Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Tanggal Praktikum : 3 Desember 2020

Fisiologi Veteriner I Dosen Pembimbing : Drs. Pudji Achmadi, M.Si


Minggu ke-12 (pagi) Kelompok Praktikum: P4.2
Asisten : Natasya C Tambunan, SKH
Rahmatusyifa, SKH

DARAH 1
(Preparat darah natif, laju endap darah, menghitung jumlah butir darah
merah dan putih, hematokrit, kadar Hb dengan metode Sahli, menghitung
MCV, MCH, dan MCHC)
Oleh:
1. Indhira Pratiwi B04190041*
2. Jeslyn Elen Hanrahan B04190042
3. Jihan Cemerlang Ramadhani B04190043
4. Juhriyatun Annisaa B04190044
5. Kanaila Haliza Anindia B04190045

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEMESTER GANJIL 2020-2021
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Darah merupakan jaringan ikat yang terdiri dari hematokrit (45%), sel darah
putih, trombosit, dan plasma (55%) yaitu campuran antara air, protein, lipid, asam
amino, vitamin, dan mineral lainnya (Saganuwan 2018). Sel darah merah dalam
darah berperan penting untuk pengangkutan oksigen ke dalam jaringan tubuh yang
membutuhkannya dengan berikatan terhadap suatu protein yaitu hemoglobin
(oxyhemoglobin) (Czaja et al. 2020). Heme, kelompok prostetik dari hemoglobin,
merupakan molekul esensial untuk pengangkutan oksigen dan dibutuhkan dalam
fungsi enzin dalam jantung dan transport elektron (Sawicki et al. 2015).
Banyak patologis tubuh dikarenakan abnormalitas dari bentuk sel darah
merah salah satunya adalah sickle cell anemia (Czaja et al. 2020). Selain
abnormalitas dari morfologi eritrosit, keadaan patologis lainnya yang berhubungan
dengan RBC yaitu anemia defisiensi besi (ADB) diakibatkan oleh kurangnya zat
besi untuk mensitesis hemoglobin (Amalia dan Tjiptaningrum 2016). Anemia itu
sendiri diartikan sebagi konsentrasi Hb dibawah batas ambang (70-130 g/L) yang
dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin dan status kehamilan (Whitehead et al.
2019). Penetuan dari seseorang dapat mengalami anemia dapat menggunakan
pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) untuk perhitungan Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Volume (MCH) dan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC) (Amalia dan Tjiptaningrum 2016).
Pengukuran dari hemoglobin dalam kapiler darah dapat dilakukan dengan
mengkomparasi hasil dari pengukuran menggunakan hemoglobinometer portabel
dan analisis darah vena dengan Coulter Counters agar mendapatkan nilai yang lebih
valid terutama pada balita dan wanita hamil (Boghani et al. 2017).
Kisaran jumlah standar pada manusia untuk sel darah merah atau eritrosit
adalah 4,2–6,2 × 1012 / L dan hematokrit sebesar 38–54% dari total volume darah.
Namun, variasi spesies, umur, faktor lingkungan, sistem pengelolaan, dan kondisi
patologis juga memengaruhi ukuran, bentuk, luas, dan volume dari eritrosit
(Saganuwan 2018). Keadaan patologis selain anemia yang diakibatkan oleh jumlah
eritrosit dinamakan polisitemia atau kelebihan eritrosit. Pasien seringkali datang
dengan penyakit kardiovaskular yang menjadi penanda awal untuk polisitemia vena
yang ditandai dengan adanya stroke, infrak miokardiad, dan penyakit arteri perifer.
Biasanya kadar hemoglobin lebih dari 16,5 g/dL atau hematokrit lebih dari 49%
pada laki-laki, sementara pada wanita yaitu kadar hemogloblin lebih dari 16,0 g/dL
atau hematorkrit lebih dari 48% dapat didiagnosis bahwa individu tersebut
mengalami polisitemia (Cahyanur dan Rinaldi 2019).
Sel darah merah dapat mengalami agregesi melalui 3 hal, yang pertama
adalah sel darah merah mungkin menjadi perekat aktif dengan adanya bekuan
darah, kasus patologis seperti sickle cell anemia, dan pembentukan rouleaux
menyerupai tumpukan koin dan bersifat irreversible. Pembentukan rouleaux
disebabkan adanya makromolekul seperti fibrinogen di dalam plasma darah dan
dapat ditemukan dalam keadaan fisiologis (Wagner et al. 2013). Penilaian
sementara waktu untuk mengukur nilai sedimentasi dari pembentukan elemen
dalam darah dikenal dengan nama Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) yang
digunakan oleh beberapa ahli klinis untuk menilai respon akut peradangan. Namun,
ESR belum dipahami secara sempurna karena protein plasma termasuk fibrinogen
dan jumlah serta bentuk eritrosit memfasilitasi agregasi, pengendapan dan juga
pengepakan dari eritrosit sehingga ESR dikatakan merupakan uji yang belum
sempurna. Oleh karena itu, pakar menggunakan beberapa metode untuk melengkapi
ESR dan ditemukan bahwa uji ESR perlu menggunakan verifikasi lanjut untuk
digunakan sebagai instrumen klinis (Guarner et al. 2015)
Tujuan
Praktikum ini bertujuan memahami mengenai sel darah merah, hemoglobin,
buffy coat, anemia, polisitemia, hematokrit dan implikasi kenaikan dan penurunan
serta penentuannya, nilai sedimentasi eritrosit (ESR), pembentukan rouleaux dalam
darah, memahami cara dan hasil data uji ESR, heme, oxyhemoglobin, penentuan
jumlah hemoglobin dalam darah dan efeknnya terhadap anemia menggunakan
hemoglobinometer.

METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum pertama adalah enam pipet
kapiler yang sudah dilapisi heparin, sealer pipet kapiler, microhematocrit
centrifuge, penggaris metrik, dan tempat sampah biohazard. Bahan praktikum
pertama adalah enam sampel darah, sampel darah yang pertama dari laki-laki sehat
yang tinggal di Boston, sampel kedua dari perempuan sehat yang tinggal di Boston,
sampel ketiga dari laki-laki sehat yang tinggal di Denver, sampel keempat dari
perempuan sehat yang tinggal di Denver, sampel kelima dari laki-laki dengan
aplastic anemia, dan sampel enam dari perempuan dengan iron-defiency anemia.
Peralatan dalam praktikum kedua adalah tabung uji, tabung sedimentasi,
magnifying chamber atau ruang pembesar, dan tempat sampah biohazard. Bahan
yang digunakan adalah sodium sitrat dan enam sampel darah, sampel pertama dari
orang yang sehat, sampel kedua dari perempuan yang sedang menstruasi, sampel
ketiga dari orang dengan sickle cell anemia, sampel keempat dari orang dengan
iron-defiency anemia, sampel kelima dari orang yang menderita myocardial
infarction, dan sampel keenam dari orang dengan angina pectoris.
Peralatan dalam praktikum ketiga adalah stik pengaduk hemolisis, blood
chamber dispenser, hemoglobinometer, tempat sampah bioharzad. Bahan yang
digunakan adalah sampel darah dari 4 orang, sampel pertama dari laki-laki sehat,
sampel kedua dari perempuan sehat, sampel ketiga dari perempuan dengan iron-
defiency anemia, sampel keempat dari laki-laki dengan polycythemia, dan sampel
kelima dari perempuan atlet olympic.
Prosedur Kerja
Praktikum pertama adalah menguji hematokrit dalam darah. Langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah menaruh pipet kapiler yang dilapisi heparin
ke tabung reaksi pertama untuk mengisi pipet kapiler dengan sampel darah pasien
pertama. Kemudian menaruh pipet kapiler yang telah berisi darah sampel ke
kontainer pipet kapiler sealer untuk menutup salah satu bagian pipet. Setelah itu
menaruh pipa kapiler ke alat pemusing atau microhematocrit centrifuge, sisa
sampel darah yang lain juga disiapkan untuk sentrifugasi. Timer diset lima menit
untuk mensentrifugasi sampel. Selama lima menit ada 14.500 putaran per menit.
Kemudian, menarik pipet kapiler satu dari centrifuge ke penggaris metrik untuk
mengukur panjang kolom darah dan panjang setiap lapisan, data tidak lupa untuk
dicarat. Setelah diukur, buang pipet kapiler ke tempat sampah biohazard. Lakukan
hal yang sama untuk sampel darah yang tersisa.
Praktikum kedua adalah menguji laju sedimentasi atau pengendapan
eritrosit. Langkah pertama yang dilakukan adalah menaruh tabung uji ke rak tabung
di orbital shaking unit, sisa tabung uji juga ditempatkan. Kemudian, mengisi tabung
uji dengan tiap sampel darah dan setelah terisi diberi sodium sitrat 3.8% 0.5
milliliter ke tabung uji. Langkah selanjutnya adalah mencampur sampel dengan
sodium sitrat. Setelah tercampur, sampel dipindahkan ke tabung sedimentasi di
inkubator. Timer diset selama 60 menit untuk inkubasi tabung sedimentasi. Setelah
di inkubasi, tabung sedimentasi dibawa ke ruang pembesar untuk menguji sampel
dan tabung ditandai dalam milimeter. Setelah selesai tabung dibuang dalam tempat
sampah biohazard. Lakukan hal yang sama untuk sampel darah yang tersisa.
Praktikum ketiga adalah menguji hemoglobin darah. Langkah pertama
adalah meletakkan clean blood chamber slide ke tempat kerja. Setelah itu
meneteskan sampel darah satu ke chamber slide, kemudian menarik stik hemolisis
ke chamber untuk mengaduk sampel darah selama 45 detik, lysing sel darah merah
dan melepaskan hemoglobin. Setelah selesai diaduk, chamber slide diletakkan ke
slot dalam hemoglobinometer untuk menganalisis sampel. Terlihat bahwa bagian
kanan circular field berwarna hijau menunjukkan level hemoglobin, menarik tuas
yang berada di sisi kanan sampai sisi yang bewarna tidak hijau menjadi sama
dengan sisi yang bewarna hijau dan mencatat data. Setelah selesai mengeluarkan
chamber slide dari hemoglobinometer dan membuang ke tempat sampah biohazard.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Jumlah Hematokrit dalam Darah

