Anda di halaman 1dari 22

Makalah Fisiologi Hewan

Dosen Pengampu : Drs. Hudson Sidabutar, M.Si,


Dra. Erlintan Sinaga, M.Kes

HEMATOKRIT

OLEH :

NAMA : MADELEINE DIANA


NIM : 4153141030
KELAS : BIOOLOGI PENDIDIKAN D 2015

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan RahmatNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah
“Hematokrit” ini. Penulis berterima kasih kepada Bapak Drs. Hudson Sidabutar,
M.Si dan Ibu Dra. Erlintan Sinaga, M.Kes yang sudah memberikan bimbingannya
dalam penulisan makalah ini.

Adapun yang dibahas dalam makalah ini yaitu tentang Hematokrit,


Penentuan nilai hematokrit , Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai
Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan .
Topik-topik ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan ilmu kepada
pembaca.

Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, Penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik. Oleh sebab itu, Penulis dengan rendah hati dan tangan
terbuka menerima masukan, saran dan usulan guna penyempurnaan makalah
dikemudian hari. Penulis menyadari pula, bahwa dalam pembuatan makalah ini
tidak lepas dari batuan berbagai pihak. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 20 Mei 2017

MADELEINE DIANA
NIM : 4153141030
ii

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS 3


2.1 Pengertian Hematokrit 3
2.2. Pengukuran Hematokrit 5

BAB III METODE PENELITIAN 5


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 5
3.2. Alat dan Bahan 5
3.3. Prosedur Penelitian 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 9


4.1. Hasil Pemeriksaan Eritrosit 9
4.2. Hasil Pemeriksaan Hemoglobin 11
4.3. Hasil Pemeriksaan Hematokrit 12

BAB V PENUTUP 14
5.1. Kesimpulan 14
5.2. Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16
iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 4.1. Grafik Hasil Pemeriksaan Eritrosit 10
Gambar 4.2. Grafik Hasil Pemeriksaan Hemoglobin 12
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pemeriksaan Hematokrit 13
iv

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Eritrosit 9

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Hemoglobin 11

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Hematokrit 12


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang
bersirkulasi secara terus menerus dalam tubuh. Darah dalam tubuh berfungsi
untuk mengatur keseimbangan cairan, asam-basa, dan suhu. Darah juga berperan
sebagai media transportasi berbagai zat yang ada dalam tubuh dan menjadi sistem
pertahanan tubuh dari serangan penyakit. Darah juga berperan membawa berbagai
agen penyakit (bakteri, virus, parasit) dalam tubuh dan akan menyebarkan ke
berbagai organ. Karena itu profil darah banyak digunakan dalam menentukan
status kesehatan individu.
Sel darah merah atau eritrosit merupakan jenis sel darah paling umum
dengan diameter rata-rata 7,5µm, tidak memiliki inti, berbentuk lempengan
bikonkaf, dan terpulas merah muda dengan pewarnaan eosin. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen ke jaringan tubuh.
Sel darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek,
pipih dan tidak beraturan, jaringan kondilus pada ujung tulang panjang, coste
(tulang rusuk) dan dari tulang dada (sternum). Secara normal, jangka hidup sel
darah merah pada hewan adalah 115-120 hari. Sel darah merah tua akan hancur
dalam limpa, sumsum tulang, dan hati. Zat besi dari hemoglobin akan dirombak
dan digunakan kembali membentuk eritrosit baru.
Penurunan kadar oksigen atmosfir, seperti karena ketinggian tempat, dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan produksi sel darah merah untuk
mengkompensasi kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia). Faktor apapun yang
dapat menimbulkan keadaan hipoksia akan yang mempengaruhi pembentukan
eritrosit, seperti gangguan pembentukan hemoglobin, gangguan penyerapan zat
besi, anemia karena sebab apapun juga akan merangsang pembentukan sel darah
merah, jumlah eritrosit, dan hematokrit.

