat Suku Tengger yang mampu menarik minat
para wisatawan. Momen tersebut berkontribusi pada banyaknya jumlah wisatawan yang

5|Page
mengunjungi Gunung Bromo. Berdasarkan data yang dilansir oleh BBC Indonesia,
terdapat sebanyak 380.000 wisatawan lokal dan 37.000 wisatawan mancanegara
mengunjungi Bromo pada tahun 2015. Tidak hanya menawarkan pemandangan yang
indah, wisata di Gunung Bromo juga dihidupkan oleh tradisi dan keunikan Suku
Tengger yang masih lestari hingga kini.

6|Page

Anda mungkin juga menyukai