Blood Height of Height of red Height of Hematokrit % WBC


sample column blood cell buffy coat
of blood layer (white blood
cells)
1 100 mm 48 mm 1 mm 48 1
2 100 mm 44 mm 1 mm 44 1
3 100 mm 55 mm 1 mm 55 1
4 100 mm 53 mm 1 mm 53 1
5 100 mm 19 mm 0.5 mm 19 0.5
6 100 mm 32 mm 1 mm 32 1
Tabel 1 Hasil Pengamatan Jumlah Hematokrit
Keterangan:
Sample 1: healthy male living in Boston
Sample 2: healthy female living in Boston
Sample 3: healthy male living in Denver
Sample 4: healthy female living in Boston
Sample 5: male with aplastic anemia
Sample 6: female with iron-deficiency anemia
Berdasarkan tabel 1, terdapat 6 sampel berbeda tergantung jenis kelamin,
tempat tinggal dan status kesehatan. Setiap sampel diisi sebanyak 100 mm darah.
Sampel 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 secara berurutan memiliki jumlah sel darah merah
sebanyak 48 mm, 44 mm, 55 mm, 53 mm, 19 mm, dan 32 mm. Lima buah sampel
memiliki sel darah putih pada tabung reaksi sebanyak 1 mm, namun sampel 5 hanya
0,5 mm. Sampel 5 dari probandus yang memiliki penyakit anemia aplastik. Menurut
Fauzi (2013), anemia aplastik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
kegagalan dari sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel-sel darah.
Sedangkan, sampel 6 dari probandus yang memiliki anemia defisiensi besi
merupakan kondisi saat seseorang tidak mengonsumsi makanan yang mengandung
zat besi dengan cukup, tubuh tidak bisa menyerap zat besi, dan tubuh kehilangan
zat besi melalui darah.
Nilai normal hematokrit pada wanita adalah 34,9 - 44,5% dan untuk pria
adalah 38,8-50%. Nilai hematokrit akan meningkat (hemokonsentrasi) karena
adanya peningkatan eritrosit atau penurunan volume plasma darah (Meilanie 2019).
Sampel 1 dan 2 memiliki hematokrit normal. Sampel 3 dan 4 memiliki hematrokrit
sedikit tinggi dari batas normal sesuai dengan literatur Rahayu et al. (2018) bahwa
peningkatan kadar hematokrit dapat terjadi pada kondisi dehidrasi, diare berat, dan
pembedahan. Pada kasus tersebut kadar hematokrit dapat dipengaruhi baik pada
pergantian volume tubuh secara dini atau oleh pendarahan. Sampel 5 dan 6
memiliki hematokrit yang rendah. Kadar hematokrit yang rendah disebut sebagai
penurunan kadar hemoglobin (Sodiyc & Acun 2011 dalam (Rahayu et al. (2018)).
Pemeriksaan hematokrit dapat dilakukan dengan metode mikrohematokrit
yang memiliki kelebihan yaitu teknik pemeriksaan lebih sederhana, waktu
pemeriksaan lebih cepat, dan sampel yang digunakan sedikit. Kekurangannya
adalah penutupan ujung tabung kapiler yang tidak rapat dapat menyebabkan