1
2

Pemeriksaan hematologi merupakan sekelompok pemeriksaan


laboratorium yang terdiri atas beberapa macam pemeriksaan. Pemeriksaan darah
rutin meliputi hemoglobin, jumlah lekosit, hitung jenis lekosit, Laju Endap Darah
(LED). Pemeriksaan darah khusus meliputi gambaran darah tepi, jumlah eritrosit,
indeks eritrosit, jumlah retikulosit, jumlah trombosit dan hematokrit,.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan hematokrit?
2. Bagaimana cara melakukan pengukuran hematokrit?
3. Apa guna mengetahui nilai hematokrit ?
4. Bagaimana pengaruh dosis berbeda Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal
secara Subkutan dengan kadar hematokritnya?
5. Apa saja yang mempengaruhi hematokrit pada hewan?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui hematokrit
2. Mahasiswa mampu mengetahui cara melakukan pengukuran hematokrit
3. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat nilai hematokrit
4. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh dosis berbeda Xilazin-Ketamin
pada nilai hematokrit anjing lokal
5. Mahasiswa mampu mengetahui hal yang mempengaruhi nilai hematokrit
hewan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pengertian Hematokrit


Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) merupakan prosentase
keseluruhan volume eritrosit dalam darah. Hematokrit berfungsi untuk menilai
status dehidrasi tubuh. Hematokrit diukur berdasarkan perbandingan antara massa
jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit terhadap volume darah, yang dinyatakan
dalam persen. Kondisi dehidrasi karena kekurangan cairan, penurunan pasokan
cairan, redistribusi dari plasma ke jaringan akibat cidera akan meningkatan nilai
hematokrit (Baldy, 1995).

Hematokrit juga disebut sebagai fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah
merah. Hematokrit dapat ditentukan dengan cara sentrifugasi darah dalam tabung
mikro kapiler hematokrit sehingga sel-sel darah menjadi padat/mengendap di
bagian bawah tabung. Dalam sel darah merah yang mengalami pemadatan masih
terdapat sekitar 3 sampai 4% plasma yang tetap terjebak di antara sel. Sehingga
nilai hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96% dari yang terukur (Guyton, 2006).

Lebih lanjut Mitruka dan Rawsley (1981) menyatakan bahwa hematokrit


merupakan ukuran proporsi dari sel darah merah dengan plasma dalam darah
periperial. Hematokrit tubuh memberi ratio dari massa total eritrosit dengan
volume total darah.Volume sel dalam sirkulasi darah biasanya lebih sedikit dari
pada volume plasma dan pada hewan normal hematokrit secara langsung
berhubungan dengan jumlah eritrosit dan kandungan hemoglobin (Swenson,
1984).

Nilai parameter darah dapat berbeda oleh karena berbagai faktor dan
Faktor penting yang mempengaruhi status hematology adalah: umur, jenis
kelamin, status, ketinggian wilayah atau tempat, pakan dan keseimbangan air
tubuh (Dallmann dan Brown, 1989).

3
4

Hematokrit akan mempengaruhi kondisi viskositas darah. Semakin tinggi


kadar hematokrit maka kondisi viskositas akan semakin tinggi pula, hal ini terjadi
karena gesekan yang terjadi antara sel-sel darah merah akan semakin tinggi
sehingga viskositas juga mengalami kenaikan. Selanjutnya, keadaan viskositas
darah yang meningkat akan memperberat kerja jantung dalam memompakan
darah menuju ke jaringan (Guyton, 2006).

2.2. Pengukuran Hematokrit

Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik


menggunakanhematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran
hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu :

a) Metode makrohematokrit
Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA
atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang
110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung
kemudian disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm.
Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %.
b) Metode mikrohematokrit
Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA,
darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam
tabung kapiler yang mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1
mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi
heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang
tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA/heparin/amonium-
kalium-oksalat.
Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan ke
dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung
ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit dengan
kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat pembaca
hematokrit, nilainya dinyatakan dalam %.
5

Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain


waktunya cukup singkat, sampel darah yang dibutuhkan juga sedikit dan
dapat dipergunakan untuk sampel tanpa antikoagulan yang dapat diperoleh
secara langsung.
Pada sampling darah vena pemakaian ikatan pembendung yang
terlalu lama atau kuat dapat mengakibatkan hemokonsentrasi. Hemolisis
juga dapat terjadi jika spuit dan jarum yang digunakan basah atau tidak
melepaskan jarum spuit terlebih dahulu ketika memasukkan darah ke
dalam botol sampel (Gandasoebrata, 2008).
Sampling darah kapiler lebih mudah dibanding dengan sampling
yang lain. Namun tempat penusukan harus baik, aliran darah lancar dan
tidak boleh ada perdangan (Purwanto, 1996).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu : Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015.

Tempat :Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan


Pendidikan dan Laboratorium Patologi Klinik Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Denpasar

3.2. Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan 24 ekor anjing lokal jantan berumur 6 bulan


sampai 3 tahun yang sehat secara klinis dan diperoleh dari wilayah Kotamadya
Denpasar dan Kabupaten Badung.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol 70%,


antikoagulan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA), hayem, aquades, HCl 0,1N,
air, tissu dan kapas. Obat-obatan yang digunakan yaitu atropin, xilazin dan
ketamin. Peralatan yang digunakan yaitu spuit 3 ml, pipet, hemositometer, kaca
penutup, kaca objek, tabung mikrohematokrit, sentrifuge, pipet Sahli dan
mikroskop.

3.3. Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum, saat teranestesi dan setiap


selang waktu 20 menit sampai menit ke-100, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap sampel darah untuk menghitung total eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit.

Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)


pola split in time dengan 4 perlakuan, yaitu X2, X4, X6 dan X8 yang secara
berturut-turut menggunakan dosis xilazin 2 mg/kg, 4 mg/kg, 6mg/kg dan 8 mg/kg
berat badan. Sebagai ulangan menggunakan 6 ekor anjing lokal sebagai ulangan

5
6

sehingga anjing lokal yang diperlukan seluruhnya berjumlah 24 ekor.Variabel


tergantung pada penelitian ini adalah gambaran darah yang meliputi total
eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit anjing lokal, sedangkan variabel
bebasnya adalah xilazin dan ketamin.

Anjing yang digunakan dalam penelitian ini adalah anjing-anjing yang


secara klinis sehat. Dua minggu sebelum dilakukan anestesi anjing diberikan obat
cacing pirantel pamoat dengan dosis 12,5 mg/kg bb. Anjing dipuasakan minum 4
– 6 jam dan dipuasakan makan 8 – 12 jam sebelum dilakukan anestesi. Sebelum
diberi perlakuan anjing ditimbang berat badannya untuk menentukan jumlah obat
yang akan diberikan. Sampel darah ditampung dalam tabung yang berisi EDTA.
Pengambilan darah dilakukan melalui vena cephalica pada kaki depan.

Anjing diberikan obat premedikasi atropin sulfat dengan dosis yang sama
untuk setiap anjing pada keempat perlakuan yaitu 0,03 mg/kg bb secara subkutan.
Xilazin diberikan 15 menit setelah pemberian atropin dengan dosis yang berbeda-
beda pada setiap perlakuan yaitu perlakuan 1 dengan dosis 2 mg/kg bb, perlakuan
2 dengan dosis 4 mg/kg bb, perlakuan 3 dengan dosis 6 mg/kg bb, dan perlakuan
4 dengan dosis 8 mg/kg bb. Pada perlakuan 1 xilazin diinjeksikan secara
intramuskuler, sedangkan pada perlakuan 2, 3 dan 4 diinjeksikan secara subkutan.
Kemudian anjing diberikan anestesi ketamin 30 menit setelah pemberian xilazin
dengan dosis yang sama untuk setiap perlakuan yaitu 10 mg/kg bb, anjing pada
perlakuan 1 diberikan secara intramuskuler, sedangkan perlakuan 2, 3 dan 4
diberikan secara subkutan.

Pemeriksaan darah dilakukan saat hewan mulai teranestesi dan setiap


selang waktu 20 menit selama hewan teranestesi. Pengambilan sampel darah
dilakukan pada vena cephalica kaki depan dengan volume 1 ml, diambil dengan
spuit 3 ml dan ditampung dalam tabung yang berisi EDTA. Penghitungan total
eritrosit digunakan hemositometer. Prinsip dalam melakukan penghitungan total
eritrosit adalah dengan melakukan pengenceran darah dalam pipet eritrosit,
kemudian memasukkan ke dalam kamar hitung dan menghitung jumlah eritrosit.
7

Pengisian kamar hitung dimulai dengan menghisap darah EDTA dengan


pipet Thoma sampai garis tanda 0,5, lalu dilanjutkan dengan mengisi larutan
Hayem dengan cara memasukkan ujung pipet Thoma dengan sudut 45º, dihisap
sampai garis tanda 101, lalu dikocok. Setelah itu dilakukan pengisian kamar
hitung yang dilengkapi dengan kaca penutup.

Sebelum mengisi kamar hitung, tiga tetes pertama dari pipet dibuang, lalu
isi kamar hitung dengan tetesan berikut secukupnya dengan cara menyentuhkan
ujung pipet pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggiran kaca
penutup. Biarkan selama 2-3 menit agar leukosit mengendap.

Penghitungan dilakukan dengan mikroskop menggunakan pembesaran


lensa objektif 40X, lalu eritrosit yang terdapat dalam lima bidang yang ditengah
dihitung dengan luas masing-masing 1/25 mm². Pengenceran yang dilakukan
adalah 20 kali. Sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri dan bawah tidak
dihitung. Lalu jumlah sel yang dihitung dalam kelima bidang tersebut (N)
dihitung dengan perhitungan sebagai berikut: jumlah leukosit dalam 5 bidang
persegi adalah N, jumlah volume kelima bidang adalah 5/250 mm³. Jadi tiap-tiap
mm³ terdapat: (1:5/250) x N = 250 : 5 = 50 N eritrosit dengan pengenceran 200
kali.

Penentuan kadar hemoglobin ditentukan dengan menggunakan metode


Sahli yaitu tabung hemometer diisi dengan larutan HCL 0,1 N sampai tanda 2
gram %. Kemudian darah dengan antikoagulansia dihisap dengan pipet Sahli
sampai tepat pada tanda 20 ammo. Darah dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
tabung hemometer yang berisi larutan HCL 0,1 N tanpa menimbulkan gelembung
udara. Tunggu 10 menit untuk pembentukan asam hematin.

Selanjutnya asam hematin ini diencerkan dengan aquadest tetes demi tetes
sambil diaduk sampai warnanya sama dengan warna coklat pada gelas standard.
Larutan dibaca dalam skala gram %.

Penentuan nilai hematokrit menggunakan metode mikrohematokrit.


Metode ini menggunakan pipet mikrohematokrit kapiler dengan panjang 7 cm dan
8

diameter 1,0 mm. Darah dengan antikoagulansia dimasukkan ke dalam pipet


mikrohematokrit sekitar 6/7 bagian pipet. Ujung masuknya darah ditutup dengan
penutup khusus atau malam. Kemudian pipet hematokrit diletakkan pada
pemusing hematokrit yang mempunyai kecepatan tinggi. Pusingkan dengan
kecepatan 10.000 sampai 13.000 rpm selama 5 menit. Kemudian nilai PCV dapat
dibaca pada alat khusus. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan Sidik Ragam
dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan bila hasil yang diperoleh
berbeda nyata.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Eritrosit

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Eritrosit

Hasil pemeriksaan terhadap total eritrosit pada keempat perlakuan


menunjukkan rata-rata total eritrosit 6,80x106/µL pada perlakuan 1 (kontrol;
dosis xilazin 2 mg/kg BB); 6,55x106/µL pada perlakuan 2 (dosis xilazin 4 mg/kg
BB); 5,57x106/µL pada perlakuan 3 (dosis xilazin 6 mg/kg BB) dan 4,50x106/µL
pada perlakuan 4 (dosis xilazin 8 mg/kg BB) (Tabel 4.1). Pada perlakuan 2 tidak
terjadi anestesi dan relaksasi otot yang sempurna pada anjing-anjing yang
digunakan, namun tetap dilakukan pemeriksaan terhadap sampel darah untuk
mengetahui apakah penggunaan xilazin dengan dosis 4 mg/kg BB berpengaruh
terhadap gambaran darah anjing-anjing tersebut.