kebocoran tabung kapiler saat disentrifus sehingga dapat menyebabkan nilai
hematokrit menurun (Meilanie 2019). Pemeriksaan hemtokrit secara otomatis dapat
dilakukan dengan menggunakan Sysmex XT-1800i dengan prinsip menggunakan
flowcytometry. Pada pemeriksaan hematokrit ini, nilai hematokrit dihitung dari
jumlah eritrosit (RBC) dan volume sel rata-rata eritrosit (MCV) dengan
menggunakan persamaan berikut: Hematokrit = jumlah RBC X MCV/10 dan
dinyatakan dalam persen (%) (Longanbach, 2015). Beberapa kelebihan dari hasil
pemeriksaan hematokrit metode otomatis diantaranya adalah hasil pemeriksaan
akan dibaca secara otomatis pada alat dan hasil pemeriksaan dapat langsung
diketahui secara cepat dan mempunyai derajat ketepatan yang tinggi. Kekurangan
pemeriksaan hematokrit metode otomatis adalah sampel yang tidak homogen akan
menyebabkan kesalahan pembacaan nilai hematokrit (Meilanie 2019).
Laju Pengendapan Darah

Blood sample Distance RBCs Time elapsed Sedimentation


have settled rate
1 5 mm 60 min 5 mm/hr
2 15 mm 60 min 15 mm/hr
3 0 mm 60 min 0 mm/hr
4 30 mm 60 min 30 mm/hr
5 40 mm 60 min 40 mm/hr
6 5 mm 60 min 5 mm/hr
Tabel 2 Hasil Pengamatan Laju Endapan Darah
Keterangan:
Sample 1: healthy individual
Sample 2: menstruating female
Sample 3: individual with sickle cell anemia
Sample 4: individual with iron-deficiency anemia
Sample 5: individual suffering a myocardial infraction
Sample 6: individual with angina pectoris
Praktikum kedua menggunakan 6 sampel darah. Laju endap darah setiap
sampel berbeda-beda tergantung status kesehatan probandus. Laju endapan darah
berturut-turut adalah 5 mm/jam, 15 mm/jam, 0 mm/jam, 30 mm/jam, 40 mm/jam
dan 5 mm/jam. Laju endapan darah dijumpai meningkat selama proses inflamasi
akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen,
rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sampel
1, 2, 3, dan 6 memiliki laju endapan darah yang normal, sedangkan pada sampel 4
dan 5 terlihat laju endapan darah sangat tinggi dikarenakan sampel diambil dari
probandus yang memiliki riwayat penyakit anemia dan serangan jantung. Nilai
rujukan dari cara Wintrobe pada wanita 0 - 20 mm/jam dan untuk pria 0 -10
mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0-15 mm/jam dan
untuk pria 0-10 mm/jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi LED (laju
endapan darah) adalah faktor eritrosit, faktor plasma, dan faktor teknik. Jumlah
eritrosit/uL darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar dari
normal, dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan LED cepat.
Penentuan Jumlah Hemoglobin dalam Darah