Analisis data menggunakan sidik ragam terhadap hasil yang diperoleh dari
pemeriksaan total eritrosit keempat perlakuan menunjukkan bahwa dosis obat
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total eritrosit anjing lokal, tetapi waktu
pemeriksaan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap total eritrosit anjing
lokal. Rata-rata total eritrosit dari pemberian dosis xilazin 2 mg/kg (kontrol) dan 4
mg/kg tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Sedangkan pada dosis 6
mg/kg BB dan 8 mg/kg BB terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan dosis
2 dan 4 mg/kg BB. Demikian juga dengan dosis 8 mg/kg berbeda nyata dengan

9
10

dosis 2 dan 4 mg/kg BB. Pada dosis xilazin 4 mg/kg BB, 6 mg/kg BB, dan 8
mg/kg BB rata-rata terjadi penurunan yang nyata pada total eritrosit namun masih
berada pada kisaran normal total eritrosit anjing yaitu antara 5,5-8,5x106/µL.

Penurunan total eritrosit terjadi karena semakin tinggi dosis anestesi yang
digunakan semakin dalam efek anestesi yang ditimbulkan sehingga dilatasi limpa
semakin besar akibatnya semakin banyak darah masuk kedalam limpa. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Weiss dan Wardrop (2010) yaitu limpa
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sel darah merah.

Gambar 4.1. Grafik Hasil Pemeriksaan Eritrosit (Sumber : Marshanindya


dkk, 2016)
Pada waktu pemeriksaan sel darah merah tidak terjadi perbedaan yang
nyata terhadap total eritrosit. Hal ini mungkin disebabkan karena hewan masih
dalam pengaruh stress selama perlakuan.
11

4.2. Hasil Pemeriksaan Hemoglobin

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Hemoglobin

Hasil pemeriksaan terhadap kadar hemoglobin menunjukkan bahwa kadar


hemoglobin bervariasi dalam setiap perlakuan dan waktu pemeriksaan (Tabel
4.2). Hasil analisis data terhadap kadar hemoglobin menunjukkan rata-rata kadar
hemoglobin (pada kontrol dan perlakuan 2) yaitu 13 gr%, pada perlakuan 3 dan 4
yaitu 13,2 gr% dan 12,7gr%. Analisis data menggunakan sidik ragam
menunjukkan bahwa perbedaan dosis obat tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap kadar hemoglobin anjing lokal, tetapi waktu pemeriksaan darah
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar hemoglobin anjing lokal.
Walaupun tidak terjadi perbedaan yang nyata terhadap kadar hemoglobin namun

semakin tinggi dosis premedikasi anestesi yang digunakan cenderung


terjadi penurunan rata- rata kadar hemoglobin (Tabel 4.2) hal ini ini disebabkan
semakin dalam efek anestesi yang ditimbulkan.

Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa rata-rata kadar hemoglobin pada


waktu pengamatan sebelum teranestesi dengan menit ke-20, 80 dan 100 terjadi
perbedaan yang sangat nyata (P>0,01) tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan menit
ke-0, 20, 40, 60, 80 dan 100. Meskipun terjadi peningkatan pada kadar
hemoglobin namun rata-rata peningkatan masih berada pada kisaran normal kadar
hemoglobin anjing yaitu 12-18g%. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Weiss dan Wardrop (2010) yang menyatakan bahwa selama masa anestesi
akan terjadi penurunan sel darah maupun kadar hemoglobin akibat terjadinya
12

dilatasi limpa. Perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan akibat pengaruh


stress dari hewan selama perlakuan. Adanya stress dapat meningkatkan total
eritrosit maupun kadar hemoglobin.