Blood Gm Hb per 100 Hematocrit Ratio of PCV to Hb


sample ml blood (PCV)
1 16 48 3:1
2 14 44 3.14:1
3 8 40 5:1
4 20 60 3:1
5 22 60 2.73:1
Tabel 3 Hasil Pengamatan Jumlah Hemoglobin dan Hematokrit dalam Darah
Keterangan:
Sample 1: healthy male
Sample 2: healthy female
Sample 3: female with iron-deficiency anemia
Sample 4: male with polycythemia
Sample 5: female Olympic athlete
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah hemoglobin dan
hematokrit tiap sampel berbeda-beda, tergantung dari jenis kelamin, riwayat
penyakit, dan aktivitas yang dilakukan. Pada sampel 1 kadar Hb per 100 ml darah
adalah 16 gram. Pada sampel 2 kadar Hb per 100 ml darah adalah 14 gram.
Sementara itu, pada sampel 3 kadar Hb per 100 ml darah adalah 8 gram. Pada
sampel 4 kadar Hb per 100 ml darah 20 gram, dan pada sampel 5 kadar Hb per 100
ml darah adalah 22 gram. Selain itu faktor lain yang memengaruhi kadar
hemoglobin adalah kecukupan zat besi, defisiensi zat besi, dan metabolisme zat besi
dalam tubuh (Hidayati 2018).
Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran
darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15 gram setiap 100
ml darah. Jumlah ini biasanya disebut “100 persen”. Batas normal nilai hemoglobin
untuk seseorang sukar ditentukan. Namun, WHO telah menetapkan batas kadar
hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin (Hasanan 2018).
Pengukuran kadar hemoglobin digunakan untuk melihat secara tidak langsung
kapasitas darah dalam membawa oksigen ke sel-sel di dalam tubuh. Pemeriksaan
kadar hemoglobin merupakan indikator untuk menentukan seseorang menderita
anemia atau tidak (Estridge dan Reynolds 2012). Jika terjadi penurunan kadar
hemoglobin maka akan menyebabkan terjadinya anemia. Anemia adalah suatu
keadaan kadar hemoglobin menurun yang ditandai dengan gejala kelelahan, sesak
napas, pucat dan pusing, sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat
berkurangnya kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah (Evelyn
2009).

No Kadar Hemoglobin (g/dl) Umur


1 16-23 Bayi baru lahir
2 10-14 Anak-anak
3 13-17 Laki-laki dewasa
4 12-16 Wanita dewasa tidak hamil
5 11-13 Wanita dewasa yang hamil
Tabel 4 Kadar Hb Normal pada Manusia Berdasarkan Umur
Sumber: (Estridge dan Reynolds, Basic Medical Laboratory Techniques, 2012)
Hematokrit digunakan untuk mengukur derajat anemia dan polisitemia.
Nilai hematokrit dari sampel adalah perbandingan antara volume eritrosit dengan
volume darah secara keseluruhan (Mayangsari 2017). Sampel 1 dan 2 menunjukkan
kadar Hb normal sesuai dengan literatur. Begitu pula dengan sampel 3 dimana
wanita penderita anemia memiliki jumlah Hb dibawah normal. Sampel 4
merupakan pria dengan polisitemia, yaitu keadaan kelebihan eritrosit dalam tubuh.
Sesuai dengan literatur di bagian pendahuluan, bahwa penderita penyakit ini
memiliki jumlah hemoglobin diatas 16.5 gram dan hematokrit diatas 49%. Sampel
5 menunjukkan atlet olympic wanita memiliki jumlah Hb cukup besar. Hal ini
karena aktivitas fisik manusia sangat memengaruhi kadar hemoglobin dalam darah.
Individu yang secara rutin berolahraga, kadar hemoglobin akan sedikit naik, hal ini
disebabkan karena jaringan atau sel akan lebih banyak membutuhkan O2 (oksigen)
ketika melakukan aktivitas (Hasanan 2018).
SIMPULAN
Kadar hemoglobin dan hematokrit setiap orang berbeda-beda, tergantung
dari jenis kelamin, usia, riwayat penyakit, aktivitas sehari-hari, kecukupan zat besi
dalam tubuh, logam berat yang masuk ke dalam tubuh, dan kebiasaan merokok.
Jumlah hemoglobin rendah dapat menyebabkan anemia, sementara itu eritrosit
yang berlebihan di dalam tubuh dapat menyebabkan polisitemia. Hematokrit dapat
diperiksa dengan metode mikrohematokrit dan secara otomatis dengan Sysmex XT-
1800i. Laju endapan darah dalam tubuh tergantung pada status kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Amalia A, Tjiptaningrum A. 2016. Diagnosis dan tatalaksana anemia defisiensi
besi. MAJORITY. 5(5):166-169.
Boghani S, Mei Z, Perry GS, Brittenham GM, Cogswell ME. 2017. Accuracy of
capillary hemoglobin measurements for the detection of anemia among U.S.
low-income toddlers and pregnant woman. Nutrients. 9(3):253.
https://doi.org/10.3390/nu9030253.
Cahyanur R, Rinaldi I. 2019. Pendekatan klinis polisitemia. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 6(3): 156-161.
Czaja B, Gutierrez M, Závodszky G, Kanter D, Hoekstra A, Adefeso OE. 2020.
The influence of red blood cell deformability on hematocrit profiles and
platelet margination. Plos Computational Biology.
https://doi.org/10.1371/journal.pcbi.1007716.
Estridge BH, Reynolds AP. 2012. Basic Clinical Laboratory Techniques. Clifton
Park (US): Cengage Learning.
Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi M. 2013. Diagnosis dan indikasi transfusi darah pada anemia aplastik. Jurnal
Medika Udayana. 2(6): 997-10112.
Guarner J, Dolan HK, Cole L. 2015. Erythrocyte sedimentation rate. Am J Clin
Pathol. 144:536-538.
Hasanan F. 2018. Hubungan kadar hemoglobin dengan daya tahan kardiovaskuler
pada atlet FIK Universitas Negeri Makassar. Jurnal Olahraga dan
Kesehatan. 1-16.
Hidayati N. 2018. Hubungan antara tingkat kecukupan protein, vitamin C dan zat
besi (Fe) dengan kadar hemoglobin pada siswi Sekolah Usaha Perikanan
Menengah (SUPM) Negeri Tegal [skripsi]. Semarang (ID): Muhammadiyah
University Semarang.
Longanbach S, Miers M. 2015. Automated blood cell analysis. In Rodak’s
Hematology: Clinical Principles and Applications. St. Louis: Elsevier
Saunders.
Mayangsari S. 2017. Pengaruh pembendungan pengambilan darah terhadap kadar
hemoglobin dan hematokrit [tesis]. Semarang (ID): Muhammadiyah
University Semarang.
Meilanie A. 2019. Perbedaan nilai hematokrit metode mikrohematokrit dan metode
otomatis pada pasien demam berdarah dengue dengan hemokonsentrasi.