Gambar 4.2. Grafik Hasil Pemeriksaan Hemoglobin (Sumber :


Marshanindya dkk, 2016)

4.3. Hasil Pemeriksaan Hematokrit

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Hematokrit

Hasil analisis data terhadap nilai hematokrit menunjukkan rata-rata nilai


hematokrit yaitu 39,8% pada kontrol, 39,3% pada perlakuan 2, 37,2% pada
perlakuan 3 dan 36,0% pada perlakuan 4. Analisis data menggunakan sidik ragam
terhadap hasil yang diperoleh dari pemeriksaan nilai hematokrit keempat
perlakuan menunjukkan bahwa dosis obat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
13

nilai hematokrit anjing lokal, namun waktu pemeriksaan tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap nilai hematokrit anjing lokal.

Rata-rata nilai hematokrit dari pemberian xilazin antara kontrol dan 4


mg/kg tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Tetapi terjadi penurunan
yang nyata dibandingkan dengan perlakuan dosis 6 dan 8 mg/kg (P<0,05).
Demikian juga pada dosis 8 mg/kg juga terjadi penurunan yang nyata (P<0,05)
dibandingkan dengan dosis 6 mg/kg. Meskipun terjadi penurunan pada nilai
hematokrit namun rata-rata masih berada pada kisaran normal nilai hematokrit
yaitu antara 37-55%. Hal ini sama dengan hasil yang diperoleh pada total eritrosit

yakni semakin tinggi dosis anestesi yang digunakan semakin dalam efek
anestesi yang ditimbulkan.

Gambar 4.3. Grafik Hasil Pemeriksaan Hematokrit (Sumber :


Marshanindya dkk, 2016)
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) merupakan prosentase


keseluruhan volume eritrosit dalam darah.
2. Cara pengukuran nilai hematokrit ada 2, antara lain :
a) Metode makrohematokrit
Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA
atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang
110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung
kemudian disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm.
Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %.
b) Metode mikrohematokrit
Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA,
darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam
tabung kapiler yang mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1
mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi
heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang
tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA/heparin/amonium-
kalium-oksalat.
3. Nilai hematokrit berfungsi untuk menilai status dehidrasi tubuh dan status
kesehatan
4. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
dosis yang diberikan terjadi penurunan yang nyata (P<0,05) terhadap total
eritrosit dan nilai hematokrit, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap kadar hemoglobin. Pada waktu pemeriksaan darah hanya
berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap total eritrosit dan nilai hematokrit.
5. Faktor penting yang mempengaruhi status hematology adalah: umur, jenis
kelamin, status, ketinggian wilayah atau tempat, pakan dan keseimbangan
air tubuh

14
15

5.2. Saran

Semoga makalah/ laporan ini dapat menjadi salah satu literatur bagi
praktikan lain untuk mengetahui sedikit tentang hematokrit. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa dosis maksimal yang masih aman
diberikan secara subkutan pada anjing lokal. Selain itu perlu adanya penelitian
terhadap fungsi organ lainnya seperti hati dan ginjal untuk mengetahui toksisitas
obat yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA

Baldy, C.M. 1995. Patofisiology Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit. Jakarta :


EGC.
Dallmann dan Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner Jilid I Edisi III.
Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Gandasoebrata. 2008. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat
Guyton, A.C dan Hall, J.E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Diterjemahkan oleh : Setiawan., Tengadi, K.A., Santoso, A. 1996. EGC,
Jakarta.
Swenson, M.J., Duke’s. 1970. Physiology of Domestic Animals 8th ed. Comstock
Publishing Associates Revition of Cornell Univercity Ithaca and London.
Marshanindya, A., Ida Bagus K. A., dan I Gusti Agung G. P.P. 2016. Gambaran
Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-
Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan. Indonesia Medicus
Veterinus. Vol 5 No(3). Hal 204-214

16

Anda mungkin juga menyukai