Journal of Vocational Health Studies. 3(2): 67-71.
Rahayu W, Dwiyana A, Artha D. 2018. Hubungan antara profil trombosit dengan
hematokrit pada pasien suspek demam berdarah dengue dan perbandingan
metode manual dan metode automatic. Jurnal Media Laboran. 8(2):34-42.
Saganuwan SA. 2018. Effects of therapeutic and toxic agents on erythrocytes of
different species of animals. IntechOpen.
https://doi.org/10.5772/intechopen.85865.
Sawicki KT, Chang HC, Ardheali H. 2015. Role of heme in cardiovascular
physiology and disease. J Am Heart Assoc. 4(1): e001138.
https://doi.org/10.1161/JAHA.114.001138.
Wagner C, Steffen P, Svetina S. 2013. Aggregation of red blood cells: from
rouleaux to clot formation. Biological, Physics.
https://doi.org/10.1016/j.crhy.2013.04.004.
Whitehead RD, Mei Z, Mapango C, Jefferds MED. 2019. Methods and analyzers
for hemoglobin measurement in clinical laboratories and field settings. Ann
N Y Acad Sci. 1450(1):147-171. https://doi.org/10.1111/nyas.14124.
LAMPIRAN
Resume Video
Praktikum sedian natif darah bertujuan untuk mengamati darah secara
langsung tanpa proses pewarnaan dan lain-lain. Sehingga, dapat diamati bentuk sel
darah, ada tidaknya sel ertirosit yang mengalami krenasi, bentuk rouleaux sel
eritrosit, dan perbedaan eritrosit dan leukosit. Lalu, akan diamati ada atau tidaknya
parasit pada darah. Rouleaux bentuk eritrosit seperti uang logam yang dideretkan,
dapat dijumpai pada natif darah kuda, kucing, anjing, dan babi tetapi jarang
ditemukan pada sapi, kambing, dan domba. Mikroorgani yang dapat ditemukan
pada darah adalah larva atau Trypanosoma pada vertebrata karena mikroorganisme
tersebut dapat berenang diantara sel-sel darah.
Laju endap darah atau laju endap eritrosit dapat dihitung menggunakan
tabung atau pipet Westergren. Darah dicampur dengan antikogulan, misalnya Na
sitrat dengan perbandingan 4:1. Campuran darah dan antikogulan diambil sampai
skala nol dan ditempatkan pada rak. Setelah dimasukkan pada pipet Westegren,
segera tutup tabung atau pipet agar darah tidak keluar. Kondisi tabung atau pipet
Westegren tegak lurus pada rak dan dilihat penurunan sedimentasi eritrosit per jam.
Jika nilai hematokrit diketahui maka perhitungan MCV dapat dilakukan. MCH
dapat dihitung jika kadar hemoglobin diketahui. Sedangkan MCHC dapat dihitung
jika kadar hematokrit dan hemoglobin diketahui. Melalui tiga perhitungan ini, dapat
diketahui darah yang diperiksa mengalami anemia atau tidak.
Jumlah butir darah merah dan putih dapat dihitung dengan menambahkan
larutan pengencer, untuk eritrosit menggunakan larutan Hayem dan untuk leukosit
mamalia menggunakan larutan Turk sedangkan leukosit aves menggunakan BCB
0.3% dan dihitung menggunakan Hemositometer Neubauer. Pengambilan darah
dapat diambil secara langsung yaitu dari bagian bawah sayap ayam, dari telinga
kelinci (vena auricularis), atau dari jantung tikus. Pipet eritrosit terdapat butiran
berwarna merah dengan skala 0.5-1.0-101 sedangkan pipet leukosit terdapat butiran
berwarna putih dengan skala 0.5-1.0-11. Kadar hemoglobin dengan metode Sahli
dapat dihitung menggunakan Hemoglobinometer Sahli dengan warna standar Sahli,
yaitu coklat. Pada perhitungan ini, darah dicampur dengan HCl 0.1 N diamkan
selama 3 menit hingga terbentuk asam hematin berwarna coklat pekat dan perlu
disamakan dengan warna standar Sahli menggunakan larutan pengencer, yaitu
aquades. Ketinggian pada tabung Sahli berkaitan dengan kadar hemoglobin darah
yang diperiksa.
Nilai hematokrit dapat dihitung saat darah dicampur dengan antikogulan
dan dilakukan proses centrifuge sehingga terdapat tiga lapisan. Lapisan paling atas
adalah lapisan jernih (plasma), lapisan kedua adalah lapisan putih abu-abu
(trombosit dan leukosit), serta lapisan ketiga adalah lapisan merah (eritrosit).

Anda mungkin juga menyukai